Anda di halaman 1dari 9

SISTEM PENGUPAHAN BURUH

YANG BERKEADILAN

HASIL ANALISIS

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Hukum Industrial

Dosen Pengampu:
Dr. Sukendar, SH.,M.H.

Disusun Oleh:
Jery Munajat NIM. 41038100214009
Bilal Sawoka NIM. 41038100200005
Andri NIM. 41038100214006
Budi Aji Saptiaji NIM. 41038100214003

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2022

1
SISTEM PENGUPAHAN MINIMUM BURUH YANG
BERKEADILAN: TINJAUAN UUD 1945

Jeri Munajat1 Bilal Sawoka2 Andri3 Budi Aji Saptiaji4


Program Studi Magister Ilmu Hukum, Universitas Islam Nusantara
email:

Abstract : The purpose of this research is to find out the development of the labor
wage system in Indonesia, and its relation to the 1945 Constitution article 27 UU
2. The main issue of the employment relationship is wages, monetary
compensation given by the employer to workers in an employment relationship
which is regulated in the employment agreement. Basically, payment of wages
from employers to workers must consider three aspects, namely technical,
economic and legal. These three aspects are interrelated with each other and in
practice nothing can be omitted. This study uses the method of literature study. As
an approach, this method is intended to collect materials, data, and all
information related to wages. The results of this literature study conclude that
there is a significant importance of the forced wage system at the national level. A
wage fixing system is needed to ensure that the wages paid by workers are above
the subsistence minimum wage. Regulating wages through the national wage
system also aims to improve the welfare of the workforce, increase productivity,
and seek equal distribution of income in order to create social welfare.

Keywords: Wages System, Labor, Community Welfare

Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan


sistem pengupahan buruh di Indonesia, dan kaitannya dengan UUD 1945 pasal 27
UU 2. Isu utama dari hubungan kerja adalah upah, kompensasi uang yang
diberikan oleh pemberi kerja kepada pekerja dalam hubungan kerja yang diatur
dalam perjanjian kerja. Pada dasarnya pembayaran upah dari pemberi kerja
kepada pekerja harus mempertimbangkan tiga aspek yaitu teknis, ekonomis, dan
legal. Ketiga aspek tersebut saling terkait satu sama lain dan dalam
pelaksanaannya tidak ada yang dapat dihilangkan. Penelitian ini menggunakan
metode studi literatur. Sebagai suatu pendekatan, metode ini dimaksudkan untuk
mengumpulkan bahan, data, dan segala informasi yang berkaitan dengan
pengupahan. Hasil studi literatur ini menyimpulkan bahwa ada kepentingan yang
signifikan dari sistem pengupahan yang dipaksakan di tingkat nasional. Sistem
penetapan upah diperlukan untuk memastikan upah yang dibayarkan pekerja
berada di atas upah minimum subsisten. Pengaturan pengupahan melalui sistem
pengupahan nasional juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga
kerja, meningkatkan produktivitas, dan mengupayakan pemerataan pendapatan
guna terciptanya kesejahteraan masyarakat.

