BAB 7
“MENGANALISIS SISTEM PERLINDUNGAN TENAGA
KERJA DI INDONESIA”
NAMA KELOMPOK :
1. Cintya Kurniawati /9
2. Menik Zahrina Ghazzani /25
3. Rifda Yesi Viananda /31
4. Vera Audicha Putri /35
SMKN 10 SURABAYA
2021/2022
Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sholawat serta salam tak lupa saya kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga
saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini walaupun dalam bentuk yang sederhana.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan.
Dalam penyusunan makalah ini, kamih mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak yang sangat
bermanfaat. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis menyampaikan hormat dan penghargaan
serta terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang dengan tulus ikhlas bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan dalam penulisan makalah ini.
Semoga dengan bantuan yang sudah diberikan mendapat pahala yang berlipat ganda dari
Allah SWT. Dengan kerendahan hati, saya mempersembahkan makalah sistem hukum
ketenagakerjaan, semoga makalah selalu bermanfaat.
Judul...............................................................................................................................1
Kata pengantar...............................................................................................................2
Daftar isi.........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang............................................................................................................4
B. Rumusan masalah.......................................................................................................4
C. Tujuan penulisan.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian ketenagakerjaan.........................................................................................5
2. Ruang lingkup ketenagakerjaan..................................................................................6
3. Fungsi hukum ketenagakerjaan...................................................................................6
4. Pihak-pihak dalam hubungan ketenagakerjaan...........................................................8
5. Perlingdungan hukum terhadap ketenagakerjaan......................................................10
6. Peran Diplomatik dalam Perlindungan TKI .............................................................20
DAFTAR PUSTAKA
A. Latar Belakang
Tenaga kerja adalah pelaku pembangunan dan ekonomi baik secara individu maupun secara
kelompok, sehingga mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam aktivitas
perekonomian nasional, yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat.
Tenaga kerja di indonesia sebagai salah satu penggerak tata kehidupan ekonomi dan
merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup melimpah. Indikasi ini bisa dilihat pada
masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia serta rendahnya atau minimnya
kesempatan kerja yang disediakan. Hal ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu
negara dengan jumlah pengangguran yang sangat besar. Salah satu alternatif yang dapat
ditempuh untuk mengurangi penganguran, disaat peluang dan kesempatan kerja didalam
negeri sangat terbatas, adalah migrasi melalui penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke
luar negeri.
B. Rumusan Masalah
1.apa itu hukum ketenagakerjaan
2. Bagaimana ruang lingkup ketenagakerjaan
3. Apa fungsi hukum ketenagakerjaan
4. Siapa saja pihak-pihak dalam hubungan ketenagakerjaan
5. Bagaimna perlindungan hukum terhadap TKI diluar negeri
6. Peran Diplomatik dalam Perlindungan TKI
C. Tujuan penulisan
1. Mendefinisikan arti sistem hukum ketenagakerjaan
2. Menjelaskan tentang ruang lingkup ketenagakerjaan
3. Memberikan pengetahuan dan gambaran kepada pembaca dari dunia lapangan
Ketenagakerjaan
4. Mendeskripsikan pihak-pihak yang terkait didunia ketenagakerjaan
5. Menjelaskan secara rinci tentang perlingdungan hukum terhadap TKI luar negeri maupun
didalam negeri
6. Mempelajari secara mendalam tentang peran diplomatik dalam perlindungan TKI
A. Hukum ketenagakerjaan
1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Berikut ini dikemukakan beberapa definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) oleh
beberapa ahli. Dengan definisi tersebut paling tidak ada dua hal yang hendak dicakup
yaitu:Pertama, hukum perburuhan (ketenagakerjaan) hanya mengenai kerja sebagai akibat
adanya hubungan kerja. Berarti kerja di bawah pimpinan orang lain. Dengan demikian hukum
perburuhan (ketenagakerjaan) tidak mencakup (1) kerja yang dilakukan seseorang atas
tanggung jawab dan resiko sendiri, (2) kerja yang dilakukan seseorang untuk orang lain yang
didasarkan atas kesukarelaan, (3) kerja seorang pengurus atau wakil suatu
perkumpulan.Kedua, peraturan–peraturan tentang keadaan penghidupan yang langsung
bersangkut-paut dengan hubungan kerja, diantaranya adalah :
1. Peraturan-peraturan tentang keadaan sakit dan hari tua buruh/pekerja;
2. Peraturan-peraturan tentang keadaan hamil dan melahirkan anak bagi buruh/pekerja
wanita;
3. Peraturan-peraturan tentang pengangguran;
4. Peraturan-peraturan tentang organisasi-organisasi buruh/pekerja atau majikan/pengusaha
dan tentang hubungannya satu sama lain dan hubungannya dengan pihak pemerintah dan
sebagainya.
Menurut Mr. N. E. H. van Esveld
Hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah
pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swa-pekerja yang melakukan
pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri.
Iman Soepomo memberikan definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) sebagai
berikut : “Hukum perburuhan (ketenagakerjaan) adalah himpunan peraturan, baik
tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada
orang lain dengan menerima upah”.
Mengkaji pengertian di atas, pengertian yang diberikan oleh Iman Soepomo tampak jelas
bahwa hukum perburuhan (ketenagakerjaan) setidak-tidaknya mengandung unsur :
a. Himpunan peraturan (baik tertulis dan tidak tertulis).
b. Berkenaan dengan suatu kejadian/peristiwa.
