Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA

KAMARI – KIWARI DAN ESOK HARI

RESUME

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Hukum Industrial

Dosen Pengampu:

Dr. Sukendar, SH.,M.H.

Oleh:

Jery Munajat NIM. 41038100214009

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nyalah
yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya, memberikan kecerdasan ilmu dan
wawasan, sehingga kami sebagai penyusun dapat menyelesaikan tugas resume yang
merupakan salah satu tugas mata kuliah Hukum Industrial. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi Muhammad SAW kepada keluarganya,
para sahabatnya, serta mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin.
Pada kesempatan kali ini, penyusun mengucapkan banyak terima kasih atas
saran, bantuan dan bimbingan yang telah diberikan selama proses penyusunan
makalah ini serta kerja samanya, yaitu kepada:
1) Dr. Sukendar, SH.,M.H. sebagai dosen pengampu mata kuliah Hukum Industrial.
2) Semua pihak yang turut membantu penyusun dalam pembuatan resume ini baik
secara langsung maupun secara tidak langsung.
Penyusun mengharapkan semoga penyusunan resume dapat bermanfaat baik
bagi penyusun maupun bagi para pembaca. Aamiin.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iii
IDENTITAS BUKU.................................................................................. iv
.....................................................................................................................

BAB I RESUME BUKU........................................................................... 5


A. Pendahuluan............................................................................. 5
B. Hukum Ketenagakerjaan Bingkai Hubungan Industrial.......... 7
C. Komponen-komponen Hubungan Industrial............................ 8
D. Dasar Pengaturan Hubungan Kerja.......................................... 10
E. Collective Bargaining.............................................................. 11
F. Perselisihan Hubungan Industrial............................................ 12
G. Pemutusan Hubunga Kerja (PHK)........................................... 14
H. Hubungan Industrial Pancasila................................................. 14
I. International Labor Organization (ILO)................................. 15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 16

iii
IDENTITAS BUKU

Buku ini berjudul Hubungan Industrial di Indonesia Kamari –Kiwari dan Esok
Hari yang ditulis oleh Soeganda Priyatna. Buku ini bejumlah 157 halaman ditulis
pada tahun 2020. Buku ini menampilkan sejarah perkembangan dan praktik
Hubungan Industrial di Indonesia khususnya sebelum reformasi agar semua pihak
mendapatkan gambaran pengelolaan hubungan industrial di masa-masa itu untuk
perbandingan dengan sistem hubungan industrial terakhir, dengan harapan Pengusaha
dan Serikat Pekerja/Serikat buruh (bipartit) hendaknya tetap mengambil praktik yang
baik dari masa lalu.
Buku ini terdiri dari beberapa Bab yaitu :
BAB 1 Pendahuluan
BAB 2 Hukum Ketenagakerjaan Bingkai Hubungan Industrial
BAB 3 Komponen-komponen Hubungan Industrial
BAB 4 Dasar Pengaturan Hubungan Kerja
BAB 5 Collective Bargaining
BAB 6 Perselisihan Hubungan Industrial
BAB 7 Pemutusan Hubunga Kerja (PHK)
BAB 8 Hubungan Industrial Pancasila
BAB 9 International Labor Organization (ILO)

