DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7
1. FERY ALEXANDER
2. MUHAMMAD BASYIR
3. APRIADI
4. RIDHO AFANDI
5. TUTI KARTIKA
DOSEN PEMBIMBING :
H. R. MARWAN INDRA S., S.E., M,Si
NOVRIYANI, S.E., M.M
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatnya kami dapat diperkenankan menyelasaikan Makalah Industrial
Organisasi dan Hubungan Industri yang berjudul Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. Selain sebagai tugas, Makalah ini dibuat untuk menambah
ilmu pengetahuan kita tentang Industrial Organisasi dan Hubungan Industri di
lingkungan social.
Banyak sekali hambatan dalam penyusunan makalah ini baik itu masalah
waktu, sarana, dan lain – lain. Oleh sebab itu, selesainya makalah ini bukan
semata – mata karena kemampuan kami, banyak pihak yang mendukung dan
membantu kami. Dalam kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih
banyak kepada pihak – pihak yang telah membantu. Saya harapkan makalah ini
nantinya akan berguna bagi para pembaca, jika ada kesalahan dalam makalah ini
saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................5
C. Tujuan dan Manfaat.....................................................................................5
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian pengertian pengertian hubungan industrial……………………7
B. Fungsi Hubungan Industrial............................................................................8
C. sistem hubungan industrial..........................................................................9
D. Sarana Hubungan Industrial.......................................................................10
E. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial............................................12
F. Jenis Perselisihan Hubungan Industrial.....................................................12
G. Prinsip Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial............................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
(PPHI). Para pihak bebas untuk menentukan alternatif penyelesaian yang akan
digunakan dalam menyelesaikan perselisihan Hubungan Industrial.
Secara konvensial penyelesaian sengketa biasanya dilakukan melalui jalur
litigasi atau penyelesaian sengketa di muka Pengadilan. Kenyataannya
berperkara di Pengadilan bukanlah hal yang sederhana, justru proses di
pengadilan kerap menimbulkan penderitaan-penderitaan baru bagi pencari
keadilan sebab akan memakan waktu yang cukup lama dan menghabiskan biaya
yang tidak sedikit. Di samping masih adanya kelemahan-kelemahan lain yang
terdapat pada peradilan formal itu sendiri. Berperkara melalui pengadilan akan
sangat merepotkan dan proses beracaranya bertele-tele. Tidak salah orang
mengatakan berperkara di Pengadilan yang menang menjadi arang, yang kalah
menjadi abu. Jadi masing-masing pihak sebenarnya sama-sama menderita
kerugian.
Penyelesaian sengketa melalui Pengadilah diketahui banyak mengandung
kelemahan-kelemahan sehingga banyak orang berusaha menghindari
penyelesaian di pengadilan dan lebih mengoptimalkan
penyelesaian di luar pengadilan. Sebenarnya cara ini bukanlah hal yang baru
karena sudah sejak lama cara ini dipraktekkan lewat musyawarah untuk mufakat.
Dahulu, ketika terjadi perselisihan antar masyarakat maka akan diselesaikan
dengan musyawarah. Musyawarah untuk mufakat sedikit dilupakan ketika
banyak orang berlomba-lomba untuk menyelesaikan persoalannya di muka
pengadilan. Baru sekarang masyarakat mulai menoleh lagi ke cara lama tersebut
setelah penyelesaian melalui pengadilan dirasakan kurang memenuhi rasa
keadilan.
Jika dalam penyelesaian perselisihan melalui pengadilan dirasakan menyita
cukup banyak waktu, mahal serta dapat menciptakan pertikaian yang mendalam
karena putusan pengadilan hanya ada dua alternatif yakni menang atau kalah,
maka dalam penyelesaian secara alternatif ini akan dirasakan lebih murah dan
cepat serta keputusan yang dihasilkan sesuai dengan kehendak para pihak yang
bersengketa atau dapat dikatakan bersifat win-win solution.
2
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial merupakan landasan dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja
dan pengusaha. Salah satu upaya yang diwajibkan dalam penyelesaian
perselisihan ini adalah penyelesaian di luar pengadilan. Sebelum sampai ke
Pengadilan Hubungan Industrial, para pihak wajib menyelesaikan
permasalahannya dengan musyawarah, artinya tidak boleh langsung ke
Pengadilan Hubungan Industrial. Pengadilan
Hubungan Industrial adalah upaya terakhir dalam penyelesaian sengketa.
