Anda di halaman 1dari 10

PENELITIAN HUKUM

PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP BURUH NON


PERUSAHAAN DI INDONESIA

PEMBIMBING: Dr. USWATUN HASANAH, S.H, M.HUM

DISUSUN OLEH: NAZATUL INAYAH (210111100328)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2023/2024
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk meningkatkan standar hidup dan kesejahteraan atau keluarga harus melakukan
upaya, yaitu bekerja. Melalui bekerja, seseorang telah mengarahkan tenaga dan pikirannya ke dalam
suatu bentuk kegiatan yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan. Atas hasil pekerjaannya
mereka mendapat imbalan atau gaji yang mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.1
Dari semua permasalahan yang terdapat dalam ketanagakerjaan yang paling dominan dan subtansi
adalah upah, upah adalah hak bekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja. Untuk mewujudkan penghasilan yang
memenuhi kehidupan yang layak bagi kemanusiaan pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan
yang melindungi pekerja atau buruh.2
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang
harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja ini terjadi antara
pekerja/buruh dengan pemberi kerja yang sifatnya individual. Para pekerja/buruh mempunyai hak
untuk membentuk suatu organisasi pekerja bagi kepentingan para pekerja/buruh tersebut sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.3
Unsur hubungan kerja antara lain ada perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban
para pihak. Prinsip yang paling menonjol dalam perjanjian kerja, yaitu adanya keterikatan seorang
pekerja/buruh kepada pihak lain (pengusaha/pemberi kerja) untuk bekerja di bawah perintah selama
suatu waktu yang telah disepakati dengan menerima upah. Unsur yang berikutnya adalah adanya
pekerjaan. Pekerjaan merupakan salah satu unsur objektif dari perjanjian kerja. Adanya pekerjaan
sebagai syarat objektif dari perjanjian kerja sehingga menjadi faktor paling utama timbulnya
perjanjian kerja. Unsur lainnya adanya perintah, yang artinya hak pengusaha dan merupakan
kewajiban pekerja untuk melaksanakan pekerjaan seperti yang diinginkan pengusaha, dan merupakan
bagian akhir dari unsurunsur hubungan kerja setelah adanya upah. Di sinilah letak strategisnya posisi
pengusaha dan ia memiliki bargaining position cukup kuat dibanding posisi pekerja/buruh. Pengusaha
berhak memberikan perintah kepada pekerja/buruhnya sesuai dengan kebutuhan operasional
perusahaannya sehingga pekerja/buruh mengikatan diri pada pengusaha untuk bekerja di bawah
perintah pengusaha.4
1
Arrista Trimaya, “Pemberlakuan Upah Minimum Dalam Sistem Pengupahan Nasional Untuk Meningkatkan Kesejahteraan
Tenaga Kerja”, Juni 2014
2
Pasal 88 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
3
Budiyono, “Penetapan Upah Minimum Dalam Kaitannya Dengan Upaya Perlindungan Bagi Pekerja Atau Buruh Dan
Perkembangan Perusahaan” Semarang 2007
4
Ibid, h.40

1
Menurut pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan definisi
perusahaan adalah:
1. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
2. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan
orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Dari pengertian di atas menegaskan bahwa perusahaan adalah suatu organisasi bisnis yang bertujuan
untuk meningkatan nilai perusahaan, yang salah satu tujuannya adalah untuk memperoleh laba. Tidak
hanya ingin memperoleh laba, perusahaan juga menyediakan kebutuhan masyarakat dengan membuat
berbagai produk barang dan/atau jasa agar dapat menjalankan fungsi secara terus menerus dengan
baik, maka perusahaan dituntut untuk dapat menjaga dan memelihara kelangsungan usahanya agar
dapat terus stabil dan berkembang.5

Berbeda dengan buruh kuli bangunan yang di kampung, mereka tidak ada atasan maupun bagian
dari Perusahaan, mereka hanya bekerja sebagai kuli bangunan nonPerusahaan yang di bayar perhari.
Profesi tersebut adalah tanggung jawab masing-masing. Apabila terjadi kecelakaan kerja mereka yang
membayar dengan uang sendiri tanpa tanggung jawab orang lain. Upah buruh nonPerusahaan
terbilang sedikit dengan upah buruh Perusahaan. Banyak Masyarakat yang kurang setuju mereka
menginginkan gaji yang sama rata atau lebih tinggi dari gaji sebelumnya.