iv
BAB I

RESUME ISI BUKU

A. BAB 1 Pendahuluan

Hubungan Industrial yang dimana akan membahas pula mengenai


ketenagakerjaan serta bagaimana peran pemerintah diantara hak dan kewajiban antara
perusahaan dan buruh/serikat pekerja. Dimana menurut UU No. 13/2003 tentang
ketenagakerjaan pasal 1 angka 16, Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan
yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang
terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada
nilai nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Hal yang paling mendasar dalam Konsep Hubungan Industrial adalah Kemitra-
sejajaran antara Pekerja dan Pengusaha yang keduanya mempunyai kepentingan yang
sama, yaitu bersama-sama ingin meningkatkan taraf hidup dan mengembangkan
perusahaan. Hal yang paling mendasar dalam Konsep Hubungan Industrial adalah
Kemitra-sejajaran antara Pekerja dan Pengusaha yang keduanya mempunyai
kepentingan yang sama, yaitu bersama-sama ingin meningkatkan taraf hidup dan
mengembangkan perusahaan. Tumbuhnya Hubungan Industrial Sejalan dengan
perkembangan demokrasi yang merebak setelah Revolusi Perancis maka para pekerja
mulai bergabung dalam satuan-satuan organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip
demokrasi (hak berserikat). Perkembangan Pola Hubungan Industrial Di Indonesia
Sejak zaman penjajahan Belanda sampai dengan sesudah kemerdekaan, hubungan
industrial di Indonesia dapat dikatakan mengikuti pola Eropa Barat yang liberalistis,
bahkan Serikat Buruh menjadi "onderbouw" partai untuk memperjuangkan
kepentingan partai politik induk semangnya. Hubungan perburuhan diartikan sebagai
hubungan antara kelompok penerima upah (wage earners group), majikan (employer)
dan pemerintah. Dengan kata lain, hubungan perburuhan menitikberatkan
pandangannya pada buruh dalam wujudnya sebagai Serikat Buruh/Pekerja. =

5
6

B. BAB II Hukum Ketenagakerjaan Bingkai Hubungan Industrial.

Perkembangan Hukum Ketenagakerjaan khususnya di kita bukanlah


merupakan pertumbuhan dan negara perkembangan dari Undang-undang dan
peraturan-peraturan yang menyangkut perburuhan atau ketenagakerjaan. Di negara-
negara barat memang ada anggapan bahwa hukum itu hanya terdapat dalam undang-
undang sehingga timbul dalil "wet is recht". Unsur-unsur Ketenagakerjaan dari
perjanjian kerja meliputi adanya pekerjaan, upah, dan perintah, dan waktu tertentu.
Unsur waktu maksudnya adalah seorang pekerja bekerja untuk waktu yang telah
ditentukan atau untuk waktu yang tidak ditentukan. Waktu yang tidak ditentukan
bukan berarti buruh bekerja untuk selama-lamanya tetapi tetap dibatasi oleh suatu
waktu yang telah disepakati misalnya usia pensiun seorang pekerja/buruh. Unsur
pekerjaan adalah pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan
majikan asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang
berlaku. Unsur upah adalah adanya upah tertentu yang menjadi imbalan atas
pekerjaan yang dilakukan oleh Pekerja/Buruh. Sebagaimana telah diketengahkan
dalam Bab Pendahuluan, bahwa hubngan industrial adalah hubungan timbal balik
antara para pelaku dalam proses produksi yakni buruh, pengusaha dan pemerintah
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat
berupa norma-norma, kaidah-kaidah, atau peraturan-peraturan dan perundang-
undangan "Kumpulan peratutan-peraturan baik tertulis maupaun tidak tertulis yang
mengatur tata tertib dalam masyarakat dengan sanksi-sanksinya bila dilanggar"
(Simorangkir, 1972: 48) adalah hukum, dan hukum yang melingkupi semua aturan-
aturan ketenagakerjaan dapatlah kita katakan sebagai Hukum Ketenagakerjaan. Selain
daripada itu, perlu pula kita perhatikan bahwa perumusan tersebut di atas didasarkan
pada hukum yang berlaku yang dapat berlainan di berbagai negara.

C. BAB III Komponen-komponen Hubungan Industrial

Komponen pertama pekerja sebagai yang paling terpengaruh oleh sistem IR


yang lazim di suatu organisasi. Karyawan dengan berbagai karakteristik mereka,
seperti komitmen mereka terhadap pekerjaan dan organisasi, latar belakang
7