Kata kunci: Sistem Pengupahan, Buruh, Kesejahteraan Masyarakat


PENDADULUAN

Sistem pengupahan minimum buruh telah menjadi isu yang penting dalam
masalah ketenagakerjaan di beberapa negara baik maju maupun berkembang.
Sasaran dari kebijakan upah ini adalah untuk menutupi kebutuhan hidup minimum
dari pekerja dan keluarganya. Dengan demikian, kebijakan upah minimum adalah
untuk (a) menjamin penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu
tingkat tertentu, (b) meningkatkan produktivitas pekerja, (c) mengembangkan dan
meningkatkan perusahaan dengan cara-cara produksi yang lebih efisien 1
Kebijakan upah minimum di Indonesia sendiri pertama kali diterapkan pada
awal tahun 1970an. Meskipun demikian, pelaksanaannya tidak efektif pada tahun-
tahun tersebut.2 Pemerintah Indonesia baru mulai memberikan perhatian lebih
terhadap pelaksanaan kebijakan upah minimum pada akhir tahun 1980an. Hal ini
terutama disebabkan adanya tekanan dari dunia internasional sehubungan dengan
isu-isu tentang pelanggaran standar ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia. Di
masa tersebut, sebuah organisasi perdagangan Amerika Serikat (AFL-CIO) dan
beberapa aktivis hak asasi manusia mengajukan keberatan terhadap sebuah
perusahaan multinasional Amerika Serikat beroperasi di Indonesia yang diduga
memberikan upah yang sangat rendah dan kondisi lingkungan pekerjaan yang
berada dibawah standar.3 Sebagai hasilnya, kondisi ini memaksa pemerintah
Indonesia pada waktu itu untuk memberikan perhatian lebih terhadap kebijakan
upah minimumnya dengan menaikkan upah minimum sampai dengan tiga kali
lipat dalam nilai nominalnya (dua kali lipat dalam nilai riil).
Pada awalnya kebijakan upah minimum ditetapkan berdasarkan besaran
biaya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Dalam perkembangannya kemudian,
dalam era otonomi daerah, dalam menentukan besaran tingkat upah minimum
beberapa pertimbangannya adalah: (a) biaya Kebutuhan Hidup Minimum (KHM),
(b) Indeks Harga Konsumen (IHK), (c) tingkat upah mini-mum antar daerah, (d)
kemampuan, pertumbuhan, dan keberlangsungan perusahaan, (e) kondisi pasar
kerja, dan (f) pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita.
Dengan berbagai kondisi empiris dan penjelasan tentang implementasi dari
kebijakan upah minimum diatas, sebenarnya segala produk hukum termasuk
kebijakannya tidak boleh melenceng dari prinsip dasar hukum yaitu Undang-
Undang Dasar 1945. Demikian pula dengan kebijakan upah minimum harus
mengacu pada UUD tersebut yang secara jelas dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2

1
Fuady, Munir, 2013, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana, Jakarta.
Damanik, Sehat, 2006, Outsourcing & Perjanjian Perusahaan", Ragam Jurnal Pengembangan
Kerja Menurut UU No.13 Tentang Humaniora, Vol. 12, No. 3, 2012. Kusuma, Eri Hendro,
"Hubungan Antara Moral dan Ketenagakerjaan, DSSPublishing, Jakarta.
2
Suryahadi, A., Widyanti, W., Perwira, D., Sumarto, S. (2003), “Minimum Wage Policy and Its
Im-pact on Employment in the Urban Formal Sector”. Bulletin of Indonesian Economic Stud-ies,
39(1), 29-50.
3
Ibid, hlm 53
dikatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan
yang layak. Pekerjaan dan penghidupan yang layak tersebutlah yang seharusnya
dijadikan standar baku bagi penetapan upah minimum. Meskipun demikian,
disamping penghidupan yang layak bagi pekerja beberapa perhitungan perlu
dilakukan dalam menentukan tingkat upah minimum, seperti misalnya menjaga
produktivitas usaha dan keberlanjutan kondisi ekonomi nasional dan daerah.4
Dengan kata lain, kebijakan upah minimum harus ditetapkan untuk
meningkatkan kehidupan yang layak khususnya bagi para pekerja tetapi juga
tanpa merugikan kelangsungan hidup perusahaan yang bisa mengancam
keberlanjutan kondisi ekonomi dan produktivitas nasional (dan daerah). Penelitian
ini mengkaji sejauh mana kebijakan upah minimum berusaha memenuhi kedua
kepentingan tersebut tetapi tetap sesuai dengan UUD 1945 khususnya pasal 27.
Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1). Bagaimana perkembangan dari
pelaksanaan sistem pengupaha di Indonesia dan 2). Bagaimana pelaksanaan
kebijakan upah minimum dikaitkan dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2?

METODE
Metode penelitian ini menggunakan metode studi pustaka atau penelitian
sastra yaitu Berisi teori teori yang berkaitan dengan masalah penelitian. Studu
pustaka atau penelitian sastra merupakan kegiatan wajib Dalam penelitian,
khususnya penelitian akademik, tujuan utamanya adalah Pengembangan manfaat
teoritis dan praktis, “Penelitian sastra merupakan suatu teknologi yang
mengumpulkan data dengan mempelajari buku, dokumen, catatan, dan laporan
yang berkaitan dengan pemecahan masalah.” Strauss dan Corbin (2009)
Penelitian sastra adalah melakukan penelitian melalui penelitian dan
membaca literatur yang berkaitan dengan objek penelitian. Oleh karena itu dengan
meng-gunakan metode penelitian ini penulis dapat Mudah untuk memecahkan
masalah yang akan dipelajari.

