Anda di halaman 1dari 11

ARBITRASE DAN PENYELESAIAN SENGKETA DILUAR

PENGADILAN
“PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MELALUI JALUR LITIGASI”

DOSEN PENGAJAR :
Drs. TOMMY MANTJE REINOLD KUMAMPUNG SH, MH
FONNYKE PONGKORUNG SH, MH

KELOMPOK VI
FEBRI RAKIAN - 17071101582
NATALIA ASSA – 20071101114
SOFIA LARIO – 20071101161
WAHYUNI KALSUM - 20071101234
MOHAMMAD ALAMRI – 20071101322
MUHAMMAD UMAR – 20071101323
MUHAMMAD LIHAWA – 20071101324
GERALD TOMBENG - 20071101653
KIMBERLY MOMONGAN – 20071101732
NURUL BERDAME - 20071101783
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “PENYELESAIAN SENGKETA
PERBANKAN SYARIAH MELALUI JALUR LITIGASI”
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
dosen pengajar mata kuliah “Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Diluar
Pengadilan” yaitu:
• Drs. TOMMY MANTJE REINOLD KUMAMPUNG SH, MH
• FONNYKE PONGKORUNG SH, MH
Kami juga turut berterima kasih kepada para pihak yang ikut serta membantu
dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Arbitrase dan
Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan”, kritik dan saran juga diperlukan untuk
menyempurnakan makalah ini. Kiranya makalah ini dapat berguna dan menjadi
bahan referensi bagi yang membacanya.

Manado, 16 Mei 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................2


BAB I .........................................................................................................................4
PENDAHULUAN .....................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................5
1.4 Metode Penulisan ..............................................................................................5
BAB II ........................................................................................................................6
PEMBAHASAN ........................................................................................................6
2.1 Definisi Perbankan Syariah .............................................................................6
2.2 Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Peradilan ( Litigasi ) .......6
2.3 Subjek Hukum Dalam Sengketa Perbankan atau Ekonomi Syariah ................7
2.4 Tata Cara Pengajuan Terhadap Sengketa Perbankan atau Ekonomi Syariah di
Pengadilan ...............................................................................................................8
BAB III.....................................................................................................................10
PENUTUP ................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyelasaian sengketa atau konflik antara masyarakat cenderung banyak
melakukan melalui konvensional adapun peyelesaian melalui jalur litigasi
(pengadilan), dalam penyelesaian konflik ini melalui jalur pengadilan banyak
menimbulkan kesan kurang baik bagi para pihak, karena untuk mencapai keputusan
yang final dari lemabaga pengadilan para pihak sengketa menuntut untuk benar-
benar bertarung di tangan hakim sehingga akan ditentukan siapa yang menjadi
pemenang dalam pertaungan atau pertandinga dalam menyelesaikan sengketa.
Dalam penyelesai sengketa dipengadilan banyak kelemahan yang melekat pada
badan pengedilan dalam menyelesaikan sengketa, diambil kelemahan yang dapat
diperbaiki atau tidak maka banyak kalangan yang ingin mencari cara lain atau
intitusi untuk menyelesaiakan sengketa diluar badan- badan pengadilan melalui
alterlatif penyelesaian sengketa. Suyud Margono mengatakan bahwa proses
sengketa terjadi karena tidak adanya titik temu antara pihak-pihak yang bersengketa.
Secara potensial dua pihak yang mempunyai pendirian / pendapat yang berbeda
dapat beranjak ke situasi sengketa secara umum orang tidak akan mengutarakan
pendapat yang mengakibatkan konflik terbuka. Hal ini disebabkan oleh
kemungkinan timbulnya konsekuensinya yang tidak menyenangkan dimana seorang
pribadi atau wakil kelompoknya) harus menghadapi situasi rumit yang mengundang
ketidak tentuan sehingga dapat mempengaruhi kedudukannya. Konflik berlanjut
kepada sengketa hukum merupakan rangkaian yang terjadi pada umumnya. Salah
satu fungsi hukum adalah untuk menyelesaikan konflik di dalam masyarakat.
Perselisihan atau sengketa ekonomi merupakan ranah sengketa dalam kegiatan
bisnis atau perdagangan. Sengketa ekonomi dapat terjadi sebelum maupun
perjanjian disepakati misalnya perjanjian, harga barang dan isi perjanjian ( akad).
Timbulnya bentuk-bentuk sengketa ekonomi atau konflik pada umumnya
disebabkan oleh berbagai factor.