Sebenarnya sebelum diundangkannya UU Nomor 13 tahun 2003,
Indonesia sudah terlebih dahulu mempunyai peraturan perundangan- undangan
yang bersifat komprehensif sejak tahun 1948. Hal ini sebagaimana termuat dalam
“Workers, Employment Relation and Labour” yang ditulis oleh Amarjit Kaur
yang bunyinya adalah sebagai berikut:
“The first comprehensive labour laws enacted in Singapore, Indonesia and
Malaysia were adapted from colonial laws, and remain the basis for the
employmentrelationship in these countries. In Indonesia the first comprehensive
labour law was passed in 1948. It prescribed working conditions; banned
the employment of children below the age of 15; restricted night work for
women; made provision for maternity leave; and included a miscellany of other
provisions. This legislation emphasised job security, and included procedures to
regulate dismissal and separation payments. The regulations were reaffirmed
in subsequent labour legislation which also guaranteed the right of workers to
join unions and conclude labour agreements; and provided for basic labour
standards.
3
kondisi kerja; melarang mempekerjakan anak- anak bawah usia 15;
pembatasan jam kerja malam bagi perempuan; ketentuan cuti melahirkan
dan ketentuan lainnya. Undang-undang ini menekankan keselamatan dan
keamanan kerja termasuk prosedur untuk mengatur pembayaran uang pesangon
apabila terjadi PHK”)
4
belah pihak yaitu pekerja dan pengusaha.
Dalam perundingan bipartit terdapat suatu keadaan dimana posisi pekerja
berada pada satu titik yang lemah sehingga perlu diupayakan suatu perlindungan.
Lemahnya posisi pekerja terlihat dari beberapa indikator antara lain: pekerja
tidak menguasai materi yang menjadi objek perselisihan, pekerja tidak memiliki
pengetahuan dan ketrampilan berunding serta pekerja tidak memiliki jaminan
perlindungan hukum pada saat mereka berselisih dengan pengusaha. Jaminan
perlindungan hukum yang dimaksud seperti pemenuhan hak-hak normatif
pekerja pada saat berselisih dengan pengusaha atau jaminan bahwa pekerja
yang sedang berselisih dengan pengusaha nantinya tidak akan terkena sanksi dari
pengusaha. Hal tersebut masih ditambah dengan lemahnya regulasi yang
mengatur tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana
diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2004.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perundingan bipartit dalam penyelesaian
perselisihan hubungan industrial menurut UU Nomor 2 Tahun
2004 ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan perundingan dalam penyelesaian
perselisihan hubungan industrial ?
3. Bagaimanakah penyelesaian perselisihan hubungan industrial?
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang sudah ditetapkan, maka penulisan tesis
ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
5
b. Mengetahui fungsi pelaksanaan perundingan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
c. Meperundingan prinsip perundingan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
2. Manfaat Penelitian
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
Hubungan Industrial di Indonesia, menurut Abdul Khakim mempunyai
perbedaan dengan yang ada di negara lain. Ciri-ciri itu adalah sebagai berikut :
8
4) mengembangkan ketrampilan dan keahliannya serta ikut memajukan
perusahaan,dan
4. Sistem hubungan industrial atas dasar komitmen seumur hidup (life long
commitment/life time employment).Sistem ini terdapat di Jepang. Buruh
cenderung setia kepada majikan, baik perusahaan dalam keadaan untung
9
atau rugi. Buruh mempunyai disiplin yang tinggi, bekerja keras dengan
penuh dedikasi. Di pihak lain majikan memperlakukan buruhnya sebagai
anak dan dianggap keluarga, dengan memberikan fasilitas-fasilitas.
5. Sistem hubungan industrial atas dasar perjuangan kelas. Muncul atas ide
dari Karl Marx dimana terdapat pertentangan kelas pemilik modal
(kapitalis). Semakin tajam pertentangan maka semakin cepat
diselesaikan dengan membinasakan kapitalis oleh proletar yang lapar
yang menuntut keadilan.
2) Organisasi Penguusaha
10
Yaitu organisasi yang dibentuk oleh pengusaha Indonesia yang bersifat
demokratis, bebas, mandiri dan bertanggung jawab, yang secara khusus
menangani bidang hukum industrial dan ketenagakerjaan dalam pelaksanaan
hubungan industrial untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai
salah satu sarana utama terwujudnya kesejahteraan sosial dan ekonomi dalam
dunia usaha.
5) Peraturan perusahaan.
Yaitu peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
11
Yaitu perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat
pada instnsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
12
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan
perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Yaitu perselisihan yang timbul karena salah satu pihak tidak memenuhi isi
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian perburuhan atau
ketentuan peraturan perundangan.
13
b) Perselisihan perburuhan perseorangan
a) Perselisihan hak.
b) Perselisihan kepentingan.
Yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-
syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,atau peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 3).