PEMBAHASAN
Kebijakan upah minimum di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada awal tahun
1970an.5 Meskipun sudah memiliki sejarah yang cukup panjang, implementasi
dari kebijakan upah minimum ini tidak begitu efektif pada awal-awal pelaksanaan.
Dalam periode tersebut upah minimum ditetapkan jauh berada dibawah tingkat
keseimbangan upah menunjukkan bahwa upah minimum tidak mengikat bagi

4
Hauten. Gupron Van, et al. "Perencanaan Upah Intensif Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan
Dan Meningkatkan Hasil Produksi Yang Optimal Di PD. Panduan Ilahi", Jurnal
5
Rama, M. (2001), “The Consequences of Doubling the Minimum Wage: The Case of
Indonesia”.Industrial and Labor Relations Review, 54(4), 864-881.
sebagian besar pekerja.6 Lebih lanjut, Sugiyarto dan Endriga menegaskan bahwa
upah mini-mum di Indonesia relatif tidak dipaksakan dan digunakan hanya
sebagai tujuan yang bersifat simbolis.
Kebijakan upah minimum mulai digunakan sebagai instrument yang penting
bagi kebijakan pasar tenaga kerja oleh pemerintah Indonesia pada akhir tahun
1980an. Hal ini berawal dari adanya tekanan internasional sehubungan dengan
pelanggaran terhadap standart kerja Internasional di Indonesia pada saat itu,
secara khusus pada sector-sektor usaha yang berorientasi ekspor. Secara lebih
spesifik, sebuah perusahaan multinasional terkenal milik Amerika Serikat yang
beroperasi di Indonesia pada waktu itu diprotes oleh sebuah organisasi persatuan
perdagangan Amerika Serikat (AFL-CIO) dan juga oleh beberapa aktivis hak
asasi manusia internasional akibat penetapan upah yang rendah dan kondisi kerja
yang buruk.7 Dalam kasus ini, tekanan internasional telah memaksakan untuk
terciptanya sebuah klausa sosial yang disebut juga dengan General Scheme
Preferences (GSP) yang mana berisi penolakan atas produk dari negara yang
sedang berkembang, termasuk Indo-nesia, dimana standar kerjanya masih berada
di bawah standar yang diakui secara internasional.
Dalam prakteknya, kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia untuk mau
tidak mau menjadi lebih perhatian terhadap kebijakan ketenagakerjaan mereka,
termasuk didalamnya kebijakan upah minimum. Hal ini dilakukan dengan cara
menaikkan upah minimum tiga kali lipat secara nominal (atau dua kali lipat secara
riil) pada akhir tahun 1980an agar sejalan dengan biaya Kebutuhan Fisik
Minimum (KFM). KFM sendiri diukur oleh biaya dari paket konsumsi mini-mum,
termasuk didalamnya makanan, perumahan, pakaian, dan beberapa jenis barang
yang lain untuk pekerja lajang dalam satu bulan.8
Adapun Kebutuhan Fisik Minimum seorang pekerja dihitung dari kebutuhan
minimum pekerja untuk kalori, protein, vitamin dan mineral lainnya. Dengan kata
lain KFM adalah kebutuhan minimum pekerja yang dibutuhkan selama satu bulan
berkaitan dengan kondisi fisiknya dalam melakukan pekerjaan. Secara rinci
kebutuhan fisik minimum pekerja adalah sebagai berikut:
1. KFM untuk Pekerja Lajang, yaitu 2600 kalori per hari.
2. KFM (K-0) untuk Pekerja dengan istri tanpa anak, yaitu 4800 kalori per
hari.
3. KFM (K-1) untuk Pekerja dengan istri dan satu orang anak yaitu 6700
kalori per hari.