1.2 Rumusan Masalah


• Apa yang dimaksud dengan Perbankan Syariah?
• Bagaimana Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Litigasi?
1.3 Tujuan Penulisan
• Mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Perbankan Syariah.
• Mengetahui dan memahami bagaimana penyelesaian Sengketa Perbankan
Syariah Melalui Litigasi.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan ini mengunakan metode kualitatif pendekatan normatitif atau doctrinal
research. Berdasarkan bidang kajian adanya termasuk penelitian hukum normatief
dengan tujuan untuk memecahkan isu hukum dan memberikan apa sebenarnya
sumber-sumber hukum dalam penelitian ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Perbankan Syariah


Dr. Husein Syahatah menjelaskan definisi bank syariah adalah lembaga keuangan
syariah yang membuka layanan produk perbankan dan keuangan, investasi dalam
berbagai sektor sesuai dengan kaidah syariah dan bertujuan merealisasikan
pertumbuhan sosial dan ekonomi umat Islam.
Menurut UU No. 7 tahun 1992 yang direvisi dengan UU Perbankan No. 10 Tahun
1998 mendefinisikan bank syariah adalah : lembaga keuangan yang
pengoperasiannya dengan sistem bagi hasil.
Dalam UU No.21 tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah mengemukakan
pengertian perbankan syariah dan pengertian bank syariah. Perbankan Syariah yaitu
segala sesuatu yang menyangkut bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup
kelembagaan, mencakup kegiatan usaha, serta tata cara dan proses di dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya dengan
didasarkan pada prisnsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah terdiri dari BUS
(Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS (Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan bank syariah
adalah lembaga keuangan yang seluruh aturan dan transaksinya mengikuti prinsip-
prinsip syariah. Maka dalam operasional bank syariah sangat ditentukan oleh
prinsip-prinsip syariah, tidak boleh sedikitpun ada produknya yang bertentangan
dengan syariah.

2.2 Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Peradilan ( Litigasi )


Penyelsaian sengekta merupakan kompetensi dan kewenangan Pengadilan
Agama yamg didasarkan pada penjelasan poin (1) pasal 49 Undang- undang Nomor
3 tahun 2006 tentang perubahan Perundang- undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama serta ditegaskan kembali dalam Pasal 55 ayat ( 1) Undang- Undang
Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mengatakan Apabila apabila
terjadi sengketa di bidang perbankan maka penyelesaian sengketa diajukan ke
pengadilan Agama.Dalam hal ini Pengadilan Agama mempunyai hak dan kewajiban
untuk menerima, mengadili dan menyelesaikannya.
Hakim selalu dituntut untuk menagani setiap perkara sebelumnya perkara
tersebut secara cermat untuk mengetahui subtansinya. Berkaitan dengan hal tersebut
dalam hal memeriksa perkara sengketa , khususnya perkara perbankan syraiah dala
hal in dapat diperhatikan anatara lain: Pertama pastikan dulu perkara tersebut bukan
perkara perjanjian yang mengandung klausula arbitrase. Kedua. Pelajari secara
cermat perjanjian ( akad) yang akan mendasari kerjasama antar para pihak.

