Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MINI RISET HUBUNGAN INDUSTRIAL

Kelompok 3
Nama Anggota :
Asri Rahayu 206100069
Neng Dini Fitriani 206100073
Manajemen Reguler Sore / Semester 7

Materi : Landasan Pokok Hubungan Industrial Di Indonesia


Studi Kasus : Pandangan Hubungan Industrial dalam Pemenuhan Hak Pekerja yang
Terkena PHK berdasarkan Landasan Pokok Hubungan Industrial di
Indonesia

LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara hukum memiliki banyak aturan yang mengatur setiap proses
atau kegiatanyang dilakukan rakyatnya. Dalam menjalankan Pembangunan pada bidang
hukum, khususnya dalam hal ketenagakerjaan yang dalam masa kini menjadi salah satu
hukum yang paling sering dibahas dan Pembangunan hukum dalam bidang ketenagakerjaan
ini juga diharapkan oleh Masyarakat Indonesia khususnya pekerja maupun pengusaha.
Pembangunan hukum ketenagakerjaan tersebut juga merupakan salah satu dalam
mencapai atau mewujudkan Pembangunan nasional serta mampu bersaing dalam era global.
Selain itu Pembangunan ketenagakerjaant idak lepas dari kehidupan ekonomi Masyarakat.
Dimana seringkali sebuah Perusahaan dapat dikatakan sebagai mesin penggerak roda
perekonomian yang memiliki pengaruh yang besar terhadap Pembangunan dibidang hukum
ketenagakerjaan.
Dalam Upaya pembanguan hukum ketenagakerjaan di Indonesia, Pemerintah
Indonesia memiliki kebijakan dalam mengatur tentang ketenagakerjaan yaitu UU No.13
Tahun 2003. Selain itu, terdapat Undang-Undang terbaru yang mulai berlaku pada 31 Maret
2023 yang mengatur juga mengenai ketenagakerjaan yaitu UU No.6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja menajdi Undang-Undang. Selain adanya peraturan perundang-undangan tersebut
terdapat juga peraturan pemerintah yang menjelaskan lebih lanjut terkait dengan beberapa
point yang dijelaskan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam dunia ketenagakerjaan pasti terdapat Namanya hubungan industrial yang
merupakan hubungan atau perjanjian yang melibatkan antara pekerja dan pengusaha sebagai
pembeli kerja yang didasari nilai-nilai Pancasila serta UUD 1945. Konsep dalam hubungan
Industrial sendiri merupakan konsep atau system yang mengatur suatu hubungan antara
pelaku industrial dalam hal ini khususnya pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja.
Hubungan industrial adalah aspek kunci dalam manajemen sumber daya manusia dan
pengaturan tenaga kerja di Indonesia. Landasan pokok hubungan industrial mencakup
peraturan, perjanjian, dan praktik yang mengatur hubungan antara pekerja, pengusaha, dan
pemerintah.
Hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha sebagai pemberi kerja akan
berlangsung mulai dari sesudah penandatangan PKB atau Perjanjian Kerja Bersama sampai
dengan berakhirnya masa PKB sesuai yang disepakti. Dimana dalam keadaan normal maupun
tidak normal seperti pandemic covid-19 yang menyebabkan banyak terjadi perselisihan sereta
permasalahan serperti PHK. Perusahaan dalam melakukan PHK kapanpun sesuai dengan
dasar yang jelas serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
Selain itu, dalam sebuah Perusahaan seringkali terdapat beberapa permasalahan atau
kendala atau bahkan strategi pengembangan yang menyebabkan Perusahaan melakukan PHK.
Pemutusan hubungan kerja ini terkadang didasari sebuah alasan seperti halnya saat masa
pandemic covid-19 banyak terjadi PHK di beberapa Perusahaan karena tidak sanggupnya
Perusahaan bertahan dalam masa pandemic, selain itu ada beberapa Perusahaan juga
melakukan PHK untuk pengefisienian beberapa hal yang ada di Perusahaan.
Dalam pandemi covid-19 yang pernah terjadi sebelumnya berdasarkan hasil survey
dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI dan Lembaga Demografi Universitas Indonesia dan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Ketenagakerjaan menghasilkan nilai
sebesar 13,8% pekerja di Indonesia tidak mendapatkan pesangon dari 15,6% pekerja yang di
PHK selama pandemi. Berdasarkan hal tersebut penerapan UU No.13 Tahun 2003 masih
belum terlaksana secara menyeluruh saat pandemic covid-19.
Dalam proses pelaksanaan PHK, Perusahaan harus dan wajib memberikan hak-hak
yang memang seharusnya didapatkan oleh pekerja. Tetapi, ada juga beberapa Perusahaan
yang kurang memperhatikan hak-hak pekerja Ketika melakukan PHK kepada pekerjanya.
Berdasarkan hal tersebut bagaimana pandangan hukum hubungan industrial serta proses
dalam pemebuhan hak-hak yang akan didapatkan Ketika pekerja mengalami PHK di masa
sekarang serta bagaimana pandangan hukum hubungan industriall jika terdapat Perusahaan
yang tidak melakukan kewajibannya dalam memenuhi hak-hak pekerja Ketika melakukan
PHK.

