3. Istidlal : Penarikan kesimpulan dari dua hal yang berlainan, yaitu menarik
kesimpulan dari adat istiadat yang tidak bertentangan dengan Islam dan
menarik kesimpulan dari hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam
tetapi tidak dihapuskan atau dilarang dalam syariat Islam. Kesimpulan ini
yang kemudian dijadikan hukum Islam.
Contoh:
Pemberian status boleh (ibahah) dari transaksi salam, yang mana ini berbeda
dengan hukum jual beli secara umum yang mensyaratkan bahwa objek jual beli
harus sudah tersedia dan dapat diserahterimakan, sementara salam yang ada
hanya kriteria atau spesifikasinya dan secara riil objek transaksi belum ada.
Kesimpulan:
bahwa antara riba dan bunga bank konteks dan esensinya berbeda, yang mana
riba itu dianggap sebagai kelebihan yang diambil dari pinjaman yang ditujukan
untuk keperluan konsumtif, sedangkan bunga bank kelebihan yang diambil adalah
untuk keperluan produktif, sehingga berdasarkan paradigma kontekstual ini bunga
bank tidak termasuk riba dan hukumnya adalah boleh.
Istihsan banyak dipakai oleh DSN-MUI dalam menetapkan hukum atas akad-akad
yang memiliki konsep dasar darurat (misalnya ditandai dengan adanya kaidah
fikih “kondisi darurat membolehkan sesuatu yang dilarang” dalam suatu fatwa
yang ditetapkan).
Istihsan tidak boleh dilakukan dalam rangka menuruti hawa nafsu, melainkan
boleh dilakukan apabila dilakukan untuk mencapai kemaslahatan umum.
Kaitannya dengan bunga bank, dalam suatu pinjaman itu boleh diterapkan
manakala ada sisi kemaslahatan, dan bunga bank menjadi tidak diperbolehkan
manakala dalam penerapannya terjadi penindasan
HUKUM EKONOMI ISLAM
Contoh:
Penerapan kaidah “pada dasarnya setiap orang itu terbebas dari tanggungan”
dalam suatu kasus tanggungan atau utang-piutang.17 Misalnya seorang laki-
laki bernama A mengklaim bahwa seorang laki-laki bernama B memiliki hutang
sebesar Rp 1.000.000,-, akan tetapi B tidak mengakuinya. Dalam hal ini, yang
dimenangkan adalah B karena pada dasarnya B terbebas dari tanggungan
kepada A, kecuali jika A mampu mengajukan buktiyang memperkuat
pengakuan atau klaim bahwa B memang benar memiliki hutang kepada A.
HUKUM EKONOMI ISLAM
7. Urf : Adat yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dapat dikukuhkan
tetap berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.
Syarat: - Urf tidak bertentangan dengan suatu hukum yang sudah jelas
dan pasti dalam hukum Islam.
- Urf berlaku terus menerus atau kebanyakan berlaku, dan
- Urf yang dijadikan sumber hukum bagi suatu tindakan sudah ada
pada saat tindakan tersebut dilakukan.
Contoh:
Penetapan status hukum atas transaksi salam atau jual beli dengan sistem
pesanan. Pada dasarnya jual beli harus memenuhi syarat pembeli harus
menerima barang yang dibeli dan penjual harus menerima pembayaran atas
barang yang dibeli oleh pembeli saat transaksi berlangsung.
Lain halnya dalam transaksi jual beli salam, barang yang akan dibeli belum ada
wujudnya atau ada akan tetapi masih dalam bentuk gambarannya saja. Oleh
karena transaksi yang demikian itu sudah menjadi adat kebiasaan dalam suatu
masyarakat dan bahkan dapat memperlancar arus jual beli, maka transaksi jual
beli salam hukumnya diperbolehkan.
HUKUM EKONOMI ISLAM
Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia adalah otoritas yang diberikan
kewenangan oleh peraturan perundangundangan untuk memberikan fatwa di bidang
ekonomi dan keuangan syariah.
Kedudukan fatwa Dewan Syariah Nasional : Surat Keputusan DSN No. 01 Thn 2000
(Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional), yakni menjadi landasan bagi ketentuan atau
peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan
dan Bank Indonesia (yang saat ini juga Otoritas Jasa Keuangan atau OJK)
Prinsip Syariah telah menjadi hukum positif karena adanya penunjukan oleh peraturan
perundang-undangan di bidang ekonomi dan keuangan syariah sebagai sesuatu yang wajib
dilaksanakan oleh lembaga ekonomi dan keuangan syariah. Pelanggaran terhadap Prinsip
Syariah Perbankan (termasuk Industri Keuangan Non-Bank / IKNB dan Pasar Modal) akan
mengakibatkan akad-akad yang dibuat menjadi batal demi hukum (null and void)
HUKUM EKONOMI ISLAM
Subjek hukum dalam perspektif fikih muamalah (hkm. Eko. Islam) tidak terlepas dari konsep
akad atau perjanjian dalam hukum Islam.
Akad (perjanjian) yang sah & mengikat haruslah rukun akad (unsur) & syarat akad.
Rukun akad:
1. sîghat al-‘aqd (pernyataan ijab kabul), 2. al-âqidâin (pelaku akad),
3. al-ma’qûd ‘alaih (objek akad), 4. al-maudhu al-‘aqd (akibat hukum/tujuan akad)
Subjek Hukum (Mahkum Alaih) : alâqidâin/pihak yang melakukan akad yg memenuhi
syarat kecakapan (ahliyyah) & kewenangan (wilayah) bertindak didepan hukum (mampu)
1) Manusia/perseorangan & 2) Badan Hukum
UU No. 03 Thn 2006 - Perubahan Atas UU No. 07 Yahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Pasal 49 Huruf (i) :
Perbuatan/kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:
a. bank syari’ah;
b. lembaga keuangan mikro syari’ah.
c. asuransi syari’ah;
d. reasuransi syari’ah;
e. reksa dana syari’ah;
f. obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
g. sekuritas syari’ah;
h. pembiayaan syari’ah;
i. pegadaian syari’ah;
j. dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan
k. bisnis syari’ah.