Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AHDE LINGKUNGAN BISNIS


“ UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN “
Dosen pengampu : Supriyanto

DI SUSUN OLEH

1. Anang muslichudin (22201081171)


2. Ferdiansyah adi pratama (22201081211)
3. Putri Zakiyah (22201081219)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
MAKALAH tentang "UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN"
sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Dosen Pengampu yang telah
membantu,memberikan bimbingan,saran dan motivasi dalam menyelesaikan
makalah ini serta kepada semua pihak yang terkait sehingga
terselesaikannya makalah ini sesuai yang diharapkan.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dalam hal Teknik penulisan,tata bahasa,maupun isinya.
Oleh karna itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
demi penyempurnaan makalah ini pada masa yang akan dating. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya para pembaca sekaian.

Malang, 19 April 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
1.1 latar belakang................................................................................................
1.2 rumusan masalah..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................
2.1 sumber hukum ketenagakerjaan.................................................................
2.2 subyek dan obyek hukum ketenagakerjaan...............................................
2.3 hubungan kerja yang diatur........................................................................
2.4 outsourcing....................................................................................................
2.5 pengupahan...................................................................................................
2.6 perlindungan tenaga kerja...........................................................................
2.7 PHK
BAB III PENUTUP......................................................................................................
3.1 Kesimpulan..................................................................................................
3.2 Saran............................................................................................................
DAFATR PUSTAKA....................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pasal 1 undang undang tentang ketenagakerjaan menyatakan ayat (2)
"Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang/jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat" dan ayat (3) "Pekerja/buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain"
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur,
dan merata. Baik secara material maupun spiritual, berdasarkan Pancasila
dan UUD1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja
mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku
dantujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga
kerja,diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan
kualitas dan kontribusinya dalam pembangunan serta melindungi hak dan
kepentingansarta sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Selain itu, hukum ketenagakerjaan, merupakan peraturan yang
mengatur hubungan hukum, antara pemberi kerja dengan perkerja. Dimana
dalam Bahasa belanda disebut dengan “Ar -Beidsrecht (Hukum
Ketenagakerjaan )” Menurut Molenaar sorang sarjana Belanda yang dikutip
oleh Dr. Agusmidah,SH.,M.HUM dalam makalahnya mengatakan bahwa
"ar-beidsrecht" (HukumKetenagakerjaan) adalah bagian dari hukum yang
berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan
majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditemukan suatu rumusan masalah
diantaranya :

1. Bagaimana sumber-sumber hukum ketenagakerjaan diindonesia?


2. Bagaimana subyek dan obyek hukum ketenagakerjaan di Indonesia?
3. Bagaimana hubungan kerja dapat terjadi?
4. Bagaimana hubungan buruh serta kedudukan buruh dalam system
outsourcing?
5. Factor apa saja yang dapat mempengaruhi pengupahan?
6. Bagaimana perlindungan hukum tenaga kerja yang ada di Indonesia?
7. Hal apa saja yang dapat menjadi penyebab pemutusan hubungan kerja?

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sumber hukum ketenagakerjaan
a. Pengertian hukum ketenagakerjaan
Hukum ketenagakejaan sebelumnya disebut dengan hukum
perburuhan yang diambil dari Bahasa Belanda yaitu arbeidrechts. Kendati
demikian, pengertian hukum perburuhan itu sendiri dirasa masih belum
sesuai apabila ditinjau dari sudut pandang para ahli hukum. Beberapa
pendapat para ahli hukum terkait Hukum Perburuhan adalah sebagai
berikut:
 Molenaar memberikan penjelasan terkait Hukum Perburuhan adalah
bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara
tenaga kerja dan pengusaha serta antara tenaga kerja dan tenaga kerja
dan antara tenaga kerja dengan pengusaha.
 M.G. Levenbach memberikan penjelasan terkait Hukum Perburuhan
adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana
pekerjaan itu dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan
penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu.
 N.E.H Van Esveld memberikan penjelasan terkait Hukum Perburuhan
tidak hanya meliputi hubungan kerja di mana pekerjaan dilakukan di
bawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh
swa-pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko
sendiri.
 Soepomo memberikan penjelasan terkait Hukum Perburuhan adalah
himpunan peraturan-peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang
berkenaan dengan kejadian dimana seoarang bekerja pada orang lain
dengan menerima upah.

