Anda di halaman 1dari 18

KONSEP AKAD IJARAH DALAM PRAKTIK PERBANKAN SYARIAH

DAN KETENTUAN AKAD IJARAH BERDASARKAN LANDASAN

HUKUM SYARIAH

MAKALAH

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Perbankan Syariah

OLEH :

THERESIA RIZKA ULLY SITUMORANG (217011022)

TOMMY SAMBHAR MATONDANG (217011058)

VIVI ELIZA RAHMADANI MARPAUNG (217011059)

YESSICA JULIANI SIMALANGO (217011063)

MUHAMMAD FAKHRAN HADYAN SIMBOLON (217011013)

GRUP: III-B

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Agama Islam merupakan sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia


dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sistem ini tidak hanya
mengatur tentang hubungan manusia dengan Allah SWT atau yang sering disebut
dengan hubungan vertikal. Namun, lebih dari itu agama islam sebagai sebuah
sistem juga mengatur hubungan antar sesama manusia dan seluruh ciptaan Alloh
SWT, misalnya tumbuhan dan hewan.1 Lembaga keuangan di Indonesia terbagi
menjadi dua jenis yaitu bank konvensional dan bank syari’ah atau yang sering
disebut dengan Bank Islam, yang kita ketahui bahwa kedua lembaga ini merupakan
tempat perputaran uang.2

Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariah
Islam, yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur hubungan sesama
manusia. Pengaturan lembaga perbankan dalam syariah Islam dilandaskan pada
kaidah dalam ushul fiqih yang menyatakan bahwa mā lā yatimm al-wajib illa bihi
fa huwa wajib yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib,
maka ia wajib diadakan. Mencari nafkah (yakni melakukan kegiatan ekonomi)
adalah wajib diadakan. Oleh karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian
tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan
ini pun menjadi wajib untuk diadakan.3

Salah satu bentuk kegiatan manusian dalam lapangan muamalah ialah ijarah.
Ijarah adalah salah satu kegiatan muamalah yang sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari yang biasa dikenal dengan sewa-menyewa, upah mengupah
sangan sering dilakukan di masyarakat dan sangat membantu dalam kehidupan.
Karena dengan adanya ijarah orang yang belum bisa membeli barang yang

1
Asiyah Binti Nur, 2015, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta, Kalimedia, hlm. 215
2
Hasanuddin Muhamad, 2008, Ensiklopedi Ekonomi & Perbankan Syari’ah, Bandung, Kafa
Publishing, hlm. 279
3
Adiwarman A. Karim, 2006, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan Cet:I, Jakarta,
RajaGrafindo Persada, hlm. 14-15
diinginkannya mereka bisa menyewanya. Dan orang yang memiliki harta tetapi
tidak memiliki tenaga mereka bisa mempekerjakannya. Kegiatan ini tidak dapat
dilepas dari kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat
sekitar kita.

Hal ini juga berlaku pada wilayah lembaga ekonomi seperti bank syariah.Pada
produk yang ditawarkan bank syariah diantaranya terdapat produk yang di
perintukan bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang ingin melaksanakan
ibadah umroh ke tanah suci namun belum memiliki kemampuan untuk menanggung
biayanya sekaligus.Pembiayaan Umroh pada Bank Syariah merupakan bentuk
pembiayaan yang bersifat jangka pendek yang dapat digunakan untuk memfasilitasi
kebutuhan biaya perjalanan umroh namun tidak terbatas untuk tiket, akomodasi dan
persiapan biaya umrah lainnya. Kemudian pelunasan biaya dapat dibayar kredit
angsuran pinjaman atau pembiayaan setelah pulang dari umroh, pembayaran cicilan
sesuai dengan jumlah angsuran saat pertama kali pengajuan, karena angsuran tidak
berubah selama masa perjanjian yang telah di sepakati dengan akad ijarah.Dalam
setiap transaksi akad merupakan kunci utama, tanpa adanya akad maka transaksinya
diragukan sebab suatu saat dapat menimbulkan persengketaan. Dalam hal ini akad
yang digunakan ialah akad ijarah, sebab, dalam akad ijarah maka harus terjadi
kejelasan dari unsur-unsur ijarah tersebut yang meliputi objek ijarah dan juga
pengguna jasa.

