Anda di halaman 1dari 23

PERATURAN PERUNDANGAN DALAM

KETENAGAKERJAAN DAN PNS


Disusun untuk memenuhi tugas kuliah Mata kuliah Sumber Daya Manusia

Dosen Pembimbing : Alip Nuryanto, M.hum

Disusun Oleh:

Muhammad Fauzi

Nando

Semester IV

Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Jl. H. Maksum No.23 Rt.04/02 Sawangan Baru Kec. Sawangan Kota Depok
Jawa Barat Indonesia 16511.

Tahun 2021.

0
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya, sehingga kami mendapatkan kemudahan dan kekuatan untuk
menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Peraturan Perundangan dalam
ketenagakerjaan dan Pns” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliahSumber Daya Manusia.

Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada junjungan alam, Nabi besar kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW, sebagai figur teladan dalam dunia pendidikan yang patut
diteladani dan seorang suri tauladan yang mulia beserta keluarga, sahabat, serta umatnya
yang setia kepada ajarannya hingga akhir zaman.

Terima kasih kami haturkan kepada

yang senantiasa membimbing kami didalam kelas dan penyusunan makalah ini. Tanpa
adanya bimbingan beliau kami kiranya tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini.

Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Kami
menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini. Untuk itu
kami mengharap saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Depok, 12 September 2021


Penulis

Muhammad Fauzi

1
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar...............................................................................................1
Daftar Isi..........................................................................................................2

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang......................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..................................................................................3

Bab II Pembahasan
A. Pengertian hukum ketenagakerjaan......................................................4
B. Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan............................................5
C. Fungsi Hukum Ketenagakerjaan...........................................................6
D. Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan..........................................7
E. Peraturan Perundangan PNS.................................................................8

Bab III Penutup


A. Kesimpulan...........................................................................................20

Daftar Pustaka................................................................................................21

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia ialah negara hukum, hal ini tentunya kita telah mengetahuinya
karena dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
khususnya Pasal 1 ayat (3) telah menyatakan demikian. Sebagai negara hukum segala
aspek kehidupan bangsa Indonesia diatur oleh hukum termasuk dalam hubungan
industrial yang menyangkut tenaga kerja. Pengaturan ini demi terpenuhinya hak para
tenaga kerja agar tidak terjadi eksploitasi dan pelanggaran terhadap Hak Asasi
Manusia tenaga kerja. Hukum ketenagakerjaan menurut Imam Soepomo diartikan
sebagai himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan
dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
Pengertian itu identik dengan pengertian hukum perburuhan.
Ruang lingkup hukum ketegakerjaan saya lebih luas dari pada hukum
perburuhan. Hukum ketenagakerjaan dalam arti luas tidak hanya meliputi hubungan
kerja dimana pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan pengusaha, tetapi juga
pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung
jawab dan resiko sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Ketenagakerjaan?
2. Apa saja Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan?
3. Apa Fungsi Hukum Ketenagakerjaan?
4. Bagaimana Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan?
5. Bagaimana Peraturan Perundangan PNS?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Ketenagakerjaan.
2. Mengetahui Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan.
3. Mengetahui Fungsi Hukum Ketenagakerjaan.
4. Mengetahui Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan.
5. Mengetahui Peraturan Perundangan PNS.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KETENAGAKERJAAN
Pada awalnya hukum ketenagakerjaan disebut hukum perburuhan, dan
sekarangpun keduanya masih dipakai baik oleh para ahli hukum maupun
dunia akademik, dimana hukum perburuhan berasal dari kata “arbeidsrecht”. Kata
arbeidsrechtitu sendiri, banyak batasan pengertiannya. 1
Menyamakan istilah buruh dengan pekerja. Dalam pasal 1 angka 2 Undang-
undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, istilah tenaga kerja
mengandung pengertian yang bersifat umum yaitu, setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun masyarakat.2
Seringkali terjadi salah kaprah seakan-akan yang disebut pekerja/
buruh/karyawan adalah orang-orang yang bekerja di pabrik, para cleaning
service dan staf-staf administrasi di kantor-kantor. Sedangkan para manager dan
kepala-kepala bagian, para direktur bukan sebagai pekerja. Dalam hukum
ketenagakerjaan pekerja adalah Setiap orang yang bekerja pada orang lain
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Imbalan dalam bentuk
lain yang dimaksud adalah berupa barang atau benda yang nilainya
ditentukan atas dasar kesepakatan pengusaha dan pekerja.3
Ketenagakerjaan diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003,
yang diundangkan pada lembaran negara tahun 2003 Nomor 39 pada tanggal
25 Maret 2003, dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan itu, pembangunan
ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, dilaksanakan
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan
harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil,

