Anda di halaman 1dari 13

Fungsi Lembaga Bipatrid dan Tripartid Dalam

Hubungan Ketenagakerjaan

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Kewarganegraan

Disusun Oleh Kelompok 2 :


Dahrul Kutni ( NPM : 201016174201013 )
Valerian Debita Spisy ( NPM : 201016174201021 )
Zulfikar Gusti Pratama ( NPM : 201016174201027 )

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUARA BUNGO
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. serta shalawat beriring salam kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW. Berkat rahmat dan karunia-Nya lah kami mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas kelompok Hukum Ketatanegaraan.

Makalah ini disusun agar para pembaca tahu akan fungsi-fungsi yang terdapat dalam
lembaga bipartid dan bipartid dalam hubungan ketenagakerjaan yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan melalui berbagai sumber informasi, dan referensi. Makalah ini
disusun dengan berbagai rintangan yang datang dari diri saya sendiri sebagai penulis makalah
maupun dari luar. Namun dengan kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT. dan
dorongan dari diri sendiri maka akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan lebih luas bagi para pembaca dan
menjadi ilmu yang bermanfaat terutama bagi mahasiswa Universitas Muara Bungo Prodi
Ilmu Hukum. Kami sadar bahwa makalah yang telah kami buat ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta
masukkannya agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik di masa mendatang.

Bungo, 05 Juli 2022

(Penulis)
Kelompok 2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................
1.1 Latar Belakang .............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................
2.1 Memahami Lembaga Kerja Sama Bipartit Dan Tripartit .......................
2.2 Lembaga Kerja Sama Bipartit ....................................................................
2.2.1 Tata Organisasi Lembaga Kerja Sama Bipartit .............................
2.2.2 Peran Dan Fungsi Lembaga Kerja Sama Bipartit ..........................
2.3 Lembaga Kerja Sama Tripartit ..................................................................
2.2.1 Tata Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit ............................
2.2.2 Peran Lembaga Kerja Sama Tripartit .............................................
BAB III PENUTUPAN ..................................................................................................
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................
3.2 Saran ..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses industrialisasi yang semakin meluas pada negara berkembang seperti Indonesia
membawa konsekuensi pada ketertarikan pengusaha untuk sedapat mungkin menggunakan
sistem kerja yang fleksibel dalam mendukung dan memaksimalkan kegiatan operasional
perusahaan. Dalam bingkai hubungan industrial antara buruh dan perusahaan (pengusaha)
sebagaimanapun harmonisnya, perselisihan perburuhan tidak mudah untuk dihindari. Oleh
karena itu seperangkat hukum yang mengatur mekanisme penyelesaian perselisihan
perburuhan akan selalu menempati posisi strategis dalam sistem perburuhan suatu negara.
Selain itu, demi efisiensi pelaksanaan perusahaan diperlukan adanya aturan hukum yang
mengedepankan pencegahan terjadinya perselisihan hubungan industrial dalam bentuk suatu
lembaga khusus dan strategis dengan melibatkan masing-masing baik dari pihak pengusaha
maupun pekerja.

Dalam perspektif hukum perburuhan, hubungan industrial memerlukan proses


komunikasi, konsultasi dan musyawarah mengenai hal-hal yang terkait dengan berbagai
aspek dalam proses produksi barang atau jasa. Hubungan industrial mencakup berbagai hal
yang berkaitan dengan interaksi manusia di tempat kerja, seperti terjadinya perselisihan dan
tuntutan normatif yang di lakukan oleh buruh yang semua ini terkait dengan keberhasilan
atau kegagalan dalam mengelola hubungan industrial di tempat kerja.

Hubungan industrial yang harmonis dapat menjadi modal penting di dalam persaingan
bebas. Hubungan industrial harmonis akan mampu mendorong transparansi yang dapat
meningkatkan saling pengertian antara buruh dan perusahaan. Hubungan industrial harmonis
akan mampu mendeteksi dan mengantisipasi potensi perselisihan dalam suatu hubungan
kerja. Perselisihan sangat rentan terjadi dalam hubungan antara buruh dengan pengusaha
karena fokus utama dari hubungan kerja yang dibangun perusahaan adalah suatu hubungan
kerja yang berorientasi pada target dan keuntungan sehingga berimplikasi pada tekanan kerja
yang tinggi yang dialami oleh pihak buruh.