Pelaksanaan penggunaan akad pemindahan hak guna manfaat atas suatu barang
atau jasa dalam waktu yang telah ditentukan melalui pembayaran atau upah dari
pemindahan kepemilikan barang yang disebut akad ijarah. Dalam transaksi sewa-
menyewa dalam perbankan konvensional tidak ada peralihan hak milik, artinya jika
masa sewa berakhir maka barang obyek sewa dikembalikan pada pemilik sewa
sehingga pada umumnya tidak membutuhkan jasa suatu lembaga pembiayaan.
Akan tetapi lain halnya dalam praktek perbankan Syariah karena dikenal
pembiayaan berdasarkan akad sewa-menyewa yang disebut ijarah.4

4
Rosita Tehuayo, 2018, “Sewa Menyewa (Ijarah) Dalam Sistem Perbankan Syariah”, Jurnal
Tahkim, Volume IV, Nomor 1, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Ambon
Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al’iwadhu atau berarti ganti.
Dalam Bahasa Arab, al-ijarah diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil
manfaat dengan jalan penggantian sejumlah uang.5 Definisi mengenai prinsip ijarah
juga telah diatur dalam hukum positif Indonesia yakni dalam Pasal 1 ayat 10
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang mengartikan prinsip al-
ijarah sebagai “transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah
atas suatu usaha jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan
jasa.”.6

Berdasarkan hal tersebut, dalam penulisan makalah ini akan berfokus


membahas mengenai penjabaran konsep akad ijarah secara umum atau landasan
hukum akad ijarah dalam praktik perbankan syariah.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, dalam penulisan makalah ini akan mengangkat satu
rumusan masalah yaitu bagaimanakah konsep akad ijarah dalam praktik perbankan
syariah atau ketentuan akad ijarah berdasarkan landasan hukum syariah.

3. Metode Penelitian

Penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif.7 Sebagai suatu penelitian hukum normatif, maka penelitian ini didasarkan

pada analisis terhadap norma hukum, baik hukum dalam arti peraturan perundang-

undangan maupun putusan-putusan pengadilan. Namun demikian dalam penelitian

ini hanya melakukan analisis terhadap norma norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan saja.

5
Sayyid Sabiq, 2007, Fiqih Sunnah Jilid 13, terj. Kamaludin A. dan Marzuki Bandung, PT al
Ma’arif, hlm. 15
6
Zulfi Chairi, 2005, “Pelaksanaan Kredit Perbankan Syariah Manurut UU No. 10 Tahun 1998”, e-
usu Repository, hlm. 12
7
Johnny Ibrahim, 2013, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang,
Bayumedia Publishing, hlm. 45.
Penelitian ini hanya mempergunakan data sekunder.8 Data sekunder dalam

penelitian ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian

dilakukan dengan melakukan inventarisasi hukum positif sebagai kegiatan awal dan

mendasar untuk melakukan penelitian dan pengkajian dalam penelitian ini.9 Bahan

hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat, terdiri dari norma dasar,

peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat.10

Bahan hukum primer juga merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim.11 Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang

hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, ataupun jurnal-jurnal

hukum.

8
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta: Radja Grafindo Persada, hlm. 14.
9
Bambang Sunggono, 1999, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Radja Grafindo Persada,
hlm. 81
10
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat (Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2001), hlm. 13.
11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2008), hlm. 12.
BAB II

PEMBAHASAN

Konsep Akad Ijarah Dalam Praktik Perbankan Syariah dan ketentuan akad
ijarah berdasarkan landasan hukum syariah

Menurut Sayyid Sabiq, ijarah dimaknai sebagai suatu bentuk akad untuk
memanfaatkan sesuatu dengan jalan penggantian yang sesuai ketentuan syara.12
Hukum Islam membolehkan akad ijarah berdasarkan penggalan Q.S. al-Thalaq: 6
yang menyatakan bahwa apabila para wanita yang ditalak tersebut menyusui anak-
anaknya maka berikanlah upah kepada mereka.13 Ditegaskan juga dalam hadis
riwayat Ibnu Majah yang menyatakan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda,
“berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”.14 Meskipun ketentuan
syariat membolehkan akad ijarah untuk dilakukan, namun tentu keabsahannya
harus tetap memperhatikan syarat dan rukunnya.

