Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL INDONESIA


(BASYARNAS)

Disusun oleh:
ELWIYAS
1810018412038

Dosen:
DR.Zarpinal, S. H, M. H

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM


UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam menjalankan aktivitas kehidupan, terjadinya persinggungan antara


manusia ataupun badan hukum, baik dalam bentuk hubungan antar pribadi
maupun transaksi bisnis dapat menimbulkan reaksi. Persinggungan tersebut dapat
menimbulkan reaksi positif ataupun reaksi negatif. Reaksi positif dapat
menguntungkan para pihak yang terlibat dalam bisnis tersebut dan tentu saja tidak
mengakibatkan kerugian bagi para pihak. Sedangkan reaksi negatif akan
mengakibatkan kerugian bagi para pihak dan akan menimbulkan sengketa bagi
para pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.
Dalam menyelesaikan sengketa tersebut diserahkan sepenuhnya kepada
keinginan dari masing-masing pihak. Terdapat dua cara penyelesaian sengketa,
yakni dengan membawa sengketa tersebut ke pengadilan yang selanjutnya disebut
litigasi atau menyelesaikan sengketa tersebut di luar pengadilan yang selanjutnya
disebut non litigasi. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan terdiri atas berbagai
macam cara yakni negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase di antara para
pihak.
Penggunaan metode non litigasi untuk menyelesaikan sengketa bisnis sudah
lama menjadi pilihan. Proses penyelesaian masalah yang sering digunakan adalah
dengan Arbitrase. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga terdapat beberapa
kelebihan yaitu putusan arbitrase bersifat final and binding. Itu berarti, putusan
arbitrase tidak bisa dibanding dan/atau dikasasi serta putusan tersebut juga bersifat
mengikat. Selain itu, para arbiter yang akan menyelesaikan sengketa juga
kompeten dalam bidangnya dan juga dapat langsung dipilih oleh para pihak yang
bersengketa. Pada saat ini terdapat 7 (tujuh) lembaga arbitrase di Indonesia, salah
satunya adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang diprakarsai
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan telah berganti nama menjadi Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
BASYARNAS adalah sebuah wadah alternatif di luar pengadilan dalam
penyelesaian sengketa bisnis syariah. Keberadaan BASYARNAS saat ini sangat
dibutuhkan oleh umat Islam Indonesia, terlebih dengan semakin marak dan

1
berkembangnya perusahaan perbankan dan keuangan syariah di Indonesia. Oleh
karena itu, pertumbuhan ekonomi dan bisnis syariah yang pesat dan kompleks
seperti saat ini pasti menimbulkan berbagai macam bentuk kerjasama atau
transaksi bisnis. Dengan semakin meningkatnya kerjasama bisnis akan semakin
menciptakan peluang terjadinya sengketa bisnis di antara para pihak yang terlibat
di dalamnya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Sejarah Basyarnas
Badan Arbitrase syariah Nasional (BASYARNAS) adalah perubahan
dari Badan Arbitrase muamalah Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah
satu wujud arbitrase islam yang pertama kali didirikan di Indonesia.
Pendiriannya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal
05 Jumadil Awal 1414 H atau bertepatan dengan tanggal 21 oktober 1993 M.
Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) didirikan dalam bentuk
badan hukum yayasan sesuai dengan akta notaris yudoparipurno, SH. Nomor
175 tanggal 21 oktober 1993. Peresmiannya ditandai dengan
penandatanganan akta notaris oleh Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pusat yang diwakili oleh K.H. Hasan Basri dan H.S Prodjokusumo,
masing-masing sebagai ketua umum dan sekretaris dewan pimpinan pusat
MUI. Selama kurang lebih 10 tahun pada tanggal 24 Desember 2003 nama
Badan Arbitrase Mu’amalah Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Perubahan nama ini juga
didasarkan pada rekomendasi dari Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) MUI
pada tanggal 22-26 Desember 2002. Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) berada di bawah MUI dan merupakan perangkat organisasi
dari MUI.
Kehadiran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sangat
diharapkan oleh umat Islam, bukan saja dilatar belakangi oleh kesadaran dan
kepentingan umat untuk melaksanakan sebagian hukum Islam, juga menjadi
kebutuhan riil sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi dan
keuangan di kalangan masyarakat akhir-akhir ini. Oleh karena itu, tujuan
didirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai badan
permanen dan independen yang berfungsi menyelesaikan sengketa yang
timbul dari hubungan perdagangan, industri keuangan, jasa, dan lain-lain di
kalangan umat Islam.

