Anda di halaman 1dari 15

ABSTRAKSI

Pengangguran merupakan masalah ekonomi utama yang dihadapi setai masyarakat. Masalah
ekonomi ini dapat mewujudkan beberapa efek buruk yang bersifat ekonomi, politik dan social. Untuk
menghindari berbagai efek buruk yang timbul, berbagai kebijakan ekonomi perlu dijalankan.

Pengangguran atau dengan kata lain tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama
sekali, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para
pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya,
pertumbuhan penduduk yang tinggi, kinerja perekonomian serta peran pemerintah terutama dalam
kebijakan upah minimum juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pengangguran.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk pengaruh upah minimum terhadap jumlah pengangguran
di Indonesia dan memenuhi tugas akhir mata kuliah Teori Ekonomi Makro semester II pada Program
Studi Manajemen.

Metode Studi Pustaka / Dokumenter yang digunakan dalam makalah ini. Metode Studi
Pustaka/Dokumenter (documentary study) merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik tertulis maupun elektronik. Dokumen-dokumen
yang telah dihimpun terlebih dahulu dipilih yang sesuai dengan tujuan dan fokus masalah yang akan
diteliti. Kemudian dokumen tersebut diurutkan sesuai dengan sejarah kelahirannya, kekuatan dan
kesesuaian isinya dengan tujuan pengkajian.

Kata kunci : pengangguran, upah minimum, angkatan kerja

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi
ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah
mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika
pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu
persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia
hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai
rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang tidak memperoleh
pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran.di.Indonesia.bertambah.

Pada tahun 1997, jumlah penganggur terbuka mencapai 4,18 juta. Selanjutnya, pada 1999 (6,03
juta), 2000 (5,81 juta), 2001 (8,005 juta), 2002 (9,13 juta) dan 2003 (11,35 juta). Sementara itu, data
pekerja dan pengangguran menunjukkan, pada 2001: usia kerja (144,033 juta), angkatan kerja (98,812
juta), penduduk yang kerja (90,807 juta), penganggur terbuka (8,005 juta), setengah penganggur terpaksa
(6,010 juta), setengah penganggur sukarela (24,422 juta); pada 2002: usia kerja (148,730 juta), angkatan
kerja (100,779 juta), penduduk yang kerja (91,647 juta), penganggur terbuka (9,132 juta), setengah
penganggur terpaksa (28,869 juta), setengah penganggur sukarela tidak diketahui jumlah pastinya.
Hingga tahun 2002 saja telah banyak pengangguran, apalagi di tahun 2003 hingga 2007 pasti jumlah
penggangguran semakin bertambah dan mengakibatkan kacaunya stabilitas perkembangan ekonomi
Indonesia.

Tingkat upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran. Upah
merupakan kompensasi yang diterima oleh satu unit kerja berupa jumlah uang yang dibayarkan. Upah
tenaga kerja sangat penting untuk kedua belah pihak. Bagi pihak produsen, upah merupakan biaya
produksi yang harus ditekan seefisien mungkin. Bagi pihak pekerja, upah merupakan sumber penghasilan
bagi dirinya, keluarganya dan menjadi sumber pembelanjaan masyarakat. Tinggi rendahnya upah
merupakan faktor penting yang menentukan taraf hidup masyarakat

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pengangguran?
2. Apa yang menjadi faktor pengangguran di Indonesia?
3. Bagaimana keadaan pengangguran di Indonesia?
4. Berapa upah minimum provinsi di Indonesia saat ini?
5. Bagaimana pengaruh upah minimum terhadap tingkat pengangguran?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis membuat makalah yang berjudul Masalah Pengangguran di Indonesia adalah
sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian pengangguran.


2. Mengetahui faktor penyebab pengangguran di Indonesia.
3. Mengetahui keadaan pengangguran d Indonesia.
4. Mengetahui upah minimum provinsi di Indonesia saat ini.
5. Mengetahui pengaruh upah minimum terhadap tingkat pengangguran.

METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Studi pustaka
menurut Mardalis adalah mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material
yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, catatan, majalah, kisah-kisah sejarah dan sebagainya.
Menurut Sarwano, studi pustaka adalah mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian
sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan
diteliti.
Tahap Penelitian
Dalam penelitian terdapat dua tahap penelitian, yaitu :
3
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pertama, peneliti merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, setelah itu peneliti
mencari referensi berupa buku bahan ajar di perpustakaan dan materi-materi mengenai
pengangguran serta kasus pengangguran di internet.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah mendapatkan sumber yang dibutuhkan, peneliti membaca lebih lanjut isi dari referensi
yang telah didapatkan lalu merangkum isi yang penting di dalam referensi tersebut.
Teknik Penelitian
Mengumpulkan data dan informasi dengan menelaah sumber-sumber tertulis seperti jurnal, buku
referensi, literature, ensiklopedia, karangan ilmiah serta sumber-sumber lain yang terpercaya baik dalam
bentuk tulisan atau dalam format digital yang relevan dan berhubungan dengan objek penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengangguran

Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu, yaitu
pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau bekerja mandiri,
kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain
definisi di atas masih banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya:

4
Menurut Sukirno (2004: 28) pengangguran adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian yang
secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya. Selanjutnya International Labor
Organization (ILO) memberikan definisi pengangguran yaitu:

1. Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang
selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan.

2. Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh karyawan dan
pekerja mandiri (berusaha sendiri) yang selama periode tertentu secara terpaksa bekerja kurang dari jam
kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain atau masih bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan
(BPS, 2001: 4).

Sedangkan menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) menyatakan bahwa:

1. Setengah pengangguran terpaksa adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu yang
masih mencari pekerjaan atau yang masih bersedia menerima pekerjaan lain.

2. Setengah pengangguran sukarela adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu
namun tidak mencari pekerjaan dan tidak bersedia menerima pekerjaan lain (BPS, 2000: 14).

Berdasarkan kepada faktor-faktor yang menimbulkannya, pengangguran dibedakan kepada tiga


jenis, yaitu (Simanjuntak, 1998: 14):

1. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi akibat kesenjangan waktu, informasi,
maupun kondisi geografis antara pencari kerja dan lowongan kerja.

2. Pengangguran struktural adalah pengangguran yang terjadi karena pencari kerja tidak memenuhi
persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang ada.

3. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim.


Pengangguran berkaitan dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor
pertanian.

Untuk mengelompokkan masing-masing pengangguran tersebut perlu diperhatikan dimensi-


dimensi yang berkaitan dengan pengangguran itu sendiri, yaitu (Bakir, 1984: 35):

1. Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi makanan).

2. Waktu (banyak di antara mereka yang bekerja ingin bekerja lebih lama).

3. Produktivitas (kurangnya produktivitas seringkali disebabkan oleh kurangnya sumber daya


komplementer untuk melakukan pekerjaan).
5
Berdasarkan dimensi di atas pengangguran dapat dibedakan atas (BPS, 2000: 8) yaitu:

1. Pengangguran terbuka, baik terbuka maupun terpaksa. Secara sukarela, mereka tidak mau bekerja
karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik. Sedangkan pengangguran terpaksa, mereka mau bekerja
tetapi tidak memperoleh pekerjaan.

2. Setengah pengangguran (under unemployment) yaitu mereka yang bekerja di mana waktu yang
mereka pergunakan kurang dari yang biasa mereka kerjakan.

3. Tampaknya mereka bekerja, tetapi tidak bekerja secara penuh. Mereka tidak digolongkan sebagai
pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah:

- Pengangguran tak kentara (disguised unemployment).

- Pengangguran tersembunyi (hidden unemployment).

- Pensiunan awal.

B. Masalah Pengangguran di Indonesia

Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja,
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan.

Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah
lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan
berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan
jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur
harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk
terhadap penganggur dan keluarganya.

Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan
dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah
menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.

6
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di
mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak
orang.

Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup
memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan
yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi
merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan
masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan
dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.

Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber
daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat
mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam
jangka panjang.

Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia
Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu
membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan
layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya.

Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi
kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Untuk
menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan
termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung.

Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan
kesempatan kerja.

Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP), Mengingat 70 persen penganggur


didominasi oleh kaum muda, maka diperlukan penanganan khusus secara terpadu program aksi
penciptaan dan perluasan kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak.

Berdasarkan kondisi diatas perlu dilakukan Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran


(GNPP) dengan mengerahkan semua unsur-unsur dan potensi di tingkat nasional dan daerah untuk
menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan pengangguran. Salah satu

7
tolok ukur kebijakan nasional dan regional haruslah keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau
penurunan pengangguran dan setengah pengangguran.

