LATAR BELAKANG
Upah dalam konsep syariah memiliki dua dimensi, yaitu dimensi dunia dan
dimensi akherat. Untuk menerapkan upah dalam dimensi dunia, maka konsep moral
merupakan hal yang sangat penting agar pahala dapat diperoleh sebagai dimensi akherat
dari upah tersebut. Jika moral diabaikan, maka dimensi akherat tidak akan tercapai.
Oleh karena itulah konsep moral diletakkan pada kotak paling luar, yang artinya konsep
moral diperlukan untuk menerapkan upah dimensi dunia agar upah dimensi akherat
dapat tercapai.
Penanganan mengenai pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan
aspek ekonomis saja, tetapi juga aspek hukum yang menjadi dasar bagaimana hal-hal
yang berkaitan dengan pengupahan itu dilaksanakan dengan aman dan benar
berdasarkan regulasi pemerintah yang berlaku. Oleh karena itu, untuk menangani
pengupahan secara profesional mutlak memerlukan pemahaman ketiga aspek tersebut
secara komprehensif. Pemerintah Indonesia selalu merubah kebijakan
ketenagakerjaanya terutama menyangkut penanganan pengupahan. Kebijakan
penentuan upah minimum didasarkan pada kebutuhan fisik minimum yang kemudian
berubah menjadi kebutuhan hidup minimum, lalu sekarang namanya menjadi
pencapaian kebutuhan hidup layak.
Dari paparan diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji, menganalisa dan
membandingkan mengenai pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah tentang konsep upah dan
relevansinya dalam sistem pengupahan di Indonesia untuk itu judul yang diambil
penulis adalah “RELEVANSI KONSEP UPAH DALAM PEMIKIRAN IBNU
TAIMIYAH TERHADAP SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA “
RUMUSAN MASALAH
1. Apa perbedaan dan persamaan konsep upah dalam pemikiran Ibnu Taimiyah dan
system pengupahan di Indonesia?
2. Bagaimana relevansi konsep upah dalam pemikiran Ibnu Taimiyah terhadap
system pengupahan di Indonesia?
PENELITIAN TERDAHULU