KAJIAN PUSTAKA
Hubungan Industrial
Hubungan industrial berhubungan dengan berbagai konsep, seperti konsep keadilan
dan juga menjaga kesetaraan, kekuatan dan juga kewenangan, hak dan kewajiban integritas
satu sama lain dan juga kepercayaan. Hal ini diungkapkan oleh Michael Soloman (2002)
yang dikutip dalam jurnal (Iswadi &Haerani, 2020)
Definisi hubungan industrial menurut hukum perundang-undangan adalah suatu
system hubungan yang terbentuk diatnara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau
jasa yang terdiri dari unsur pengusaha pekerja ataupun buruh dan pemerintah yang didasarkan
pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dikutip dari (Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003)

Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk yang sudah memasuki usia kerja dan siap untuk bisa
melakukan tanggung jawab bekerja, atau bisa juga penduduk yang memang sedang dalam
waktu mencari kerja, sedang dalam masa Pendidikan atau bersekolah bahkan ibu rumah
tangga yang sedang mengurus rumah tangga. Hal ini diungkap oleh MT Rionga dan Yoga
Firdaus (2007).
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menberikan definisi “ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu, sebelum, selama, dan sesudah masa kerja”. Ketenagakerjaan menjadi suatu
sumber pembangunan dan sumber permasalahan dalam kehidupan bernegara. Sebagaimana
Indonesia memiliki Sumber Daya manusia (SDM) yang banyak dan hal ini tidak didukung
dengan lapangan kerja yang ada. Bonus Demografi yang terjadi di Indonesia merupakan
peluang bagi Negara Indonesia pada sektor ketenagakerjaan menjadi pendorong utama dalam
meningkatkan kesejahteraan. Bonus Demografi merupakan suatu istilah dalam Ilmu
Kependudukan baik ilmu demografi murni (pure demografi) maupun kajian kependudukan
(population stud) ataupun angka ketergantungan (dependency ratio).
Maka dari itu Ketenagakerjaan akan berjalan beriringan dengan naik dan turunnya
pertumbuhan penduduk yang akan menjadi tantangan sendiri bagi pemerintah dalam
melakukan formulasi regulasi peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan
(Beleidsregel) dalam menjawab kebutuhan hukum ketenagakerjaan Indonesia.
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan)
UU ketenagakerjaan merupakan peraturan yang mengatur berbagai hal terkait
dengan ketenagakerjaan di Indonesia. UU ketenagakerjaan yang kini berlaku adalah
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana peraturan
ini memuat, Landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan, Perencanaan
tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan, Pemberian kesempatan dan perlakuan
yang sama bagi tenaga kerja, Pelatihan Kerja, Pelayanan penempatan tenaga kerja,
Penggunaan tenaga kerja asing, Pembinaan hubungan industrial, Pembinaan
kelembagaan dan sarana hubungan industrial, Perlindungan bagi Pekerja, termasuk
hak-hak dasarnya, dan Pengawasan ketenagakerjaan.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)
UU Cipta Kerja dengan konsep Omnibus Law yang mampu menyederhanakan
puluhan regulasi menjadi satu Undang-Undang yang khusus, yang dapat menjadi
jalan pintas bagi kebijakan singkronisasi dan perampingan regulasi di Indonesia.
Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan,
dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem
investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi pemerintah pusat dan percepatan
proyek strategis nasional.
Dalam konteks hukum, omnibus law adalah aturan hukum atau konsep
pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan dari substansi
pengaturannya berbeda. UU Cipta Kerja diharapkan akan menjadi bagian dari upaya
pemulihan ekonomi nasional, khususnya dalam mendorong transformasi ekonomi
agar mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Tujuan dibuatnya UU
Cipta Kerja adalah untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (UU PPHI)
Undang undang PPHI mengatur tentang Perselisihan Hubungan Industrial
yakni perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena
adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan.
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya
hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul
dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan,
dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan oleh salah satu pihak. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat
buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham
mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang PKWT, Alih Daya, Waktu
Kerja dan Waktu Istirahat dan PHK (PP 35 Tahun 2021)
PP 35 tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu
Istirahat dan PHK adalah aturan pemerintah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81
dan Pasal 185 hurup b UU Cipta Kerja, Penetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan
Pemutusan Hubungan Kerja. Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan
Pemutusan Hubungan Kerja mulai berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 2
Februari 2021.
PP 35 tahun 2021 merespon dinamika globalisasi dan transformasi teknologi
informasi yang telah mengubah tatanan sosial, dan ekonomi yang memiliki dampak
terhadap dunia kerja, ketenagakerjaan serta tuntutan produktivitas, daya saing sumber
daya manusia dan kualitasnya. Hal ini membutuhkan respon pemerintah untuk dapat
membuka lapangan kerja dan pelindungan ketenagakerjaan dalam arti yang luas.
PP 35 tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu
Istirahat dan PHK merupakan jawaban tantangan di atas untuk menjembatani
permasalahan dan isu-isu strategis mengenai Hubungan Kerja yang meliputi
pengaturan pelaksanaan PKWT dan pelindungan Pekerja didalamnya, termasuk
Pekerja/Buruh PKWT yang dipekerjakan dalam kegiatan alih daya, pengaturan waktu
kerja dan waktu istirahat bagi Pekerja/Buruh, utamanya pada sektor-sektor usaha dan
jenis pekerjaan tertentu yang menekankan pada aspek keselamatan dan kesehatan
kerja serta pengaturan mengenai mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja, termasuk
bagaimana memastikan adanya pemenuhan hak bagi Pekerja yang mengalami
Pemutusan Hubungan Kerja.