C. Keadaan Pengangguran di Indonesia

Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia
lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja.
Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.

Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang
disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi
atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses
ekspor impor, dll.

Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka,
sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian
besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur
merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan
mengancam stabilitas nasional.

Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja
normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah
yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan
produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur
berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan.

Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 131,55 juta orang, naik sebanyak 6,11 juta orang
dibanding Agustus 2016 dan naik 3,88 juta orang dibanding Februari 2016.

Penduduk bekerja di Indonesia pada Februari 2017 sebanyak 124,54 juta orang, naik sebanyak
6,13 juta orang dibanding keadaan Agustus 2016 dan naik sebanyak 3,89 juta orang dibanding Februari
2016. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2017 sebesar 5,33 persen, mengalami penurunan
sebesar 0,28 persen poin dibanding Agustus 2016 dan turun sebesar 0,17 persen poin dibanding Februari
2016. Pada Februari 2017, sebesar 58,35 persen penduduk bekerja pada kegiatan informal, dan persentase
pekerja informal naik 0,07 persen poin dibanding Februari 2016.

8
Selama setahun terakhir, sektor-sektor yang mengalami peningkatan persentase penduduk yang
bekerja adalah Sektor Jasa Kemasyarakatan (0,42 persen poin), Sektor Transportasi, Pergudangan dan
Komunikasi (0,27 persen poin), Sektor Pertanian (0,12 persen poin); dan Sektor Industri (0,07 persen
poin). Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah Sektor Konstruksi (0,64 persen poin)
dan Sektor Perdagangan (0,25 persen poin).

Pada Februari 2017, terdapat 30,14 persen penduduk bekerja tidak penuh (jam kerja kurang dari
35 jam seminggu) mencakup 7,62 persen setengah penganggur dan 22,52 persen pekerja paruh waktu.
Dalam setahun terakhir, setengah penganggur turun sebesar 1,05 persen poin, sementara pekerja paruh
waktu naik sebesar 1,08 persen poin.

Rata-rata upah/gaji sebulan buruh/karyawan/pegawai pada Februari 2017 sebesar 2,70 juta rupiah,
tertinggi di sektor listrik, gas, dan air yaitu sebesar 4,43 juta rupiah, sedangkan terendah di sektor
pertanian yaitu sebesar 1,75 juta rupiah. Jika dibandingkan menurut jenis kelamin, rata-rata upah/gaji
sebulan buruh/karyawan/pegawai laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan yaitu 2,95 juta rupiah dan
2,27 juta rupiah.

D. Upah Minimum Provinsi di Indonesia

Upah Minimum Provinsi (disingkat UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh
kabupaten/kota di satu provinsi. Dahulu Upah Minimum Provinsi dikenal dengan istilah Upah Minimum
Regional Tingkat I. Dasar hukum penetapan UMP adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. UMP ditetapkan oleh gubernur dengan
memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi.

Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan
Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat,
membentuk tim survei dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan
oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam provinsi tersebut yang
dianggap representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) - dulu disebut Kebutuhan Hidup
Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada
Gubernur untuk disahkan. Komponen kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah
minimum berdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).

9
Dalam surat edaran Kementerian Ketenagakerjaan, pemerintah meminta kepada seluruh Gubernur
di Indonesia, untuk menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2017, paling lambat pada tanggal
1 November 2016. Berikut daftar UMP se Indonesia untuk tahun 2016 2017.