Pasal 90 ayat (1), Pasal 91 ayat (1) dan ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Pasal 90 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan menyatakan, “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89”. Kemudian Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
menyatakan, “Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan
yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Terakhir, Pasal 91 ayat (2) UU
Ketenagakerjaan menyatakan, “Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih
rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi
hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku”. Dalam pasal tersebut hanya melindungi pekerja/buruh yang bekerja untuk
Perusahaan sedangkan non perusahaan seperti kuli bangunan merasa dirugikan akibat pasal tersebut.

1.1 Rumusan Masalah

5
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga, Skripsi

2
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam penelitia ini dapat di tarik rumusan pokok
permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan pembagian pengupahan buruh Perusahaan dengan buruh nonPerusahaan
seperti kuli bangunan?

2. Apakah pekerja/buruh yang tidak bekerja di Perusahaan bisa mendapatkan pengaturan pengupahan
lebih setara?

3. Apakah upah pekerja/buruh nonPerusahaan yang tidak setara dapat menyebabkan


memperburuknya perekonomian Masyarakat?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang da perumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan
sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme pembagian upah buruh
Perusahaan dan nonPerusahaan.

2. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pekerja/buruh nonPerusahaan agar bisa mendapatkan
pengaturan pengupahan yang lebih setara atau lebih tinggi.

3. Penelitian ini bertujuan untuk memahami upah pekerja/buruh agar lebih setara atau lebih tinggi
dan dapat meningkatkan perekonomian Masyarakat.

1.4 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai manfaat
sebagai berikut:

1.4.1 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang perbedaan
pembagian sistem pengupahan pekerja/buruh nonPerusahaan dan pekerja/buruh Perusahaan
yang tidak setara.

1.4.2 Bagi pemerintah

Hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah agar lebih di perbaiki
kebijakan dalam sistem pengupahan tenaga kerja di Indonesia.

3
1.4.3 Bagi Pendidikan

Hasil penelitian ini sebagai sumber pemikiran dan dapat memberikan solusi bagi
mahasiswa dan juga dapat dijadikan penerapan acuan dalam hukum ketenagakerjaan.

1.4.4 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dijadikan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan matakuliah
wajib Metode Penelitian dan Penulisan Hukum.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian ini merupakan faktor penting dalam penulisan sebuah penelitian hukum untuk
dapat mengembangkan, menguji kebenaran serta menjalankan prosedur yang benar sehingga
menghasilkan penelitian yang sempurna.

1.6 Pendekatan Penelitian

Suatu penelitian hukum dimulai dengan melakukan penelusuran terhadap bahan- bahan hukum
sebagai dasar untuk membuat keputusan hukum (legal decision making) terhadap kasus-kasus hukum
yang konkret. Cara pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian normatif
memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan hasil-hasil temuan ilmu hukum empiris dan
ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan analisis serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter ilmu
hukum sebagai ilmu normatif

1.6.1 Pendekatan Historis

Pendekatan sejarah memungkinkan peneliti untuk memahami hukum secara lebih


mendalam tentang suatu sistem atau lembaga atau suatu pengaturan hukum tertentu sehingga
dapat memperkecil kekeliruan, baik dalam pemahaman maupun penerapan suatu lembaga atau
ketentuan hukum tertentu. Tata hukum yang berlaku sekarang mengandung anasir-anasir dari
tata hukum yang silam dan membentuk tunas-tunas tentang tata hukum pada masa
yang akan dating.

Pendekatan Historis Penetapan upah minimum secara legal menjadi tuntuan utama
serikat buruh sepanjang 1920an dan 1930an. Ketika orang Indonesia menduduki kursi yang
mayoritas di dewan kota pada tahun 1930an, beberapa dewan menetapkan kebijakan upah
minimum untuk bisnis di wilayah mereka. Pemimpin fraksi nasional di Volksraad, Husni
Thamrin, terus menekan pemerintah mengenai masalah ini. Pada tahun 1938, pemerintah
memberikan tanggapan yang kurang optimal dengan mengirimkan surat edaran kepada
perusahaan swasta untuk lebih memperhatikan upah pekerja. Akhirnya setelahnya Perjuangan

4
lama serikat pekerja, salah satu peraturan ketenagakerjaan yang pertama kali diterapkan setelah
Indonesia merdeka, adalah penentuan upah minimum.