Perselisihan hubungan industrial dalam bingkai hukum perburuhan didefinisikan


sebagai perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan buruh atau serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,
dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan. 3 Konsep awal penyelesaian
perselisihan perburuhan dilaksanakan dengan perantara negara, yaitu melalui Panitia
Penyelesaian Perselisihan Pusat/Daerah (P4P/D). Namun upaya ini dianggap tidak efektif
menjawab perkembangan perselisihan hubungan industrial yang semakin komplek.4
UndangUndang Nomor.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(UU PPHI) kemudian hadir dan menghapus sistem penyelesaian perselisihan perburuhan
melalui P4P/D. Dalam hal ini, P4P/D dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
masyarakat dan mekanisme penyelesaian perselisihan yang cepat, tepat, adil dan murah.

Membedah lebih dalam terkait penyelesaian perselisihan hubungan industrial,


sejatinya perselisihan yang dimaksud dapat diredam atau diminimalisir dengan berbagai
pilihan media atau mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Salah satunya
ialah dengan dibentuknya suatu forum yang keanggotaannya terdiri dari wakil pengusaha dan
pekerja/buruh. Forum yang terdiri dari wakil pengusaha dan pekerja ini kemudian lebih
sering disebut sebagai Lembaga Kerjasama Bipartit (LKS Bipartit).

LKS Bipartit merupakan suatu forum insisiatif yang terdiri dari perwakilan para buruh
atau organisasi pekerja, secara bersama-sama mengadakan pertemuan untuk
mengidentifikasikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kepentingan dan
kebutuhan bersama. Terdapat suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk meningkatkan
kemampuan lembaga kerjasama buruh dan pengusaha atau pemberi kerja dalam
melaksanakan peranan dan tanggung jawab nya agar sistem hubungan industrial dapat
berfungsi dengan benar, khususnya pada tingkat bipartit di tingkat kerja.

6 LKS Bipartit juga dapat didefinisikan sebagai suatu forum komunikasi dan
konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan
yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan SP/SB yang sudah tercatat diinstansi yang
bertanggungjawab di bidang Ketenagakerjaan atau unsur buruh. Pembentukan LKS Bipartit
ini secara garis besar bertujuan untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis,
dinamis berkeadilan dan bermartabat di perusahaan demi menuju ketenangan bekerja oleh
buruh dan kelangsungan berusaha bagi perusahaan. Pencapaian tujuan dari LKS Bipartit ini
adalah apabila lembaga kerjasama ini dapat menjalankan fungsi nya sebagai forum
komunikasi dan konsultasi pekerja dengan pengusaha dalam rangka pengembangan
hubungan industrial untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan
untuk kesejahteraan buruh. Ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor. 32/MEN/XII/2008 Tentang Tata Cara
Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit (Permenakertrans
No.32/MEN/XII/2018) menyebutkan bahwa wadah komunikasi yang dapat digunakan antara
pengusaha dan buruh adalah melalui LKS Bipartit. LKS Bipartit inilah yang selama ini
kurang dimanfaatkan secara maksimal oleh kedua belah pihak baik oleh pihak buruh maupun
pengusaha. Hal ini tercermin dari masih sedikitnya jumlah perusahaan di Indonesia yang
menggunakan LKS Bipartit sebagai wadah komunikasi antara serikat pekerja dan perusahaan.
Berdasarkan data Kemenakertrans yang diterima dari instansi yang membidangi
ketenagakerjaan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, jumlah LKS Bipartit yang telah
terbentuk di perusahaan yang mencakup 33 provinsi di Indonesia berjumlah 13.912 LKS
Bipartit di perusahaan. Secara presentase jumlah ini tentu sangat sedikit dari jumlah
keseluruhan perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Memahami Lembaga Kerja Sama Bipartit Dan Tripartit

Dalam dunia usaha pasti mengenal istilah Bipartit dan Tripartit. Tetapi tidak
dipungkiri masih ada yang belum mengenal dua lembaga penting itu. Untuk dapat lebih
memahami dan mengenal kelembagaan itu, baca terus sampai tuntas artikel ini yang akan
memberikan penjelasan tentang LKS Bipartit dan LKS Tripartit.

Dunia kerja dan usaha di negara kita sudah mengenal istilah Hubungan Industrial.
Sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan industrial adalah
“suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang
dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang
didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.”

