Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KONSEP FIQIH MUAMALAH

Di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih

Dosen pengampu : Ust Imam Buchari, S.E, M.E

Oleh :

Roebbani
Hamdani Sholeh

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS


EKONOMI BISNIS
INSTITUT DIROSAT ISLAMIYAH Al AMIEN PRENDUAN
SUMENEP MADURA
TAHUN AJARAN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan manusia awal mulanya tidak memiliki aturan sehingga munculla
pencetus-pencetus aturan hidup seperti raja pemimpin suku dan lain sebagainya
sedangkan Islam memiliki Rasulullah SAW., yang menuntun para ummatnya
menuju jalan yang terang benerang menghentaskan kejahiliyahan pada zaman
itu, banyak sayriat-syariat dan ilmu-ilmu fiqih yang mengajarkan kita dalam
kehidupan bermasyarakat, agar terciptanya kedamaian keamanan dan
ketentraman.
Andaikan tidak ada ilmu-ilmu tersebut maka rusaklah suatu bangsa akan
terjadi perpecahan pertengkaran dimana-mana, maka Ilmu-ilmu Islam itulah
yang menjadikan hidup ini teratur. Fiqih adalah ilmu hukum Islam, yaitu suatu
cabang studi yang mengkaji norma-norma syariah dalam kaitannya dengan
tingkah laku konkret manusia dalam pengertian kedua fiqih adalah hukum Islam
itu sendiri, yaitu kumpulan norma-norma atau hukum-hukum syara’ yang
mengatur tingkah laku manusia, baik hukum-hukum itu ditetapkan langsung
dalam Al-qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW., maupun yang merupakan
hasil ijtihad.
Sedanglan fiqih muamalah merupakan suatu hal yang sering kita lakukan,
transaksi sesama manusia, karena dasar kebutuhan, zaman dahulu kala hanya
ada barter yang di lakukan dalam memenuhi kebituhan masing-masing individu
ataupun kelompok, dan berkembangnya zaman muncullah alat untuk transaksi
berawal dari emas, perak dan lain sebagainya hingga berubah menjadi uang yang
sekarang dipakai oleh kalangan masyarakan.
Oleh karena itu makalah ini di buat untuk mengkaji beberapa aspek dalah
fiqih muamalh dalam lingkup sederhana, tentunya hal ini msaih memiliki banyak
kekurangan oleh karenanya kami membutuhkan kritik-kritik atas makalah ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep muamalah dan ruang lingkupnya ?
2. Bagaimana konsep muamalah dalam jual-beli dan syarat-syaratnya ?
3. Bagaimana macam-macam jual-beli ?
C. Tujuan Penelitian
1. Agar mengetahui konsep muamalah dan ruang lingkupnya.
2. Agar mengetahui konsep muamalah jual-beli dan syarat-syaratnya.
3. Agar mengetahui macam-macam jual-beli.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Fiqih Muamalah Dan Ruang Lingkupnya


Islam yang mana merupakan agama yang universal, telah mengajarkan
berbagai cara dalah kehidupan sehari-hari yang sering kita sebut dengan
muamalah, berkembangnya zaman maka banyak yang berubah dalam kehidupan
ini, pada saat zaman Rasulullah SAW., dan saat ini, maka muncullah Ijma’ para
ulama untuk menentukan berbagai keputusan yang harus diambul dan dilakukan.
Kata fiqih berasal dari kata arab al-Fiqh berarti mengerti, tahu atau paham.
Sedangkan menurut istilah, fiqih dipakai dalam dua arti: dalam arti ilmu hukum
(jusiprudence) dan dalam arti hukum itu sendiri (law). Dalam arti pertama, fiqih
adalah ilmu hukum Islam, yaitu suatu cabang studi yang mengkaji norma-norma
syariah dalam kaitannya dengan tingkah laku konkret manusia. Dalam
pengertian kedua, fiqih adalah hukum Islam itu sendiri, yaitu kumpulan norma-
norma atau hokum-hukum syara‟ yang mengatur tingkah laku manusia, baik
hukum-hukum itu ditetapkan langsung di dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW maupun yang merupakan hasil ijtihad, yaitu interpretasi dan
penjabaran oleh para ahli hukum Islam (fuqaha) terhadap kedua sumber
tersebut.1
Adapun Kata Muamalah berasal dari bahasa arab diambil dari kata (‫)العمل‬
yang merupakan kata umum untuk semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf.
Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan
seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.
Sedangkan Fiqih Muamalah secara terminologi didefinisikan sebagai
hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum manusia dalam
persoalan-persoalan keduniaan. Misalnya dalam persoalan jual beli, hutang-
piutang, kerjasama dagang, perserikatan, kerjasama dalam penggarapan tanah,
sewa-menyewa dan lain-lain.2

1
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), 5.
2
Nasrun Haroen, Fikih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 1.

