Disusun Oleh :
Kelompok 6
2023
ARBITRASE SEBAGAI SOLUSI PENYELESAIAN KONFLIK LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH
Selain itu dalam menyelesaikan masalah diatur dalam hukum Islam sesuai
dengan firman Allah SWT pada surah Al-Anfal ayat 61 yang berbunyi :
Dalam hukum Islam, upaya perdamaian yang dilakukan oleh para pihak untuk
menyelesaiakn sengketa muamalah dikenal dengan al-shulhu. Al-shulhu sebagai
1
Yulkarnain Harahab, Kesiapan Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Perkara Ekonomi
Syariah, Vol. 20 Nomor 1, ( journal : Mimbar Hukum, 2008 ), h.112
2
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/8?from=61&to=61, Diakses Pada Tanggal 15
Oktober 2023, Jam 21.18 Wib
sarana pewujudan perdamaian dapat diupayakan oleh pihak yang bersengketa atau
dari pihak ketiga yang berusaha membantu para pihak menyelesaikan sengketa
mereka. Keterlibatan pihak ketiga dapat bertindak sebagai mediator atau fasilitator
dalam proses al-shulhu. Pernerapan al-shulhu dalam hukum Islam sebenarnya
sangat luas tidak hanya digunakan untuk menyelesaikan sengketa keluarga dan
politik.3
3
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunna, Juzu’ 3 (Cairo : Dar al-Fath, 2000), h. 210
4
Ulfa Hasanah, Peran Arbitrase di Bank Syariah dalam Penyelesaian Sengketa, Vol. 4, ( Tawazun:
Journal of Sharia Economic Law, 2021), h. 197
jika dibandingkan dengan lembaga peradilan umum. Kelebihan arbitrase yaitu
kerahasiaan sengketa para pihak dijamin, dapat dihindari kelambatan yang
diakibatkan karena hal prosedur dan administrasi, para pihak memilih arbiter yang
menurut keyakinan mempunyai pengetahuan serta latar belakang yang cukup
mengenai masalah yang disengketakan jujur dan adil. Alternatif penyelesaian
sengketa telah banyak digunakan pada era modernisasi ini, terutama dalam bidang
perdagangan. Hal ini dikarenakan kompleksnya permasalahan dalam bidang
ekonomi dan semakin heterogennya pihak yang terlibat dalam lapangan usaha
tersebut salah satunya dalam bentuk lembaga alternatif penyelesaian sengketa
adalah lembaga arbitrase.
Jika sengketa tidak kunjung selesai karena pihak bank syariah tidak membawa
kasus ke Basyarnas, sedangkan sengketa bank syariah baru bisa dibawa ke
Basyarnas kalau kedua belah pihak menyetujui. Maka pihak bank syariah memilih
untuk diselesaikan melalui Pengadilan Agama, tanpa adanya kesetujuan oleh pihak
nasabah.
5
Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, Cet.1, (Bogor
: Ghalia Indonesia, 2010), h. 43
yaitu : Pertama, pastikan lebih dahulu perkara tersebut bukan perkara perjanjian
yang mengandung klausula arbitrase. Kedua, Pelajari secara cermat perjanjian
(akad) yang mendasari kerjasama antar para pihak.
6
Mardani, Hukum Ekonomi Syari’ah Di Indonesia (Bandung: Refika aditama, 2011), h.110.
Para pihak yang bersengketa dapat bebas memilih arbiter yang akan
menyelesaikan persengketaan mereka. Sesuai dengan pasal 13 ayat (1)
UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999.
5. Diselesaikan oleh ahlinya (expert)
Menyelesaikan perselisihan dipengadilan kadangkala memerlukan
biaya tambahan. Hal ini dikarenakan sering kali dijumpai hakim kurang
mampu menangani kasus atau perselisihan yang bersifat teknis sehingga
memerlukan saksi ahli yang membutuhkan biaya.
6. Merupakan putusan akhir (final) dan mengikat (binding)
Putusan arbitrase pada umunya dianggap final dan binding (tidak
ada upaya untuk banding). Namun, apabila ada hukum yang berlaku dalam
yurisdiksi yang bersangkutan menetapkan pelaksanaan putusan arbitrase
melalui pengadilan, pengadilan yang harus mengesahkanya dan tidak
berhak meninjau kembali persoalan (materi) dari putusan tersebut.
7. Biaya lebih murah
Biaya arbitrase biasanya terdiri dari biaya pendaftaran, biaya
adminstrasi dan biaya arbiter yang sudah ditentukan tarifnya. 7
8. Bebas memilih hukum yang diberlakukan
Para pihak dapat memilih hukum yang akan diberlakukan, yang
ditentukan oleh para pihak sendiri dalam perjanjian. Khusus yang dalam
kaitanya dengan para pihak yang berbeda kewarganegaraan, para pihak
yang bebas memilih hukum ini, berkaitan dengan teori pilihan hukum
dalam hukum perdata internasional (HPI). Hal ini karena masing-masing
Negara mempunyai HPI tersendiri.8
7
Tim Dosen STISNU Nusantara, MODUL MATAKULIAH ALBITRASE PENYELESAIAN
SENGKETA, (Tangerang: PSP Nusantara Press, 2018), h. 13-18
8
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, (Jakarta: PT. Raja grafindo persada, 2009), edisi revisi, h.213-214
2. Apabial pihak yang salah tidak mau mau melaksanakan putusan arbitrase,
maka diperlukan perintah dari pengadilan untuk melakukan eksekusi atas
putusan tersebut.
3. Pada prakteknya pengakuan dan pelaksanakan keputusan arbitrase asing
masaih menjadi hal yang sulit.
4. Pada umumnya pihak-pihak yang bersengketa di arbitrase adalah
perusahaan-perusahaan yang besar, oleh karena itu, untuk
memepertemukan kehendak para pihak yang bersenketa dan membawanya
ke arbitrase tidaklah mudah.
5. Lembaga arbitrase tidak mempunyai wewenang untuk mengeksekusi
perkara arbitrase.
6. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaiain yang
dicapai dalam arbitrase sehingga sering kali mengingkari dengan berbagai
cara.
7. Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suati mekanisme
Ekstra Judicial, arbitrase hanya dapat bertumpu pada etika bisnis.9
9
Ibid, h. 21-22