RESUME
Dosen Pengampu:
Oleh:
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nyalah
yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya, memberikan kecerdasan ilmu dan
wawasan, sehingga kami sebagai penyusun dapat menyelesaikan tugas resume yang
merupakan salah satu tugas mata kuliah Hukum Industrial. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi Muhammad SAW kepada keluarganya,
para sahabatnya, serta mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin.
Pada kesempatan kali ini, penyusun mengucapkan banyak terima kasih atas
saran, bantuan dan bimbingan yang telah diberikan selama proses penyusunan
makalah ini serta kerja samanya, yaitu kepada:
1) Dr. Sukendar, SH.,M.H. sebagai dosen pengampu mata kuliah Hukum Industrial.
2) Semua pihak yang turut membantu penyusun dalam pembuatan resume ini baik
secara langsung maupun secara tidak langsung.
Penyusun mengharapkan semoga penyusunan resume dapat bermanfaat baik
bagi penyusun maupun bagi para pembaca. Aamiin.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iii
IDENTITAS BUKU.................................................................................. iv
.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 16
iii
IDENTITAS BUKU
Buku ini berjudul Hubungan Industrial di Indonesia Kamari –Kiwari dan Esok
Hari yang ditulis oleh Soeganda Priyatna. Buku ini bejumlah 157 halaman ditulis
pada tahun 2020. Buku ini menampilkan sejarah perkembangan dan praktik
Hubungan Industrial di Indonesia khususnya sebelum reformasi agar semua pihak
mendapatkan gambaran pengelolaan hubungan industrial di masa-masa itu untuk
perbandingan dengan sistem hubungan industrial terakhir, dengan harapan Pengusaha
dan Serikat Pekerja/Serikat buruh (bipartit) hendaknya tetap mengambil praktik yang
baik dari masa lalu.
Buku ini terdiri dari beberapa Bab yaitu :
BAB 1 Pendahuluan
BAB 2 Hukum Ketenagakerjaan Bingkai Hubungan Industrial
BAB 3 Komponen-komponen Hubungan Industrial
BAB 4 Dasar Pengaturan Hubungan Kerja
BAB 5 Collective Bargaining
BAB 6 Perselisihan Hubungan Industrial
BAB 7 Pemutusan Hubunga Kerja (PHK)
BAB 8 Hubungan Industrial Pancasila
BAB 9 International Labor Organization (ILO)
iv
BAB I
A. BAB 1 Pendahuluan
5
6
Pendidikan dan sosial mereka, sikap mereka terhadap manajemen dan sebagainya
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem IR.Umumnya, karyawan menganggap IR
sebagai sarana untuk meningkatkan kondisi kerja mereka, menyuarakan keluhan,
bertukar pandangan dan ide dengan manajemen dan berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan di dalam organisasi. Pengusaha adalah pihak kedua bagi IR.
Dalam organisasi perusahaan, pemberi kerja diwakili oleh manajemen. Oleh karena
itu, manajemen yang bertanggung jawab kepada berbagai stakeholder dalam suatu
organisasi termasuk karyawan. Peran pemerintah dalam hal hubungan industri telah
berubah seiring dengan perubahan lingkungan industri dan perspektif manajemen.
Misalnya, sampai abad ini pemerintah dimanapun di dunia mengadopsi kebijakan
laissez faire. Dalam realisasinya, intervensi pemerintah menjadi kenyataan. Saat ini,
intervensi pemerintah telah meluas dalam masalah SDM. Di india, pemerintah
berusaha mengatur hubungan pekerja dan atasan, dan juga mengawasi kedua
kelompok agar tetap sejalan. Hubungan industri ini di tegakan dan dipelihara melalui
pengadilan perburuhan, pengadilan industri, dewan yang melakukan pengupahan,
komite investigasi, penyelidikan dll.
Hubungan kerja terjadi pada umumnya setelah ada perjanjian antara pekerja
dengan majikan, di mana buruh menyatakan kesanggupan untuk bekerja dengan
menerima upah dan majikan berkesanggupan untuk mempekerjakan buruh dengan
membayar upah. Perjanjian demikian disebut sebagai Perjanjian kerja, sering kita
mendapatkan kenyataan bahwa perjanjian kerja dibuat dalam bentuk tidak tertulis.