Pemenuhan Hak Pekerja


Pemenuhan hak pekerja adalah kewajiban yang harus di penuhi oleh Pemberi kerja
berupa Upah, hak berserikat dan berkumpul, hak perlindungan keamanan dan kesehatan, hak
untuk diproses hukum secara sah, hak diperlakukan secara sama, hak atas rahasia pribadi, dan
hak kebebasan suara.
Hak-hak pekerja sebagaimana yang telah di sebutkan di atas secara makna yaitu:
1. Hak atas pekerjaan merupakan suatu Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana yang
diatur pada Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
2. Hak atas Upah merupakan perwujudan atau kompensasi dari hasil kerja yang
memperoleh upah secara adil yakni upah yang sebanding dengan tenaga yang telah
diberikan.
3. Hak berserikat dan berkumpul merupakan hak pekerja dalam memperjuangkan hak-
hak pekerja terutama dalam pengupahan dalam menjamin dan memberikan
kesejahteran pekerja.
4. Hak perlindungan keamanan dan kesehatan merupakan hak atas hidup, jaminan ini
mutlak diperlukan sejak awal sebagai bagian integral dari kebijaksanaan dan operasi
suatu perusahaan. Resiko harus sudah dikonsepkan sejak awal ini perlu untuk
mencegah perselisihan di kemudian hari jika terjadi hal yang tidak diinginkan
5. Hak untuk diproses hukum secara sah merupakan hak yang berlaku ketika tenaga
kerja dituduh dan medapat ancaman dengan hukuman tertentu karena diduga
melakukan pelanggaran atau kesalahan tertentu. Tenaga kerja wajib diberi
kesempatan untuk membuktikan apakah tenaga kerja melakukan pelanggaran sesuai
yang dituduhkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.
6. Hak untuk diperlakukan secara sama merupakan tidak boleh ada diskriminasi dalam
perusahaan apakah berdasarkan jenis kelamin, agama, etnis dan semacamnnya baik
pada sikap dan perlakuan, gaji, maupun peluang untuk jabatan, palatihan dan
pendidikan lebih lanjut.
7. Hak untuk rahasia pribadi merupakan perusahaan memiliki batasan untuk mengetahui
riwayat hidup dan data pribadi dari setiap karyawan bahkan perusahaan harus
menerima ada hal-hal tertentu yang tidak boleh diketahui oleh perusahaan terkait data
pribadi karyawan.
8. Hak atas kebebasan suara hati merupaka pekerja tidak boleh di paksa untuk
melakukan tindakan tertentu yang tidak baik atau yang melanggar ketentuan Undang-
Undang.

PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)


Pada UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaam, pemutusan hubungan kerja
atau lebih sering disebut PHK yang merupakan pengakhiran perjanjian atau hubungan kerja
yang disebabkan karena hal-hal tertentu yang mengakibatkan selesainya perjanjian atau
hubungan antara pekerja itu sendiri serta pengusaha yang memberikan kerja dan
mengakibatkan berakhirnya hak serta kewajiban diantara kedua belah pihak. Dalam peraturan
perundang-undangan juga dijelaskan mengenai alasan-alasan Perusahaan dapat melakukan
phk.
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pemberi kerja (pengusaha).
ketentuan mengenai PHK dalam peraturan perundang-undangan, bahwa PHK terjadi di badan
usaha berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
PHK secara aturan hukum ketenagakerjaan indonesia dapat dilakukan, sebagaimana
pasal 154A UU Ketenagakerjaan bahwa PHK dapat dilakukan apabila pekerja masih dalam
masa percobaan, pekerja yang meminta pengunduran diri tanpa ada tekanan dari pengusaha,
pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketentuan Undang-Undang maupun sesuai
dengan perjanjian dan pekerja meninggal dunia. Sedangkan pengusaha dilarang melakukan
PHK dalam hal pekerja berhalangan masuk karena sakit sesuai dengan keterangan dari
instansi atau profesi yang berwenang, pekerja dalam memenuhi kewajiban terhadap negara
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, pekerja menjalankan ibadah, pekerja menikah
serta hal-hal yang berhubungan pada ranah perdata pekerja dan hak berserikat pekerja. PHK
yang secara praktek batal demi hukum dan kosekuensinya pengusaha wajib memperkejakan
pekerja yang bersangkutan.
Pada prakteknya, PHK yang dilakukan oleh pengusaha menimbulkan hak pekerja
yang menjadi kewajiban pengusaha untuk memenuhi hak pekerja karena praktek PHK.
Sesuai dengan pasal 156 Ayat (1) bahwa “dalam terjadinya PHK, pengusaha diwajibkan
membayar pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang
seharusnya diterima”.