6
Kartasapoetra, G. A.G. Kartasapoetra, dan R.G. Kartasapoetra. 1986. Hukum Perburuhan di
Indonesia Berdasarkan Pancasila. Jakarta: Bina Aksara.
7
Gall, G. (1998), “The Development of the Indonesian Labour Movement”. International Journal
of Human Resources Management, 9(2), 359-376.
8
Ady. “Permenaker Upah Minimum Dinilai Diskriminatif Membedakan Upah Minimum Untuk
Pekerja dan Industri Padat Karya,” http://www.hukumonlinecom/berita/baca/lt52650a8f62a4b/
permenakerupah-minimum-dinilai-diskriminatif, diakses tanggal 18 Desember 2013.
4. KFM (K-2) untuk Pekerja dengan istri dan dua orang anak yaitu 8100
kalori per hari.
5. KFM (K-3) untuk Pekerja dengan istri dan tiga orang anak yaitu 10.000
kalori per hari
Dalam undang-undang , ketentuan upah minimum wajib dipatuhi oleh semua
perusahaan, padahal kemampuan dan kondisi perusahaan berbeda-beda mulai dari
golongan perusahaan mikro, perusahaan kecil, perusahaan menengah dan
perusahaan besar. Hal ini akan berpengaruh terhadap kepatahan perusahaan pada
ketentuan upah minimum.
Berangkat dari teori keadilan John Rawls, yang mengatakan:"
Ketimpangan sosial dan ekonomi mesti diatur sedemikian rupa sehingga dapat
diharapkan memberikan keuntungan semua orang pengaturan yang sedemikian
rupa itu artinya harus ada keseimbangan kepentingan pekerja dengan pengusaha
yang dimuat dalam perundang 1. Konsep Pengaturan Upah Dalam Hukum
undangan. Kepentingan pekerja adalah terpenuhi Positif Indonesia Ditinjau dari
Prinsip kebutuhan hidup dirinya beserta keluarganya secara layak. Sedangkan
kepentingan pengusaha adalah kelangsungan usaha dari perusahaan agar dapat
berjalan terus. Dengan demikian, dikatakan bahwa keadilan sosial itu sebaiknya
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau dengan kata lain
hukum positif itu harus memperhatikan keadilan.9
Kebijakan pengupahan untuk melindungi pekerja sebagaimana telah diatur
pada Pasal 88 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak mengatur
perlindungan upah pekerjakontrak.pekerja outsourcing, pekerja harian, serta
pekerja sektor informal yang rentan akan adanya pengangguran. Padahal, sesuai
dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Mamasia
(DUHAM) dinyatakan bahwa: "Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak
dengan bebas memilih pekerjaan. berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil
dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran." Di
samping itu ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur kadaluarsa penuntutan upah adalah 2 tahun. Pasal ini
sudah di pudicial review dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 100/PUU-
X/2013 sehingga pasal tersebut tidak mengikat lagi. Dari keputusan tersebut dapat
diketahui bahwa keadilan lebih diutamakan dari kepastian hukum.10
Pembuat undang-undang memerlukan asas hukum sebagai pedoman