Kebijakan upah minimum akhirnya diperkenalkan pada awal tahun 1970an setelahnya Dewan
Pengupahan Nasional (DPNN) dibentuk oleh pemerintah daerah berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 85 Tahun 1969 dan Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD). Awalnya,
kebijakan upah minimum ditentukan berdasarkan biaya kebutuhan material minimum (FKM).
Dalam kurun waktu 40 tahun sejak penerapan upah minimum, Indonesia telah mengubah
indeks kebutuhan material minimum sebanyak tiga kali. Pertama, pada tahun 1965 hingga
tahun 1995 ditetapkan lima kebutuhan pokok, yaitu: Makanan dan minuman; bahan bakar,
penerangan dan pendinginan; peralatan perumahan dan dapur; pakaian; dan lain-lain. Pada
tahun kedua, 1996-2005, diperkenalkan indeks Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang
meliputi pangan dan penghidupan minimum, perumahan dan fasilitas, sandang dan kebutuhan
lainnya. Pada tahun 2003, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, termasuk penetapan upah minimum, dengan mempertimbangkan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.6

1.6.2 Pendekatan Perbandingan

Pendekatan perbandingan merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penelitian
normatif untuk membandingkan salah satu lembaga hukum (legal institutions) dari sistem
hukum yang satu dengan lembaga hukum (yang kurang lebih sama dari sistem hukum) yang
lain. Konsekuensi dari penggunaan perbandingan hukum ini ialah akan membawa peneliti pada
sejarahhukum.

Menurut Morris L.Cohen jika menggunakan pendekatan perbandingan (comparative


approach) maka cakupan bahan asing yang dipergunakan yaitu:

1. Keputusan, Peraturan dan LaporanPemerintah


2. Catatan dan LaporanBanding
3. Pendapat Jaksa PenuntutUmum
4. Laporan dan Catatan Himpunan Advokat/Pengacara
5. Bibliografi dan PedomanPenelitian
6. Biografi
7. Kutipan/ Ringkasan Kasus dan Statuta
8. Komentar, Riwayat dan SurveiHukum
9. UUD, Konvensi danSejarahnya
10. KamusHukum

6
BAB II-E-Journal Universitas Atma Jaya Yogyakarta http://e-journal.uajy.ac.id/9436/3/2KOM03938.pdf

5
11. Ikhtisar HukumKasus
12. Pedoman Pengacara dan Lembaga BantuanHukum
13. Ensiklopedi
14. DokumenPemerintah
15. Fiksi dan Anekdot tentangHukum
16. Sumber Hukum Asing dan SumberKomparatif
17. Form-book
18. Sumber HukumInternasional
19. Laporan Pengadilan
20. Sejarah dan SumberLegislatif
21. Pelayanan Penerbitan HalamanLepas
22. Majalah dan Indeksnya
23. Buku Pedoman Praktik danProsedur
24. Buku Referensi, Hukum danUmum
25. Buku Uraian Baru tentang Hukum
26. Buku Sumber DokumenSejarah
27. Statuta, UU dan BukuPeraturan
28. Naskah, Risalah dan Monograf
29. Risalah-Risalah
30. Laporan PemeriksaPengadilan.

Pendekatan perbandingan dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum.


Menurut Undang Undang di Belanda Mulai 1 Juli 2022, upah minimum bulanan akan
meningkat dari €1.725,00 menjadi €1.756,20 untuk semua pekerja yang berusia
di atas 21 tahun. Semua pekerja yang berusia 15 tahun berhak atas upah minimum nasional
(sampai usia 21 tahun, upah minimum pemuda berlaku). Upah minimum juga berlaku bagi
pekerja fleksibel, seperti pekerja panggilan dan pekerja rumahan. Kolaborator proyek juga
berhak atas upah minimum, serta pekerja paruh waktu. Namun, kebijakan ini tidak berlaku bagi
pekerja mandiri karena mereka mempunyai posisi yang berbeda di pasar tenaga kerja.

Upah minimum terdiri dari upah pokok dan sejumlah tunjangan, misalnya untuk kerja
shift dan jam kerja tidak teratur. Beberapa komponen pendapatan, seperti upah lembur, tidak
dimasukkan ke dalam perhitungan upah minimum. Otoritas Perburuhan Belanda dapat meminta
catatan penggajian pemberi kerja jika mereka mengutip bahwa pemberi kerja melanggar
peraturan upah minimum. Jika catatan penggajian majikan tidak sesuai dan/atau gaji karyawan
tidak dapat diperiksa, majikan dapat membayar hingga €12.000. Jika pihak berwenang
menemukan bahwa seorang pekerja dibayar rendah, maka majikan wajib membayar upah yang
harus dibayar dalam waktu empat minggu. Jika hal ini tidak terjadi, otoritas ketenagakerjaan

6
dapat mengenakan denda sebesar €500,00 per hari per karyawan hingga maksimum €40.000
per pekerja. Selain itu, pemberi kerja yang tidak membayar karyawannya dengan benar dapat
didenda hingga €10.000 per karyawan. Apabila terjadi pelanggaran berulang dalam jangka
waktu 5 tahun yang berkaitan dengan pembayaran upah, maka pidananya dapat berlipat ganda
atau tiga kali lipat. Perusahaan juga berisiko ditutup untuk jangka waktu hingga 3 bulan.