10
No Provinsi UMP 2016 UMP 2017

1 Nangroe Aceh Darusalam Rp 2.118.500 Rp 2.500.000

2 Sumatera Utara Rp 1.811.875 Rp 1.961.354

3 Sumatera Barat Rp 1.800.725 Rp 1.949.284

4 Bangka Belitung Rp 2.341.500 Rp 2.534.673

5 Kepulauan Riau Rp 2.178.710 Rp 2.358.454

6 Riau Rp 2.095.000 Rp 2.266.722

7 Jambi Rp 1.906.650 Rp 2.063.000

8 Bengkulu Rp 1.605.000 Rp 1.730.000

9 Sumatera Selatan Rp 2.206.000 Rp 2.388.000

10 Lampung Rp 1.763.000 Rp 1.908.447

11 Banten Rp 1.784.000 Rp 1.931.180

12 DKI Jakarta Rp 3.100.000 Rp 3.355.750

13 Jawa Barat Rp 1.312.355. Rp 1.420.624

14 Jawa Tengah Rp 1.265.000, Rp 1.367.000

15 Yogyakarta Rp 1.237.700 Rp 1.337.645

16 Jawa Timur Rp 1.273.490 Rp 1.388.000

17 Bali Rp 1.807.600 Rp 1.956.727

18 Nusa Tenggara Barat Rp 1.482.950 Rp 1.631.245

19 Nusa Tenggara Timur Rp 1.425.000 Rp1.650.000

20 Kalimantan Barat Rp 1.739.400 Rp 1.882.900

21 Kalimantan Selatan Rp 2.085.050 Rp 2.258.000

22 Kalimantan Tengah Rp 2.057.528 Rp 2.222.986


11

23 Kalimantan Timur Rp 2.161.253 Rp 2,339.556

24 Kalimantan Utara Rp 2.175.340 Rp 2.358.800


F. Pengaruh Upah Minimum Terhadap Pengangguran

Secara teoritis, perusahaan hanya akan membayar upah tenaga kerja sesuai dengan
produktivitasnya, artinya tenaga kerja yang produktivitasnya rendah akan menerima upah yang rendah
dan sebaliknya. Pada kenyataannya, upah minimum yang ditetapkan lebih banya ditentukan oleh aspek
kenaikan tingkat harga dibandingkan dengan kenaikan produktivitas. Produktivitas belum menjadi
determinan utama dalam penentuan upah (Bappenas (2010:61). Secara nasional sektor primer adalah
sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja tetapi mempunyai mempunyai produktivitas tenaga
kerja yang paling rendah yaitu sebesar 0,54, sementara sektor sekunder merupakan sektor yang paling
sedikit menyerapa tenaga kerja tetapi mempunyai produktivitas pekerja yang paling tinggi yaitu sebesar
1.82. Kondisi yang sama juga terjadi pada lingkup provinsi di mana produktivitas tenaga kerja di sektor
primer adalah lebih rendah bila dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja di sektor sekunder.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas. Rasio antara UMP dan upah
yang diterima pekerja berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa di sebagian besar provinsi, pekerja
yang Belum Pernah Sekolah, Belum Tamat SD, dan SD, menerima upah yang lebih rendah dari upah
minimum. Hal ini dapat dilihat dari rasio antara UMP dengan rata-rata upah menurut pendidikan yang
nilainya lebih besar dari satu (>1). Sementara itu, pekerja yang berpendidikan SLP ke atas menerima upah
yang lebih tinggi dari UMP, yang dapat dilihat dari rasio antara UMP dengan upah menurut pendidikan
yang nilainya lebih kecil dari satu (<1). Tenaga kerja di sektor primer pada umumnya mermpunyai
pendidikan yang rendah dengan produktivitas yang rendah pula, oleh karena itu kenaikan upah minimum
akan berdampak pada berkurangnya penggunaan tenaga kerja di sektor ini.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tujuan penetapan


upah minimum adalah untuk meningkatkan taraf hidup pekerja sesuai dengan kebutuhannya hidup
minimalnya, oleh karena itu penetapan upah minimum didasarkan atas Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Pada kenyataannya upah yang diterima oleh tenaga kerja di sebagian besar provinsi adalah lebih rendah
bila dibandingkan dengan KHL. Kenaikan harga akan berakibat pada kenaikan KHL dan selanjutnya akan
meningkatkan upah minimum. Dilihat dari sisi perusahaan, upah adalah biaya, yang selanjutnya akan
dibebankan kepada konsumen melalui harga. UMP biasanya digunakan sebagai acuan untuk menetapkan
upah pekerja di sektor formal, oleh karena itu kenaikan UMP yang lebih tinggi daripada produktivitas
pekerja akan merugikan perusahaan karena dapat menaikkan biaya produksi. Biaya produksi yang tinggi
berarti harga output menjadi tidak bersaing, dan pada gilirannya perusahaan akan mengurangi outputnya.
Penurunan output selanjutnya akan menurunkan penggunaan faktor produksi tenaga kerja, khususnya
tenaga kerja yang berpendidikan rendah. Menurut Bappenas (2010:38), dalam 5 (lima) tahun terakhir
jumlah pekerja informal mencapai sekitar 70 persen, sementara pekerja formal hanya sekitar 30 persen
saja. Upah di sector informal tidak diregulasi dan sektor ini mempunyai kualitas angkatan kerja yang
12
masih sangat rendah, sehingga mempunyai kesempatan yang terbatas untuk memperoleh pekerjaan yang
baik. Di sisi lain, kegiatan ekonomi formal ditandai dengan upah rata-rata yang lebih tinggi dari UMP
serta kondisi kerja yang relatif baik, namun masih belum dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang
besar.