membuat substansi undang-undang yang disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat hubungan industrial yaitu pekerja dan pengusaha. Paul Scholten
sebagaimana dikutip Yuliandri memberikan definisi asas hukum: pikiran-pikiran
dasar yang terdapat di dalam dan dibelakang system hukum masing-masing
dirumuskon dalam aturan perundang-undangan dan putusan putusan hakim, yang
9
SMERU (2003), “Penerapan Upah Minimum di Jabotabek dan Bandung”. Technical Report.
10
Feridhanusetyawan, T. And Gaduh, A. B. (2000), “Indonesia’s Labor Market During the
Crisis:Empirical Evidence from Sakernas 1997-1999". The Indonesian Quarterly, 28(3), 295-315.
berkenaan dengannya ketentuan ketentuan dan keputusan keputusan individual
dapat dipandang sebagai penjabarannya. Menurut Muhammad Syaifuddin, asal-
asas hukum berfungsi sebagai pedoman filosofis atau arahan orientasi bagi
pembentukan norma-norma hukum positif dan pedoman dalam penyelesaian
kasus-kasus (hudkum) yang rumit dengan pendekatan interpretasi terhadap aturan-
atuan hukum positif yang ada." Dilihat dari fungsinya, asas hukum itu abstrak dan
kemudian akan diaplikasi secara dogmatis dalam peraturan perundang-undangan.
Di samping asas-asas hukum secara umum, diperlukan juga asas-asas hukum
secara khusus bidang pengupahan.11
Maria Farida mengatakan "Norma hukum dapat dibentuk secara tertulis
maupun tidak tertulis oleh lembaga-lembaga yang berwenang membentuknya,
sedangkan norma moral, adat, dan lainnya terjadi secara tidak tertulis, tumbuh dan
berkembang dari kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Baik hukum
tertulis maupun tidak tertulis yang menyangkut kemanusiaan harus membutuhkan
moralitas hukum, sebab moral itu tolak ukur yang menilai suatu perbuatan mana
yang baik dan mana yang tidak haik menurut naluri manusia. Perbuatan baik tentu
akan menguntungkan dini orang yang diatur atau pelaku dan tidak mengganggu
kepentingan orang lain atau makhluk lain. Perbuatan yang tidak baik akan
merugikan diri pelaku atau orang lain.12
Pembentuk peraturan pengupahan harus menyadari bahwa upah adalah
sumber penghasilan bagi pekerja dan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Upah layak harus diwujudkan dan dilindungi. sedangkan politik upah
murah sangat tidak adil karena akan merugikan pekerja. Pembuat peraturan
perundang-undangan harus memperhatikan moralitas dalam proses pembentukan
Peraturan Perundang undangan Asas "keterbukaan sangat penting dalam proses
pembuatan peraturan perundang-undangan agar prinsip keadilan bisa terwujud
Stakeholder yang terkait adalah pekerja yang diwakilkan kepada serikat pekerja,
pengusaha yang diwakilkan oleh organisasi pengusaha, dan pemerintah harus
dilibatkan di samping legislator sebagai lembaga pembentuk Peraturan Perundang
undangan di Indonesia. Berbagai gagasan dari berapa pihak akan menambah
wawasan dan analisis kebutuhan masyarakat yang perlu diberikan solusi melalui
norma hukum.