3
2. Dasar Hukum Basyarnas
a. Al-Qur’an
Surat An-Nisa ayat 35
Artinya: “ Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya,
maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang
hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah
memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah
maha mengetahui lagi maha mengenal”.

Surat Al-Hujurat ayat 9


Artinya: “ Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi
kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai
surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut,
damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu berlaku adil, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berlaku adil”
b. Undang-Undang
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Arbitrase menurut UU No 30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian
sengketa perdata diluar peradilan umum, sedangkan lembaga arbitrase
adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk
memberikan putusan mengenai sengketa tertentu.
c. SK MUI
SK Dewan Pimpinan MUI No.Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 30
Syawal 1424 (24 Desember 2003) tentang Badan Arbitrase Syariah
Nasional. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) adalah lembaga
hakam (arbitrase syariah) satu-satunya di Indonesia yang berwenang
memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang timbul dalam bidang
perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain.
d. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Tahun 2006 Nomor 05, 06, 07, dan 08, semua fatwa DSN-MUI
perihal hubungan perdata (Muamalah) senantiasa diakhiri kewajibannya
atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak tidak

4
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselidihan diantara kedua
belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syari’ah setelah tidak tercapai melalui musyawarah.

3. Tujuan dan Fungsi Basyarnas


Kehadiran basyarnas juga merupakan salah satu upaya pemerintah
Republik Indonesia dalam mewujudkan keadilan, ketentraman dan kedamaian
dikalangan umat Islam. Tujuan dan funsi dari basyarnas adalah:
a. Menyelesaikan perselisihan atau sengketa keperdataan dengan
prinsip mengutamakan usaha-usaha perdamaian (ishlah).
b. Menyelesaikan sengketa-sengketa bisnis yang operasionalnya
menggunakan hukum islam.
c. Menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa perdata di antara
bank-bank syariah dengan para nasabahnya atau pengguna jasa
mereka pada khususnya dan antara sesama umat islam yang
melakukan hubungan-hubungan keperdataan yang menjadikan
syariat islam sebagai dasarnya.
d. Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-
sengketa muamalah yang timbul dalam bidang perdagangan,
industri, jasa dan lain-lain.

4. Sistem Penyelesaian Sengketa Melalui Basyarnas


Sistem penyelesaian sengketa berdasarkan hukum Islam melalui
BASYARNAS yaitu:
a. Al-Sulh (Perdamaian)
Secara bahasa, “sulh” berarti meredam pertikaian, sedangkan
menurut istilah “sulh” berarti suatu jenis akad atau perjanjian untuk
mengakhiri perselisihan/pertengkaran antara dua pihak yang bersengketa
secara damai.
b. Tahkim (Arbitrase)
Dalam perspektif Islam, “arbitrase” dapat dipadankan dengan istilah
“tahkim”. Tahkim sendiri berasal dari kata “hakkama”. Secara etimologi,

5
tahkim berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa.
Secara umum, tahkim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase
yang dikenal dewasa ini yakni pengangkatan seseorang atau lebih sebagai
wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna menyelesaikan
perselisihan mereka secara damai, orang yang menyelesaikan disebut
dengan “hakam”.
c. Wilayat al-Qadha (Kekuasaan Kehakiman)
Menurut Pasal 1 UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia.
d. Al-Hisbah
Al-Hisbah adalah lembaga resmi negara yang diberi wewenang
untuk menyelesaikan masalah-masalah atau pelanggaran ringan yang
menurut sifatnya tidak memerlukan proses peradilan untuk
menyelesaikannya.
e. Al-Madzalim
Badan ini dibentuk oleh pemerintah untuk membela orang-orang
teraniaya akibat sikap semena-mena dari pembesar Negara atau
keluarganya, yang biasanya sulit untuk diselesaikan oleh pengadilan
biasa dan kekuasaan hisbah. Kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini
adalah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan
oleh aparat atau pejabat pemerintah seperti sogok menyogok, tindakan
korupsi, dan kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Orang
yang berwenang menyelesaikan perkara ini disebut dengan nama wali al-
Mudzalim atau al-Nadlir.
f. Al-Qadha
Menurut arti bahasa, al-Qadha berarti memutuskan atau menetapkan.
Menurut istilah berarti “menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa
atau sengketa untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat”.
Adapun kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini adalah

6
menyelesaikan perkara-perkara tertentu yang berhubungan dengan
masalah al-Ahwal asy-Syakhsiyah (masalah keperdataan, termasuk
didalamnya hukum keluarga), dan masalah jinayat (yakni hal-hal yang
menyangkut pidana).