Contohnya seperti kuli- kuli bangunan dengan mandor ataupun dengan bouwheernya.
Atau seperti kita-kita sendiri dengan pembantu rumah tangga, Namun demikian,
dalam realitanya, perjanjian lisan seperti itupun efektif pula dalam mengatur hak dan
kewajiban masing- masing. Pada KUH Perdata Buku III Titel 7A misalnya, ada
perlindungan dengan empat tahap: 1) Ketentuan yang sifatnya mengatur. Berlaku bila
buruh dan majikan tidak membuat aturan sendiri (perjanjian sendiri). 2) Ketentuan
yang sifatnya memaksa. Artinya aturan itu tidak boleh dikesampingkan sekalipun ada
8
persetujuan dari kedua pihak, misalnya penggunaan buruh di bawah umur. Jika
penyimpangan itu terjadi maka dengan sendirinya persetujuan ataupun perjanjian itu
batal karena hukum. 3) Perlindungan yang sifatnya antara mengatur dan memaksa,
yaitu cara yang menetapkan bahwa penyimpangan dari ketentuan yang ada boleh
dilakukan asalkan dengan persetujuan atau perjanjian tertulis. 4) Perlindungan buruh
ataupun majikan akhirnya juga terletak pada Pengadilan.
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar Serikat Pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan”.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial menyebutkan bahwa penyelesaian perselisihan antara pekerja
dengan pengusaha dapat dilakukan lewat pengadilan. Peyelesaian perselisihan
melalui jalur pegadilan telah diatur dalam system peradilan bahwa tenaga hakim
sudah ditambah degan hakim Ad-Hoc, yang proses litigasinya berjalan diperadilan
umum. Sistim peradilan di peradilan umum hanya terdiri dari 2 (dua) tingkat yakni,
penyelesaian perselisihan hubungan industrial di tingkat pertama dan tingkat kasasi
perubahan Ini secara nyata adalah mengganti system peradilan semu yang semula
perselisihan perburuhan di tangani P4D atau P4P yang diatur dalam Undang-Undang
No.22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. sistem ini
diharapkan lebih efektif agar dengan cara itu Hakim dalam peradilan hubungan
industrial sudah menerapkan aspek keadilan hukum terhadap kaum buruh maupun
pegusaha dan juga dapat di tempuh melalui jalur di luar pengadilan. Penyelesaian
lewat jalur di luar pengadilan dapat ditempuh melalui cara bipartit, mediasi, konsiliasi
dan arbitrase.
hubungan industrialnya pun cenderung berbeda antara satu negara dengan negara
lainnya. Indonesia dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa dan negara, hubungan
industrialpun mengacu pada Pancasila, karenanya hubungan industrial di Indonesia
lebih dikenal dengan nama Hubungan Industrial Pancasila. Dengan bersumberkan
Pancasila sebagai landasan filosofis, maka secara normative segala aturan hukum
yang mengatur Hubungan Industrial Pancasila, berupa hukum dasar (UUD 1945),
juga Peraturan Perundang-undangan lainnya adalah pengimplementasian dari nilai-
nilai Pancasila.Karenannya secara normative hukum yang mengatur hubungan
industrial di Indonesia haruslah senantiasa dikontrol keserasiannya dengan nilai-nilai
Pancasila. Keselamatan kerja, kesehatan, makan dan fasilatas lainnya. Oleh karena
Pancasila merupakan totalitas (CSIS, Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila.
Cetakan V, Jakarta, halaman 26.), di mana tiap-tiap sila dari Pancasila harus menjiwai
dan dijiwai oleh ke-empat sila lainnya maka kelima sila dari Pancasila itu harus
tercermin serta memancar ke semua pihak yang tersangkut dalam proses produksi itu,
yakni buruh, pengusaha, dan pemerintah yang mewakili kepentingan umum. Setiap
pola berpikir, langkah-langkah dan tindakan dari masing-masing pihak yang
bersangkutan dalam proses produksi harus disesuaikan dengan hakikat serta makna
kelima sila Pancasila dan azas.