Pendidikan dan sosial mereka, sikap mereka terhadap manajemen dan sebagainya
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem IR.Umumnya, karyawan menganggap IR
sebagai sarana untuk meningkatkan kondisi kerja mereka, menyuarakan keluhan,
bertukar pandangan dan ide dengan manajemen dan berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan di dalam organisasi. Pengusaha adalah pihak kedua bagi IR.
Dalam organisasi perusahaan, pemberi kerja diwakili oleh manajemen. Oleh karena
itu, manajemen yang bertanggung jawab kepada berbagai stakeholder dalam suatu
organisasi termasuk karyawan. Peran pemerintah dalam hal hubungan industri telah
berubah seiring dengan perubahan lingkungan industri dan perspektif manajemen.
Misalnya, sampai abad ini pemerintah dimanapun di dunia mengadopsi kebijakan
laissez faire. Dalam realisasinya, intervensi pemerintah menjadi kenyataan. Saat ini,
intervensi pemerintah telah meluas dalam masalah SDM. Di india, pemerintah
berusaha mengatur hubungan pekerja dan atasan, dan juga mengawasi kedua
kelompok agar tetap sejalan. Hubungan industri ini di tegakan dan dipelihara melalui
pengadilan perburuhan, pengadilan industri, dewan yang melakukan pengupahan,
komite investigasi, penyelidikan dll.

D. BAB IV Dasar Pengaturan Hubungan Kerja

Hubungan kerja terjadi pada umumnya setelah ada perjanjian antara pekerja
dengan majikan, di mana buruh menyatakan kesanggupan untuk bekerja dengan
menerima upah dan majikan berkesanggupan untuk mempekerjakan buruh dengan
membayar upah. Perjanjian demikian disebut sebagai Perjanjian kerja, sering kita
mendapatkan kenyataan bahwa perjanjian kerja dibuat dalam bentuk tidak tertulis.
Contohnya seperti kuli- kuli bangunan dengan mandor ataupun dengan bouwheernya.
Atau seperti kita-kita sendiri dengan pembantu rumah tangga, Namun demikian,
dalam realitanya, perjanjian lisan seperti itupun efektif pula dalam mengatur hak dan
kewajiban masing- masing. Pada KUH Perdata Buku III Titel 7A misalnya, ada
perlindungan dengan empat tahap: 1) Ketentuan yang sifatnya mengatur. Berlaku bila
buruh dan majikan tidak membuat aturan sendiri (perjanjian sendiri). 2) Ketentuan
yang sifatnya memaksa. Artinya aturan itu tidak boleh dikesampingkan sekalipun ada
8

persetujuan dari kedua pihak, misalnya penggunaan buruh di bawah umur. Jika
penyimpangan itu terjadi maka dengan sendirinya persetujuan ataupun perjanjian itu
batal karena hukum. 3) Perlindungan yang sifatnya antara mengatur dan memaksa,
yaitu cara yang menetapkan bahwa penyimpangan dari ketentuan yang ada boleh
dilakukan asalkan dengan persetujuan atau perjanjian tertulis. 4) Perlindungan buruh
ataupun majikan akhirnya juga terletak pada Pengadilan.

E. BAB 5 Collective Bargaining

Collective Barganing adalah cara untuk mewujudkan keseimbangan hubungan


kerja dengan cara menetapkan kesepakatan antara Pekerja dan Pengusaha. Serikat
Pekerja memiliki peran utama untuk memperjuangkan hak-hak pekerja dengan
menerapkan Collective Bargaining, sehingga pada akhirnya akan memiliki peranan
untuk ikut serta menghasilkan kesepakatan.Prinsip independental Dalam suatu
collectice bargaining, baik sisi majikan maupun sisi buruh berada dalam kesetaraan.
Masing-masing pihak bebas dari pengaruh atau tekanan dari siapapun dan bebas pula
dalam menentukan pendapat dan keinginannya. Tujuan mencapai persetujuan Hal ini
merupakan jiwa dari suatu collective bargaining. Setiap kali suatu collective
bargaining diselenggarakan maka tujuan akhirnya adalah mencapai suatu persetujuan
tentang suatu hal. Suatu rapat konsultasi, walaupun dihadiri wakil-wakil buruh dan
majikan, bukanlah suatu collective bargaining. Oleh karena tujuan itulah maka setiap
kali diselenggarakan suatu CB, kedua pihak harus sudah mempersiapkan draft
masing- masing dan dari sanalah tawar-menawar dilakukan. Para pihak dalam
collective bargaining Seorang majikan saja dapat berhadapan dengan Serikat Buruh
dalam suatu perundingan.

