Anda di halaman 1dari 37

KILAS BALIK KRISIS EKONOMI TAHUN

1997-1998 DI INDONESIA
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dengan memanjatkan puji syukur ke hadiratAllah SWT, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu
dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim
penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Walaikumsalam Wr. Wb
KRISIS EKONOMI INDONESIA
TAHUN 1997-1998
1.
PENDAHULUAN
Krisis ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter
merupakan suatu peristiwa atau kondisi menurunya ekonomi suatu Negara.

Semua Negara praktis pernah mengalami yang namanya krisis dalam


perekonomian negaranya. Karena krisis merupakan kejadian yang simultan
dan memiliki effek yang akan menyebar keberbagai Negara. Banyak yang
menyebutkan bahwa Krisis moneter merupakan hasil dari ekonomi kapitalis
yang sepenuhnya bergantung pada sistem pasar yang ada. Akibatnya pasar
tidak terkendali dan mengakibatkan terjadinya krisis.
Sebagian besar negara-negara di dunia pernah mengalami krisis ekonomi,
bahkan AS juga pernah mengalaminya. Indonesia pun tidak dapat mengelak
dari permasalah tersebut, dimana Indonesia dilanda oleh suatu krisis
ekonomi yang diawali dari krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada
pertengahan tahun 1997. Kecenderungan melemahnya rupiah semakin
menjadi ketika terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei
1998 dan aksi penjarahan pada tanggal 14 Mei 1998.
Sejak berdirirnya orde baru tahun 1966-1998, terjadi krisis rupiah pada
pertengahan tahun 1997 yang berkembang menjadi suatu krisis ekonomi
yang besar. Krisis pada tahun ini jauh lebih parah dan kompleks
dibandingkan dengan krisis-krisis sebelumnya yang pernah dialami oleh
Indonesia. Hal ini terbukti dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden,
kerusuhan Mei 1998, hancurnya sektor perbankan dan indikator-indikator
lainnya, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Faktor-faktor yang diduga
menjadi penyebab suatu krisis moneter yang berubah menjadi krisis
ekonomi yang besar, yakni terjadinya depresiasi nilai tukarrupiah terhadap
dolar AS lebih dari 200% dan berlangsung dalam jangka waktu yang
panjang.
Oleh karen itu, dalam makalah ini akan diuraikan mengenai penyebabpenyebab terjadinya krisis ekonomi Indonesia, dampak yang ditimbulkannya
bagi perekonmian domestik, serta kebijakan atau upaya
penanggulangannya.
1.
PEMBAHASAN
Krisis ekonomi

Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang mengalami krisis mata
uang, kemudian disusul oleh krisis moneter dan berakhir dengan krisis
ekonomi yang besar. Seperti diungkapkan oleh Haris(1998),
Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 adalah yang paling
parah sepanjang orde baru. Ditandai dengan merosotnya kurs rupiah
terhadap dolar yang luar biasa, serta menurunnya pendapatan per kapita
bangsa kita yang sangat drastis. Lebih jauh lagi, sejumlah pabrik dan industri
yang bakal collaps atau disita oleh kreditor menyusul utang sebagian
pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998 tak lama lagi akan
menghasilka ribuan pengngguran baru dengan sederet persoalan sosial.
Ekonom, dan politik yang baru pula
Menurut Fischer (1998), sesungguhnya pada masa kejayaan Negara-negara
Asia Tenggara, krisis di beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan,
dan Indonesia, sudah bisa diramalkan meski waktunya tidak dapat
dipastikan.Misalnya di Thailand dan Indonesia, defisit neraca perdagangan
terlalu besar dan terus meningkat setiap tahun, sementara pasar properti
dan pasar modal di dalam negeri berkembang pesat tanpa terkendali. Selain
itu, nilai tukar mata uang di dua Negara tersebut dipatok terhadap dolar AS
terlalu rendah yang mengakibatkan ada kecenderungan besar dari dunia
usaha didalam negeri untuk melakukan pinjaman luar negeri, sehingga
banyak perusahaan dan lembaga keuangan di negara-negara itu menjadi
sangat rentan terhadap risiko perubahan nilai tukar valuta asing. Dan yang
terakhir adalah aturan serta pengawasan keuangan oleh otoriter moneter di
Thailand dan Indonesia yang sangat longgar hingga kualitas pinjaman
portfolio perbankan sangat rendah. Anggapan Fischer tersebut dapat
membantu untuk menentukan apakah krisis rupiah terjadi karena krisis bath
Thailand. Sementara menurut McLeod (1998), krisis rupiah di Indonesia
adalah hasil dari akumulasi kesalahan-kesalahan pemerintah dalam
kebijakan-kebijakan ekonominya selama orde baru, termasuk diantaranya
kebijakan moneter yang mempertahankan nilai tukar rupiah pada tingkat
yang overvalued.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli 1997, di akhir tahun
itu telah berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis. Banyak
perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan pemutusan

hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Jumlah pengangguran


meningkat dan bahan-bahan sembako semakin langka.Krisis ini tetap terjadi,
meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup
kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud fundamental
ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju
inflasi terkendali, cadangan devisa masih cukup besar dan realisasi anggaran
pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.

*Tahun anggaran. Sumber : BPS,Indikator ekonomi; Bank Indonesia, Statistik


Keuangan Indonesia; World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998
Menanggapi perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mulai
merosot sejak bulan Mei 1997, pada bulan Juli 1997 BI melakukan empat kali
intervensi dengan memperlebar rentang intervensi. Namun pengaruhnya
tidak banyak. Nilai rupiah dalam dolar AS terus tertekan. Tanggal 13 Agustus
1997 rupiah mencapai nilai terendah hingga saat itu, yakni dari Rp2.655,00
menjadi Rp2.682,00 per dollar AS. BI akhirnya menghapuskan rentang
intervensi dan pada akhirnya rupiah turun ke Rp2.755,00 per dollar AS.
Tetapi terkadang nilai rupiah juga mengalami penguatan beberapa poin.
Misalnya, pada bulan Maret 1988 nilai rupiah mencapai Rp10.550,00 untuk
satu dollar AS, walaupun sebelumnya, antara bulan Januari dan Februari
sempat menembus Rp11.000,00 rupiah per dollar AS. Selama periode
Agustus 1997-1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terendah terjadi

pada bulan Juli 1998, yakni mencapai nilai antara Rp14.000,00 dan
Rp15.000,00 per dollar AS. Sedangkan dari bulan September 1998 hingga
Mei 1999, perkembangan kurs rupiah terhadap dolar AS berada pada nilai
antara Rp8.000,00 dan Rp11.000,00 per dollar AS. Selama periode 1 Januari
1998 hingga 5 Agustus 1998, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan mata uang-mata uang
Negara-negara Asia lainnya yang juga mengalami depresiasi terhadap dolar
AS selama periode tersebut.
Sebagai konsekuensinya, BI pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa
membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing. Dengan demikian, BI
tidak melakukan intervensi lagi di pasar valuta asing, sehingga nilai tukar
ditentukan oleh kekuatan pasar.
Kurs mata uang untuk US$1
Mata uang

Jun 97

Jul 98

Perubahan

THB

24,50

41,00

40,2%

IDR (k)

2,38

14,15

83,2%

PHP

26,30

42,00

37.4%

MYR

2,50

4,10

39.0%

KRW (k)

0,85

1,29

34.1%

GNP (milyar US$)


Negara

1.

Jun 97

Jul 98

Perubahan

Thailand

170

102

40,0%

Indonesia

205

34

83,4%

Filipina

75

47

37.3%

Malaysia

90

55

38.9%

Korea Selatan

430

283

34.2%

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KRISIS

penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah


merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam,
meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya
yang berbedamenurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini
diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan
kejadiannya:
1) Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan
yang memadai,memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluarmasuk secara bebas berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan,
karena Indonesia menganut rezim devisa bebas dengan rupiah yang
konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesarbesarnyauntuk orang
bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam
negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri,
sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di
luar negeri.
2) Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993)
hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah
nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat
overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai
US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata
dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah
bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga
proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif
murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih
barang impor yang kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri
tidak berkembang, ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat.
Nilai rupiah yang sangat overvalued ini sangat rentan terhadap serangan
dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata.
3) Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka
pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang
berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh
tempo beserta bunganya ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
Akumulasi utang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah

mencapai jumlah yang sangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang
resmi pemerintah yang beberapa tahun terakhir malah sedikit berkurang
(oustanding official debt). Ada tiga pihak yang krisis Moneter Indonesia :
Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran bersalah di sini, pemerintah, kreditur
dan debitur. Kesalahan pemerintah adalah, karena telah memberi signal
yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiah terusmenerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman
dalam rupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing
menjadi relatif murah. Sebaliknya, tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan
tinggi untuk menahan pelarian dana ke luar negeri dan agar masyarakat
mau mendepositokan dananya dalam rupiah.
Jadi di sini pemerintah dihadapi dengan buah simalakama. Keadaan ini
menguntungkan pengusaha selama tidak terjadi devaluasi dan ini terjadi
selama bertahun-tahun sehingga memberi rasa aman dan orang terus
meminjam dari luar negeri dalam jumlah yang semakin besar. Dengan
demikian pengusaha hanya bereaksi atas signal yang diberikan oleh
pemerintah. Selain itu pemerintah sama sekali tidak melakukan pengawasan
terhadap utang-utang swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan
proyek pemerintah dengan dibentuknya tim PKLN. Bagi debitur dalam
negeri, terjadinya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar ini, di
samping lebih menguntungkan, juga disebabkan suatu gejala yang dalam
teori ekonomi dikenal sebagai fallacy of thinking , di mana pengusaha
beramai-ramai melakukan investasi di bidang yang sama meskipun
bidangnya sudah jenuh, karena masing-masing pengusaha hanya melihat
dirinya sendiri saja dan tidak memperhitungkan gerakan pengusaha lainnya.
Pihak kreditur luar negeri juga ikut bersalah, karena kurang hati-hati dalam
memberi pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan. Jadi sudah
sewajarnya, jika kreditur luar negeri juga ikut menanggung sebagian dari
kerugian yang diderita oleh debitur.
Kalau masalahnya hanya menyangkut utang luar negeri pemerintah saja,
meskipun masalahnya juga cukup berat karena selama bertahun-tahun telah
terjadi net capital outflow yang kian lama kian membesar berupa
pembayaran cicilan utang pokok dan bunga, namun masih bisa diatasi
dengan pinjaman baru dan pemasukan modal luar negeri dari sumber-

sumber lain. Beda dengan pinjaman swasta, pinjaman luar negeri


pemerintah sifatnya jangka panjang, ada tenggang waktu pembayaran,
tingkat bunganya relatif rendah, dan tiap tahunnya ada pemasukan pinjaman
baru. Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800
perusahaan diperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar,
sementara utang pemerintah US$ 53,5 milyar. Sebagian besar dari pinjaman
luar negeri swasta ini tidak di hedge. Sebagian orang Indonesia malah bisa
hidup mewah dengan menikmati selisih biaya bunga antara dalam negeri
dan luar negeri, misalnya yang dimaksud di sini adalah perilaku pengusaha
yang bertindak atas pertimbangan dirinya sendiri tanpa mengetahui apa
yang dilakukan oleh pengusaha lainnya. Misalnya pengusaha ramai-ramai
mendiri-kan apotik, membuka tambak udang, membangun realestat dan
kondomium. Total pembayaran cicilan utang pokok dan bunga setelah
dikurangi pinjaman baru.
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 bank-bank. Maka
beban pembayaran utang luar negeri beserta bunganya menjadi tambah
besar yang dibarengi oleh kinerja ekspor yang melemah . Ditambah lagi
dengan kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam yang membuat utang
dalam nilai rupiah membengkak dan menyulitkan pembayaran kembalinya.
Pinjaman luar negeri dan dana masyarakat yang masuk ke sistim perbankan,
banyak yang dikelola secara tidak prudent, yakni disalurkan ke kegiatan
grupnya sendiri dan untuk proyek-proyek pembangunan realestat dan
kondomium secara berlebihan sehingga jauh melampaui daya beli
masyarakat, kemudian macet dan uangnya tidak kembali. Pinjamanpinjaman luar negeri dalam jumlah relatif besar yang dilakukan oleh sistim
perbankan sebagian disalurkan ke sektor investasi yang tidak menghasilkan
devisa (non-traded goods) di bidang tanah seperti pembangunan hotel,
resort pariwisata, taman hiburan, taman industri, shopping malls dan
realestat.
Proyek-proyek besar ini umumnya tidak menghasilkan barang-barang ekspor
dan mengandalkan pasar dalam negeri, maka sedikit sekali pemasukan
devisa yang bisa diandalkan untuk membayar kembali utang luar negeri.
Krugman melihat bahwa para financial intermediaries juga berperan di
Thailand dan Korea Selatan dengan moral nekat mereka, yang menjadi