2.3 Subjek Hukum Dalam Sengketa Perbankan atau Ekonomi Syariah


Subjek hukum adalah setiap pihak sebagai pendukung hak dan kewajiban dengan
kata lain menpunyai hak dan kewajiban. Dari defenisi tersebut subjek hukum sebagai
pelaku yang tekait dengan proses sengketa perbankan syariah adalah pihak- pihak
tersebut yang terkait dalam perbankan syariah yang melakukan tindakan hukum
yaitu perjanjian (akad) syraiah dan kemudian pihak- pihak tersebut terkait dengan
hasil tindakan tersebut bisa perseorangan maupun berupa lembaga.Pada dasarnya
subjek hukum yang ada dalam perbankan syariah tidak mengatur tentang spesifikasi
atau kriteria beragamannya akan tetapi hanya mengatur mengenai dasar
operasionalnya yaitu denga prinsip syariah, sehingga dapat dikatakan bahwa setiap
orang atau badan ukum boleh melakukan akad perbankan syriah sesuai dengan
kehendak aytau keinginan atau kesepakatan baik untuk yang beragama islam
maupun yang tidak beragama islam.
Jika seseorang atau badan hukum yang melakukan kegiatan perbankan syariah
dengan sendirinya ia menyatakan menundukkan diri dengan usaha dan kegitan
perbankan syariah yang mengunakan prinsip syariah. Oleh karena itu ketika terjadi
sengeketa, baik orang atau badan hukum tersebut beragama islam, badan hukum atau
perorangan tesebut termasuk dalam katagori pasal 2 dan pasal 49 Undang-Undang
Peradilan Agama dan mereka dapat mencari keadilan dan menyelesaikan sengeketa
melalui Pengadilan Agama
2.4 Tata Cara Pengajuan Terhadap Sengketa Perbankan atau Ekonomi
Syariah di Pengadilan
Petraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 memberikan dua
kemungkinan penaganan perkara ekonomi Syariah dengan cara sederhana mengacu
kepada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2015 tentang tata cara gugatan
sederhana atau bisa dikenal dengan istilah Small claim court penaganan perkara
ekonomi syariah dengan cara biasa tetap memacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Adapun ketentuan- ketentuan penanganan perkara ekonomi syariah secara
sederhana diantara nya adanya nilai gugatan materil paling banyak Rp 200 juta para
pihak berdomisili di wilayah hukum yang sama, penggugat dan tergugat tidak boleh
lebih dari satu alamat tergugat harus diketahui, pendaftaran perkara mengunakan
blanko gugatan , pengajuan bukti-bukti harus bersamaan dengan pendaftaran
perkara, penujukan hakim dan panitra sidang paling lama 2 hari tunggal adanya
pemeriksaan pendahuluan tidak ada mediasi, penggugat dan tergugat wajib hadir
tanpa didampingi kuasa hukum, gugatan dinyatakan gugur apabila penggugat pada
sidang pertama tidak hadir tanpa alasan yang sah dalam proses pemeriksaan hanya
ada gugatan dan jawaban waktu penyelesaian perkara 25 hari sejak sidang pertama.
penyampaian putusan paling lama 2 hari setelah putusan diucapkan tidak ada
upaya banding maupun kasasi yang ada upaya hukum pengajuan keberatan yang
diajukan 7 hari setelah putusan di ucapkan atau setelah pemeberitahuan putusan.
Kewangan relative atau untuk menentukan Pengadilan Agama Mana yang
berwenang menagani sengeketa perbankan yang terjadi tersebut dapat digunakan
dengan dua cara: pertama , gugatan tersebut dapat diajukan kepengadilan Agama
yang mewilayahi tempat tinggal atau kediaman penggugat atau kedua, gugatan
tersebut dapat diajukan kepengadilan agama yang di wilayah temapat tinggal atau
tempat kediaman tergugat. Jika tergugat lebih dari satu orang atau beberapa orang
tergugat maka gugatan dapat diajukan kepengadilan Agama tempat tinggal tergugat
yang terutang utama. Dalam membuat surat gugatan, para pihak harus memenuhi
ketentuan-ketentuan syarat formil gugatan, sehingga memenuhi formulasi gugatan