5. Prosedur Arbitrase di Basyarnas


Menurut Basyarnas langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
perkara yang akan dihadapi, yaitu:
1) Persetujuan arbitrasi harus dilakukan secara tertulis dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
2) Jumlah wasit harus ganjil. Arbiter yang ditunjuk tidak boleh
mengundurkan diri.
3) Pengajuan permohonan arbitrase harus dalam bentuk tertulis,
sekurang-kurangnya harus memuat nama lengkap dan tempat atau
kedudukan para pihak. Uraian singkat tentang duduk masalah
sengketa, apa saja yang dituntut dalam surat permohonan harus
dilampirkan salinan dari naskah perjanjian yang memuat perjanjian
arbitrase. Apabila permohonan diajukan oleh seorang kuasa, maka
surat permohonan juga harus dilampirkan.
4) Apabila pemohon pada sidang pertama tidak hadir sedangkan ia
telah dipanggil, maka permohonan oleh pemohon dibatalkan. Bila
pada sidang pertama termohon tidak hadir sedangkan ia telah
dipanggil, maka arbiter/majelis arbiter akan memerintahkan agar
termohon dipanggil sekali lagi untuk terakhir kali menghadap
dimuka sidang selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari. Apabila
termohon masih tidak hadir, maka pemeriksaan akan dilakukan dan
permohonan diterima.
5) Keputusan harus memuat alasan-alasan kecuali bila disepakati.
6) Keputusan harus diambil berdasarkan kepatutan dan keadilan yang
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku bagi perjanjian yang
menimbulkan sengketa yang telah disepakati.
7) Putusan bersifat final and binding.

7
Prosedur beracara maupun pelaksanaan putusan yang dimulai dari
pendaftaran, pemeriksaa, sampai putusan sebagaimana yang diuraikan adalah
mengacu pada UU No. 30 tahun 1990 tentang arbitrase dan alternatik
penyelesaian sengketa. Apabila ada pihak yang tidak mau melaksanakan
putusan secara sukarela, Basyarnas akan mendaftarkan eksekusi ke ketua
pengadilan.

8
BAB III
KESIMPULAN

BASYARNAS adalah sebuah wadah alternatif di luar pengadilan dalam


penyelesaian sengketa bisnis syariah. BASYARNAS selain berlandaskan pada
hukum Islam juga berlandaskan pada hukum nasional, inilah yang membedakan
BASYARNAS dengan badan arbitrase lainnya. Landasan hukum BASYARNAS
yang mengacu pada hukum Islam, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, dan fiqih.
Selain itu, BASYARNAS juga berlandaskan pada hukum nasional, yaitu Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, SK MUI, dan Fatwa DSN MUI.
BASYARNAS bertujuan sebagai lembaga penyelesaian sengketa dengan
mengutamakan usaha perdamaian (ishah), menyelesaikan sengketa bisnis yang
operasionalnya menggunakan hukum islam, menyelesaikan sengketa perdata
antara bank syariah dengan nasabah atau pengguna jasa yang menjadikan syariat
islam sebagai dasar pemecahan masalah dan memberikan penyelesaian yang adil
dan cepat dalam sengketa-sengketa muamalah yang timbul dalam bidang
perdagangan, industri, jasa dan lain-lain.

9
DAFTAR PUSTAKA

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). 2016. Peraturan BANI Tentang


Arbiter, Mediator dan Kode Etik.

Rinanda, R. 2017. Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan Arbitrase


Syariah Nasional (Basyarnas). Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Sufriadi. 2007. Memberdayakan Peran Badan Arbitrase Syariah Nasional


(BASYARNAS) dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Luar
Pengadilan. Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 1(2): 249-264.

Tsauri, A.S. 2014. Keberadaan Keputusan Basyarnas Dalam Menyelesaikan


Sengketa Ekonomi Syariah.Skripsi. Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase


dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

10

Anda mungkin juga menyukai