Pengertian Ijarah

Menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah, antara lain


adalah sebagai berikut: 15

1. Menurut ulama Hanafiah bahwa ijarah adalah: "aqad untuk memungkinkan


kepemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang
disewakan dengan imbalan".

2. Menurut ulama Syafi'iah ijarah adalah: "Transaksi terhadap manfaat yang


diinginkan secara jelas harta yang bersifat mudah dan dapat dipertukarkan
dengan imbalan tertentu".

12
Sayyid Sabiq, 1983, Fiqh Sunnah, Jilid 3, Beirut, Dar al-Fikr, hlm.177
13
Departemen Agama RI, 2013, Al-Quran Dan Terjemahnya, Bandung, Syaamil Qur’an, hlm. 559
14
Muhammad Hammam Abdurrahman, 2009, Mausuah Al-Hadits Ahkam Al-Mu’amalat Al-
Maliyyah, Riyadh, Dar al-Kautsar, hlm. 622
15
Sriono, 2013, Telaah Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa (Al Ijarah) Dalam Perbankan Syariah,
Jurnal Advokasi Volume 1 Nomor 1, hlm. 90
3. Menurut ulama Malikiah dan Hanabilah ijarah adalah: "menjadi milik suatu
kemanfaatan yang mudah dalam waktu tertentu dengan pengganti".

4. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa ijarah adalah: "Aqad yang objeknya


adalah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat
dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat".

Sehingga dalam konteks Perbankan Islam, Ijarah adalah suatu transaksi sewa-
menyewa (lease contract) dimana bank atau lembaga keuangan bertindak sebagai
penyewa yang menyewakan peralatan (equipment), bangunan, rumah, mesin-
mesin, dan barang-barang lain, kepada nasabah berdasarkan beban biaya yang
sudah ditentukan secara pasti di awal akad.16 Maka dari itu, akad pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi
hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. 17

Landasan Hukum Syariah Tentang Pelaksanaan Akad Ijarah

Landasan Hukum Syariah yang mengatur tentang pelaksanaan prinsip ijarah


termaktub dalam QS Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi “Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian
kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.

16
Ibid, hlm. 92
17
Rumah Makalah, Pembiyaan Ijarah dan IM BT, dikutip dari http://rumahmakalah.wordpress.c
om/2008/11/08/pembiayaan-ijarah-dan-imbt/, tanggal akses 16 September 2022
Selanjutnya, Hukum ijarah juga terdapat dalam Q.S. At-Talaq ayat 6 yang
berbunyi “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu maka
berikanlah imbalannya kepada mereka dan musyawarahkanlah di antara kamu
segala sesuatu dengan baik”.

Ayat tersebut sebagai dasar hukum adanya sistem sewa menyewa dalam
hukum Islam, seperti yang telah di ungkapkan bahwa ada orang yang
memperbolehkan menyewa orang lain untuk menyusui anaknya. Dan karena ada
jasa yang diberikan sehingga harus membayar upah secara patut dan tentunya ayat
ini berlaku secara umum karena mencakup semua jenis akad sewa-menyewa
ijarah.18

Menurut ketentuan QS Al-Qasas [28]:26-27 yang berbunyi “Salah seorang


dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja
(pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Berkatalah dia
(Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang
dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan
jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu,
maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik".