yang jelas. Gugatan bisa diajukan baik secara tertulis maupun secara lisan.
Syarat formil tersebut adalah sebagai berikut :
a. Identitas para pihak
Identitas pihak- pihak menurut nama berikut gekar atau alias atau julukan. Bin/
bintinya umur, agama, pekerjaan tempat tinggal terakhir dan sytatus sebagai
penggugat/ tergugat. Kumulasi subjektif, penggungat 1, penggugat 2 dan seterusnya
kalau ada pemberian kuasa di cantumkan identitas pemegang kuasa.
b. Fundamentum petendi
berarti dasar gugatan atau dasar tuntutan (grondslag van de lis). Dalam praktik
peradilan terdapat beberapa istilah yang akrab digunakan, yaitu : positum atau posita
gugatan, dan dalam bahasa Indonesia disebut dalil gugatan. Posita atau dalil gugatan
merupakan landasan pemeriksaan dan penyelesaian perkara. Pemeriksaan dan
penyelesaian tidak boleh menyimpang dari dalil gugatan. Mengenai peumusan
posita terdapat dua teori.
1) Subsatantierings theorie yang mengajarkan, dalil gugatan tidak cukup hanya
merumuskan peristiwa hukum yang menjadi dasar tuntutan tapi juga harus
menjelaskan fakta- fakta yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi penyebab
timbulnya peristiwa hukum tersebut.
2) Teori Individualisasi ( Individualiseing theorie) yang menjelaskan peristiwa atau
kejadian hukum yang dikemukakan dalam gugatan harus dengan jelas
memperlihatkan hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan. Teori kedua ini
dalam rumusan gugatan untuk menghindari terjadinya perumusan dalil gugatan
yang kabur atau obscuur libel atau gugatan yang gelap.
c. Petitum Gugatan
Petitum adalah pokok tuntunan gugatan yang diajukan didasakan pada dalil- dali
gugatan (posita) dengan kata lain antara petitum dan posita harus berkesesuaian
(sinkron) tidak boleh antara pentitum dan posita tidak serasi apalagi sampai bertolak
belakang.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Undang-undang tentang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008 telah
memberikan kompetensi atau kewenangan kepada pengadilan di lingkungan
peradilan umum dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah telah mereduksi
kompetensi absolut peradilan agama, dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
sangat jelas disebutkan bahwa peradilan agama mempunyai kompetensi absolut di
bidang ekonomi syariah, termasuk di dalamnya mengenai bank syariah. Salah satu
ketentuan yang diatur dalam UU No 21 Tahun 2008 adalah Pasal 55 Ayat (1) yang
mengatur tentang tempat penyelesaian sengketa perbankan syariah. Pasal itu
menyebutkan “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Agama”. Namun, ketentuan ayat (2) dan ayat (3) pasal
tersebut membuka peluang penyelesaian sengketa di tempat lain. Syaratnya tempat
penyelesaiannya telah diperjanjikan oleh para pihak sebelumnya dalam akad.
Dengan kehadiran undang-undang Perbankan Syariah kompetensi pengadilan dalam
menangani persolan sengketa perbankan syariah bukan hanya menjadi kewenangan
pengadilan agama, akan tetapi pengadilan umumpun mempunyai kewenangan yang
sama untuk menangani perkara sengketa perbankan syariah.
DAFTAR PUSTAKA

Kasmir, 2008. Bank dan lembaga keuangan lainya. Edisi Revisi Jakarta: PT.Raja
Grafindo Prasada,
M.Bahasaan 2007. Hukum Jaminan dan jaminan kredit perbankan Indonesia
Jakrta: PT Raja Grafindo Persada).
Yusna Zaidah,2015 Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan dan Arbitrase
Syariah di Indonesia ( Cet II: Yogyakarta: Aswaja Pressindo
Basuki Rekso Wibowo, Prinsip-Prinsip Dasar Arbitrase sebagai Alternatif
penyelesaian Sengketa Dagang diIndonesia ( tulisan dalam Humaniora)

Anda mungkin juga menyukai