SIMPULAN

11
Rawls, John, Penerjemah Uzair dan Hen Agama dengan Hukum", Jurnal Pendidikan Prasetyo,
2006, A Theory Of Justice Teari Pancasila, Vol. 28, No. 2, Agustus 2016 Keadilan, Dasar-dasar
Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, Cetakan 1. Pustaka
Pelajar. Yoyakarta.
12
Farida, Maria, 2007, Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius,
Yogyakarta
Berdasarkan pembahasan yang telah diurai kan terdahulu, maka dapat
disimpulkan bahwa Pertama, Kebijakan upah minimum telah mengalami berbagai
perubahan baik sebelum maupun setelah otonomi daerah. Sebelum otonomi
daerah pemerintah pusat menetapkan tingkat upah mini-mum setiap propinsi
didasarkan pada rekomendasi dari pemerintah daerah (propinsi). Sedangkan
setelah otonomi daerah yang diimplementasikan pada tahun 2001, pemerintah
daerah memiliki kebebasan dalam menentukan tingkat upah minimumnya.
Pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 yang tidak melibatkan
lembaga Tripatit Nasional, sehinga dirasakan tidak adil bagi pihak pekerja.
Konsep pengaturan upah dalam hukum positif Indonesia masih ditemukan adanya
ketentuan yang tidak memperhatikan keadilan yaitu ketentuan Pasal 88 ayat (2)
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 yang tidak memberikan perlindungan
upah bagi pekerja kontrak, pekerja outsoursing, pekerja sektor informal, dan
ketentuan Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2015 yang
tidak memperhatikan KHL, tiap tahun untuk menentukan UMP Tidak adanya
pengaturan sanksi hukum untuk pemenuhan kewajiban yang telah dilalaikan oleh
pihak pelanggar ketentuan upah.Pelaksanaan kebijakan upah minimum sesuai
dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2 tentang penghidupan yang layak, setidaknya
harus memuat beberapa hal yang harus dilakukan. Hal tersebut diantaranya adalah
memasukan kebutuhan hidup layak sebagai komponen penentuan upah minimum.
Selanjutnya diperlukannya suatu upaya yang transparan dan sosialisasi secara
intens mengenai pemberian tunjangan dalam upah minimum. Selain itu harus
adanya kejelasan mengenai status pekerja yang dilindungi dalam kebijakan upah
minimum. Terakhir adalah penegakan dan pemberian sanksi yang tegas bagi
perusahaan yang tidak menerapkan kebijakan upah minimum yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Farida, Maria, 2007, Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi
Muatan, Kanisius, Yogyakarta
Feridhanusetyawan, T. And Gaduh, A. B. (2000), “Indonesia’s Labor Market
During the Crisis:Empirical Evidence from Sakernas 1997-1999". The
Indonesian Quarterly, 28(3), 295-315.
Fuady, Munir, 2013, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana,
Jakarta. Damanik, Sehat, 2006, Outsourcing & Perjanjian Perusahaan",
Ragam Jurnal Pengembangan Kerja Menurut UU No.13 Tentang
Humaniora, Vol. 12, No. 3, 2012. Kusuma, Eri Hendro, "Hubungan
Antara Moral dan Ketenagakerjaan, DSSPublishing, Jakarta.
Gall, G. (1998), “The Development of the Indonesian Labour Movement”.
International Journal of Human Resources Management, 9(2), 359-376.
Hasan, Firman, 2011. "Konvensi ILO185: Perlindungan Untuk TKI dan Pelaut
Indonesia di Luar Negeri, Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa, Vol. 19,
No. 3, September 2011, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin,
Makasar.
Hauten. Gupron Van, et al. "Perencanaan Upah Intensif Untuk Meningkatkan
Kinerja Karyawan Dan Meningkatkan Hasil Produksi Yang Optimal Di
PD. Panduan Ilahi", Jurnal
Kartasapoetra, G. A.G. Kartasapoetra, dan R.G. Kartasapoetra. 1986. Hukum
Perburuhan di Indonesia Berdasarkan Pancasila. Jakarta: Bina Aksara.
Luthan. Salman, "Dialektika Hukum dan Moral dalam Perspektif Filsafat
Hokum", Jurnal Hukum his Quita lustum, Vol. 19, No.4. Oktober 2012
Suadamara, "Hukum dan Moral". Jurnal Hukum Pro Justitia, Vol. 24,
No. 3, 2006
Rama, M. (2001), “The Consequences of Doubling the Minimum Wage: The Case
of Indonesia”.Industrial and Labor Relations Review, 54(4), 864-881.
Rawls, John, Penerjemah Uzair dan Hen Agama dengan Hukum", Jurnal
Pendidikan Prasetyo, 2006, A Theory Of Justice Teari Pancasila, Vol. 28,
No. 2, Agustus 2016 Keadilan, Dasar-dasar Filsafat Politik Untuk
Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, Cetakan 1. Pustaka
Pelajar. Yoyakarta.
Riyanto, Astım, 2010, Filsafat Hukum. Yapemdo.Bandung. Satoto, Sukamto,
2014, Pengaturan Eksistensi dan Fungsi Badan Kepegawaian Negara,
cetakan kedua, Hanggar Keraton, Yogyakarta. Uwiyono, Aloysius, et al.,
2014, Asas-asas Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suryahadi, A., Widyanti, W., Perwira, D., Sumarto, S. (2003), “Minimum Wage
Policy and Its Im-pact on Employment in the Urban Formal Sector”.
Bulletin of Indonesian Economic Stud-ies, 39(1), 29-50.
Rawls, John, Penerjemah Uzair dan Hen Agama dengan Hukum", Jurnal
Pendidikan Prasetyo, 2006, A Theory Of Justice Teari Pancasila, Vol. 28,
No. 2, Agustus 2016 Keadilan, Dasar-dasar Filsafat Politik Untuk
Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, Cetakan 1. Pustaka
Pelajar. Yoyakarta.
SMERU (2003), “Penerapan Upah Minimum di Jabotabek dan Bandung”.
Technical Report.
Yusup, Mohamad, et al. "Kajian Terhadap Pengaturan Outsourcing Pasca Panasan
Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/ 2011", Jurnal Penelitian Hukum
Gajah Mada, Vol. 1, No. 1, 2012.

Anda mungkin juga menyukai