Hak Kerja
Hak pekerja merupakan suatu hal yang didapatkan pekerja selama melakukan
pekerjaanya disuatu organisasi atau Perusahaan. Hak-hak pekerja ini merupakan kewajiban
atau tanggungjawab yang harus dipenuhi pengusaha karena hal tersebut juga telah diatur dan
dijelaskan dalam UU No.3 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan serta dijelaskan juga dalam
UU terbaru yaitu UU No.6 Tahun 2023. Hak pekerja yang dimaksud dapat berupa upah,
kompensasi dan lain-lain yang berhubungan dengan sesuatu yang seharusnya didapatkan atau
dimiliki oleh pekerja tersebut selama bekerja di dalam sebuah organisasi atau Perusahaan.
Hak Pekerja Saat Terkena PHKdisebutkan Pada Pasal 40 Ayat 1 PP Nomor 35 Tahun
2021 disebutkan bahwa dalam hal PHK, pengusaha wajib membayarkan uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Besarnya uang pesangon dan uang penghargaan diberikan berdasarkan masa kerja pekerja.
Selanjutnya, perusahaan juga memberikan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Besaran uang penggantian hak ini tercantum dala. Pasal 43 ayat (4), meliputi:
1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana
pekerja/buruh diterima bekerja
3. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau
Perjanjian Kerja Bersama.
Selain itu, dalam Pasal 43 diatur, bahwa perusahaan atau pemberi kerja bisa
mengurangi jumlah pesangon yang harus dibayarkan kepada pekerja, apabila perusahaan
melakukan efisiensi yang disebabkan karena kerugian perusahaan, perusahaan tutup dan
mengalami kerugian, perusahaan pailit. Jika memenuhi syarat tersebut, maka perusahaan
diizinkan pemerintah untuk memberikan pesangon sebesar separuh atau 0,5 kali dari besaran
pesangon. Namun, pekerja bisa mendapatkan tambahan berupa uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 kali dari ketentuan.
METODE PENELITIAN
Dalam melakukan penulisan mini riset ini, penulis menggunakan metode penelitian
yaitu penelitian kualitatif deskriptif melalui studi Pustaka. Penelitian ini bersumber dari
beberapa kepustakaan yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan khususnya dalam hak
pekerja PHK. Dimana metode penelitian ini juga dapat dikatakan sebagai metode penelitian
hukum normative yang merupakan metode penelitian berdasarkan kepustakaan dengan
menggunakan beberapa bahan literatur seperti buku, dokumen, journal dan media lainnya
yang dpat dijadikan sebagai data maupun informasi yang sesuai dengan topik dari penulisan
mini riset ini. Analisis yang dilakukan adalah dengan menginventarisasi hal-hal yang
berkaitan dengan hukum PHK, kemudian melakukan analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pandangan Hubungan Industrial dalam Pemenuhan Hak Pekerja yang Terkena PHK
Dalam sebuah perusahaan tentunya akan terjadi hubungan hukum antara pekerja dan
pengusaha sebagai pemberi kerja berupa perjanjian mengenai hak dan kewajiban antara
pekerja tersebut serta pengusaha sebagai pemberi kerja yang didasari dengan landasan hukum
yang ada. Salah satu bentuk perlindungan hukum dalam sebuah hubungan industrial adalah
hak-hak yang didapatkan pekerja, hak-hak tersebut berupa hasil dari para pekerja melakukan
pekerjaannya seperti upah, bonus, tunjangan, dan kompensasi lainnya. Seperti halnya dalam
masa pandemi Covid19 maraknya kasus PHK yang dilakukan beberapa perusahaan karena
kegiatan operasional mereka menurun sehingga mengharuskan perusahaan melakukan PHK.
Dalam Pasal 156 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur juga terkait
dengan PHK dimana perusahaan atau pengusaha wajib memenuhi hak-hak pekerja seperti
uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak, serta hak atau kompensasi lain
yang memang sudah diatur dalam UU tersebut .
Perlindungan mengenai pemenuhan hak pekerja yang terkena PHK juga tetap diatur
dalam Undang-Undang terbaru yaitu UU No. 6 Tahun 2023. Dengan melihat peraturan yang
berlaku, pengusaha wajib memberikan hak-hak yang memang seharusnya didapatkan oleh
pekerja apabila melakukan perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja . Berikut
beberapa aturan terkait perhitungan atau pemberian hak pekerja berdasarkan Pasal 156 ayat
(2), (3), dan (4) UU No. 6 Tahun 2023 jika perusahaan melakukan PHK :
1. Uang pesangon. Uang pesangon yang didapatkan berdasarkan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dihitung sesuai dengan masa kerja, uang pesangon paling rendah
adalah 1 bulan upah dengan masa kerja kurang dari satu tahun, sedangkan uang pesangon
paling tinggi sebesar 9 bulan upah untuk masa kerja 8 tahun atau lebih
2. Uang penghargaan. Uang penghargaan yang didapatkan jika terkena PHK dengan
nominal paling rendah yaitu 2 bulan upah untuk masa kerja 3 tahun keatas. Sedangkan,
yang paling tinggi yaitu 10 bulan upah dengan ketentuan masa kerja selama 24 tahun
atau lebih.