3
Sedangkan Hukum Muamalah adalah hukum yang mengatur tentang hak
dan kewajiban dalam masyarakat untuk mencapai Hukum Islam, meliputi
hutang-piutang, sewa-menyewa, jual beli dan lain sebagainya. 3 Dengan kata lain
masalah muamalah ini diatur dengan sebaik-baiknya agar manusia dapat
memenuhi kebutuhan tanpa memberikan mudhorat kepada orang lain.4 Adapun
yang termasuk dalam muamalah antara lain tukar-menukar barang, jual beli,
pinjammeminjam, upah kerja, serikat dalam kerja dan lain-lain.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fiqih muamalah merupakan
suatu kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum syariat agama Islam yang
berupa aturan-aturan berisi perintah-perintah dan larangan seperti wajib, sunnah,
makru, mubah dan haram.
Secara umum ruang lingkup Fiqih Muamalah terdiri dari:
1. Ruang lingkup Adabiyah yaitu mencakup segala aspek yang berkaitan
dengan masalah adab dan akhlak, seperti ijab dan qabul, riba, garar,
maisir saling meridai, tidak ada keterpaksaan, kejujuran penipuan,
pemalsuan, penimbunan dan segala sesuatu yang bersumber dari indra
manusia yang kaitannya dengan harta dalam hidup bermasyarakat.
2. Ruang lingkup Madiyah yaitu mencakup segala aspek yang terkait
dengan kebendaan, yang halal, haram & subhat untuk diperjual belikan,
benda-benda yang menimbulkan kemudharatan dan lain-lain. Dalam
aspek madiyah ini contohnya adalah akad, jual beli, jual beli salam dan
istishna’ , ijarah, qardh, hawalah, rahn, mudharabah, wadi’ah dan lain-
lain.5
Sedangkan ruang lingkup dalam kajian Fiqih Muammalah Kontemporer
adalah berkaitan dengan persoalan transaksi/akad dalam bisnis yang terjadi pada
saat ini yang belum dikenal pada zaman klasik. Seperti uang kertas, saham,
obligasi, reksadana, MLM, asuransi dan lain sebagainya. Kemudian terkait

3
Ibid, h.44
4
Nazar Bakri, Problematika Pelaksanaan Fikih Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994),
57.
5
Hendi Suhendi, Fikih Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), 65.

4
dengan transaksi/akad yang telah berubah karena adanya perkembangan atau
perubahan kondisi, situasi dan tradisi/kebiasaan

B. Konsep Muamalah Dalam Jual-Beli Dan Syarat-syaratnya

Dalam Islam segala hal sudah teratur jelas, dari bangun tidur hingga tidur
kembali, Allah SWT., memberikan pedoman hidup yang lengkap berupa Al-
Qur’an dan hadits, demikian kegiatan manusia yakni bekerja, Bekerja dengan
cara berdagang atau jual beli termasuk transaksi kuno yang sampai saat ini terus
menerus orang lakukan bahkan kini bukan lagi antar tetangga maupun kota
namun sudah lintas bangsa dan negara.

Islam mensyariatkan jual beli dan menetapkan hukumnya boleh. Islam tidak
membenci jual beli, bahkan Islam menganggap jual beli sebagai salah satu
wasilah kerja, sehingga Al-Qur‟an memberikan sifat yang baik terhadapnya.
Rasulullah SAW pun menyetujui sebagian dari jual beli itu dan melarang
sebagian yang lain. Rasulullah SAW dan masyarakat sama-sama memperjual
belikan apa yang mereka butuhkan dan menghalangi apa yang telah dilarang.

Adapun syarat sahnya jual beli menurut jumhur ulama, sesuai dengan rukun
jual beli yaitu terkait dengan subjeknya, objeknya dan ijab qabul. Selain
memiliki rukun, al-bai῾ juga memiliki syarat. Adapun yang menjadi syarat-
syarat jual beli adalah sebagai berikut :

Pertama tentang subjeknya, yaitu kedua belah pihak yang melakukan


perjanjian jual beli (penjual dan pembeli) disyaratkan:

1. Berakal sehat Maksudnya, harus dalam keadaan tidak gila, dan sehat
rohaninya
2. Dengan kehendaknya sendiri (tanpa paksaan), maksudnya, bahwa dalam
melakukan perbuatan jual beli salah satu pihak tidak melakukan tekanan
atau paksaan atas pihak lain, sehingga pihak lain tersebut melakukan
perbuatan jual beli bukan disebabkan kemauan sendiri, tapi ada unsur