Rendahnya kualitas tenaga kerja di Indonesia selain karena faktor pendidikan formal, juga
disebabkan oleh ketersediaan lembaga pelatihan untuk meningkatkan kualitas pekerja masih belum
memadai, diikuti dengan rendahnya kompetensi tenaga kerja. Di sisi lain, terdapat mismatch antara
bidang kejuruan, mutu, dan kuantitas yang dibutuhkan pasar kerja dengan yang dihasilkan oleh lembaga
pelatihan kerja. Ketimpangan ini terjadi karena sistem pelatihan kerja belum berorientasi pada demand
driven, diikuti lemahnya relevansi dan kordinasi di antara lembaga /institusi terkait yang bertanggung
jawab dalam penyeleng- garaan pelatihan kerja (Bappenas, 2010:59).

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan tentang pengaruh upah minumum terhadap pengangguran di Indonesia,


dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

13
1. Upah berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap penyerapan
tenaga kerja. Pengaruh upah terhadap penyerapan tenaga kerja adalah tidak searah, artinya apabila terjadi
kenaikan upah, maka berpotensi untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang
produktivitasnya rendah.

2. Secara nasional, tenaga kerja yang mempunyai mempunyai produktivitas paling rendah terjadi
di sektor primer, sementara sektor sekunder merupakan sektor yang paling sedikit menyerapa tenaga kerja
tetapi mempunyai produktivitas pekerja yang paling tinggi yaitu sebesar 1.82. Kondisi yang sama juga
terjadi pada lingkup provinsi di mana produktivitas tenaga kerja di sektor primer adalah lebih rendah bila
dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja di sektor sekunder.

3. Tenaga kerja di sektor primer pada umumnya mempunyai pendidikan yang rendah dengan
produktivitas yang rendah pula, oleh karena itu kenaikan upah minimum akan berdampak pada
berkurangnya penggunaan tenaga kerja di sektor ini. Rasio antara upah minimum dan upah yang diterima
pekerja berdasarkan pendidikan nilainya lebih besar dari satu (>1), menunjukkan bahwa di sebagian besar
provinsi, pekerja yang Belum Pernah Sekolah, Belum Tamat SD, dan SD, menerima upah yang lebih
rendah dari upah minimum. Sementara itu, pekerja yang berpendidikan SLP ke atas menerima upah yang
lebih tinggi dari UMP, yang dapat dilihat dari rasio antara UMP dengan upah menurut pendidikan yang
nilainya lebih kecil dari satu

SARAN

Beberapa saran yang diharapkan berguna untuk kepentingan selanjutnya, yaitu:

1. Perlu disusun suatu standar baku bagi lembaga pelatihan agar dapat memenuhi kriteria sebagai
lembaga pelatihan berbasis kompetensi dan sertifikasi kompetensi sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja melalui jalur pendidikan non formal.

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat


dengan memperluas jangkauan dan pelayanannya, mengingat pada saat ini sebagian besar tenaga kerja di
Indonesia (provinsi maupun nasional) hanya berpendidikan rendah (Tamat SD) dengan Angka Harapan
Hidup yang rendah pula.

14
a. Kebijakan di bidang pendidikan antara lain dapat dilakukan dengan membangun
sekolah terpadu (SD,SMP,SMA) yang dilengkapi dengan asrama di wilayah pemukiman di
pedalaman, sehingga pemakaian gedung menjadi efektif karena dapat digunakan sepanjang hari
(pagi untuk SD, siang hari untuk SMP, dan sore hari untuk SMA). Adanya asrama membuat
pelajar dapat konsentrasi belajar tanpa harus membuang waktu menempuh perjalanan yang cukup
lama karena kendala infrastruktur yang buruk.

b. Kebijakan di bidang kesehatan dapat dilakukan dengan memperluas jangkauan


Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan Jaminan Persalinan (Jampersal) khususnya bagi
penduduk yang bermukim di wilayah pedalaman dan perbatasan.

15

Anda mungkin juga menyukai