3. Uang penggantian hak. Dalam UU tersebut dijelaskan terdapat beberapa hal yang diatur
seperti cuti tahunan atau yang belum pernah diambil namun belum hangus. Selain itu
juga berupa biaya ongkos pulang untuk pekerja beserta keluarganya ke tempat kerja
pekerja itu diterima. Selain itu dalam poin terakhir juga disebutkan uang penggantian hak
juga berkaitan dengan hal-hal lain yang sebelumnya telah ditetapkan ketika dilakukannya
pembuatan perjanjian atau kesepakatan kerja, PKB (Perjanjian Kerja Bersama), maupun
peraturan perusahaan itu sendiri.
Peraturan perundang-undangan diatas memiliki perbedaan dalam UU No. 13 Tahun
2023 yang terletak padal Pasal 156 ayat (4) untuk poin c yang sebelumnya mengatur tentang
uang penggantian hak terkait dengan penggantian perumahan hingga perawatan sebesar 15%
dari uang pesangon yang didapatkan dihapuskan pada UU No. 6 Tahun 2023 sehingga pada
Pasal 156 ayat (4) yang semula ada 4 poin menjadi 3 poin.
Pemberian hak kepada pekerja yang terkena PHK juga dijelaskan lebih lanjut melalui
PP No. 35 Tahun 2021. Dimana dalam peraturan tersebut dijelaskan mengenai beberapa hak
yang diberikan sesuai jenis alasan dilakukannya PHK. Dalam peraturan dijelaskan beberapa
hak pekerja yang harus diberikan pemgusaha ketika melakukan PHK. Berdasarkan PP No. 35
Tahun 2021 juga dijelaskan mengenai perhitungan pemenuhan hak yang didapatkan pekerja
berdasarkan beberapa alasan yang mendasari dilakukannya PHK . Selain itu, beberapa
peraturan pemenuhan hak terkait dengan beberapa alasan telah dihapuskan dalam UU No. 6
Tahun 2023.
Kasus PHK di Indonesia seringkali terjadi karena ketidakmampuan perusahaan dalam
mempertahankan kegiatan operasional perusahaannya. Pada masa pandemi Covid19,
pemenuhan hak para pekerja terbilang cukup terhalang karena terdapat beberapa kasus
pekerja yang mengalami PHK tidak dipenuhi haknya. Hal ini berdasarkan hasil survei yang
dilakukan oleh Pusat Penelitian Kependudukan LIPI dengan Lembaga Demografi Universitas
Indonesia beserta Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenaker yang memperlihatkan
data sebesar 13,8% pekerja yang tidak dipenuhi haknya dalam mendapatkan pesangon .
Dimana hal tersebut sudah pasti merupakan bentuk pelanggaran dalam hubungan industrial
serta dapat menjadi perselisihan dalam hubungan industrial.
Salah satu perusahaan yang terdampak adalah PT Tuntex Garment Indonesia yang
mengalami kebangkrutan dikarenakan terus menurunnya permintaan dari Amerika serta
Eropa sejak tiga tahun terakhir. Merosotnya permintaan tersebut juga merupakan salah satu
dampak dari adanya pandemi Covid19.
Berdasarkan penuturan kepala Disnaker Tangerang pabrik Puma tersebut telah
melakukan pemberhentian produksi dan melakukan penutupan pabrik per 31 Maret 2023.
Dengan melihat hal tersebut, perusahaan tersebut melakukan PHK terhadap 1.163 buruh,
dimana PHK ini dilakukan menjelang lebaran . Dimana dalam proses PHK tersebut, Disnaker
Tangerang memastikan bahwa para pekerja yang mengalami PHK akan mendapatkan hak-
haknya yaitu THR, Gaji, Pesangon, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan hari tua, serta Jaminan
Kehilangan Pekerjaan.
Besaran THR tersebut juga disesuaikan dengan PP No. 36 Tahun 2021 dimana THR
tersebut harus dan wajib dibayarkan ke pekerja selambat-lambatnya satu minggu sebelum
hari raya keagamaan sesuai dengan PP No. 36 Tahun 2021 Pasal (9) poin 2 . Selain itu
manajemen PT Tuntex Garment Indonesia juga memberikan tambahan kompensasi bagi
pekerjanya dengan rincian sebagai berikut :
1) Masa kerja selama 1 bulan – 5 tahun sebesar 50% dari 1 bulan upah pokok
2) Masa kerja selama lebih dari 5 tahun – 10 tahun sebesar 75% dari 1 bulan upah pokok
3) Masa kerja selama lebih dari 10 tahun sebesar 100% dari 1 bulan upah pokok
Melihat hal tersebut, pemberian ataupun pemenuhan hak yang dilakukan PT Turtex
Garment Indonesia dilakukan sesuai dengan kebijakan atau peraturan serta perjanjian yang
berlaku sehingga hak pekerja dapat dipenuhi. Selain itu, proses pemenuhan hak tersebut juga
melibatkan Disnaker setempat agar hak pekerja dapat dipenuhi sebagaimana mestinya.
Dari contoh diatas, pemenuhan hak-hak karyawan dibagi menjadi beberapa hal yang
memang seharusnya didapatkan oleh pekerja. Dimana terdapat tambahan kompensasi
lainnya, hal tersebut dapat dikatakan sebagai salah satu penerapan Pasal 156 ayat (4) tentang
uang penggantian hak. Selain itu, dalam proses PHK pada pekerja PT Turtex Garment
Indonesia yaitu melibatkan disnaker setempat. Hal ini bahwa proses PHK didampingi oleh
pihak pemerintah dimana hal tersebut akan menjamin perlindungan dan pemenuhan hak
pekerja yang terkena PHK. Dimana peran pemerintah sangat penting dalam menjamin dan
melindungi hak pekerja yang terkena PHK agar dipenuhi baik melalui peraturan yang dibuat
maupun dengan menjadi pihak ketiga atau penengah yang menjembatani antara dua belah
pihak.