1
Dede Agus, Hukum Ketenagakerjaan, (Banten: Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2011), h. 1
2
Moch. Faisal Salam, Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Industrial di Indonesia, (Bnadung: Mandar
Maju, 2009) h. 43
3
Libertus Jehani, Hak-Hak Pekerja Bila di PHK, (Tangerang: Visi Media, 2006), h. 1

4
makmur dan merata, baik materil maupun spiritual (Penjelasan Umum atas
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).4
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan telah merumuskan pengertian istilah ketenagakerjaan sebagai
segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama, dan sesudah masa kerja. Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa,
yang diatur dalam UU ketenagakerjaan adalah segala hal yang berkaitan dengan
pekerja/buruh, menyangkut hal-hal sebelum masa kerja, antara lain; menyangkut
pemagangan, kewajiban mengumumkan lowongan kerja, dan lain-lain. Abdul
Kharim merumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan dari unsur- unsur yang
dimiliki, yaitu:
1. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis
2. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha/ majikan;
3. Adanya orang yang bekerja pada dan dibawah orang lain, dengan mendapat
upah sebagai balas jasa;
4. Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi: masalah keadaan sakit,
haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh dan
sebagainya.5
B. RUANG LINGKUP HUKUM KETENAGAKERJAAN
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 telah disesuaikan dengan perkembangan
reformasi, khususnya yang menyangkut hak berserikat/berorganisasi, penyelesaian
perselisihan indutrial. Dalam undang undang ketenagakerjaan ini tidak lagi
ditemukan istilah buruh dan majikan, tapi telah diganti dengan istilah pekerja dan
pengusaha. Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Ketenagakerjaan adalah segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah
melakukan pekerjaan. Berdasarkan pengertian Ketenagakerjaan tersebut dapat
dirumuskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan adalah segala peraturan hukum
yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam
hubungan kerja, dan sesudah hubungan kerja. Jadi pengertian hukum
ketenagakerjaan lebih luas dari hukum perburuhan yang selama ini dikenal

4
Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), h. 9
5
Agusmidah, Hukum Ketenagkerjaan Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) h. 5

5
sebelumnya yang ruang lingkupnya hanya berkenaan dengan hubungan hukum
antara buruh dengan majikan dalam hubungan kerja saja.

C. FUNGSI HUKUM KETENAGAKERJAAN


Secara umum, hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum imperative
(dwingend recht atau hukum memaksa) dan hukum fakultatif (regelend recht atau
aanvulend recht atau hukum tambahan). Menurut Budiono Abdul Rachmad,
bahwa hukum imperatif adalah hukum yang harus ditaati secara mutlak,
sedangkan hukum fakultatif adalah hukum yang dapat dikesampingkan (biasanya
menurut perjanjian).
Dari segi ini, yakni sifatnya, sebagian besar hukum perburuhan bersifat imperatif.
Kenyataan ini sesuai dengan fungsi dan tujuan hukum perburuhan, yaitu :
1) Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang
ketenagakerjaan;
2) Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari
pengusaha, misalnya dengan membuat atau mnciptakan peraturanperaturan
yang sifatnya memaksa agar pengusaha tidak bertindak sewenang-wenang
terhadap para tenaga kerja sebagai pihak yang lemah.
Sedangkan mengenai hukum perjanjian sendiri diatur di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata Buku ke III. Disamping bersifat perdata, juga bersifat
publik (pidana), oleh karena :
1. Dalam hal-hal tertentu negara atau pemerintah turut campur tangan dalam
masalah-masalah ketenagakerjaan, misalnya dalam masalah pemutusan
hubungan kerja, dalam masalah upah dan lain sebagainya.
2. Adanya sanksi-sanksi atau aturan-aturan hukum di dalam setiap undang-
undang atau peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Di samping keharusan atau kewajiban dengan ancaman kebatalan, ada pula
keharusan atau kewajiban dalam hukum perburuhan dengan ancaman pidana,
misalnya :
1) Ancaman pidana terdapat di dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1992. Dalam
Pasal 4 ayat (1) ditegaskan bahwa program jaminan sosial tenaga kerja
sebagaimana dimaksud Pasal 3 wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai
dengan ketentuan undang-undang ini.
6
2) Kemudian di dalam Pasal 29 ayat (1) ditegaskan bahwa barang siapa tidak
memenuhi kewajiban dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diancam dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-
tingginya Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Dalam pasal 5 dan pasal 6 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan kesempatan
yang sama tanpa diskriminasi kepada setiap tenaga kerja (tenaga kerja laki-laki
dan tenaga kerja perempuan) untuk memperoleh pekerjaan, dan memberikan
perlakuan yang sama tanpa diskriminasi kepada pekerja. Pasal 108 undang-
undang tersebut mewajibkan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk
memperleh perlindungan atas : keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
Literatur-literatur yang ada, maupun peraturan-perauran yang telah dibuat oleh
banyak negara, keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk:
1) Perlindungan bagi buruh terhadap pemerasan (ekploitasi) tenaga buruh
oleh majikan, misalnya untuk mendapat tenaga yang murah,
mempekerjakan budak, pekerja rodi, anak dan wanita untuk pekerjaan
yang berat dan untuk waktu yang tidak terbatas;
2) Memperingankan pekerjaan yang dilakukan oleh para budak dan para
pekerja rodi (perundangan yang pertama-tama diadakan di Indonesia);
3) Membatasi waktu kerja bagi anak sampai 12 jam.

D. UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGAKERJAAN


BAB I Ketentuan Umum (Pasal 1)
BAB II Landasan, Asas dan Tujuan (Pasal 2-4)
BAB III Kesempatan dan Perlakuan yang Sama (Pasal 5-6)
BAB IV Perencanaan Tenaga Kerja dan Informasi Ketenagakerjaan (Pasal 7-8)
BAB V Pelatihan Kerja (Pasal 9-30)
BAB VI Penempatan Tenaga Kerja (Pasal 31-38)
BAB VII Perluasan Kesempatan Kerja (Pasal 39-41)
BAB VIII Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Pasal 42-49)
BAB IX Hubungan Kerja (Pasal 50-66)
BAB X Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan (Pasal 67-101)
7
BAB XI Hubungan Industrial (Pasal 102-149)
BAB XII Pemutusan Hubungan Kerja ( Pasal 150-172)
BAB XIII Pembinaan (Pasal 173-175)
BAB XIV Pengawasan (Pasal 176-181)
BAB XV Penyidikan (Pasal 182)
BAB XVI Ketentuan Pidana dan Administrasif (Pasal 183-190)
BAB XVII Ketentuan Peralihan (Pasal 191)
BAB XVIII Ketentuan Penutup (Pasal 192-193)

E. PERATURAN PERUNDANGAN PNS


Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki hak dan kewajiban yang diatur oleh
undang-undang. Sudah menjadi ketentuan akan ada hak dan kewajiban yang mana
hak dan kewajiban PNS sendiri sudah diatur dalam UU ASN.
Hak PNS yang mana diatur dalam Pasal 21 UU ASN, sebagai berikut :6
1. Gaji, tunjangan, dan fasilitas;
2. Cuti;
3. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
4. Perlindungan; dan
5. Pengembangan kompetensi
Sementara PPPK berhak memperoleh:
1. Gaji dan tunjangan;
2. Cuti;
3. Perlindungan;.
4. Pengembangan kompetensi
Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak PNS yaitu mengenai Gaji, Tunjangan,
dan Fasilitas terdapat di Pasal 79, Pasal 80 UU ASN. Untuk Hak PNS mengenai
Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari tua diatur di dalam Pasal 91, Perlindungan
diatur di dalam Pasal 92, dan Pengembangan Kompetensi diatur di dalam Pasal 69
UU ASN.
Berikut penjelasan hak pegawai negeri sipil:
1. Gaji, Tunjangan dan Fasilitas
Gaji adalah kompensasi dasar berupa honorarium sesuai dengan beban
kerja, tanggung jawab jabatan dan risiko pekerjaan yang ditetapkan oleh
6
Pasal 21, 22 UU No 5 Tahun 2014