Pada hakikatnya Ketenagakerjaan memiliki pengertian yang lebih luas


daripada istilah Perburuhan. Dalam Pasal 1 angka 1 UU 13/2003,
ketenagakerjaan diartikan sebagai segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Oleh
karena itu, guna menghilangkan perbedaan persepsi dalam penggunaan
istilah perburuhan dengan ketenagakerjaan, maka istilah ketenagakerjaan
lebih sesuai untuk digunakan dalam pembahasan ini. Sebagai contoh
penggunaan istilah dalam UU 13/2003 menggunakan istilah
Ketenagakerjaan dan bukan menggunakan istilah Perburuhan.

b. Sumber hukum ketenagakerjaan


Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan aturan
yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan itu dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya. Dengan

5
berdasarakan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber hukum
ketenagakerjaan adalah tempat dimana dapat ditemukannya ketentuan
ketentuan terkait masalah ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.
Sumber hukum ketenagakerjaan digunakan sebagai dasar bagi pihak-pihak
yang berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan untuk menjamin
kepastian hukum dan keadilan sebagai akibat timbulnya hubungan hukum
yang diawali dengan perjanjian yang dibuat antara masing-masing pihak.
Sumber hukum dapat dibagi menjadi dua macam,yaitu sumber hukum
dalam arti materiil dan sumber hukuh dalam arti formal. Dalam hukum
ketenagakerjaan, maka yang dimaksud dengan sumber hukum
ketenagakerjaan adalah sumber hukum dalam arti formal, oleh karena itu
sumber hukum dalam arti materiil adalah Pancasila. Sumber hukum tersebut
sebagai berikut:

a. Undang-undang
Dalam peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
terdapat banyak undang-undang yang mengatur hal-hal yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan. Hal tersebut dikarenakan banyak terjadi perubahan
dengan munculnya undang-undang baru yang dianggap mampu memenuhi
tuntutan dari berbagai pihak yang terkait dengan ketenagakerjaan itu sendiri.
Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut:
1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 Tentang Kamar Dagang dan
industri
3) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat
buruh.
4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
5) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan
hubungan industrial
6) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja

b. Peraturan lainnya
peraturan lainnya adalah peraturan-peraturan yang terkait dengan
hukum ketenagakerjaan di Indonesia yang mempunyai kedudukan di bawah
undang-undang. Peraturan lain tersebut dapat berupa sebagaimana berikut:
1) Peraturan Pemeritah
2) Peraturan Menteri
3) Keputusan Meteri

c. Putusan

6
Yang dimaksud dengan Putusan adalah putusan Mahkamah Agung
dan Putusan Mahkamah Konsitusi yang terkait dengan Hukum
Ketenagakerjaan.

d. Perjanjian
Apabila mengacu pada ketentuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata
yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang
atau lebih mengikatkan diri pada satu orang lain atau lebih. Dalam hal ini
perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian kerja dimana pembuatannya
haruslah memenuhi syarat materiil yang terkandung dalam Pasal 52, 55, 58,
59 dan 60 UU 13/2003. Dan syarat formil terdapat dalam Pasal 54 UU
13/2003 dan Pasal 81 Angka 13 Pasal 57 UU 11/2020.

2.2 Subyek dan obyek hukum ketenagakerjaan


a. Subyek hukum
Dalam ketentuan yang terkandung dalam UU 13/2003 telah
dijelaskan bahwa subjek hukum ketenagakerjaan tidak hanya pekerja/buruh
dan pemberi kerja/pengusaha. Terdapat subjek hukum lain seperti serikat
pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha, lembaga kerja sama bipartit,
lembaga kerja sama tripartit, dewan pengupahan, pemerintah.