Maksud dari ke-2 ayat diatas rupanya orang tua itu tidak mempunyai anak
lakilaki dan tidak pula mempunyai pembantu. oleh sebab itu, yang mengurus semua
urusan keluarga itu hanyalah kedua putrinya saja, sampai keduanya terpaksa
mengembala kambing mereka, disamping mengurusi rumah tangga. Terpikir oleh
salah seorang putri itu untuk meminta tolong kepada Musa yang tampaknya amat
baik sifat dan budi pekertinya dan kuat tenaganya menjadi pembantu dirumah ini.
Putri itu mengusulkan kepada bapaknya agar mengangkat Musa sebagai pembantu
mereka untuk mengembala kambing, mengambil air, dan sebagainya karena dia
seorang yang jujur, dapat di percaya dan kuat tenaganya. Usul itu berkenan dihati

18
Mardani, 2018, Fiqih Ekonomi Syariah Fiqih Muamalah, Jakarta, Kencana, hlm. 246
bapaknya, bahkan bukan hanya ingin mengangkatnya sebagai pembantu, malah ia
hendak mengawinkan salah satu anaknya dengan Musa.19

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda: “Berbekamlah


kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu” (HR.
Bukhari dan Muslim). Selain itu dasar hukum ijarah terdapat dalam hadits Nabi
Muhammad SAW riwayat Ibnu Majah yang berbunyi “Dari Abdullah bin Umar ian
berkata: memberikan upah kepada pekerja lebih baik sebelum keringatnya kering”.
(H.R. Ibnu Majah)”. Hadits tersebut menjelaskan mengenai ketentuan pembayaran
atas upah terhadap orang yang dipekerjakan, yaitu Nabi mengajarkan agar dalam
pembayaran upah itu hendaknya sebelum keringatnya kering atau setelah pekerjaan
itu selesai dilakukan.20

Rukun dan syarat ijarah

Di dalam akad ijarah terdapat beberapa rukun yang harus di penuhi agar sesuai
dengan hukum syara’ yaitu: 21

1. Aqidani yaitu pemberi sewa/pemilik dan musta’jir (penerima


sewa/penyewa).

2. objek ijarah yaitu ijarah (upah/imbalan), dan al- manfaat (barang yang di
sewakan).

3. Shighat yakni ijab qabul.

Sementara itu, syarat dalam akad ijarah adalah: 22

1. Pemberi sewa dan penyewa harus sama-sama baligh, berakal sehat, dan

19
Hamsah Hudafi dan Ahmad Budi Lakuanine, 2021, “Penerapan Akad Ijarah Dalam
Produk Pembiayaan Bank Syariah”, Jurnal Ekonomi Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo, Volume
2 Nomor 1, hlm. 47
20
Heriantodjavawordpress, 2011, “Ijarah dalam islam
“, https://heriantodjava.wordpress.com/2011/08/04/ijarah-dalam-islam/ diakses pada tanggal 16 September
2022
21
Silvia Nur Febrianasari, 2020, “Hukum Ekonomi Islam Dalam Akad Ijarah Dan Rahn”,
Jurnal Qawanin Vol. 4 No. 2, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, hlm. 196
22
Ainul Yakin, 2018, “Fiqih Muamalah Kajian Komprehensif Ekonomi Islam”, Duta
Media Publishing, hlm. 57
punya kewenangan dalam melaksanakan akad ijarah.

2. Barang yang di sewakan memiliki manfaat yang berharga dan dapat


dinikmati penyewa kadar dan waktunya jelas.

3. Wujud barang yang diambil manfaatnya harus tetap sampai waktu yang
telah di sepakati sesuai akad.

4. Nominal harga upah sewa dan pembayarannya harus jelas.

5. Waktu penyewaan harus diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak.

6. Objek ijarah bisa berupa jasa atau berupa manfaat barang serta objek ijarah
manfaat barang atau jasa yang mubah yang di benarkan syara’.

7. Sebagi Upah/imbalan tidak boleh asal-asalan karena harus berupa sesuatu


yang ada nilainya baik itu materi maupun jasa.

8. Jasa atau pekerjaan yang di sewakan tidak berupa pelaksanaan kefardhuan


dan kewajiban kepada pekerja sebelum terjadinya akad ijarah.

9. Pekerja tidak boleh mengambil manfaat atas jasa dari pekerjaan sendiri,
misalnya seorang tukang di sewa untuk membuat meja milik penyewa, tapi
tukang tersebut malah mengerjakan mejanya sendiri dari kayu, paku, dan
lain-lain milik penyewa.

