MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Industri dan Organisasi
Dosen Pengampu: Dr. Endah K. Purwaningtyas., M.Psi
Disusun oleh:
Kelompok 11
Psikologi – A
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Hubungan Industrial.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan,
pertama, ibu Dr. Endah K. Purwaningtyas., M.Psi, Dosen matakuliah yang telah berkenan
meluangkan waktu dengan sabar memberikan bimbingan, motivasi dan pengarahan dalam
penyusunan makalah ini. Kedua, keluarga besar teman-teman Psikologi angkatan 2021
Kelas A, yang selalu bersemangat, berkerja sama dengan baik, dan kekompakan kita semua
yang akhirnya membuat penulis bersemangat menyelesaikan studi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan mengharapkan saran,
kritik dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya dunia
pendidikan. Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hubungan Industrial ..................................................................... 3
2.2 Peraturan Hubungan Industrial ....................................................................... 4
2.3 Perbandingan UU Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja ...................... 6
2.4 Pihak-Pihak mana yang Terkait dengan Hubungan Industrial ....................... 9
2.5 Pentingnya Perjanjian Kerja dan Tawar Menawar ....................................... 11
2.6 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial .......................................... 15
A. Pengertian .............................................................................................. 15
B. Tindakan Protes ..................................................................................... 19
C. Pemogokan Kerja .................................................................................. 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Keberadaan pengusaha dan karyawan menjadi faktor yang krusial dalam dunia
industri. Oleh karena itu, perlu adanya Hukum Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial.
Berikut akan diulas mengenai pengertian serta penjelasan perselisihan pada hubungan
industrial di Indonesia.
1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dijelaskan sebagai
berikut.
1
2) Menjelaskan peraturan hubungan industrial.
3) Menjelaskan perbandingan UU Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja.
4) Menjelaskan Pihak-Pihak mana yang terkait dengan hubungan industrial.
5) Menjelaskan pentingnya perjanjian kerja dan tawar menawar.
6) Menjelaskan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan industrial adalah hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan
atas proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan. Pihak yang berkepentingan dalam
setiap perusahaan (Stakeholders):
1. Pengusaha atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak
2. manajemen
3. Para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh
4. Supplier atau perusahaan pemasok
5. Konsumen atau para pengguna produk/jasa
6. Perusahaan Pengguna
7. Masyarakat sekitar
8. Pemerintah
3
2. Para Arbitrator, konsiliator, mediator, dan akademisi
3. Hakim-Hakim Pengadilan hubungan industrial
Pada prosesnya, RUU yang kemudian menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja ini ini dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkahmah Konstitusi
(MK).
4
Dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, maka resmi menghapus UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) sehingga tidak
berlaku lagi.
5
2.2.2. Hukum Formil.
• Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial.
• Perpu Nomor 1 Tahun 2005 tentang Penangguhan Pemberlakuan UU Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang diberlakukan 14-1-2006.
6
Upah 11 kebijakan
7kebijakan
pengupahan,yang
kemudian dihapus pengupahan,diantaranya:
adalah:
1. Upah minimum
1. Upah karena 2. Struktur dan skala
menjalankan hak upah
waktu istirahat 3. Upah kerja lembur
kerjanya 4. Upah tidak masuk
2. Upah untuk kerja dan/atau tidak
pembayaran pesangon melakukan pekerjaan
3. Upah untuk karena alasan tertentu
perhitungan pajak 5. Bentuk dan cara
penghasilan pembayaran upah
4. Denda dan potongan 6. Hal-hal lain yang
upah dapat diperhitungkan
dengan upah
7. Upah sebagai dasar
perhitungan atau
pembayaran hak dan
kewajiban lainnya
Pesangon Pesangon harus 1. Tidak ada
diberikan pada
pekerja/buruh yang di
PHK karena melakukan
pelanggaran setelah
diberi surat peringatan.
Pesangon harus 2. Tidak ada
diberikan pada
pekerja/buruh yang di
PHK karena perubahan
status kepemilikan
Perusahaan.
Pesangon diberikan pada 3. Tidak ada
pekerja/buruh yang di
PHK karena perusahaan
merugi dan pailit (sesuai
Pasal 164 dan 165)
Pemberian uang 4. Tidak ada
santunan pada ahli waris
atau keluarga pekerja
jika pekerja/buruh
meninggal dunia.
7
Uang 5. Tidak ada
Pesangon diberikan pada
pekerja/buruh yang di
PHK karena memasuki
usia pensiun. Pesangon
diberikan sebanyak 2
kali, uang penghargaan
masa kerja 1 kali dan
uang penggantian hak
(sesuai Pasal 156 dan
167).
Jaminan Jaminan Perusahaan yang tidak Tidak ada sanksi
Sosial Pensiun mengikutsertakan
pekerja/buruh dalam
program jaminan
pensiun akan dikenakan
sanksi.
Jaminan Tidak ada Jaminan Kehilangan
Kehilangan Pekerjaan, yang dikelola
Pekerjaan oleh BPJS
Ketenagakerjaan
perusahaan berdasarkan
prinsip asuransi sosial.
PHK 9 alasan perusahaan 14 alasan perusahaan
boleh melakukan PHK, boleh melakukan PHK,
diantaranya: bertambah 5 poin
diantaranya:
1. Perusahaan bangkrut
2. Perusahaan tutup 1. Perusahaan melakukan
karena merugi efisiensi
3. Perubahan status 2. Perusahaan melakukan
perusahaan penggabungan,
4. Pekerja/buruh peleburan,
melanggar perjanjian pengambilalihan, atau
kerja pemisahan perusahaan
5. Pekerja/buruh 3. Perusahaan dalam
melakukan kesalahan keadaan penundaan
berat kewajiban pembayaran
6. Pekerja/buruh utang
memasuki usia 4. Perusahaan melakukan
pensiun perbuatan yang
7. Pekerja/buruh merugikan
mengundurkan diri pekerja/buruh
8. Pekerja/buruh 5. Pekerja/buruh
meninggal dunia mengalami sakit
9. Pekerja/buruh berkepanjangan atau
mangkir cacat akibat kecelakaan
kerja dan tidak dapat
melakukan
8
pekerjaannya setelah
melampaui batas 12
bulan
9
Tak hanya individunya, aspek pekerja juga meliputi usia kerja, latar belakang
pendidikan, keluarga, faktor psikologis, budaya, skill, dan sebagainya. Pekerja juga biasanya
tergabung dalam serikat pekerja yang berfungsi melindungi kepentingan ekonomi pekerja
melalui perundingan bersama manajemen. Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan serikat pekerja/buruh adalah organisasi yang
dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan,
yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh keluarganya.
Pengusaha merupakan salah satu subyek hukum dalam definisi hubungan kerja.
Pengusaha pada dasarnya adalah orang yang menjalankan perusahaan. Hal ini terlihat dalam
Pasal 1 butir C Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan,
yang menyatakan bahwa "pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan
atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan."
Berikutnya pengertian perusahaan juga ditemukan dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 dan Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa pengusaha adalah:
a) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
b) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam poin a dan b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
10
karyawan. Hak-hak karyawan juga menjadi prioritas utama untuk diutamakan agar tak ada
perselisihan yang bisa berujung pada pengadilan.
2.4.3. Pemerintah
Ulasan aspek filosofis terhadap suatu persoalan tidak dapat dilepaskan dari
pembahasan sudut pandang ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Sisi ontologi dari suatu
obyek menawarkan ilmu mengenai obyek yang akan menjadi materi atau bahan kajian atau
dengan kata lain terdapat suatu permasalahan (problem) terkait suatu obyek. Dikaitkan
dengan perjanjian kerja bersama (PKB), ontologi mene- rangkan bahwa PKB adalah obyek,
hasil, dan persoalan yang didekati dari kemampuan dan kesadaran manusia (indera manusia)
yang meliputi daya pikir (kognitif), daya rasa (afektif), dan hasrat atau kemauan (konatif)
terhadap sesuatu yang mendasari hubungan kerja. Epistemologi mencakup ilmu tentang cara
berpikir untuk menemukan jawaban atas suatu persoalan.
11
aksiologi secara umum berarti ilmu mengenai kegunaan dari pencapaian terhadap
penguasaan ilmu. Mengenai PKB, tinjauan aksiologi menjelaskan bahwa manusia (dalam
hal ini pekerja dan pengusaha) berupaya memperoleh manfaat, kegunaan, dan hasil secara
substansial dan instrumental dari aktifitasnya menyusun dan melaksanakan PKB di
perusahaan untuk mencapai keharmonisan kerja dan kesejahte- raan pengusaha, pekerja,
anggota keluarga pekerja, dan anggota masyarakat lainnya.
Perjanjian Kerja Bersama atau juga dikenal dengan ringkasan PKB, pada dasarnya
merupakan perjanjian yang dibuat oleh 2 (dua) pihak, yakni serikat pekerja dengan satu
pengusaha atau lebih yang berlaku dalam 1 (satu) perusahaan. Keberadaannya menjadi
penting karena ia merupakan sarana untuk mempertemukan kepentingan, pandangan, nilai,
dan tujuan yang berbeda untuk kemudian disesuaikan dalam 1 (satu) wadah bersama. PKB
juga mengatur hal-hal pokok berupa kondisi kerja dan persyaratan kerja yang terkait dengan
berbagai aspek penting kehidupan pekerja dan pengusaha di dalam dan di luar perusahaan
serta kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri, seperti jam kerja, cuti dan libur kerja, dan
upah kerja yang merupakan daya dukung utama kualitas kerja. Terlebih, ia juga mampu
meningkatkan hubungan pekerja-pengusaha, mencegah penyim- pangan oleh pekerja-
pengusaha, dan sampai batas tertentu mengatasi perselisihan di antara pekerja-pengusah.
1. Mendasari hubungan kerja pekerja-pengusaha yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan
perintah (pasal 1 angka 15);
2. Memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua pihak (pasal 1 angka 21);
3. Mendudukkan dan menegaskan posisi yang setara antara pekerja dan pengusaha karena ia
merupakan hasil perundingan (pasal 1 angka 21) dan musyawarah (pasal 116) kedua pihak
tersebut;
4. Merupakan sarana melaksanakan hubungan industrial (pasal 103 huruf f);
5. Merupakan dasar dan kewajiban bagi serikat pekerja, pekerja, dan pengusaha untuk
melaksanakannya (pasal 126);
6. Merupakan pedoman bagi pembuatan perjanjian kerja (pasal 127).
12
Dengan memahami nilai esensial hadirnya PKB di perusahaan, diharapkan kedua
pihak baik pekerja dan pengusaha berinisiatif mewujudkan dan memelihara keberlanjutan
pelaksanaan PKB. Di samping sejumlah argumen urgensi hadirnya PKB, Budiarti (2012)
menguraikan tujuan (aksiologi) diadakannya PKB:
Tinjauan terhadap muatan PKB dapat dicermati dari berbagai sudut pandang, yakni:
hukum ketenagakerjaan nasional dan aspek internasional. Beragamnya sudut pandang
tersebut dimaksudkan untuk memperkaya referensi serikat pekerja dan pengusaha mengenai
materi-materi yang hendak atau tidak diajukan dalam rangkaian negosiasi melalui model
perbandingan dan penyandingan. Cakupan muatan PKB juga ditentukan oleh isu-isu yang
didiskusikan oleh dan banyak dipengaruhi kekuatan yang berasal dari pihak mana- jemen
dan serikat pekerja maupun pengaruh dari Pemerintah dan faktor ekonomi (Cordova,
1982:233). Selain itu, pemaparan dari beragam aspek ini dapat ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan dan wawasan serikat pekerja dan pengusaha tentang hal-hal
yang seha- rusnya menjadi muatan PKB.
Pada sisi lain, tinjauan ini tidak bermaksud mengungkap kele- mahan suatu sudut
pandang atau aspek tertentu dibandingkan dengan sudut pandang atau aspek lain utamanya
perihal muatan PKB. Hal ini dikarenakan ragam muatan PKB lebih dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti:
1. Ukuran perusahaan;
2. Jenis industri dari perusahaan tersebut; Perjanjian Kerja Bersama Antara Pengusaha dan
3. Kemampuan dan kemauan serikat pekerja saat negosiasi;
4. Kemampuan dan kemauan pengusaha saat negosiasi; e. Kebutuhan serikat pekerja;
5. Kebutuhan pengusaha;
6. Regulasi nasional; dan
7. Situasi mikro dan makro ekonomi nasional.
13
2.5.4. Proses Tawar Menawar Kolektif
Tawar menawar dengan niat baik (good faith bargaining) adalah landasan
hubungantenaga kerja-manajemen yang efektif. Hal ini berarti bahwa kedua belah pihak
berkomunikasi dan bernegosiasi, menyusun proposal dengan kontraproposal, danmelakukan
upaya yang memadai untuk hadir pada suatu kesepakatan baik serikat pekerja maupun
manajemen mengirimkan tim negosiasike meja tawar-menawar, dan keduanya menjalani
sesi tawar-menawar. Pertama mereka mendapatkan data bagaimana mereka
inginmembangun posisi tawar mereka. Dari survei kompensasi, merekamenyusun data
mengenai bayaran dan tunjangan, termasuk perbandingan dengan tingkat bayaran lokal dan
dengan tingkat bayaranuntuk pekerjaan serupa dalam industri tersebut.
14
2.6 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
2.6.1 PENGERTIAN
Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
menjelaskan pengertian perselisihan hubungan industrial yang berbunyi:
Perselisihan hak adalah perselisihan mengenai hak normatif, yang sudah ditetapkan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perundang-undangan”. Meskipun penjelasan ini berbentuk rumusan, ia harus ditafsirkan
sebagai penjelasan, baik atas pasal 2 huruf a, maupun pasal 1 angka 1 dan pasal 1 angka 2.
Hak pengusaha atau buruh terdapat dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Hak-hak inilah yang lazim disebut
sebagai hak normatif. Terhadap hak ini dapat diperselisihkan yang wujudnya atau
formalitasnya berupa perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan. Pihak yang
memperselisihkan dapat pengusaha, buruh, atau pengusaha dan buruh.
Dilihat dari sudut subjek hukumnya ada dua jenis perselisihan hubungan industrial,
yaitu;
15
2 Perselisihan hubungan industrial yang subjek hukumnya serikat buruh dengan serikat buruh
lain dalam satu perusahaan. Perselisihan hubungan industrial ini hanya ada satu, yaitu
perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan.
Dengan demikian, berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 2 Tahun
2004 ada empat jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu:
1. Perselisihan Hak
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 menegaskan bahwa
perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
perselisihan hak adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan, karena tidak
dipenuhinya hak. Subjek hukumnya adalah pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
buruh atau serikat buruh. Jika pasal 1 angka 2 tersebut dirinci, maka akan diperoleh
kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
a) Tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b) Tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan terhadap ketentuan perjanjian
kerja;
c) Tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan terhadap peraturan
perusahaan;
d) Tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan terhadap ketentuan perjanjian
kerja bersama;
e) Tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan;
f) Tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan perjanjian
kerja;
g) Tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perusahaan;
h) Tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan perjanjian
kerja bersama.
2. Perselisihan Kepentingan
16
Pasal 1 Angka 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 menegaskan bahwa
perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama. Berdasarkan rumusan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
pembentuk perselisihan Kepentingan adalah:
a) Ada perselisihan;
b) Dalam hubungan kerja;
c) Tidak ada kesesuaian pendapat;
d) Mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja;
e) Di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Hal-hal lebih rinci mengenai pemutusan hubungan kerja diatur di dalam pasal 150
sampai dengan pasal 172 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Orientasi undang-undang ini adalah agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.
Pengusaha, buruh, serikat buruh, dan pemerintah harus menampakkan usaha nyata untuk
mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja.
17
4. Perselisihan antar Serikat Buruh dalam Satu Perusahaan
a) Bipartit
Pengertian bipartit sebagai mekanisme adalah tata cara atau proses perundingan yang
dilakukan antara dua pihak, yaitu pihak pengusaha dengan pihak pekerja atau serikat pekerja
apabila terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekerJa di perusahaan. Perundingan
bipartit pada hakikatnya merupakan upaya musyawarah untuk mufakat antara pihak
pengusaha dan pihak pekerja atau serikat pekerja. Lingkup penyelesaian hubungan industrial
oleh Bipartit, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan
perselisihan antara pekerja dalam suatu perusahaan.
18
industrial meliputi dua jenis perselisihan yakni perselisihan kepentingan dan perselisihan
antara SP/SB dalam suatu perusahaan (pasal 1 angka 15 undang-undang nomor 2 tahun
2004).
c) Mediasi
Dalam hal tidak tercapai penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi, maka salah
satu pihak atau para pihak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan
industrial. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan ditempuh
sebagai alternatif terakhir, dan secara hukum ini bukan merupakan kewajiban bagi para
pihak yang berselisih, tetapi merupakan hak. Jadi, mengajukan atau tidak mengajukan
gugatan ke pengadilan hubungan industrial hanya merupakan hak para pihak, bukan
kewajiban (periksa Pasal 5, 14 dan 24 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004).
19
Karyawan berhenti melakukan aktivitas ke pemogokan kerja selama jangka waktu
tertentu. Pemogokan kerja merupakan senjata yang dianggap sebagai hak asasi untuk
digunakan. Dalam keadaan ini sukar sekali diciptakan kerukunan dan kerjasama yang
harmonis antara pekerja dan pengusaha di perusahaan. Sifat saling menyerang (konfrontatif)
dan sulit didamaikan (antagonis) antara pekerja dan pengusaha diperburuk lagi oleh
pertentangan dan persaingan Serikat-Serikat Pekerja dalam Perusahaan.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dalam pembahasan ini, dapat dikemukakan kesimpulan
sebagai berikut.
1. Hubungan industrial merupakan sebuah sistem hubungan yang terbentuk antara para
pelaku prosess produksi barang/jsa, baik internal maupun eksternal perusahaan.
2. Peraturan hubungan industrial termuat dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja. Adanya
UU tersebut maka menghapus UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan).
3. Istilah hubungan industrial sendiri awalnya adalah mencakup hubungan perburuhan dan
selalu berhubungan antara buruh dan pengusaha. Seiring perkembagnan zaman, cakupan
hubungan industrial ini tidak hanya terbatas pada hubungan pekerja atau buruh dengan
pengusaha saja, tapi juga ada pihak pemerintah.
4. Perjanjian Kerja Bersama atau juga dikenal dengan ringkasan PKB, pada dasarnya
merupakan perjanjian yang dibuat oleh 2 (dua) pihak, yakni serikat pekerja dengan satu
pengusaha atau lebih yang berlaku dalam 1 (satu) perusahaan. Keberadaannya menjadi
penting karena ia merupakan sarana untuk mempertemukan kepentingan, pandangan,
nilai, dan tujuan yang berbeda untuk kemudian disesuaikan dalam 1 (satu) wadah
bersama.
5. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diatur dalam Undang-undang Nomor 2
tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
21
DAFTAR PUSTAKA
Amiq, B., Widayat, E., Tampubolon, L., Albab, U., & Hartoyo. (2019). Pengantar Hubungan
Industrial dan Riset Advokasi Pelaksanaan UU No. 21 Tahun 2000. Surabaya:
Unitomo Press.
Emi, S., & Ari, Y. (2021). Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menggunakan
Acte Van Dading. Jurnal Ketenagakerjaan. 16 (2), 88-102.
22