Pandangan Hubungan Industrial terkait Perselisihan Hubungan Industrial tentang


Pemenuhan Hak Pekerja yang Terkena PHK
Aturan hukum PHK pada dasarnya adalah sebuah permasalahan yang kompleks
karena akan berkaitan dengan beberapa hal seperti kriminalitas, pengangguran, dan
kesempatan kerja . Dimana dalam proses PHK tersebut, pengusaha wajib memberikan hak
pekerja yang memang seharusnya didapatkan. Apabila dalam penerapannya, pengusaha tidak
melakukan kewajibannya dalam memenuhi hak pekerja yang terkena PHK, maka pekerja
tersebut dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan hubungan industrial .
Dalam proses penyelesaian hubungan industrial memiliki 2 cara yaitu melalui litigasi
(pengadilan) atau non-litigasi (di luar pengadilan) . Dimana nantinya akan dilakukan
perundingan bipartite antara pekerja dan perusahaan. Jika belum selesai akan dilanjutkan ke
tripartit dengan melibatkan pihak ketiga yaitu pemerintah dengan mengeluarkan surat
anjuran. Dan apabila belum selesai maka dapat dilanjutkan dengan membawa kasus tersebut
kedalam pengadilan hubungan industrial.
Pada pengadilan hubungan industrial nantinya akan dibahas terkait beberapa hal yang
berkaitan dengan kasus tersebut serta pembuktian terhadap gugatan yang dilakukan. Apabila
perusahaan terbukti tidak melakukan kewajibannya dalam memenuhi hak-hak pekerja yang
dijelaskan dalam Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan akan mendapatkan sanksi pidana
yaitu penjara 1 tahun sampai 4 tahun. Ataupun denda sebesar Rp100.000.000 sampai
Rp400.000.000 .
Salah satu contoh perselisihan hubungan industrial terkait dengan pemenuhan hak
pekerja yaitu sebanyak 1.142 pekerja PT Masterindo Jaya Abadi yang kena PHK melakukan
aksi demo atas tuntutan PHK sepihak serta tidak mendapatkan pesangon. Aksi demo tersebut
dilakukan pada 29 September 2022. Dimana menurut penuturan salah satu aksi demo atau eks
pekerja PT Materindo Jaya Abadi mengatakan jika mereka tidak mengetahui alasan
perusahaan memberhentikannya . Dimana aksi demo tersebut juga mengatakan ketika para
pekerja diberhentikan belum mendapatkan hak-haknya seperti pesangon, THR, dan lain-lain.
Dimana kasus tersebut dilanjutkan secara litigasi ke pengadilan Hubungan Industrial. Selain
itu dari pihak perusahaan menyangkal telah melakukan PHK sepihak. Hasil dari pengadilan
pada tanggal 5 Oktober 2022 memutuskan agar perusahaan membayar pesangon kepada
pekerja yang terkena PHK senilai lebih dari Rp56,5 miliar dimana hasil keputusan tersebut
tidak sepenuhnya mengabulkan gugatan dari penggugat. Dimana jumlah buruh berkurang
menjadi 952 hingga tahap akhir persidangan
Dalam contoh tersebut, dapat diketahui bahwa kedua belah pihak memiliki pandangan
masing-masing sehingga masih terdapat adanya ketidak terimaan pada pihak perusahaan. Dan
nantinya peran pemerintah juga sangat penting terkait dengan ratusan eks pekerja PT
Masterindo Jaya dalam mendapatkan hak-hak nya sesuai dengan putusan yang telah keluar.
Dari kasus diatas pemenuhan hak pekerja jika tidak dilaksanakan akan menyebabkan
sebuah perselisihan hubungan industrial. Dimana dalam penyelesaiannya dapat dilakukan
secara bipartite dengan berunding antara pihak perusahaan dengan pekerja atau serikat
pekerja. Jika tidak selesai, dapat dilanjutkan melalui tripartite dengan melibatkan pemerintah
agar dapat diberi surat anjuran. Dan apabila tidak selesai juga maka dapat dibawa kedalam
pengadilan hubungan industrial. Pekerja sangat berhak mengajukan tuntutan ke pengadilan
apabila hak-hak yang seharusnya didapatkan tetapi berakhir tidak didapatkan. Dimana dalam
pengadilan hubungan industrial nantinya akan dibahas dengan melihat beberapa info
pendukung yang ada. Selain itu, peran pemerintah dalam kasus hubungan industrial seperti
diatas sangat diperlukan untuk mencapai keadilan yang seharusnya didapatkan. Pengawasan
terhadap hubungan industrial yang terjadi sangat diperlukan untuk perlindungan dan
pengadilan bagi semua pihak.