Macam-Macam Ijarah

Dalam ijarah ada beberapa macam yang dilihat dari segi objeknya dan
pemilikan kegunaannya diantaranya: 23

1. Macam-macam ijarah di lihat dari segi objeknya ada dua yaitu yang pertama
ijarah hak guna, yaitu menjadikan kegunaan suatu barang untuk ma’qud
alaih misalnya menyewakan rumah untuk di tempati dan menyewakan
kendaraan untuk dikendarai. Dan yang kedua ijarah a’mal yaitu menjadikan

23
Firman Setiawan, 2015, Al-Ijarah Al-Mal Al- Mustarakah Dalam Prespektif Hukum
Islam, Jurnal Dinar, Vol.1, No. 2, hlm. 110
pekerjaan/jasa dari seseorang sebagai ma’qud alaih, misalnya menyewa dan
memberi upah orang untuk membangunkan bangunan, menjahitkan baju,
dan lain sebagainya.

2. Macam-macam ijarah dari segi kepemilikan manfaatnya ada dua; pertama,


ijarah khas yaitu ijarah yang manfaatnya dimiliki satu orang tertentu dan
yang kedua ijarah musyarakah yaitu ijarah yang hak guna di milik oleh
kelompok orang, seperti halnya ada sekelompok orang menyewa rumah
untuk ditempati bersama maka ujrah (upah/imbalan) menanggungnya
bersama dan manfaat atas rumah dimiliki bersama.

Berakhirnya Akad Ijarah

Sejumlah ulama fiqih berpendapat bahwa akad al-ijarah dapat berakhir jika
objeknya hilang atau rusak, serta apabila yang disewakan berupa rumah, maka
rumah tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya dan jika yang di sewakan
itu berupa jasa maka orang tersebut berhak meminta upahnya. Hal ini telah
disepakati oleh para ulama fiqih. Adapun ulama hanafiyah menyatakan bahwa jika
salah satu orang yang berakad wafat maka akad ijarah tidak boleh di wariskan.
Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa akad al-ijarah tidak batal jika salah
seorang yang berakad wafat karena menurut mereka itu boleh di wariskan. Dan
yang terakhir jika ada yang berhalangan dari salah satu seseorang yang berakad.24

Ijarah merupakan salah satu jenis pembiayaan yang ada pada perbankan
syariah. Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan. Definisi
mengenai prinsip Ijarah juga telah diatur dalam hukum positif Indonesia yakni
dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 yang
mengartikan prinsip ijarah sebagai transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan
atau upah mengupah atas suatu usaha jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa atau imbalan jasa. Dengan skim Ijarah, bank syariah dapat pula
melayani nasabah yang hanya membutuhkan jasa.

24
Silvia Nur Febrianasari, Op.cit, hlm. 198
Menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada
perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang
menyewakan kepada penyewa.25

Bentuk Kegiatan Pembiayaan Kegiatan perbankan Syariah melalui Ijarah

Kegiatan pembiayaan perbankan Syariah melalui Ijarah, dibedakan menjadi dua


yaitu:

1. Didasarkan atas periode atau masa sewa biasanya sewa peralatan. Peralatan
itu disewa selama masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam
dikenal sebagai Operating Ijarah.

2. Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai


Ijarah Wa Iqtina yang artinya sama juga yaitu menyewa dan setelah itu
diakuisisi oleh penyewa.

Fatwa DSN tentang ijarah ini kemudian diadopsi kedalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) yang menjelaskan bahwa bank dapat bertindak
sebagai pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa yang
kemudian menyewakan kembali. Namun tidak seluruh fatwa DSN diadopsi oleh
PSAK 59, misalnya fatwa DSN mengatur bahwa objek ijarah adalah manfaat dari
penggunaan barang dan/atau jasa; sedangkan PSAK 59 hanya mengakomodir objek
ijarah yang berupa manfaat dari barang.26

Lebih lanjut, Menurut Imam Hanafi hak milik dalam Islam yaitu manfaat
merupakan milik bukan harta. Berdasarkan ada tidaknya pengganti untuk aqad yang
menyebabkan kepemilikan ini dapat dibedakan kepada beberapa hal, yaitu:27

25
Sriono, Op.cit, hlm. 90
26
Ibid, hlm. 91
27
Ibid, hlm. 93
1. Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya sesuatu sebagai
pengganti maka ini disebut jual beli. Suatu barang yang ingin menjadi
seseorang maka ditukar dengan uang (alat tukar) dengan cara membeli dan
barang itu menjadi miliknya.

2. Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut
persewaan. Orang yang menyewakan bisa mengambil manfaat dari pada
barang tersebut sesuka hatinya asalkan tidak keluar dari kesepakatan kedua
pihak yang telah disepakati setelah membayar sewa terhadap manfaat
tersebut.

3. Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah hibah
/ pemberian. Pemberian tidak harus memberikan barang pengganti karena
ini pemberian gratis dari seseorang, seperti: atasan memberikan hadiah /
pemberian kepada keryawan yang rajin, maka karyawan tidak perlu
mengganti dengan sesuatu agar menjadi miliknya, hadiah itu sudah menjadi
miliknya.

Pelaksanaan perjanjian akad ijarah pada bank syariah

Pada pembiayaan ijarah, bank berkedudukan sebagai penyedia uang atau


tagihan yang dipersamakan dengan itu dalam rangka penyewaan barang
berdasarkan prinsip ijarah. Mengikuti penjelasan ijarah dalam PSAK 59, maka
pembiayaan ijarah dapat digunakan untuk membiayai penyewaan barang yang
kemudian disewakannya kembali kepada nasabah, dan dapat pula digunakan untuk
membiayai pembelian barang yang kemudian disewakannya kepada nasabah.
Mengenai objek dan ketentuan dan kewajiban Lembaga yang melaksanakan akad
Ijarah adalah: 28

Objek akad Ijarah, yaitu:

1. manfaat barang dan sewa; atau


2. manfaat jasa dan upah.

28
Ibid, hlm. 95
Ketentuan Obyek Ijarah:

1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.


2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada
bank sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga
(tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
8. Pembayaran sewa atau upah boleh be rbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis
yang sama dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam
ukuran waktu, tempat dan jarak.

Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan Nasabah dalam


Pembiayaan Ijarah:

1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:


a. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
b. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
2. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
a. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
b. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).
c. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak
materiil).
d. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak
penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas
kerusakan tersebut.

Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya


prinsip Ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada
objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada
Ijarah objek transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja
menjual barang yang disewakannya pada nasabah.

Proses Pembiayaan Ijarah

Proses pembiayaan ijarah adalah sebagai berikut:

a. Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syari’ah


b. Bank Syari’ah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah
sebagai objek ijarah, dari supplier/penjual/pemilik.
c. Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan baik mengenai objek
ijarah, tarif ijarah, periode ijarah dan biaya pemeliharaannya, maka akad
pembiayaan ijarah ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahkan
jaminan yang dimiliki.
d. Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang
disepakati. Setelah periode ijarah berakhir, nasabah mengembalikan objek
ijarah tersebut kepada Bank.
e. Apabila bank membeli objek ijarah tersebut, setelah periode ijarah berakhir
objek ijarah tersebut dismpan oleh bank sebagai asset yang dapat disewakan
kembali.
f. Bila bank membeli objek ijarah tersebut, setelah periode ijarah berakhir
objek ijarah tersebut dikembalikan oleh bank kepada penjual/pemilik.29

29
Ibid, hlm. 97
BAB III
PENUTUP

Ijarah adalah suatu transaksi sewa- menyewa (lease contract) dimana bank
atau lembaga keuangan bertindak sebagai penyewa yang menyewakan peralatan
(equipment), bangunan, rumah, mesin- mesin, dan barang-barang lain, kepada
nasabah berdasarkan beban biaya yang sudah ditentukan secara pasti di awal akad.
Maka dari itu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah
tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang
menyewakan kepada penyewa.