1.6.3 Pendekatan Perundang-Undangan

Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan,


karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema
sentral suatu penelitian. Namun analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum
normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) akan lebih
baik bila dibantu oleh satu atau lebih pendekatan lain yang cocok. Hal ini berguna untuk
memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat dalam mengahadapi problem
hukum yang dihadapi.

Pendekatan Perundang-undangan adalah pendekatan dengan menelaan semua peraturan


perundang -undangan dengan isu hukum yang di cari. Menurut pasal 1 angka 30 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian upah “Upah
adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan
dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang di tetapkan dan dibayarkan
menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan, perundang undangan, termasuk
tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah
atau akan dilakukan.

Berdasarkan pasal 88 undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan


menjelaskan bahwa:

a. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang


layak bagi manusia.

b. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh.

Berdasarkan pasal 2 ayat (1) keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No:
KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum, yaitu: pengusaha
dilarang membayar upah pekerja lebih rendah dari upah minimum.

1.7 Bahan Hukum

7
Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan penelitian ini terdiri atas dua macam, yaitu bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Macam-macam bahan hukum tersebut dijelaskan sebagai
berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pembahasan di dalam penulisan, antara lain:
a. Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan;
b. Kitab Undang-undang hukum perdata;
c. PP No.36 Tahun 2021;
d. Undang-undang upah minimum Belanda.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang digunakan guna menunjang bahan hukum
primer dan membantu dalam menganalisis kasus, antara lain:
a. Buku-buku ilmiah yang berkaita dengan upah pekerja;
b. Jurnal-jurnal Ilmiah yang berkaitan dengan pengupahan;
c. Makalah-makalah ilmiah yang berkaitan dengan pegupahan;
d. Daring/situs internet resmi.

1.8 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik dalam pengumpulan bahan hukum ini menggunakan metode studi Pustaka. Pada metode
studi Pustaka digunakan yaitu mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sesuai
dengan pembahasan untuk kemudian dianalisis berdasarkan kasusnya.

1.9 Analisis Bahan Hukum

Metode yang digunakan dalam analisis bahan hukum adalah dengan penalaran/atau logika.

1. Deduktif

Teknik analisis bahan hukum penelitian ini menggunakan metode klasifikasi sistematis kemudian
dianalisis dengan interpretasi sistematis untuk menguji hubungan antara norma-norma ketentuan
hukum terkait satu sama lain. Kemudian dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data dengan
menggunakan logika deduktif dan juga menyimpulkan atau mengolah dokumen hukum secara
deduktif, yaitu menjelaskan sesuatu yang bersifat umum kemudian menarik kesimpulan yang lebih
khusus. Menurut Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon menjelaskan
metode deduktif sebagaimana silogisme yang diajarkan Aristoteles. Penggunaan metode deduktif
berasal dari penyajian premis mayor (pernyataan umum). Selanjutnya, sebuah premis minor (yang
bersifat spesifik), dari kedua premis itu kemudian kesimpulan akan ditarik atau conclusion.

8
Kemudian dalam penelitian ini, analisis yang digunakan dengan menelaah pada isu hukum yang
terjadi berkaitan dengan Pasal 90 ayat (1) bertentangan dengan pasal 91 ayat (1) dan ayat (2) Undang-
undang ketenagakerjaan. Kemudian mengidentifikasi dengan undang-undang yang terkait, selanjutnya
analisis dikaitkan dengan isu hukum yang terjadi dengan melakukan penafsiran terhadap undang-
undang yang terkait. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan undang-undang dan peraturan yaitu:

1. Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan;

2. Kitab Undang-undang hukum perdata;

3. PP No.36 Tahun 2021;

4. Undang-undang upah minimum Belanda.

Dalam penafsiran undang-undang dan peraturan tersebut, peneliti mengunakan penafsiran


gramatikal. Penafsiran gramatikal adalah menafsirkan undang-undang menurut arti perkataan (istilah).
Antara bahasa dengan hukum terdapat hubungan yang erat sekali. Bahasa merupakan alat satu-
satunya yang dipakai pembuat undang-undang untuk menyatakan kehendaknya, tetapi adakalanya
pembuat undang-undang tidak dapat merangkai kata-kata yang tepat.7

7
Yudha Bhakti Ardiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, PT.Alumni, Bandung, 2012, hlm.9

Anda mungkin juga menyukai