penyebab utama dari krisis di Asia Timur. Mereka meminjamkan pada


proyek-proyek berisiko tinggi sehingga terjadi investasi berlebihan di sektor
tanah (Krugman, 1998; Greenwood). Mereka mulai mencari dollar AS untuk
membayar utang jangka pendek dan membeli dollar AS untuk di hedge.
4) Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal sebagai
hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan
devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading,
yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar.
Dewasa ini mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas
dari sektor riil. Para spekulan ini juga meminjam dari sistim perbankan untuk
memperbesar pertaruhan mereka. Itu sebabnya mengapa Bank Indonesia
memutuskan untuk tidak intervensi di pasar valas karena tidak akan ada
gunanya. Meskipun pada awalnya spekulan asing ikut berperan, tetapi
mereka tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas pecahnya krisis moneter ini.
Sebagian dari mereka ini justru sekarang menderita kerugian, karena mereka
membeli rupiah dalam jumlah cukup besar ketika kurs masih di bawah Rp.
4.000 per dollar AS dengan pengharapan ini adalah kurs tertinggi dan rupiah
akan balik menguat, dan pada saat itu mereka akan menukarkan kembali
rupiah dengan dollar AS . Namun pemicu adalah krisis moneter kiriman yang
berawal dari Thailand antara Maret sampai Juni 1997, yang diserang terlebih
dahulu oleh spekulan dan kemudian menyebar ke negara Asia lainnya
termasuk Indonesia. Krisis moneter yang terjadi sudah saling kait-mengkait
di kawasan Asia Timur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya .
(5) Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai
tukar dengan pitabatas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata
dari nilai tukar rupiah danmengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas
intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997 tidak adanya kebijakan
pemerintah yang jelas dan terperinci tentang bagaimana mengatasi krisis
dan keadaan ini masih berlangsung hingga saat ini. Ketidak mampuan
pemerintah menangani krisis menimbulkan krisis kepercayaan dan
mengurangi kesediaan investor asing untuk memberi bantuan finansial
dengan cepat .

6) Defisit neraca berjalan yang semakin membesar, yang disebabkan karena


laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan
melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar
rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor
menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.
7) Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besarbesaran dimingimingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh
perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya
keluar dalam jumlah besar . Selisih tingkat suku bunga dalam negeri dengan
luar negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh keuntungan yang
relatif besar dengan cara bermain di bursa efek, ditopang oleh tingkat
devaluasi yang relatif stabil sekitar 4% per tahun sejak 1986 menyebabkan
banyak modal luar negeri yang mengalir masuk. Setelah nilai tukar Rupiah
tambah melemah dan terjadi krisis kepercayaan, dana modal asing terus
mengalir ke luar negeri meskipun dicoba ditahan dengan tingkat bunga yang
tinggi atas surat-surat berharga Indonesia. Kesalahan juga terletak pada
investor luar negeri yang kurang waspada dan meremehkan resiko Krisis ini
adalah krisis kepercayaan terhadap rupiah.
8) IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana
bantuan yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan
50 butir kesepakatan dengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan
akan membantu Indonesia juga menunda mengucurkan bantuannya
menunggu signal dari IMF, padahal keadaan perekonomian Indonesia makin
lama makin tambah terpuruk. Singapura yang menjanjikan US$ 5 milyar
meminta pembayaran bunga yang lebih tinggi dari pinjaman IMF, sementara
Brunei Darussalam yang menjanjikan US$ 1 milyar baru akan mencairkan
dananya sebagai yang terakhir setelah semua pihak lain yang berjanji akan 8
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 membantu telah
mencairkan dananya dan telah habis terpakai. IMF sendiri dinilai banyak
pihak telah gagal menerapkan program reformasinya di Indonesia dan malah
telah mempertajam dan memperpanjang krisis. Spekulan domestik ikut
bermain . Para spekulan ini pun tidak semata-mata menggunakan dana nya
sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim perbankan untuk bermain.
Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat

luas menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan
malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah.
Terjadilah snowball effect, di mana serbuan terhadap dollar AS makin lama
makin besar. Orang-orang kaya Indonesia, baik pejabat pribumi dan etnis
Cina, sudah sejak tahun lalu bersiap-siap menyelamatkan harta kekayaannya
ke luar negeri mengantisipasi ketidak stabilan politik dalam negeri. Sejak
awal Desember 1997 hingga awal Mei 1998 telah terjadi pelarian modal
besar-besaran ke luar negeri karena ketidak stabilan politik seperti isu
sakitnya Presiden dan Pemilu. Kerusahan besar-besaran pada pertengahan
Mei yang lalu yang ditujukan terhadap etnis Cina telah menggoyahkan
kepercayaan masyarakat ini akan keamanan harta, jiwa dan martabat
mereka. Padahal mereka menguasai sebagian besar modal dan kegiatan
ekonomi di Indonesia dengan akibat mereka membawa keluar harta
kekayaan mereka dan untuk sementara tidak melaukan investasi baru.
Terdapatnya keterkaitan yang erat dengan yen Jepang, yang nilainya
melemah terhadap dollar AS . Setelah Plaza-Accord tahun 1985, kurs dollar
AS dan juga mata uang negara-negara Asia Timur melemah terhadap yen
Jepang, karena mata uang negaranegaraAsia ini dipatok dengan dollar AS.
Daya saing negara-negara Asia Timur meningkat terhadap Jepang, sehingga
banyak perusahaan Jepang melakukan relokasi dan investasi dalam jumlah
besar di negara-negara ini. Tahun 1995 kurs dollar AS berbalik menguat
terhadap yen Jepang, sementara nilai utang dari negara-negara ini dalam
dollar AS meningkat karena meminjam dalam yen, sehingga menimbulkan
krisis keuangan. Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah lama
menunggu pembenahan yang mendasar, namun kelemahan ini meskipun
telah terakumulasi selama bertahun-tahun masih bisa ditampung oleh
masyarakat dan tidak cukup kuat untuk menjungkir-balikkan perekonomian
Indonesia seperti sekarang ini. Memang terjadi dislokasi sumber-sumber
ekonomi dan kegiatan mengejar rente ekonomi oleh perorangan/kelompok
tertentu yang menguntungkan mereka ini dan merugikan rakyat banyak dan
perusahaan-perusahaan yang efisien.
Subsidi pangan oleh BULOG, monopoli di berbagai bidang, penyaluran dana
yang besar untuk proyek IPTN dan mobil nasional. Timbulnya krisis berkaitan

dengan Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran
jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor
ekonomi luar negeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri,
meskipun kelemahan sektor riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap
melemahnya nilai tukar rupiah. Membenahisektor riil saja, tidak
memecahkan permasalahan. Krisis pecah karena terdapat ketidak
seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka pendek dengan
jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar AS melambung
dan tidak terbendung.
Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis
ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri,
membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan
masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia,
menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata, dan tidak kalah
penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik. Program
Reformasi Ekonomi IMF Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di
Indonesia disebabkan Program Reformasi Ekonomi IMF. Menurut IMF, krisis
ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan karenapemerintah
baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi.
Strategipemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan
kepercayaan pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri
menarik. Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi
sektor finansial. Sementara itu pemerintah Indonesia telah enam kali
memperbaharui persetujuannya dengan IMF, Second Supplementary
Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) tanggal 24 Juni,
kemudian 29 Juli 1998, dan yang terakhir adalah review yang keempat,
tanggal 16 Maret 1999.Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada
tanggal 31 Oktober 1997. Program reformasi ekonomi yang disarankan IMF
ini mencakup empat bidang:
1.
2.
3.
4.

Penyehatan sektor keuangan;


Kebijakan fiskal;
Kebijakan moneter
Penyesuaian struktural.