1. Pekerja/buruh
Pada zaman penjajahan Belanda, kata buruh digunakan untuk
merujuk orang-orang yang melakukan pekerjaan kasar seperti kuli, mandor,
tukang dan lain sebagainya. Pemerintah Belenda menjuluki orang-orang
yang melakukan pekerjaan seperti ini sebagai blue collar (berkerah biru),
sedangkan orang-orang yang bekerja di kantor-kantor, tempat-tempat
pemerintah, atau mereka yang bekerja halus dijuluki sebagai white collar
(berkerah putih)
Dalam Seminar Hubungan Perburuhan Pancasila yang dilakukan
pada tahun 1974, istilah buruh dirubah dengan kata pekerja. Oleh karena
isitilah buruh dianggap mempunyai kesan negatif yang dapat
mengakibatkan tidak mendorong terciptanya kerjasama yang baik, sikap
gotong royong, dan suasana kekeluargaan. Hal tersebut juga bertentangan
dengan ketentuan yang terkandung dalam UUD 1945 yang pada penjelasan
pasal 2 dimana dijelaskan bahwa yang disebut golongan-golongan adalah
badan-badan seperti koperasi, serikat pekerja, dan lain-lain. Oleh karena itu,
disepakati penggunaan kata pekerja lebih sesuai dibandingkan dengan
istilah buruh karena didukung dengan dasar hukum yang kuat.
Dalam ketentuan yang terkandung dalam Pasal 1 angka 3 UU
13/2003 istilah pekerja disandingkan dengan buruh menjadi istilah

7
pekerja/buruh. Dalam pasal tersebut pekerja/buruh diartikan sebagai setiap
orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

2. Pemberi kerja/pengusaha
Dalam ketentuan yang terkandung dalam Pasal 1 angka 4 UU
13/2003, yang dimaksud dengan pemberi kerja merupakan perseorangan,
pengusaha, badan usaha, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan
tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

3. Serikat pekerja/serikat buruh


Dalam ketentuan yang terkandung dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
menjelaskan bahwa serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang
dibentuk untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar
perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak
dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 21
Tahun 2000 dijelaskan bahwa setiap serikat pekerja/serikat buruh bebas
membentuk jumalah anggotanya minimal sepuluh orang pekerja/buruh
dengan tidak adanya campur tangan dari pihak manapun baik pengusaha
maupun pemerintah. Pembentukan serikat pekerja/buruh dapat dibentuk
berdasarkan beberapa sektor usaha, jenis pekerjaan atau bentuk lain sesuai
keinginan pekerja. Gabungan dari sekurang-kurangnya lima serikat
pekerja/serikat buruh disebut federasi serikat pekerja/serikat buruh.
Sedangkan gabungan dari sekurang-kurangnya tiga federasi serikat
pekerja/serikat buruh disebut konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

4. Organisasi pengusaha
Dalam UU 13/2003tidak menyebutkan secara spesifik tentang
pengertian dari organisasi pengusaha. Dalam hal organisasi pengusaha
diatur dalam Pasal 105 UU 13/2003sebagai berikut:
a) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi
pengusaha.
b) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Lembaga kerja sama bipartit


Dalam ketentuan yang terkandung dalam Pasal 1 Angka 18 UU
13/2003 lembaga kerja sama bipartit adalah suatu forum komunikasi dan
konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di

8
satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat
pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh. Dalam Pasal 106 UU
13/2003 dijelaskan bahwa setiap perusahaan yang memiliki 50 (lima puluh)
pekerja atau lebih diwajibkan untuk membentuk lembaga kerja sama
bipartit.

6. Lembaga kerja sama tripartite


Dalam ketentuan yang terkandung dalam Pasal 1 Angka 19 UU
13/2003 lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi
dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri
dari unsur organsiasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan
pemerintah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005
tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit.

7. Dewan pengupahan
Dewan Pengupahan adalah suatu lembaga non struktural yang
bersifat tripartit dimana anggotanya teridiri dari unsur pemerintah,
organisasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh.