Di dalam pasal 103 pada UU Ketenagakerjaan tersebut juga telah diatur bahwa hubungan
industrial yang dimaksudkan itu bisa dilaksanakan melalui delapan sarana yang ditentukan,
yaitu :

 Serikat pekerja / serikat buruh


 Organisasi pengusaha
 Lembaga kerja sama bipartit
 Lembaga kerja sama tripartit
 Peraturan perusahaan
 Perjanjian kerja bersama
 Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
 Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

Dari dasar tersebut sangat jelas bagi kita bahwa hubungan industrial tidak bisa dihindari
dalam dunia usaha dan dunia kerja, karena potensi terjadinya pertentangan dan perselisihan
antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja itu pasti ada. Oleh karena itu diperlukan
aturan yang bisa mengantisipasi dan menata dalam usahanya untuk mencari penyelesaian
terhadap perselisihan.  Kedelapan sarana itu saling terkait sehingga memerlukan pemahaman
terhadap peran dan fungsi masing-masing agar dapat bersinergi.

2.2. Lembaga Kerja Sama Bipartit

Sesuai UU Ketenagakerjaan pasal 1 ayat 18 disebutkan, “Lembaga kerja sama


bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat
pekerja / serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.” Sedangkan tujuan utama pembentukan LKS
Bipartit ini adalah untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan di perusahaan.
LKS Bipartit ini wajib dibentuk oleh pengusaha dan pekerja dan/atau serikat pekerja
dalam suatu perusahaan, bila dalam perusahaan itu mempunyai pekerja sejumlah minimal 50
orang. Di dalam LKS Bipartit ini juga harus ada unsur pengusaha dan pekerja dan/atau
serikat pekerjanya. Pembentukannya juga bisa dilakukan di cabang-cabang perusahaan.

2.2.1. Tata Organisasi Lembaga Kerja Sama Bipartit

Untuk keanggotaan di dalam LKS Bipartit ini unsur dari pekerja harus dipilih secara
demokratis sebagai perwakilan dari pekerja dan/atau mewakili serikat pekerja yang ada.
Ketentuan yang mengatur tentang hal ini sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No. 32 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pembentukan Dan Susunan Keanggotaan
Lembaga Kerja Sama Bipartit, pada pasal 6.

Masa kepengurusan LKS Bipartit adalah tiga tahun, dan untuk posisi ketua dapat
dijabat secara bergantian antara pengusaha dan pekerja. Setelah pembentukan atau setelah
pergantian kepengurusan, LKS Bipartit harus memberitahukan keberadaan dan
kedudukannya untuk kemudian dicatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota tempat usaha itu berada.

2.2.2. Peran Dan Fungsi Lembaga Kerja Sama Bipartit

LKS Bipartit berfungsi sebagai forum komunikasi dan konsultasi antara pengusaha dengan
wakil serikat pekerja dan/atau wakil pekerja dalam rangka pengembangan hubungan
industrial untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan perusahaan, termasuk
di dalamnya adalah untuk kesejahteraan pekerja.
Dalam melaksanakan fungsinya, LKS Bipartit mempunyai tugas yang spesifik selain tugas
utama yang diembannya, yaitu :

 Mengadakan atau melakukan pertemuan secara periodik atau sewaktu-waktu bila


diperlukan

 Mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan juga mengkomunikasikan aspirasi pekerja

 Menyampaikan saran, pertimbangan, dan pendapat kepada pengusaha, pekerja dan/atau


serikat pekerja dalam kaitannya untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan
perusahaan.

Peranan LKS Bipartit secara langsung dalam suatu perusahaan yang biasa dilakukan antara
lain

 Menampung, menyampaikan dan menjawab (sebatas yang diketahui) keluh kesah pekerja

 Membantu menjelaskan Peraturan Pemerintah terkait dengan ketenagakerjaan dan


hubungan industrial

 Menjelaskan isi dan tata cara pelaksanaan Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja atau
Perjanjian Kerja Bersama

 Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja atau


Perjanjian Kerja Bersama

 Menyelenggarakan latihan kepemimpinan untuk serikat pekerja

 Menginisiasi dan menyelenggarakan program koperasi bagi pekerja

 Melakukan koordinasi tentang program keselamatan dan kesehatan kerja

 Membantu untuk meningkatkan partisipasi pekerja dan produktivitas perusahaan

2.3. Lembaga Kerja Sama Tripartit

Sesuai UU Ketenagakerjaan pasal 1 ayat 19 disebutkan, “Lembaga kerja sama tripartit


adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan
yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan
Pemerintah.”
Tugas utama dari LKS Tripartit ini adalah memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat
kepada Pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah
ketenagakerjaan secara nasional atau wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Karena
lembaga ini ada dan dibentuk mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional
maka kepada siapa penyampaiannya tentu berbeda. Begitu pula masalah ketenagakerjaan
yang ditanganinya pun berbeda, sesuai lingkup kerjanya.