Untuk menunjang program ini, IMF akan mengalokasikan stand-by credit


sekitar US$ 11,3 milyar selama tiga hingga lima tahun masa program.
Sejumlah US$ 3,04 milyar dicairkan segera, jumlah yang sama disediakan
setelah 15 Maret 1998 bila program penyehatannya telah dijalankan sesuai
persetujuan, dan sisanya akan dicairkan secara bertahap sesuai kemajuan
dalam pelaksanaan program. Dari jumlah total pinjaman tersebut, Indonesia
sendiri mempunyai kuota di IMF sebesar US$ 2,07 milyar yang bisa
dimanfaatkan. Di samping dana bantuan IMF, Bank Dunia, Bank
Pembangunan Asia dan negaranegarasahabat juga menjanjikan pemberian
bantuan yang nilai totalnya mencapai lebih 10 Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, Maret 1999 kurang US$ 37 milyar . Namun bantuan dari pihak
lain ini dikaitkan dengan kesungguhan pemerintah Indonesia melaksanakan
program-program yang diprasyaratkan IMF.
Sebagai perbandingan, Korea mendapat bantuan dana total sebesar US$ 57
milyar untuk jangka waktu tiga tahun, di antaranya sebesar US$ 21 milyar
berasal dari IMF. Thailandhanya memperoleh dana bantuan total sebesar US$
17,2 milyar, di antaranya US$ 4 milyar dari IMF dan masing-masing US$ 0,5
milyar berasal dari Indonesia dan Korea. Karena dalam beberapa hal
program-program yang diprasyaratkan IMF oleh pihak Indonesia dirasakan
berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah negosiasi kedua
yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of
intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang
mengandung 50 butir. Saransaran IMF diharapkan akan mengembalikan
kepercayaan masyarakat dengan cepat dan kurs nilai tukar rupiah bisa
menjadi stabil (butir 17 persetujuan IMF 15 Januari 1998). Pokok-pokok dari
program IMF adalah sebagai berikut:
1.
Kebijakan makro-ekonomi
Kebijakan fiskal
Yaitu kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah
penerimaan dan pengeluaran negara. Atau kebijakan pemerintah yang
membuat perubahan dalam bidang per-pajakan (T) dan pengeluaran
pemerintah (G) dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran
/permintaan agregat dalam perekonomian Kebijakan ini diambil untuk
menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi

pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan.


Caranya dengan : menambah atau mengurangi PAJAK dan SUBSIDI.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah
yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah
tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak
diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan
industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan
pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum.
Kebijakan moneter dan nilai tukar
Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral untuk menambah atau mengurangi
jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pengaturan jumlah uang yang
beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi
jumlah uang yang beredar.
1.
Restrukturisasi sektor keuangan
Program restrukturisasi bank
Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan
1.
Reformasi struktural
Perdagangan luar negeri dan investasi
Deregulasi dan swastanisasi
Social safety net
Lingkungan hidup.
Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi berbagai
hambatan,maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan
supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas
20 butir, 7 appendix dan satu matriks. Cakupan memorandum ini lebih luas

dari kedua persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masuk adalah
penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal
pelaksanaan masing-masing program dirangkum dalam matriks komitmen
kebijakan struktural. Strategi yang akan dilaksanakan adalah:
1.

menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan


ekonomi Indonesia
2.
memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan;
3.
memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun
ekonomi yang efisien dan berdaya saing;
4.
menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan
swasta;
5.
kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal,
sehingga ekspor bisa bangkit kembali.
Ke tujuh appendix adalah masing-masing:
1.
Kebijakan moneter dan suku bunga
2.
Pembangunan sektor perbankan
3.
Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah
4.
Reformasi BUMN dan swastanisasi
5.
Reformasi struktural
6.
Restrukturisasi utang swasta
7.
Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.
Prioritas utama dari program IMF ini adalah restrukturisasi sektor perbankan.
Pemerintah akan terus menjamin kelangsungan kredit murah bagi
perusahaan kecilmenengah dan koperasi dengan tambahan dana dari
anggaran pemerintah (butir 16 dan 20 dari Suplemen). Awal Mei 1998 telah
dilakukan pencairan kedua sebesar US$ 989,4 juta danjumlah yang sama
akan dicairkan lagi berturut-turut awal bulan Juni dan awal bulan Juli,bila
pemerintah dengan konsekuen melaksanakan program IMF. Sementara itu
Menko Ekuin/Kepala Bappenas menegaskan bahwa Dana IMF dan
sebagainya memang tidak kita gunakan untuk intervensi, tetapi untuk
mendukung neraca pembayaran serta memberi rasa aman, rasa tenteram,
dan rasa kepercayaan terhadap perekonomian bahwa kita memiliki cukup
devisa untuk mengimpor dan memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri.