KESIMPULAN DAN SARAN


Indonesia sebagai negara hukum memiliki banyak aturan dalam melindungi hakhak
dari masyarakatnya khususnya mengenai hukum ketenagakerjaan. Terdapat banyak sekali isu
atau kasus yang berkiatan dengan ketenagakerjaan. Salah satunya adalah yang berkaitan
dengan PHK. Dimana sesuai dengan peraturan atau kebijakan yang dimiliki Indonesia, hal
tersebut telah diatur beserta dengan hak-hak yang didapatkan ketika pekerja mengalami PHK
baik dari UU No. 13 Tahun 2003 maupun pada UU No. 6 Tahun 2023 yang memiliki
beberapa perubahan dari UU No. 13 Tahun 2003.
Contoh pemenuhan hak pekerja yang terkena PHK dapat dilihat pada PT Turtex
Garment Indonesia melakukan PHK mendekati hari raya keagamaan dimana hak pekerja
seperti THR tetap harus dibayarkan karena hal tersebut sudah diatur dalam peraturan yang
ada, serta perusahaan juga wajib memberikan pesangon dan kompensasi lain sesuai dengan
peraturan maupun perjanjian yang ada. Namun terdapat juga beberapa perusahaan yang tidak
memperhatikan peraturan tersebut sehingga terjadi sebuah perselisihan hubungan industrial.
Dimana salah satu contoh adalah PT Masterindo Jaya dianggap melakukan PHK sepihak
kepada ribuan pekerjanya, dan pekerja melakukan demo serta menuntut atas hak-haknya.
Dimana dalam putusan pengadilan, tuntutan para eks pekerja dikabulkan walaupun
tidak seluruhnya. Dari contoh tersebut, apabila dalam pemenuhan hak pekerja tidak
dilaksanakan dengan baik maka hal tersebut dapat dituntut sesuai dengan peraturan proses
penyelesaian yang ada. Dalam hal ini, pemenuhan hak pekerja yang ada di Indonesia
meskipun sudah terdapat beberapa peraturan yang berjalan dengan baik tetapi masih terdapat
beberapa permasalahan baik dari pekerja maupun dari pengusaha, dimana pemerintah sangat
berperan penting dalam mewujudkan atau melindungi terkait segala proses dalam hubungan
industrial khususnya dalam pemenuhan hak pekerja. Dengan adanya penelitian ini diharapkan
hal tersebut menjadi sebuah informasi yang memiliki manfaat bagi semua pihak yang
berhubungan terkait hubungan industrial baik itu pekerja maupun perusahaan. Serta
penelitian ini juga diharapkan menjadi rujukan dalam penelitian hubungan industrial lainnya
khususnya dalam pemenuhan hak pekerja yang terkena PHK.
Penyelesaian permasalahan hubungan industrial memiliki 2 (dua) cara yaitu melalui
pengadilan (litigasi) dan di luar pengadilan (non-litigasi). Melalui badan peradilan dengan
melayangkan gugatan di pengadilan negeri dan di sidangkan di pengadilan khusus sengketa
hubungan industrial. Sedangkan di luar pengadilan melalui mekanisme Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APS) yakni memalui Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase.

DAFTAR PUSTAKA
Artikel Jurnal
Hasanah, I. (2021). Pemenuhan Hak Pekerja Setelah Pemutusan Hubungan Kerja Dimasa
Sebelum Dan Pada Saat Pandemi Covid-19. Gorontalo Law Review, 4(1), 20-32.
https://doi.org/10.32662/golrev.v4i1.1337.
Laoly, H. N. (2023). Pemenuhan Hak Pekerja Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Pada
Masa Pandemi Menurut Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Doctoral dissertation,
Hukum Administrasi Negara).
Laoly, Hendra Novitra. Pemenuhan Hak Pekerja Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja
Pada Masa Pandemi Menurut Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Diss. Hukum
Administrasi Negara, 2023
Nazifah, N., & Mahila, S. (2021). Perlindungan Hukum Pekerja yang Terkena Pemutusan
Hubungan Kerja di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 21(3), 1112-1115. http://dx.doi.org/10.33087/jiubj.v21i3.1713.
Nugraha, E. P., Karsona, A. M., & Singadimedja, H. (2020). Aspek Hukum Hubungan
Industrial Terkait Aksi Mogok Kerja Oleh Serikat Pekerja di PT. Ultrajaya Milk
Industry & Trading Company. Jurnal Poros Hukum Padjadjaran, 2(1), 56-73.
https://doi.org/10.23920/jphp.v2i1.262.
Sinaga, N. A., & Zaluchu, T. (2021). Perlindungan Hukum Hak-Hak Pekerja Dalam
Hubungan Ketenagakerjaan Di Indonesia. Jurnal Teknologi Industri, 6.
https://doi.org/10.35968/jti.v6i0.754.

Buku Teks
Idris, F. (2018). Dinamika Hubungan Industrial. Deepublish.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan
Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih
Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

Anda mungkin juga menyukai