5
paksaan. Jual beli yang dilakukan bukan atas dasar kehendak sendiri tidak
sah.
3. Kedua belah pihak tidak mubadzir, maksudnya pihak yang mengikatkan
diri dalam perjanjian jual beli bukanlah manusia yang boros (mubadzir).
Sebab orang yang boros di dalam hukum dikategorikan sebagai orang
yang tidak cakap bertindak. Sehingga ia tidak dapat melakukan sendiri
sesuatu perbuatan hukum walaupun kepentingan hukum itu menyangkut
kepentingannya sendiri.
4. Baligh atau Dewasa, maksudnya adalah apabila telah berumur 15 tahun,
atau telah bermimpi (bagi laki-laki) dan haid (bagi perempuan). Namun
demikian, bagi anak-anak yang sudah dapat membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk,tetapi belum dewasa (belum mencapai umur 15
tahun dan belum bermimpi atau haid), menurut pendapat sebagian ulama
diperbolehkan melakukan perbuatan jual beli, khususnya barang-barang
kecil yang tidak bernilai tinggi.6

C. Macam-macam Jual-Beli
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai῾ dalam bahasa Arab
terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata asy-syira‟ (beli).
Dengan demikian, kata al-bai῾ berarti jual beli.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan
Ulama Fiqh, sekalipun substansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama,
yaitu tukar menukar barang dengan cara tertentu atau tukar-menukar sesuatu
dengan yang sepadan menurut cara yang dibenarkan. Jual beli ialah pertukaran
barang atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan (berupa alat tukar sah).7
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya, jual
beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan jual beli yang batal
menurut hukum, dari segi obyek jual beli dan segi pelaku jual beli.

6
Suharwadi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 130.
7
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, ( Jakarta: Kencana, 2005), 101.

6
Sedangkan ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat
dikemukakan pendapat Imam Taqqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga
bentuk, yaitu:
1. Jual beli benda yang terlihat
Jual beli benda yang kelihatan wujudnya ialah pada waktu
melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjual belikan
tersebut ada ditempat akad. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak
dan boleh dilakukan, seperti membeli beras dipasar.
2. Jual beli benda yang hanya disebutkan sifat-sifatnya dalam janji
Jual beli benda yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah
jual beli Salām (pesanan) . menurut kebiasaan para pedagang, Salām
adalah untuk jual beli tidak tunai (kontan), Salām pada awalnya berarti
meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu,
maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya
ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah
ditetapkan ketika akad.
3. Jual beli benda yang tidak sah
Sedangkan, jual beli yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah
jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena, barangnya tidak tentu
atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari
curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian
salah satu pihak.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep Fiqih Muamalah Dan Ruang Lingkupnya
Hukum Muamalah adalah hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban
dalam masyarakat untuk mencapai Hukum Islam, meliputi hutang-piutang,
sewa-menyewa, jual beli dan lain sebagainya. Dengan kata lain masalah
muamalah ini diatur dengan sebaik-baiknya agar manusia dapat memenuhi
kebutuhan tanpa memberikan mudhorat kepada orang lain. Adapun yang
termasuk dalam muamalah antara lain tukar-menukar barang, jual beli,
pinjam-meminjam, upah kerja, serikat dalam kerja dan lain-lain. Secara umum
ruang lingkup Fiqih Muamalah terdiri dari:
a. Ruang lingkup Adabiyah
b. Ruang lingkup Madiyah
2. Konsep Muamalah Dalam Jual-Beli Dan Syarat-syaratnya
Dalam Islam jual beli merupakan hal yang diperbolehkan bahkan dianggap
sebagai wasilah kerja, adapun syarat-syarat jual beli sebagai berikut:
a. Berakal sehat
b. Dengan kehendaknya sendiri (tanpa paksaan)
c. Kedua belah pihak tidak mubadzir
d. Baligh atau Dewasa
3. Macam-macam Jual-Beli
ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan
pendapat Imam Taqqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:
a. Jual beli benda yang terlihat
b. Jual beli benda yang hanya disebutkan sifat-sifatnya dalam janji
c. Jual beli benda yang tidak sah

8
B. Saran
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para bembaca serta pendengar, dan
dapat menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kita semua. Pastinya tulisan ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karenanya penulis disini meminta kritik dan
masukan aga dapat mengkoreksi tulisan ini. Kurang lebihnya mohon maaf terima
kasih.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad dalam
Fikih Muamalat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010)
Bakri, Nazar, Problematika Pelaksanaan Fikih Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994)
Dewi, Gemala, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, ( Jakarta: Kencana, 2005)
Haroen, Nasrun, Fikih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007)
Lubis, Suharwadi K., Hukum Ekonomi Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2000)
Suhendi, Hendi, Fikih Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007)

10

Anda mungkin juga menyukai