8. Pemerintah
Tidak bisa dipungkiri bahwa peran pemerintah dalam bidang
ketenagakerjaan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan
daripada penegekan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam hukum
ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, pemerintah berperan sebagai
pengawas dan pengontrol agar senantiasa penegakan hukum
ketenagakerjaan tidak merugikan pihak manapun. Dalam hukum
ketenagakerjaan sendiri terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli
hukum, sebagian mengatakan bahwa hukum ketenagakerjaan bersifat
perdata/privat (privaatrechtelijk), dan sebagian lagi bersifat umum/public.

b. Obyek hukum
Adapun yang menjadi objek hukum ketenagakerjaan adalah sebagai
berikut:
1) Pelanggaran atas suatu ketentuan dalam terpenuhinya pelaksanaan
sanksi hukuman, baik yang bersifat administratif maupun bersifat pidana
sebagai akibat dilanggarnya suatu ketentuan dalam suatu peraturan
perundang-undangan.
2) Terpenuhinya ganti rugi banyak pihak yang dirugikan sebagai akibat
wanprestasi yang dilakukan oleh pihak lainnya terhadap perjanjian yang
telah disepakati

9
2.3 Hubungan kerja yang diatur
Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja
dan pengusaha setelah diadakan perjanjian sebelumnya oleh pihak yang
bersangkutan. Menurut Hartono Wisoso dan Judiantoro, hubungan kerja
adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur
demi kepentingan orang lain yang memerintahnya (pengusaha/majikan)
sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.
Menurut Pasal 1 angka 15 UU No.13 Th. 2003 tentang
Ketenagakerjaan : Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur
pekerjaan, upah, dan perintah.
Hubungan kerja menurut Imam Soepomo yaitu suatu hubungan
antara seorang buruh dan seorang majikan, dimana hubungan kerja itu
terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara kedua belah pihak. Mereka
terikat dalam suatu perjanjian, di satu pihak pekerja/buruh bersedia bekerja
dengan menerima upah dan pengusaha memperkerjakan pekerja/buruh
dengan memberi upah.

a. Unsur-unsur hubungan kerja


Hubungan kerja memiliki beberapa unsur yaitu:
a. Perintah
Dalam perjanjian kerja unsur perintah ini memegang peranan yang
pokok, sebab tanpa adanya unsur perintah, hal itu bukan perjanjian kerja,
dengan adanya unsur perintah dalam perjanjian kerja, kedudukan kedua
belah pihak tidak sama yaitu pihak satu kedudukannya diatas (pihak yang
memerintah) sedangkan pihak lain kedudukannya dibawah (pihak yang
diperintah).

b. Pekerjaan
Dalam suatu hubungan kerja harus adanya suatu pekerjaan yang
diperjanjian dan dikerjakan sendiri oleh pekerja. Pekerjaan mana yaitu
pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerjaan itu sendiri, haruslah berdasarkan
dan berpedoman pada perjanjian kerja.

c. Adanya Upah

10
Upah menurut Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan adalah hak/buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi
kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang- undangan,
termasuk tunjangan bagi pekerja.buruh dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan/ atau jasa yang telah dan/ atau akan dilakukan.
Menurut Edwin B. Filippo dalam karya tulisan berjudul “Principles
of Personal Management” menyatakan bahwa yang dimaksud dengan upah
adalah harga untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh orang lain
bagi kepentingan seseorang atau badan hukum
Di dalam Pasal 94 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa komponen upah terdiri dari upah
pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya upah pokok sedikit- dikitnya
75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah pokok dan tunjangan tetap.

2.4 Outsourcing
a. Pengertian outsourcing
Outsourcing dalam bidang ketenagakerjaan, diartikan sebagai
pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu
pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah
tenaga kerja. Dalam bidang manajemen, outsourcing diberikan pengertian
sebagai pendelegasian operasi dan manajemen harian suatu proses bisnis
pada pihak luar/perusahaan penyedia jasa outsourcing (Lalu Husni, 2003:
177-178).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
tidak menyebutkan secara tegas mengenai definisi outsourcing. Pengaturan
outsourcing dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan tentang suatu
perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana
perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang
dibuat secara tertulis (Zulkarnain Ibrahim, 2005: 80). Menurut Pasal 1601 b
KUH Perdata, outsourcing disamakan dengan perjanjian pemborongan
sehingga pengertian outsourcing adalah suatu perjanjian dimana pemborong
mengikatkan diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang
memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborongan dengan bayaran
tertentu (I Wayan Nedeng, 2003: 2).

b. Pengaturan outsourcing
Pelaksanaan outsourcing melibatkan 3 (tiga) pihak yakni perusahaan
penyedia tenaga kerja outsourcing (vendor), perusahaan pengguna tenaga

11
kerja outsourcing (user), dan tenaga kerja outsourcing itu sendiri. Oleh
karena itu, perlu adanya suatu regulasi agar pihak-pihak yang terlibat tidak
ada yang dirugikan khususnya tenaga kerja outsourcing.
 Dasar Pelaksanaan Outsourcing
Dasar pelaksanaan outsourcing menurut Pasal 64 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa
perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Ini berarti,
outsourcing dapat terlaksana bila sudah ditandatangani suatu perjanjian
antara pengguna jasa tenaga kerja dan penyedia jasa tenaga kerja melalui
perjanjian pemborongan kerja atau penyediaan jasa tenaga kerja dalam
bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS). Inilah yang kemudian mendasari
adanya outsourcing.
 Syarat Perusahaan Penyedia Tenaga Outsourcing
Syarat bagi perusahaan penyedia tenaga outsourcing menurut
UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah:
1) berbentuk badan hukum (Pasal 65 ayat (3))
2) mampu memberikan perlindungan kerja dan syarat kerja yang
sekurang-kurangnya sama dengan perusahaan pemberi pekerjaan
atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 65 ayat (4))
3) ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh (Pasal 66 ayat (2))
4) perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh (Pasal 66 ayat (2))

2.5 Pengupahan
a. pengertian upah dan gaji
“Upah dan gaji merupakan kompensasi yang diberikan sebagai
kontra prestasi atas pengorbanan pekerja”. Upah dan gaji pada umumnya di
diberikan atas kinerja yang telah dilakukan berdasarkan kinerja yang
ditetapkan maupun disetujui berdasarkan kontrak. Upah biasanya diberikan
kepada pekerja tingkat bawah sebagai kompensasi atas waktu yang
diserahkan, sedangkan gaji diberikan kepada pekerja sebagai kompensasi
atas tanggung jawab terhadap pekerjaan tertentu dari pekerja pada tingkat
yang lebih tinggi.
Upah dan gaji biasanya dibayarkan atas pekerjaan dalam waktu
tertentu, biasanya sebagai pembayaran bulanan. Upah juga dapat bervariasi
tergantung dari jenis dan pekerjaannya

12
Sistem pembayaran upah dan gaji juga memilik sifat spesifik: (1)
Team-Based pay, adalah pembayaran kompensasi yang memberikan
penghargaan terhadap individual atas kerja sama kelompok atau
memberikan penghargaan tim atas hasil kolektif. Namun Team-Based pay
masih dianggap sangat permitif saat ini. (2) Skill-Based Pay, adalah
pembayaran upah yang dibayarkan pada tingkat yang diperhitungkan dan
berdasar keterampilan dimana pekerja menguasi dan mengembangkan
pekerjaan mereka.
Pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja/ buruh yaitu:
 upah minimum
 upah kerja lembur
 upah tidak masuk kerja karena berhalangan
 upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar dari
pekerjaannya
 upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
 bentuk dan cara pembayaran
 denda dan potongan upah l
 hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
 upah untuk pembayaran pesangon, dan
 upah untuk perhitungan pajak.

b. System pengupahan
Sistem pengupahan yaitu kerangka bagaimana upah diatur dan
ditetapkan. Adapun sistem pengupahan di Indonesia pada umumnya
berdasarkan kepada tiga fungsi upah yaitu:
 menjamin kehidupan yang layak bagi para pekerja/buruh dan
keluarganya,
 mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang,
 menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas
kerja.

c. factor-factor yang mempengaruhi pengupahan


Adapun factor yang mempengaruhi pengupahan meliputi:
 Permintaan dan penawaraan tenaga kerja. Karena dalam sebuah
perusahaan membutuhkan tenaga kerja, maka perusahaan harus
membayar harga yang akan menimbulkan penawaraan tenaga kerja
yang dikuasai oleh para pekerja individual dari kelompok buruh
yang tergabung dalam sebuah serikat pekerja yang kuat
 Serikat pekerja dapat mempengaruhi kompensasi. Karena dapat
mengusahakan closed shopyang berarti perusahaan hanya boleh

13
menerima tenaga kerja yang menjadi anggota dalam serikat pekerja
tersebut.
 Kemampuan membayar perusahaan. Sering sekali serikat pekerja
menuntut kenaikan upah yang beranggapan bahwa perusahaan
memperoleh keuntungan yang besar dan mampu membayar upah
tinggi. Namun pada dasarnya penentu tingkat upah bagi perusahaan
individual adalah permintaan dan penawaraan tenaga kerja.
 Naik turunya produktivitas tenaga kerja.
 Biaya hidup.
 Pemerintah melindungi pekerja terhadap tindakan sewenang wenang
para majikan, misalnya dengan menetapkan upah minimum dan
penetapan jumlah jam kerja seminggu.
 Pendapataan penerima upah. Adil tidaknya upah tergantung kepada
pendapat si penerima upah tersebut. Meskipun upah yang diterima
lebih tinggi dari tingkat upah yang berlaku, tetapi itu lebih rendah
dari yang diterima teman sekerja yang berpangkat lebih rendah,
maka si penerima upah akan menganggap bahwa ia diperlakukan
tidak adil dan biasanya akan menuntut kanaikan upah.

2.6 Perlindungan tenaga kerja


a. perlindungan tenaga kerja
Perlindungan tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak
dasar para pekerja/buruh dan menjamin kesempatan,serta menghindarkan
dari perlakuan deskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan
perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha.
Perlindungan pekerja dapat perhatian dalam hukum ketenagakerjaan.
Beberapa Pasal dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Menurut Imam Soepomo perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3
macam, yaitu :
a. Perlindungan ekonomis Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam
bentuk penghasilan yang cukup, termasuk jika tenaga kerja tidak
mampu bekerja di luar kehendaknya.
b. Perlindungan sosial Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berserikat dan perlindungan
hak untuk berorganisasi.
c. Perlindungan teknis Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
keamanan dan keselamatan kerja.

14
Ketiga jenis perlindungan ini mutlak harus dipahami dan
dilaksanakan sebaik-baiknya oleh pengusaha sebagai pemberi kerja. Jika
pengusaha melakukan pelanggaran maka dikenakan sanksi.
Dalam melaksanakan perlindungan terhadap tenaga kerja harus
diusahakan adanya perlindungan dan perawatanyang layak bagi semua
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari, terutama dalam
bidang keselamatan kerja serta menyangkut norma-norma perlindungan
kerja.
Objek perlindungan tenaga kerja menurut Undang-Undang No. 13
Tahun 2003, meliputi :
a. Perlindungan atas hak-hak dalam hubungan kerja.
b. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding
dengan pengusaha dan mogok kerja.
c. Perlindungan keselamatan kerja dan kesehatan kerja
d. Perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan
penyandang cacat.
e. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga
kerja.
f. Perlindungan atas hak pemutusan tenaga kerja

Perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk menjamin


berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai
adanya tekanan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Untuk ini
pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tersebut sesuai
peraturan perundangundangan yang berlaku.

b. dasar hukum perlindungan tenaga kerja


Dalam pelaksanaan perlindungan tenaga kerja ada beberapa
peraturan perundang-undangan yang mengatur, antara lain adalah :
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh
c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Hubungan Industrial
e. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
f. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954 tentang Istirahat
Tahunan bagi Buruh.

2.7 PHK
a. pengertian PHK

15
PHK atau pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah
pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal
tertentu. Hubungan kerja itu lahir ketika adanya perjanjian antara majikan
dan pekerja/buruh, dan syarat sahnya suatu perjanjian itu sesuai dengan
ketentuan pasal 52 ayat (1) Undang-undang no 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan apabila di dalam perjanjian point a dan point b tidak
dipenuhi di dalam perjanjian kerja, maka terhadap perjanjian kerja tersebut
dapat di batalkan, tetapi apabila poin c dan poin d yang tidak dipenuhi maka
perjanjian kerja tersebut batal demi hukum.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang berlangsung karena
terdapatnya perselisihan, kondisi ini akan berakibat kepada kedua belah
pihak, oleh sebab itu pekerja/buruh yang diliat dari sudut ekonomi memiliki
peran lemah dibanding pihak pengusaha. Perselisihan ataupun sengketa
langsung berhubungan dengan hak- hak pekerja/buruh yang terkena
pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan, akibat itu perusahaan harus
memberikan hak kepada pekerja jika terkena pemutusan hubungan kerja
yaitu melaksanakan pembayaran uang pesangon, uang penghargaan masa
kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh
akibat terkena pemutusan hubungan kerja.
Pemutusan hubungan kerja terdapat beberapa jenis perselisihan,
yaitu: perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, perselisihan antar serikat pekerja.
Perselisihan tersebut timbul diakibatkan oleh ketidak sepakatan
dalam hal-hal hubungan kerja, perjanjian kerja, peraturan perusahaan
ataupun peraturan kerja bersama sepanjang masa kerja. Sehingga dengan
adanya peraturan tersebut pekerja menerima tekanan dari perusahaan, bisa
dilihat dari para pekerja/buruh yang memikirkan perihal tersebut, sebab
mencari tempat kerja baru untuk buruh yang bersangkutan merupakan hal
yang tidak gampang, lebih-lebih dengan kondisi saat ini antara lapangan
pekerjaan yang ada, tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja, sehingga
buruh menerima saja keadaan- keadaan tersebut sambil mencari jalan
keluarnya yang terbaik

b. syarat syarat pemutusan hubungan kerja


Pemutusan hubungan kerja ialah suatu keadaan dimana berakhirnya
hubungan antar pekerja/buruh dan pengusaha apabila diartikan secara
pengertian umum, berikut adalah pengartian menurut undang-undang dan
para ahli:
a. Menurut pasal 1 undang-undang nomor 13 tahun 2003 menyebutkan
“Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

16
b. Menurut Pasal 1 ayat (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor
Kep.15A/Men/1994 bahwa PHK ialah pengakhiran hubungan kerja
antara pengusaha dan pekerja berdasarkan izin Panitia Daerah atau
Panitia Pusat
c. Menurut Halim (1990: 136) bahwa pemutusan hubungan kerja
adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan
majikan karena suatu hal tertentu.

Dalam teori hukum Perburuhan dikenal adanya 4 (empat) jenis


pemutusan hubungan kerja yaitu:
a. Pemutusan hubungan kerja demi hukum.
b. Pemutusan hubungan kerja oleh pihak buruh.
c. Pemutusan hubungan kerja oleh pihak majikan/pengusaha.
d. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya undang-undang tentang ketenagakerjaan ini lebih
mengatur hal-hal berkenan dengan tenaga kerja, secara umum yang
pengaturannya terfokus kepada bagaimana pemenuhan perlindungan dan
penempatan hak-hak dasar dari tenaga kerja yang ada di Indonesia.
Berdasarkan UU No.13 tahun 2003tentang ketenagakerjaan sebagaimana
pasal 1 bahwa ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Sedangkan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun masyarakat.

3.2 saran
Walaupun penyusun menginginkan kesempurnaan dalam
penyusunan makalah ini, namun pada kenyataannya masih banyak
kekurangan yang perlu penyusun perbaiki. Hal tersebut dikarenakan masih
minimnya pengetahuan penyusun. Disarankan pada penyusun untuk
melakukan menyusun dengan sumber yang valid untuk memperoleh hasil
makalah yang memuaskan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga
penyusun dapat menghasilkan makalah yang bermanfaat bagi orang banyak.

18
DAFTAR PUSTAKA

Charda, S. (2015). Karakteristik Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam


Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja. Jurnal Wawasan
Yuridika, 32(1), 1-21.
Kuahaty, S. S., Basri, A. D., Pietersz, J. J., Pesulima, T. L., Daties, D. R., Noekent,
V., ... & Rumawi, R. (2021). Hukum ketenagakerjaan.

19

Anda mungkin juga menyukai