8
peraturan perundang-undangan.Selain gaji, juga menerima tunjangan dan
fasilitas. Tunjangan meliputi tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan.
Tunjangan kinerja dibayarkan sesuai pencapaian kinerja. Tunjangan
kemahalan dibayarkan sesuai dengan tingkat kemahalan berdasarkan indeks
harga yang berlaku di daerah masing-masing. Pengaturan lebih lanjut
terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2015 Tentang Perubahan Ketujuh Belas Atas Peraturan Pemerintah Nomor
7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Terdapat
dalam lampiran makalah ini.
2. Cuti
Yang dimaksud dengan cuti PNS adalah keadaan tidak masuk kerja yang
diizinkan dalam jangkawaktu tertentu dan dikeluarkan/diberikan
olehpejabat yang berwenang seperti Pimpinan Kementerian
Negara/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Sekretariat Lembaga
Negara dan pejabat lain yangditentukan oleh Presiden.7
Cuti atau yang dalam bahasa inggris disebut dengan “leave” adalah periode
waktu ketika seseorang terbebas dari pekerjaan utamanya tetapi tidak
kehilangan pekerjaannhya tersebut. Sedangakan menurut Pasal 8 UU Pokok
Kepegawaian, yang dimaksud dengan cuti adalah tidak masuk kerja yang
diizinkan dalam waktu tertentu. Sedikit berbeda redaksinya, UU ASN cuti
adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam waktu
tertentu.Peraturan yang mengatur Cuti PNS terdapat dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil, yaitu: a. cuti tahunan; b. cuti besar; c. cuti sakit; d.
cuti melahirkan; e. cuti karena alasan penting; f. cuti bersama; dan g. cuti di
luar tanggungan negara.8
a. Cuti Tahunan
Ketentuan tentang Cuti Tahunan, yakni :
1) Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 1(satu)
tahun secara terus menerus berhak atas cuti tahunan.
2) Lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja

7
Pasal 79, 80 UU No. 5 Tahun 2004
8
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil

9
3) Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang
kurang dari 3 (tiga) hari kerja.
4) Untuk mendapatkan cuti tahunan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
6) Cuti tahunan yang akan dijalankan ditempat yang sulit
perhubungannya, maka jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat
ditambah untuk paling lama 14 (empat belas) hari.
Cuti tahunan yang tidak diambil dalam tahun yang bersangkutan, dapat
diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari
kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan. Cuti
tahunan yang tidak diambil lebih dari 2 (dua) tahun berturut-turut, dapat
diambil dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat)
hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun yang sedang berjalan.
Namun, berdasarkan Pasal 7 dinyatakan bahwa (1) Cuti tahunan dapat
ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang memberikan
cuti paling lama 1 (satu) tahun, apabila kepentingan dinas mendesak. (2)
Cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat diambil dalam tahun berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari
kerja termasuk cuti tahunan yang sedang berjalan. Khusus PNS yang
menjadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat
liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak berhak
atas cuti tahunan (Pasal 8).
b. Cuti Besar
1) Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangya 6
(enam) tahun secara terus menerus berhak atas cuti besar yang
lamanya 3 (tiga) bulan;
2) Pegawai Negeri Sipil yang menjalani cuti besar tidak berhak lagi
atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan;
3) Untuk mendapatkan cuti besar, PNS yang bersangkutan
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti;
10
4) Cuti besar diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
5) Cuti besar dapat digunakan oleh PNS yang bersangkutan untuk
memenuhi kewajiban agama. Namun, sesuai Pasal 11 Cuti besar
dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang
berwenang untuk paling lama 2 (dua) tahun, apabila kepentingan
dinas mendesak. Selama menjalankan cuti besar, Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh
kecuali tunjangan kinerja dan tunjangan sertifikasi/profesi.
c. Cuti Sakit
1) Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit berhak atas
cuti sakit.
2) Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari
berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan, bahwa ia harus
memberitahukan kepada atasannya.
3) Pegawai Negeri Sipil yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai
dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan
ketentuan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat
keterangan dokter.
4) Pegawai Negeri Sipil yang menderita sakit lebih dari 14 (empat
belas) hari berhak cuti sakit, dengan ketentuan bahwa PNS yang
bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis
kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan
melampirkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh Menteri
Kesehatan.
5) Surat keterangan dokter antara lain menyatakan tentang perlunya
diberikan cuti, lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang
perlu.
6) Cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan untuk
waktu paling lama 1 (satu) tahun.
7) Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud ayat (5) dapat
ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila dipandang
11
perlu berdasarkan surat keterangan dokter yang ditunjuk oleh
Menteri Kesehatan.
8) Pegawai Negeri Sipil yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan atau
ayat (6), harus diuji kembali kesehatannya oleh dokter yang
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
9) Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan, Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan belum sembuh dari penyakitnya, maka
ia diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena sakit
dengan mendapat uang tunggu berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
10) Pegawai Negeri Sipil wanita yang mengalami gugur kandungan
berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah)
bulan. Untuk mendapatkan cuti sakit mengalami gugur
kandungan, Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat
keterangan dokter atau bidan.
11) Pegawai Negeri Sipil yang mengalami kecelakaan dalam dan
oleh karena menjalankan tugas kewajibannya sehingga ia perlu
mendapatkan perawatan berhak atas cuti sakit sampai ia sembuh
dari penyakitnya.
12) Selama menjalankan cuti sakit, PNS yang bersangkutan
menerima penghasilan penuh kecuali tunjangan kinerja dan
tunjangan sertifikasi/profesi.
13) Cuti sakit bagi Pegawai Negeri Sipil yang sakit selama 1 (satu)
atau 2 (dua) hari cukup dicatat oleh pejabat yang mengurus
kepegawaian. Sedangkan bagi PNS yang sakit lebih dari 2 (dua)
hari diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
d. Cuti Bersalin
Ketentuan Cuti Bersalin yakni
1) Untuk persalinan anaknya yang pertama, kedua, ketiga, PNS
wanita berhak atas cuti bersalin.
12
2) Untuk persalinan anaknya yang keempat dan seterusnya, kepada
Pegawai Negeri Sipil wanita diberikan cuti diluar tanggungan
Negara.
3) Lamanya cuti-cuti bersalin adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2
(dua) bulan sesudah persalinan.
4) Untuk mendapatkan cuti bersalin, Pegawai Negeri Sipil wanita
yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis
kepada pejabat yang berwenang memberikan cuti.
5) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti.
6) Selama menjalankan cuti bersalin Pegawai Negeri Sipil wanita
yang bersangkutan menerima penghasilan penuh.
e. Cuti Karena Alasan Penting Cuti
Karena Alasan Penting adalah cuti karena :
1) ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua atau menantu
sakit keras atau meninggal dunia;
2) salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a
meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku
PNS yang bersangkutan harus mengurus hakhak dari anggota
keluarganya yang meninggal dunia itu;
3) melangsungkan perkawinan yang pertama;
4) alasan penting lainnya yang ditetapkan kemudian oleh Presiden
Ketentuan Cuti Karena Alasan Penting
1) Pegawai Negeri Sipil berhak atas cuti karena alasan penting;
2) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang
berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan.
3) Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting, PNS yang
bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis dengan
menyebutkan alasan-alasannya kepada pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
4) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
5) Dalam hal yang mendesak, sehingga PNS yang bersangkutan
tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang berwenang
13
memberikan cuti, maka pejabat yang tertinggi ditempat PNS
yang bersangkutan bekerja dapat memberikan izin sementara
untuk menjalankan cuti karena alasan penting.
6) Pemberian izin sementara harus segera diberitahukan kepada
pejabat yang berwenang memberikan cuti oleh pejabat yang
memberikan izin sementara.
7) Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah menerima
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
memberikan cuti karena alasan penting kepada PNS yang
bersangkutan.
8) Selama menjalankan cuti karena alasan penting, Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan menerima penghasilan penuh (kecuali
tunjangan kinerja dan tunjangan sertifikasi/profesi)
f. Cuti Bersama
1) Presiden dapat menetapkan cuti bersama.
2) Cuti bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mengurangi hak cuti tahunan. (3) PNS yang karena Jabatannya
tidak diberikan hak atas cuti bersama, hak cuti tahunannya
ditambah sesuai dengan jumlah cuti bersama yang tidak
diberikan.
3) Cuti bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
g. Cuti Di Luar Tanggungan Negara
Ketentuan Cuti Di Luar Tanggungan Negara, yakni
1) Kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-
kurangya 5 (lima) tahun secara terus menerus karena alasan-
alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti
diluar tanggungan negara.
2) Cuti diluar tanggungan Negara dapat diberikan untuk paling lama
3 (tiga) tahun.
3) Jangka waktu cuti diluar tanggungan Negara dapat diperpanjang
paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan penting
untuk memperpanjangnya.

14
4) Cuti diluar tanggungan Negara mengakibatkan PNS yang
bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti diluar
tanggungan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat.
5) Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian cuti diluar
tanggungan Negara dengan segera dapat diisi.
6) Untuk mendapatkan cuti diluar tanggungan Negara, PNS yang
bersangkutan mengajukan permintaan tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti disertai dengan alasan-
alasannya.
7) Cuti diluar tanggungan Negara, hanya dapat diberikan dengan
surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah
mendapat persetujuan dari Kepala Badan Administrasi
Kepegawain Negara.
8) Selama menjalankan cuti diluar tanggungan Negara, PNS yang
bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Negara.
9) Selama menjalankan cuti diluar tanggungan Negara tidak
diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.
10) Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kembali kepada
instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti diluar
tanggungan Negara diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
11) Pegawai Negeri Sipil yang melaporkan diri kembali kepada
instansi induknya setelah habis menjalankan cuti diluar
tanggungan Negara, maka:
a) apabila ada lowongan ditempatkan kembali
b) apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang
bersangkutan melaporkannya kepada Kepala Badan
Administrasi kepegawaian Negara untuk kemungkinan
ditempatkan pada instansi lain ;
c) Apabila penempatan dimaksud dalam huruf b tidak mungkin,
maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan
dari jabatannya karena kelebihan dengan mendapatkan hak-
hak kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Jaminan Pensiunan dan Hari Tua
15
Jaminan Pensiun PNS (JP PNS) adalah"jaminan berupa manfaat
pensiun PNS sebagai bentuk perlindungan kesinambungan penghasilan hari
tua, hak, dan penghargaan atas pengabdian PNS".9
Jaminan Hari Tua PNS (JHT PNS) adalah "Jaminan berupa manfaat
tabungan PNS yang bersifat sukarela sebagai bentuk perlindungan
kesinambungan penghasilan hari tua, hak, dan penghargaan atas
pengabdian PNS".
Sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang AparaturSipil Negara (UU ASN), Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
berhenti bekerja berhakmemperoleh jaminan pensiun (JP) dan jaminan
hari tua (JHT) sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
Ketentuan jaminan adalah sebagai berikut: 10
a. PNS yang berhenti bekerja berhak atas jaminan pensiun dan jaminan
hari tua PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Jaminan pensiun PNS dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai
perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan
sebagai penghargaan atas pengabdian PNS.
c. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan
dalam program jaminan sosial nasional.
d. Sumber pembiayaan jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS berasal
dari pemerintah selaku pemberi kerja dan iuran PNS yang bersangkutan.
Jaminan pensiun diberikan kepada
a. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia;
b. PNS yang diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri
apabila telah berusia 45 (empat puluh lima) tahun dan masa kerja
paling sedikit 20 (dua puluh) tahun;
c. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena mencapai Batas
Usia Pensiun apabila telah memiliki masa kerja untuk pensiun
paling sedikit 10 tahun;
d. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena perampingan
organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun

9
UU. No.5 2014
10
UU. No.5 2014

16
dini apabila telah berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun dan
masa kerja paling sedikit 10 (sepuluh) tahun;
e. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena dinyatakan tidak
dapat bekerja lagi dalam Jabatan apapun karena keadaan jasmani
dan/atau rohani yang disebabkan oleh dan karena menjalankan
kewajiban Jabatan tanpa mempertimbangkan usia dan masa kerja;
atau
f. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena dinyatakan tidak
dapat bekerja lagi dalam Jabatan apapun karena keadaan jasmani
dan/atau rohani yang tidak disebabkan oleh dan karena menjalankan
kewajiban Jabatan apabila telah memiliki masa kerja untuk pensiun
paling singkat 4 (empat) tahun. Pemberian pensiun bagi PNS dan
pensiun janda/duda PNS ditetapkan oleh Presiden atau PPK setelah
mendapat pertimbangan teknis Kepala BKN.
4. Perlindungan
Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan kematian; dan
d. bantuan hukum. Perlindungan berupa jaminan kesehatan,
jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian sebagaimana
dimaksud mencakup jaminan sosial yang diberikan dalam
program jaminan sosial nasional. Sedangkan bantuan hukum
berupa pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi
di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.
5. Pengembangan Potensi
Pengembangan Kompetensi dilakukan dengan berdasarkan kualifikasi,
kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah.11

Kewajiban Pegawai Negeri Sipil


Kewajiban PNS adalah segala sesuatu yang wajib dikerjakan atau boleh
dilakukan oleh setiap aparatur berdasarkan sesuatu peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 23 UU ASN menjelaskan
11
pasal 69 UU No. 5 Tahun 2014

17
mengenai kewajiban Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut
Pegawai ASN adalah Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut:
1. Setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945 dan Pemerintah yang sah.
2. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
3. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang
4. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab
6. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
tindakan kepada setiap orang, baik didalam maupun diluar kedinasan
7. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia
jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
8. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.12
Sedangkan kewajiban ini diatur lebih lanjut di dalam Pasal 3 Peraturan
Pemerintah yaitu PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
1. mengucapkan sumpah/janji PNS
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila ,UUD-RI 1945,NKRI dan
Pemerintah.
4. menaati segala ketentuan peraturan perundang- undangan
5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS denga
penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab
6. menjujung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS
7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri,
seseorang, dan /atau golongan;
8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah
harus dirahasiakan;
9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
negara;

12
Pasal 23 UU No. 5 Tahun 2014

18
10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada
hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah
terutama di bidang keamanan, keuangan dan materiil;
11. masuk kerja dan menaati jam kerja
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan
13. menggunakan dan memelihara barang- barang milik negara dengan
sebaik- baiknya;
14. memberikan pelayanan sebaik baiknya kepada masyarakat;
15. membimbing bawahan dalam melaksankan tugas;
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
karier;
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang.

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

19
Dalam pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang bersifat umum
yaitu, setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Hukum Ketenagakerjaan adalah segala peraturan hukum yang berkaitan
dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan
sesudah hubungan kerja. Jadi pengertian hukum ketenagakerjaan lebih luas dari
hukum perburuhan yang selama ini dikenal sebelumnya yang ruang lingkupnya hanya
berkenaan dengan hubungan hukum antara buruh dengan majikan dalam hubungan
kerja saja.
Dalam pasal 5 dan pasal 6 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan kesempatan yang
sama tanpa diskriminasi kepada setiap tenaga kerja (tenaga kerja laki-laki dan tenaga
kerja perempuan) untuk memperoleh pekerjaan, dan memberikan perlakuan yang
sama tanpa diskriminasi kepada pekerja.
Setiap pasal yang tertera dalam undang- undang merupakan wujud dari
kepedulian pemerintah untuk menjaga dan menertipkan dalam dunia kerja. Sehingga
tidak terjadi kesemenamenaan dalam lingkungan kerja. Dan demi mencapai
kesejahtreraan, keamanan dan keselamatan para pekerja.

DISKUSI

1. Bu Manti : Kenapa ada Pungli dst?


Jawaban : sebenarnya tidak ada ya bu, itu hanya sekelompok oknum-oknum yang mencari
kesempatan dalam kesempitan saja

20
2. Bu nia : apakah masih dikatakan bekerja dengan istilah wfh?
Jawaban : iya kita dianggap bekerja, sejatinya kita bekerja dari rumah tetap kita di hitung
kerja dan masuk kantor meskipun kita berada dirumah,

3. Faris, seandainya kita libur bekerja tidak masuk kantor apakah dihitng cuti tahunan?
Jawaban : tidak, tidak masuk ke hitungan cuti tahunan, hanya saja melampirkan surat
keterangan sakit dll.

4. Nuphika :

5. Pak syarif : apa bunyi pasal terbaru uu cipta kerja,


Jawaban : bisa di download ya pak di uu cipta kerja di situs resmi pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Agusmidah, Hukum Ketenagkerjaan Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia,2010)

Dede Agus, Hukum Ketenagakerjaan, (Banten: Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2011)

21
Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004)

Libertus Jehani, Hak-Hak Pekerja Bila di PHK, (Tangerang: Visi Media, 2006)

Moch. Faisal Salam, Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Industrial di Indonesia, (Bnadung:


Mandar Maju, 2009)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil

UU No. 5 Tahun 2004

UU No 5 Tahun 2014

22

Anda mungkin juga menyukai