14
d) Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan.
15
a) Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan
Bipartit (Pasal3- Pasal 7 UU Nomor 2 Tahun 2004).
16
Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator
setelah para pihak mengajukan permintaan secara tertulis kepada
konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak. Selambat-
lambatnya tujuh hari kerja setelah menerima permintaan penyelesaian
perselisihan secara tertulis, konsiliator harus mengadakan penelitian
tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari
kedelapan mengadakan sidang konsiliasi pertama. Jika tercapai
kesepakatan melalui konsiliasi, maka dibuat perjanjian bersama yang
ditanda-tangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator serta
didaftar di pengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan akta
bukti pendaftaran. Apabila tidak tercapai kesepakatan maka
konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis yang harus sudah
disampaikan kepada para pihak selambat-lambatnya 10 (sepuluh)
hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama. Para pihak wajib
memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya
menyetujui atau menolak anjuran tertulis. Para pihak yang tidak
memberikan pendapatnya/jawaban dianggap menolak anjuran tertulis.
Apabila para pihak menyetujui anjuran tertulis ,konsiliator harus
sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama
selambat-lambatnya tiga hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui
yang kemudian didaftarkan di pengadilan hubungan industrial untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran. Konsiliator wajib
menyelesaikan tugas konsiliasi selambat-lambatnya tiga puluh hari
kerja sejak menerima permintaan penyelesaian perkara.
17
selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja sejak penandatanganan surat
perjanjian penunjukan arbiter. Pemeriksaan atas perselisihan
dilaksanakan selambat-lambatnya tiga hari kerja setelah
penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter dan atas
kesepakatan para pihak arbiter berwenang memperpanjang jangka
waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial satu kali
perpanjangan selambat-lambatnya empat belas hari kerja.
Pemeriksaan oleh arbiter atau majelis arbiter dilakukan secara
tertutup kecuali para pihak yang berselisih menghendaki lain.
Dalam sidang arbitrase, para pihak yang berselisih dapat diwakili oleh
kuasanya dengan surat kuasa khusus. Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial oleh arbiter diawali denggan upaya mendamaikan
kedua pihak yang berselisih. Apabila perdamaian tercapai, maka
arbiter atau majelis arbiter wajib menbuat Akta Perdamaian yang
ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis
arbiter, kemudian didaftarkan di pengadilan hubungan industrial pada
pengadilan negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian. Apabila
upaya perdamaian tersebut gagal, arbiter atau majelis arbiter
meneruskan sidang arbitrase. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan
putusan yang bersifat akhir dan tetap. Putusan arbitrase didaftarkan di
pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah
arbiter menetapkan putusan. Terhadap putusan arbitrase, salah satu
pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah
Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak ditetapkan putusan arbiter. Perselisihan hubungan industrial
yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat
diahukan ke pengadilan hubungan ind|strial.
18
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi
dilakukan oleh mediator dengan mengadakan penelitian tentang
duduknya perkara dan sidang mediasi. Apabila tercapai kesepakatan
melalui sidang mediasi, maka dibuat- perjanjian bersama yang
ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta
didaftarkan di pengadilan hubungan industrial untuk mendapatkan
akta bukti pendaftaran. Apabila tidak tercapai kesepakatan melalui
mediasi maka mediator mengeluarkan `anjuran tertulis. Apabila para
pihak menyetujui anjuran tertulis, mediator harus sudah selesai
membantu para pihak membuat perjanjian bersama selambat-
lambatnya tiga hari kerja sejak anjuran teetulis disetujui-yang
kemudian didaftap di pengadilan hubungan industrial untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran. Mediator menyelesaakan
tugas mediasi selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja sejak
pelimpahan perkara.
19
mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan
kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak dhajukan
permohonan kasasi kepada mahkamah Agung dalam waktu selambat-
lambatnya empat belas hari. Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya tiga puluh
kerja.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
20
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam UU Nomor 2
Tahun 2004 merupakan penyempurnaan terhadap peraturan sebelumnya yaitu UU
Nomor 22 Tahun 1957. Dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 memberi pengaturan
terhadap perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan, yang sebelumnya tidak diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1957.
DAFTAR PUSTAKA
21
Asikin,Zainal (ed),1993, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan,PT Raja Grafindo
Persada,Jakarta. Asri Wijayanti,2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca
Reformasi,Jakarta,Sinar Grafika
Sentanoe Kertonegoro,1999, Hubungan Industrial,Hubungan Antara Pengusaha
dan Pekerja
(Bipartit) dan Pemerintah (Tripartit),Jakarta,Yayasan Tenaga Kerja Indonesia
22