F. BAB 6 Perselisihan Hubungan Industrial


Didalam Hubungan Industrial bisa terjadi perselisihan. Perselisihan Hubungan
Industrial menurut Undang- Undang Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial No 2 Tahun 2004 Pasal 1 angka 1 yaitu: “Perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau Serikat Pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan
9

pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar Serikat Pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan”.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial menyebutkan bahwa penyelesaian perselisihan antara pekerja
dengan pengusaha dapat dilakukan lewat pengadilan. Peyelesaian perselisihan
melalui jalur pegadilan telah diatur dalam system peradilan bahwa tenaga hakim
sudah ditambah degan hakim Ad-Hoc, yang proses litigasinya berjalan diperadilan
umum. Sistim peradilan di peradilan umum hanya terdiri dari 2 (dua) tingkat yakni,
penyelesaian perselisihan hubungan industrial di tingkat pertama dan tingkat kasasi
perubahan Ini secara nyata adalah mengganti system peradilan semu yang semula
perselisihan perburuhan di tangani P4D atau P4P yang diatur dalam Undang-Undang
No.22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. sistem ini
diharapkan lebih efektif agar dengan cara itu Hakim dalam peradilan hubungan
industrial sudah menerapkan aspek keadilan hukum terhadap kaum buruh maupun
pegusaha dan juga dapat di tempuh melalui jalur di luar pengadilan. Penyelesaian
lewat jalur di luar pengadilan dapat ditempuh melalui cara bipartit, mediasi, konsiliasi
dan arbitrase.

G. BAB 7 Pemutusan Hubunga Kerja (PHK)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja


karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja dan perusahaan/majikan. Artinya harus adanya hal/alasan tertentu yang
mendasari pengakhiran hubungan kerja ini. Dalam aturan perburuhan, alasan yang
mendasari PHK dapat ditemukan dalam pasal 154A ayat (1) UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) jo. Undang-undang No. 11 tahun 2020
tentang Cipta Kerja (UU 11/2021) dan peraturan pelaksananya yakni pasal 36
Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP
35/2021).
10

Ketentuan dalam aturan perburuhan Nasional pada prinsipnya mengenai PHK


menyatakan bahwa berbagai pihak dalam hal ini pengusaha, pekerja, serikat pekerja,
dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK (pasal 151 ayat (1) UU
13/2003 jo. pasal 37 ayat (1) PP 35/2021) Lebih lanjut PP 35/2021 pada Bab V,
khusus mengatur pemutusan hubungan kerja, dengan rincian:

1. Pasal 36 mengenai berbagai alasan yang mendasari terjadinya PHK. Alasan


PHK mendasari ditentukannya penghitungan hak akibat PHK yang bisa
didapatkan oleh pekerja.
2. Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 mengenai Tata Cara Pemutusan Hubungan
Kerja sejak tahap pemberitahuan PHK disampaikan hingga proses PHK di
dalam perusahaan dijalankan. Lebih lanjut bila PHK tidak mencapai
kesepakatan tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Pasal 40 sampai dengan Pasal 59 mengenai Hak Akibat Pemutusan Hubungan
Kerja yakni berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang
penggantian hak, dan uang pisah. Penghitungannya berdasarkan alasan/dasar
dijatuhkannya PHK.

H. BAB 8 Hubungan Industrial Pancasila

Hubungan Industrial Pancasila adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk


antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yaitu pekerja, pengusaha
dan pemerintah yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari
ideologi negara Indonesia. Sistem hubungan industrial Pancasila' merupakan konsep
mengenai bentuk hubungan kerja yang dianggap mampu menjamin kepentingan
aktor-aktor yang terlibat yaitu pekerja dan pengusaha , dan dianggap mampu
menjamin stabilitas pembangunan nasional, melalui industrial peace. Hubungan
Industrial terbentuk dengan mengacu pada landasan falsafah bangsa dan negara, yang
kerena setiap bangsa dan negara mempunyai falsafah yang berbeda maka system
11