Dalam pasal 5 dan pasal 6 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi
kepada setiap tenaga kerja (tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan) untuk
memperoleh pekerjaan, dan memberikan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi kepada
pekerja. Pasal 108 undang-undang tersebut mewajibkan bahwa setiap pekerja mempunyai
hak untuk memperleh perlindungan atas : keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
Literatur-literatur yang ada, maupun peraturan-perauran yang telah dibuat oleh banyak
negara, keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk:
1) perlindungan bagi buruh terhadap pemerasan (ekploitasi) tenaga buruh oleh majikan,
misalnya untuk mendapat tenaga yang murah, mempekerjakan budak, pekerja rodi, anak dan
wanita untuk pekerjaan yang berat dan untuk waktu yang tidak terbatas;
2) memperingankan pekerjaan yang dilakukan oleh para budak dan para pekerja rodi
(perundangan yang pertama-tama diadakan di Indonesia);
3) membatasi waktu kerja bagi anak sampai 12 jam ( di Inggris, tahun 1802, The Health and
Morals of Apprentices Act).
Sistem Hukum Ketenagakerjaan|7
B. Pihak-pihak Dalam Hubungan Ketenagakerjaan
Pihak-pihak yang terkait sebagai berikut :
1. Pekerja / buruh / karyawan
Dalam undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa :
“Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, guna menghasilkan
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.
Pengertian ini jelaslah bahwa pengertian tenaga kerja sangat luas yakni mencakup semua
penduduk dalam usia kerja baik yang sudah bekerja maupun yang mencari pekerjaan
(menganggur). Usia kerja dalam Undangundang No. 13 Tahun 2003 minimal berumur 15
tahun (Pasal 69).
2. Pengusaha/Majikan
Dalam Undang-undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
disebutkan bahwa Majikan adalah “orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh”.
Perundang-undangan yang lahir kemudian seperti Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang
Jamsostek, Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Pokok- Pokok Ketenagakerjaan,
Undang-undang No. 25 tahun 1997 yang dicabut dan diganti dengan Undang-undang No. 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menggunakan istilah Pengusaha.
3. Organisasi Pekerja/Buruh
Kehadiran organisasi pekerja dimaksudkan untuk memperjuangkan hak dan kepentingan
pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak pengusaha. Keberhasilan
maksud ini sangat tergantung dari kesadaran para pekerja untuk mengorganisasikan dirinya,
semakin baik organisasi itu, maka akan semakin kuat. Sebaliknya semakin lemah, maka
semakin tidak berdaya dalam melakukan tugasnya. Karena itulah kaum pekerja di Indonesia
harus menghimpun dirinya dalam suatu wadah atau organisasi.
Pengembangan serikat pekerja ke depan harus diubah kembali bentuk kesatuan menjadi
bentuk federatif dan beberapa hal yang perlu mendapat penanganan dalam undang-undang
serikat pekerja adalah :
1. Memberikan otonom yang seluas-luasnya kepada organisasi pekerja di tingkat
Unit/Perusahaan untuk mengorganisasikan dirinya tanpa campur tangan pihak pengusaha
maupun pemerintah dengan kata lain serikat pekerja harus tumbuh dari bawah (battum up
policy)
Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 ini memuat beberapa prinsip dasar yakni :
1. Jaminan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/buruh.
2. Serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas buruh/pekerja tanpa tekanan atau campur
tangan pengusaha, pemerintah, dan pihak manapun.
3. Serikat buruh/pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau
bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh
4. Basis utama serikat buruh/pekerja ada di tingkat perusahaan, serikat buruh yang ada dapat
menggabungkan diri dalam Federasi Serikat Buruh/Pekerja. Demikian halnya dengan
Federasi Serikat Buruh/Pekerja dapat menggabungkan diri dalam Konfederasi Serikat
Buruh/Pekerja.
5. Serikat buruh/pekerja, federasi dan Konfederasi serikat buruh/pekerja yang telah terbentuk
memberitahukan secara tertulis kepada kantor Depnaker setempat, untuk dicatat (bukan
didaftarkan).
6. Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk
atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau
tidak menjadi anggota dan atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat buruh
/pekerja.
Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh : a)
pekerjaan dan bekerja di luar negeri, b) informasi yang benar mengenai pasar kerja luar
negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri, c) pelayanan dan perlakuan yang sama
dalam penempatan di luar negeri, d) kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta
kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya,
e) upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan, f) hak, kesempatan, dan
perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan di negara tujuan, g) jaminan perlindungan hukum sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan
martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan selama penempatan di luar negeri, h) jaminan perlindungan
keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal, dan i) naskah perjanjian kerja
yang asli.
A. KESIMPULAN
Pemutusan Hubungan kerja sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi
tidak normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia
industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha
menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang besar,
walaupun harus menutup dan merelokasi atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Keadaan ini tentu saja berdampak Pemutusan Hubungan kerja pada karyawan di negara yang
ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini, merupakan
jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara
struktur organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar. Ketika tuntutan efisiensi
harus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan
posisi besar-besaran, sehingga Pemutusan Hubungan kerja masih belum dapat dihindarkan. Ketika
perekonomian dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang dilakukan oleh para manajer
terus digulirkan, maka Pemutusan Hubungan kerja masih merupakan fenomena yang sangat
mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja dan pelatihan ketrampilan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (mantan karyawan).
B. SARAN
Adapun saran yang dapat saya berikan dalam makalah ini adalah, hendaknya dalam
melakukan Pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan
yang berlaku di Indonesia agar tidak akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan
1. https://bocahkampus.com/
2. https://www.academia.edu/9658998/Makalah_hukum_ketenagakerjaan
3. https://media.neliti.com/media/publications/14994-ID-peranan-hukum-
diplomatik-terhadap-tenaga-kerja-indonesia-di-luar-negeri.pdf