Apabila permasalahan berada di wilayah Kabupaten/Kota, maka pertimbangan, saran, dan


pendapat disampaikan kepada Bupati/Walikota. Untuk wilayah propinsi kepada Gubernur,
dan bila secara Nasional kepada Presiden.

2.2.1. Tata Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit

Dalam tata oragnisasinya LKS Tripartit ini terdiri dari unsur Pemerintah, organisasi
pengusaha dan serikat pekerja. Masa kepengurusannya tiga tahun. Posisi ketua LKS Tripartit
dijabat oleh Bupati/Walikota untuk wilayah Kabupaten/Kota, oleh Gubernur untuk wilayah
Propinsi dan oleh Menteri Tenaga Kerja bila secara nasional.

Untuk jumlah keanggotan LKS Tripartit tingkat Kabupaten/Kota sejumlah 21 orang yang
terdiri 7 orang dari masing-masing unsur Pemerintah Kabupaten/Kota, organisasi pengusaha
dan serikat pekerja. Untuk LKS Tripartit tingkat Propinsi keanggotaannya sejumlah 27 orang
yang terdiri 9 orang dari masing-masing unsur Pemerintah Provinsi, organisasi pengusaha
dan serikat pekerja. Sedangkan untuk LKS Tripartit Nasional keanggotaannya sejumlah 45
orang yang terdiri 15 orang dari masing-masing unsur Pemerintah, organisasi pengusaha dan
serikat pekerja

2.2.2. Peran Lembaga Kerja Sama Tripartit

Selain menjalankan tugas utama dang fungsinya, keberadaan LKS Tripartit juga punya
peranan lain yaitu ;

 Merumuskan pandangan, masukan dan saran tentang ketenagakerjaan untuk pejabat yang
berwenang

 Wadah konsultasi dari pengusaha atau organisasi pengusaha, dan pekerja atau serikat
pekerja

 Sebagai tempat mediasi perselisihan yang dilaporkan


Ditengah semakin kompleksnya permasalahan di dunia usaha dan kerja saat ini, potensi
adanya perselisihan akan semakin besar. Peranan LKS Bipartit dan LKS Tripartit sangat
penting dalam upaya untuk membantu dan mencari solusi terbaik, baik untuk pengusaha
maupun untuk pekerja
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam permasalahan hubungan industrial yang terjadi antara suatu perusahaan dan
pekerja/karyawan nya dalam hal ini dapat diselesaikan melalui lembaga kerjasama yakni
lembaga bipartit dan tripartit. Yang mana dalam hal ini lembaga bipartit ini adalah forum
komunikasi dan kosultasi mengenai hal-hal yang terjadi dalam suatu perusahaan yang
anggotanya terdiri dari perusahaan itu sendiri dan serikat pekerja. Sedangkan lembaga
tripartit juga memiliki fungsi yang sama dengan lembaga bipatrit namun dalam hal ini
dibedakan dari anggotanya yang terdiri dari unsur pemeritah, organisasi perusahaan dan
serikat pekerja.

3.2. Saran
Kita sebagai masyarakat umum setidaknya di haruskan tahu mengenai fungsi-fungsi lembaga
diatas, karena dengan kita mengetahui fungsi-fungsi lembaga tersebut kita dapat sedikit tahu
mengenai siapa-siapa saja oknum dan tugas seperti apa yang mereka jalankan dalam mencari
upaya penyelesaian suatu permasalahan yang ada di ruang lingkup hubungan industrial.
Sekiranya hanya itu yang dapat kami tulis untuk makalah ini, dan kami memohon maaf atas
kesalahan dalam penulisan dan ejaan, dan kami juga mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca agar kedepannya kami dapat memperbaiki pembuatan makalah di masa depan,
Sekian.
DAFTAR PUSTAKA

https://solidaritas.net/memahami-lembaga-kerja-sama-bipartit-dan-tripartit/

http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/16871/1/604b145e82516c8225f09e10f08ea3b0.pdf

https://disnaker.balikpapan.go.id/web/detail/pengumuman/36/lks-bipartit-solusi-tepat-untuk-
kemajuan-perusahaan-dan-peningkatan-kesejahteraan-pekerjaburuh

Anda mungkin juga menyukai