Disusun oleh:
ELWIYAS
1810018412038
Dosen:
DR.Zarpinal, S. H, M. H
1
berkembangnya perusahaan perbankan dan keuangan syariah di Indonesia. Oleh
karena itu, pertumbuhan ekonomi dan bisnis syariah yang pesat dan kompleks
seperti saat ini pasti menimbulkan berbagai macam bentuk kerjasama atau
transaksi bisnis. Dengan semakin meningkatnya kerjasama bisnis akan semakin
menciptakan peluang terjadinya sengketa bisnis di antara para pihak yang terlibat
di dalamnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sejarah Basyarnas
Badan Arbitrase syariah Nasional (BASYARNAS) adalah perubahan
dari Badan Arbitrase muamalah Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah
satu wujud arbitrase islam yang pertama kali didirikan di Indonesia.
Pendiriannya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal
05 Jumadil Awal 1414 H atau bertepatan dengan tanggal 21 oktober 1993 M.
Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) didirikan dalam bentuk
badan hukum yayasan sesuai dengan akta notaris yudoparipurno, SH. Nomor
175 tanggal 21 oktober 1993. Peresmiannya ditandai dengan
penandatanganan akta notaris oleh Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pusat yang diwakili oleh K.H. Hasan Basri dan H.S Prodjokusumo,
masing-masing sebagai ketua umum dan sekretaris dewan pimpinan pusat
MUI. Selama kurang lebih 10 tahun pada tanggal 24 Desember 2003 nama
Badan Arbitrase Mu’amalah Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Perubahan nama ini juga
didasarkan pada rekomendasi dari Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) MUI
pada tanggal 22-26 Desember 2002. Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) berada di bawah MUI dan merupakan perangkat organisasi
dari MUI.
Kehadiran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sangat
diharapkan oleh umat Islam, bukan saja dilatar belakangi oleh kesadaran dan
kepentingan umat untuk melaksanakan sebagian hukum Islam, juga menjadi
kebutuhan riil sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi dan
keuangan di kalangan masyarakat akhir-akhir ini. Oleh karena itu, tujuan
didirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai badan
permanen dan independen yang berfungsi menyelesaikan sengketa yang
timbul dari hubungan perdagangan, industri keuangan, jasa, dan lain-lain di
kalangan umat Islam.
3
2. Dasar Hukum Basyarnas
a. Al-Qur’an
Surat An-Nisa ayat 35
Artinya: “ Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya,
maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang
hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah
memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah
maha mengetahui lagi maha mengenal”.
4
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselidihan diantara kedua
belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syari’ah setelah tidak tercapai melalui musyawarah.
5
tahkim berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa.
Secara umum, tahkim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase
yang dikenal dewasa ini yakni pengangkatan seseorang atau lebih sebagai
wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna menyelesaikan
perselisihan mereka secara damai, orang yang menyelesaikan disebut
dengan “hakam”.
c. Wilayat al-Qadha (Kekuasaan Kehakiman)
Menurut Pasal 1 UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia.
d. Al-Hisbah
Al-Hisbah adalah lembaga resmi negara yang diberi wewenang
untuk menyelesaikan masalah-masalah atau pelanggaran ringan yang
menurut sifatnya tidak memerlukan proses peradilan untuk
menyelesaikannya.
e. Al-Madzalim
Badan ini dibentuk oleh pemerintah untuk membela orang-orang
teraniaya akibat sikap semena-mena dari pembesar Negara atau
keluarganya, yang biasanya sulit untuk diselesaikan oleh pengadilan
biasa dan kekuasaan hisbah. Kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini
adalah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan
oleh aparat atau pejabat pemerintah seperti sogok menyogok, tindakan
korupsi, dan kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Orang
yang berwenang menyelesaikan perkara ini disebut dengan nama wali al-
Mudzalim atau al-Nadlir.
f. Al-Qadha
Menurut arti bahasa, al-Qadha berarti memutuskan atau menetapkan.
Menurut istilah berarti “menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa
atau sengketa untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat”.
Adapun kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini adalah
6
menyelesaikan perkara-perkara tertentu yang berhubungan dengan
masalah al-Ahwal asy-Syakhsiyah (masalah keperdataan, termasuk
didalamnya hukum keluarga), dan masalah jinayat (yakni hal-hal yang
menyangkut pidana).
7
Prosedur beracara maupun pelaksanaan putusan yang dimulai dari
pendaftaran, pemeriksaa, sampai putusan sebagaimana yang diuraikan adalah
mengacu pada UU No. 30 tahun 1990 tentang arbitrase dan alternatik
penyelesaian sengketa. Apabila ada pihak yang tidak mau melaksanakan
putusan secara sukarela, Basyarnas akan mendaftarkan eksekusi ke ketua
pengadilan.
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
10