hubungan industrialnya pun cenderung berbeda antara satu negara dengan negara
lainnya. Indonesia dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa dan negara, hubungan
industrialpun mengacu pada Pancasila, karenanya hubungan industrial di Indonesia
lebih dikenal dengan nama Hubungan Industrial Pancasila. Dengan bersumberkan
Pancasila sebagai landasan filosofis, maka secara normative segala aturan hukum
yang mengatur Hubungan Industrial Pancasila, berupa hukum dasar (UUD 1945),
juga Peraturan Perundang-undangan lainnya adalah pengimplementasian dari nilai-
nilai Pancasila.Karenannya secara normative hukum yang mengatur hubungan
industrial di Indonesia haruslah senantiasa dikontrol keserasiannya dengan nilai-nilai
Pancasila. Keselamatan kerja, kesehatan, makan dan fasilatas lainnya. Oleh karena
Pancasila merupakan totalitas (CSIS, Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila.
Cetakan V, Jakarta, halaman 26.), di mana tiap-tiap sila dari Pancasila harus menjiwai
dan dijiwai oleh ke-empat sila lainnya maka kelima sila dari Pancasila itu harus
tercermin serta memancar ke semua pihak yang tersangkut dalam proses produksi itu,
yakni buruh, pengusaha, dan pemerintah yang mewakili kepentingan umum. Setiap
pola berpikir, langkah-langkah dan tindakan dari masing-masing pihak yang
bersangkutan dalam proses produksi harus disesuaikan dengan hakikat serta makna
kelima sila Pancasila dan azas.

I. BAB 9 International Labor Organization (ILO)

Dunia perburuhan atau ketenagakerjaan di Indonesia mengalami perubahan


besar seiring dengan perubahan politik dan ekonomi. Perubahan ketenagakerjaan
didorong oleh adanya reformasi dan kesepakatan Negara-negara anggota organisasi
ketenagakerjaan internasional (ILO) untuk menerapkan konvensi-konvensi dasar
organisasi tersebut. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang
terbentuk antar pra pelaku dalam proses produksi barang atau jasa, yang terdiri atas
pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Sedangkan hubungan kerja adalah
hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berdasar perjanjian kerja yang
mempunyai unsure pekerjaan, upah dan perintah.Organisasi Perburuhan Internasional
atau ILO adalah Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terus berupaya
12

mendorong terciptanya peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh


pekerjaan yang layak dan produktif. Secara bebas, adil, aman dan bermartabat.
Tujuan utama ILO adalah mempromosikan hak-hak di tempat kerja, mendorong
terciptanya peluang kerja yang layak, meningkatkan perlindungan sosial serta
memperkuat dialog untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan
dunia kerja.

yang terus berupaya mendorong terciptanya


peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk
memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif
secara bebas, adil, aman dan bermartabat. Tujuan
utama ILO adalah mempromosikan hak-hak di
tempat kerja, mendorong terciptanya peluang
kerja yang layak, meningkatkan perlindungan
sosial serta memperkuat dialog untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang terkait dengan
dunia kerja.
ILO adalah satu-satunya badan “tripartit” PBB yang
mengundang perwakilan pemerintah, pengusaha
dan pekerja untuk bersama-sama menyusun
kebijakan-kebijakan dan program-program.
ILO adalah badan global yang bertanggungjawab
untuk menyusun dan mengawasi standar-standar
ketenagakerjaan internasional. Bekerjasama
dengan 181 negara anggotanya, ILO berupaya
memastikan bahwa standar-standar ketenagakerjaan
ini dihormati baik secara prinsip maupun
praktiknya.

Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO


adalah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
yang terus berupaya mendorong terciptanya
peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk
memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif
secara bebas, adil, aman dan bermartabat. Tujuan
utama ILO adalah mempromosikan hak-hak di
tempat kerja, mendorong terciptanya peluang
kerja yang layak, meningkatkan perlindungan
sosial serta memperkuat dialog untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang terkait dengan
dunia kerja.
ILO adalah satu-satunya badan “tripartit” PBB yang
mengundang perwakilan pemerintah, pengusaha
dan pekerja untuk bers
DAFTAR PUSTAKA
13

Priyatna, Soeganda. (2020). Hubungan Industrial di Indonesia Kamari, Kiwari dan


Esok Hari. CV. Media Jaya Abadi : Bandung.

Anda mungkin juga menyukai