Sementara itu mengenai landasan Hukum Syariah yang mengatur akad


ijarah adalah berdasarkan ketentuan dari Al-Qur’an, dan Al-hadist sebagai dasar
hukum utama nya. Dalam pelaksanaan akad ijarah, maka akan tetap ada ketentuan
atau yang harus dipenuhi baik seperti aqidani, dan objek ijarah tersebut dan
manfaatnya, serta adanya kewajiban untuk melaksanakan ijab dan qabul. Macam-
macam ijarah dari segi objeknya ada dua yaitu yang pertama ijarah hak guna, yaitu
menjadikan kegunaan suatu barang untuk ma’qud alaih misalnya menyewakan
rumah untuk di tempati dan menyewakan kendaraan untuk dikendarai dan yang
kedua ijarah a’mal yaitu menjadikan pekerjaan/jasa dari seseorang sebagai ma’qud
alaih, misalnya menyewa dan memberi upah orang untuk membangunkan
bangunan, menjahitkan baju, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, ada pula macam-macam ijarah dari segi kepemilikan


manfaatnya ada dua; pertama, ijarah khas yaitu ijarah yang manfaatnya dimiliki
satu orang tertentu dan yang kedua ijarah musyarakah yaitu ijarah yang hak guna
di milik oleh kelompok orang, seperti halnya ada sekelompok orang menyewa
rumah untuk ditempati bersama maka ujrah (upah/imbalan) menanggungnya
bersama dan manfaat atas rumah dimiliki bersama. Mengenai ketentuan
berakhirnya akad iajrah, maka sejumlah ulama fiqih berpendapat bahwa akad al-
ijarah dapat berakhir jika objeknya hilang atau rusak, serta apabila yang disewakan
berupa rumah, maka rumah tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya dan
jika yang di sewakan itu berupa jasa maka orang tersebut berhak meminta upahnya
serta bentuk-bentuk kegiatan pembiayaan perbankan Syariah melalui Ijarah,
dibedakan menjadi dua yaitu didasarkan atas periode atau masa sewa, dan ijarah
muntahiyyah bit-tamlik.
Daftar Pustaka

Nur, Asiyah Binti, 2015, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta, Kalimedia, hlm. 215
Abdurrahman, Muhammad Hammam, 2009, Mausuah Al-Hadits Ahkam Al-Mu’amalat Al-Maliyyah, Riyadh,
Dar al-Kau

Chairi, Zulfi, 2005, “Pelaksanaan Kredit Perbankan Syariah Manurut UU No. 10 Tahun 1998”, e-
usu Repository
Departemen Agama RI, 2013, Al-Quran Dan Terjemahnya, Bandung, Syaamil Qur’an

Febrianasari, Silvia Nur, 2020, “Hukum Ekonomi Islam Dalam Akad Ijarah Dan Rahn”,
Jurnal Qawanin Vol. 4 No. 2, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo

Hudafi, Hamsah dan Ahmad Budi Lakuanine, 2021, “Penerapan Akad Ijarah Dalam Produk
Pembiayaan Bank Syariah”, Jurnal Ekonomi Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo, Volume
2 Nomor 1

Ibrahim, Johnny, 2013, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayumedia
Publishing

Muhamad, Hasanuddin, 2008, Ensiklopedi Ekonomi & Perbankan Syari’ah, Bandung, Kafa Publishing,
hlm. 279

Mardani, 2018, Fiqih Ekonomi Syariah Fiqih Muamalah, Jakarta, Kencana

Sabiq, Sayyid, 1983, Fiqh Sunnah, Jilid 3, Beirut, Dar al-Fikr

___________, 2007, Fiqih Sunnah Jilid 13, terj. Kamaludin A. dan Marzuki Bandung, PT al Ma’arif

Setiawan, Firman, 2015, Al-Ijarah Al-Mal Al- Mustarakah Dalam Prespektif Hukum Islam, Jurnal
Dinar, Vol.1, No. 2

Sriono, 2013, Telaah Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa (Al Ijarah) Dalam Perbankan Syariah, Jurnal
Advokasi Volume 1 Nomor 1

Yakin, Ainul, 2018, “Fiqih Muamalah Kajian Komprehensif Ekonomi Islam”, Duta Media
Publishing, Adiwarman A. Karim, 2006, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan Cet: I, Jakarta,
RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai