KETENAGAKERJAAN
Oleh:
Mosa Elsada 31210010
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul
"Ketenagakerjaan". Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan dan
Keselamatan Kerja, karya tulis ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan bagi pembaca
serta bagi penulis sendiri. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bhre Diansyah
S.Tr.Kes., M.KM pada kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja. yang sudah mempercayakan
tugas ini kepada penulis, sehingga sangat membantu penulis untuk memperdalam pengetahuan
pada bidang studi yang sedang ditekuni. Tidak ada gading yang tak retak, penulis menyadari
jika makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran demi kesempurnaan dari makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
BAB II ISI .................................................................................................................................. 6
2.1. Latar Belakang Perusahaan ....................................... Error! Bookmark not defined.
2.2. Kebutuhan APD dan Fungsinya ................................ Error! Bookmark not defined.
2.3. Bahaya Kesehatan Dalam Bidang Konstruksi .......... Error! Bookmark not defined.
2.4. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja ........................... Error! Bookmark not defined.
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 13
3.1. Kesimpulan................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
4
5. Ketentuan Pidana dan Sanksi Administrasi: Dalam rangka menjaga disiplin dan
memastikan kepatuhan terhadap perundangan ketenagakerjaan, sanksi
administrasi dan ketentuan pidana dapat diberlakukan. Makalah ini akan
membahas berbagai sanksi administrasi yang mungkin diberikan kepada
pengusaha yang melanggar aturan ketenagakerjaan, serta ketentuan pidana yang
berlaku dalam kasus-kasus serius.
Mengingat pentingnya topik ketenagakerjaan dalam konteks pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan sosial, pemahaman yang komprehensif tentang aspek-aspek
yang telah disebutkan di atas sangat penting. Makalah ini diharapkan dapat memberikan
wawasan yang lebih baik tentang perundangan ketenagakerjaan di Indonesia dan cara-
cara untuk meningkatkan perlindungan hak-hak pekerja, menjaga keseimbangan antara
pekerja dan pengusaha, serta mempromosikan ketertiban dalam dunia kerja.
5
BAB II
ISI
Ketenagakerjaan secara umum merujuk pada seluruh aspek yang terkait dengan
tenaga kerja atau pekerja dalam suatu negara atau organisasi. Ini mencakup aspek-aspek
seperti perekrutan, pengelolaan, hak dan kewajiban pekerja, hubungan industrial,
peraturan ketenagakerjaan, pelatihan, pemutusan hubungan kerja, dan aspek-aspek lain
yang berkaitan dengan tenaga kerja dalam lingkungan kerja tertentu. Ketenagakerjaan
adalah bidang penting dalam pembangunan ekonomi dan sosial suatu negara, dan
peraturan ketenagakerjaan sering digunakan untuk melindungi hak-hak pekerja dan
menjaga keseimbangan antara pekerja dan pengusaha.
Perundangan ketenagakerjaan sendiri telah diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dalam peraturan perundang-
undangan tersebut telah mencakup seluruh aspek mulai dari perencanaan ketenagakerjaan
hingga tindak pidana dan sanksi administratif. Tujuan dibuatnya perundangan tersebut
adalah untuk memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi, mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah, memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan, dan meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja dan keluarganya (BAB II, Pasal 4). Berdasarkan peraturan perundang-
undangan tersebut setiap tenaga kerja memiliki kesempatan kerja yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan setiap pekerja atau buruh berhak
memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha (BAB III, Pasal 5
dan 6).
Dalam peraturan perundangan tersebut, terdapat juga perencanaan tenaga kerja,
perencanaan tenaga kerja meliputi perencanaan tenaga kerja makro dan perencanaan
tenaga kerja mikro. Perencanaan tenaga kerja makro adalah proses penyusunan rencana
ketenagakerjaan secara sistematis yang memuat pendayagunaan tenaga kerja secara
optimal, dan produktif guna mendukung pertumbuhan ekonomi atau sosial, baik secara
nasional, daerah, maupun sektoral sehingga dapat membuka kesempatan kerja seluas-
luasnya, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh. Sedangkan perencanaan tenaga kerja mikro adalah proses penyusunan
6
rencana ketenagakerjaan secara sistematis dalam suatu instansi, baik instansi pemerintah
maupun swasta dalam rangka meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal
dan produktif untuk mendukung pencapaian kinerja yang tinggi pada instansi atau
perusahaan yang bersangkutan (BAB IV, Pasal 7).
Sesudah merencanakan perencanaan kerja, dilakukanlah pelatihan kerja untuk
tenaga kerja yang diselenggarakan dan diarahkan untuk memberkali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan
kesejahteraan. Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang
mengacu pada standar kompetensi kerja, pelatihan juga dilaksanakan dengan
memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik didalam maupun di luar
hubungan kerja (BAB V, Pasal 9 dan Pasal 10).
Setelah pelatihan kerja selesai dilaksanakan dan diselenggarakan, para tenaga
kerja akan ditempatkan dalam lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi dari
para tenaga kerja tersebut. Setiap tenaga kerja juga memiliki hak dan kesempatan yang
sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan
yang layak di dalam atau di luar negeri (BAB VI, Pasal 31 dan Pasal 33).
Pemutusan hubungan kerja, yang sering disebut sebagai PHK, adalah salah satu
aspek yang sangat signifikan dalam manajemen sumber daya manusia dan
ketenagakerjaan. PHK merupakan proses di mana suatu perusahaan atau organisasi
mengakhiri hubungan kerja dengan seorang karyawan. Topik ini menciptakan sejumlah
permasalahan penting dalam dunia kerja, seperti hak-hak pekerja, alasan yang sah untuk
PHK, dan prosedur yang harus diikuti dalam menjalankan pemutusan hubungan kerja yang
adil dan sesuai dengan hukum.
7
resmi dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Jikalau PHK terjadi
maka pengusaha diwajibkan untuk membayar uang pesangon atau uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima
8
2.3. Pembinaan, Pengawasan dan Penyidikan
Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pegawai
pengawas ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik pegawai
negeri sipil sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Penyidik pegawai
negeri sipil berwenang dalam hal:
9
2. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang ketenagakerjaan;
3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
4. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
5. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di
bidang ketenagakerjaan;
6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan;
7. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan
tentang adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
10
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), karena tindakan tersebut adalah sebuah
tindak kejahatan.
2. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat
(5) yang berbunyi “Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh
yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program
pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).”, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
karena tindakan tersebut adalah sebuah tindak kejahatan.
3. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal
143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
4. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi
pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
5. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2),
Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76,
Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144,
dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama
12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
6. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2),
Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111
ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit
Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah)
11
Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas
pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15,
Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal
106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya. Sanksi administrative dapat berupa:
1. teguran;
2. peringatan tertulis;
3. pembatasan kegiatan usaha;
4. pembekuan kegiatan usaha;
5. pembatalan persetujuan;
6. pembatalan pendaftaran;
7. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
8. pencabutan ijin.
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
13
tugas-tugas ini, kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja sangatlah vital demi
mencapai keseimbangan yang baik dalam ketenagakerjaan.
14
DAFTAR PUSTAKA
15