Disusun Oleh:
Mohammad Fandhu Fauzan (2018220011)
Syifa Fauziah (2018220013)
Yurika Anisa Putri (2018220026)
Qonita Luthfiani Azra (2018220031)
Malik Nur Iskandar (2018220033)
Kinanty Shakira K (2020310005)
Vera Safira Amalia Fudhail (2020310012)
Berbicara mengenai hak dan kewajiban para pekerja dan perusahaan, hal
tersebut tidak lepas dari yang namanya hubungan industrial. Pada dasarnya, baik para
pekerja maupun perusahaan memiliki tujuan bersama untuk mencapai sebuah
keberhasilan. UU No 13 Tahun 2003 berbunyi “Hubungan Industrial adalah suatu
sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang
dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang
didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.” Disebutkan di dalam Undang-Undang tersebut bahwa
terdapat tiga pihak yang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Pihak-pihak tersebut
adalah pekerja, perusahaan, dan pemerintah.
Fungsi bagi ketiga pihak tersebut sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan No.
13 Tahun 2003 Pasal 102. Berikut adalah masing-masing fungsi mereka dalam
menciptakan hubungan industrial yang harmonis.
1. Pemerintah
Dalam hubungan industrial, pemerintah memiliki fungsi
sebagai pihak yang membuat kebijakan, memberikan pelayanan, serta
mengawasi jalannya sebuah usaha. Selain itu, pemerintah juga berhak
menindak jika ada pihak yang melanggar aturan yang sudah dimuat di
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
2) Pendekatan Keberagaman
Pendekatan keberagaman memungkinkan terjadinya perbedaan
kelompok peminatan dan berbagai bentuk loyalitas sehingga terbentuk 2
perspektif dalam hubungan industrial itu sendiri. Pertama, kekuasaan
terhadap kelompok karena ada yang mendominasi. Kedua¸ walaupun ada
pihak yang berkuasa atau mendominasi perlu kiranya membangun iklim
kerja yang tidak bersifat eksploitatif. Pendekatan keberagaman cenderung
memusatkan perhatian pada jenis peraturan, regulasi, dan proses yang
memungkinkan memberikan kontribusi pada loyalitas karyawan dan
menjamin bahwa perbedaan pandangan secara efektif akan
mempertahankan keseimbangan sistem. Dengan kata lain, dalam
pendekatan ini menekankan kepada stabilitas sosial dalam proses hubungan
industrial.
Pada pasal 2 UU No.2 tahun 2004 tentang Jenis Perselisihan Industrial terbagi
menjadi empat jenis. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Peselisihan Hak
Perselisihan ini bisa muncul karena ada hak karyawan yang tidak dipenuhi
oleh perusahaan. Maka dari itu, perusahaan harus memastikan bahwa mereka
dapat berlaku adil dan memenuhi kewajiban mereka ke karyawan.
2) Perselisihan Kepentingan
Perselisihan karena kepentingan bisa muncul karena adanya perbedaan
pendapat maupun adanya perubahan terkait peraturan secara sepihak yang
tidak disetujui karyawan. Jika perubahan-perubahan tersebut dapat
menyalahi kontrak kerja karyawan, perselisihan akan sangat mungkin terjadi.
3) Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
Perselisihan ini dapat terjadi jika ada perbedaan pendapat antara karyawan
maupun perusahaan mengenai PHK yang diberlakukan oleh sepihak.
Ada berbagai hal yang merupakan bagian atau dimensi perilaku karyawan
dalam suatu perusahaan atau instansi yang mendasari atau mendorong terjadinya
hubungan industrial, yaitu:
1) Kepuasan Kerja dan Kinerja
Pekerjaan bukan hanya serangkaian kegiatan yang harus dilakukan dari
hari ke hari, melainkan juga membutuhkan interaksi dengan pimpinan,
bawahan atau rekan sekerja lainnya. Oleh karena itu, penilaian kepuasan
terhadap pekerjaan merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks. Menurut
Robbins (2011) faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu pekerjaan
tersebut menjanjikan pemberian penghargaan yang adil dan pantas, pekerjaan
tersebut dikerjakan pada kondisi kerja yang mendukung baik secara fisik
maupun psikis, dalam pekerjaan tersebut terdapat rekan kerja yang
mendukung dan bersahabat, dan yang tidak kalah penting adalah adanya
kesesuaian pekerjaan tersebut dengan kepribadian orang yang
mengerjakannya.
2) Modal Sosial
Modal sosial itu sendiri menurut Cohen dan Prusak (2001) adalah jaringan
kerja hubungan sosial yang diikat oleh rasa saling percaya, saling memahami,
saling mendukung, dan adanya kesamaan nilai dan perilaku sehingga dapat
menyusun kerja sama. Jika dikaitkan dengan perilaku karyawan dalam
hubungan industrial dapat mengacu kepada 3 dimensi. (1) Dimensi struktural,
menitikberatkan kepada kekuatan hubungan yang dapat dilihat melalui
kedekatan dan adanya hubungan antaranggota jaringan kerja baik secara
langsung maupun tidak langsung. (2) Dimensi Relasional, menitikberatkan
kepada interaksi yang dapat dilihat dari kebebasan untuk bertukar pendapat
antar sesama rekan kerja. (3) Dimensi kognitif, dimensi ini melekat pada suatu
pandangan yang diciptakan dan dengan tujuan bersama kemudian dituang
dalam bentuk visi kerja. Sehingga memberikan pedoman dan pemahaman
mengenai sasaran bersama.
2) Organisasi Pengusaha
14 buruh PT. Orson Indonesia yang tergabung dalam Serikat Buruh Multi
Sektor Indonesia (SBMSI) – PT. Orson Indonesia mengajukan gugatan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan tersebut dilayangkan terkait keputusan
pihak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Gugatan tersebut diajukan setelah melewati berbagai proses upaya penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
Gugatan ini dilakukan karena pihak perusahaan bersikeras menyatakan sikap
untuk tidak melaksanakan Surat Anjuran oleh Mediator Hubungan Industrial pada
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara Nomor : 6074-1.835 tertanggal
21 November 2016. Tertuang dalam anjuran tersebut perusahaan harus
membayarkan kekurangan upah dan mempekerjakan kembali ke 14 buruh yang di-
PHK.
PHK yang dilakukan oleh pihak perusahaan PT. Orson Indonesia dilakukan
dengan alasan pelanggaran peraturan perusahaan dan alasan efisiensi. Pelanggaran
peraturan perusahaan dialamatkan kepada salah satu buruh bernama Nikson
Juventus, dan ke 13 buruh lainnya di-PHK dengan alasan efisiensi.
Selain itu, perusahaan mendalilkan alasan efisiensi berdasarkan kesepakatan
yang diibuat bersama serikat yang lain, bukan karena perusahaan terancam tutup.
Padahal, dalam putusan MK No. 19 tahun 2011, PHK karena efisiensi dapat
dilakukan jika perusahaan tutup permanen. PT Orson Indonesia juga tidak
membayarkan upah proses kepada 14 buruh yang di PHK sepihak sejak Juli 2016.
Dengan adanya pengajuan gugatan ini, ke 14 buruh PT. Orson Indonesia
berharap akan ada sebuah keputusan hukum yang adil serta berkekuatan hukum
tetap sehingga mereka mendapatkan sebuah kepastian akan hak-haknya sebagai
seorang pekerja. Setelah sebelumnya upaya-upaya mediasi tidak kunjung membuat
perusahaan tergerak untuk memulihkan hak-hak para buruh PT. Orson Indonesia
yang seharusnya didapatkan akibat PHK yang dilakukan secara melawan hukum.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Wahyu Dhorotea. 2010. Karakteristik dan Konteks Hubungan Industrial. Tangerang:
Universitas Terbuka
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
https://bantuanhukum.or.id/buruh-pt-orson-ajukan-gugatan-ke-pengadilan-hubungan-
industrial/