Pencairan berikutnya sebesar US$ 1 milyar yang dijadwalkan awal bulan Juni
baru akan terlaksana awal bulan September ini. Kritik Terhadap IMF Banyak
kritik yang dilontarkan oleh berbagai pihak ke alamat IMF dalam hal
menangani krisis moneter di Asia, yang paling umum adalah bahwa: (1)
program IMF terlalu seragam, padahal masalah yang dihadapi tiap negara
tidak seluruhnya sama (2) program IMF terlalu banyak mencampuri
kedaulatan negara yang dibantu . Radelet dan Sachs secara gamblang
mentakan bahwa bantuan IMF kepada tiga negara Asia (Thailand, Korea dan
Indonesia) telah gagal. Setelah melihat program penyelematan IMF di ketiga
negara tersebut, timbul kesan yang kuat bahwa IMF sesungguhnya tidak
menguasai permasalahan dari timbulnya krisis, sehingga tidak bisa keluar
dengan program penyelamatan yang tepat.
Salah satu pemecahan standar IMF adalah menuntut adanya surplus dalam
anggaran belanja negara, padahal dalam hal Indonesia anggaran belanja
negara sampai dengan tahun anggaran 1996/1997 hampir selalu surplus,
meskipun surplus 12 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 ini
ditutup oleh bantuan luar negeri resmi pemerintah. Adalah kebijakan dari
Orde Baru untuk menjaga keseimbangan dalam anggaran belanja negara,
dan prinsip ini terus dipegang. Selama ini tidak ada pencetakan uang secara
besar-besaran untuk menutup anggaran belanja negara yang defisit, dan
tidak ada tingkat inflasi yang melebihi 10%. Memang dalam anggaran
belanja negara tahun 1998/1999 terdapat defisit anggaran yang besar,
namun ini bukan disebabkan karena kebijakan deficit financing dari
pemerintah, tetapi oleh karena nilai tukar rupiah yang terpuruk terhadap
dollar AS.
Semakin jatuh nilai tukar rupiah, semakin besar defisit yang terjadi dalam
anggaran belanja. Karena itu pemecahan utamanya adalah bagaimana
mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar. J. Stiglitz, pemimpin
ekonom Bank Dunia, mengkritik bahwa prakondisi IMF yang teramat ketat
terhadap negara-negara Asia di tengah krisis yang berkepanjangan
berpotensi menyebabkan resesi yang berkepanjangan. Kemudian berlakunya
praktek apa yang dinamakan konsensus Washington, yaitu negara
pengutang lazimnya harus mendapatkan restu pendanaan dari pemerintah
AS, yang pada dasarnya hanya memperluas kesempatan ekonomi AS.

(Kompas, 13 Mei 1998). Kabar terakhir menyebutkan bahwa pencairan


bantuan tahap ketiga awal Juni ni akan tertunda lagi atas desakan
pemerintah AS yang dikaitkan dengan perkembangan reformasi politik di
Indonesia, dan ini akan menunda cairnya bantuan dari sumber-sumber lain .
Anwar Nasution mengkritik bahwa reformasi ekonomi yang disarankan IMF
bentuknya masih samar-samar.
Tidak ada penjelasan rinci, bagaimana caranya untuk meningkatkan
penerimaan pemerintah dan mengurangi pengeluaran pemerintah untuk
mencapai sasaran surplus anggaran sebesar 1% dari PDB dalam tahun fiskal
1998/99, dan bagaimana ingin dicapai sasaran pertumbuhan ekonomi
sebesar 3%. Harapan satu-satunya adalah peningkatan ekspor non-migas,
namun kelemahan utama dari IMF adalah tidak ada program yang jelas
untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya produksi untuk
mendorong ekspor non-migas. Penasehat khusus IMF untuk Indonesia
sendiri juga dikutip sebagai mengatakan bahwa IMF kerap menerapkan
standar ganda dalam pengambilan keputusan. Di satu pihak, perwakilan IMF
mewakili negara dan pemerintahan dengan kebijakan dan visi politik masingmasing, sementara keputusan yang diambil harus mengacu pada fakta
konkret ekonomi. Karenanya, ada saja peluang bahwa tudingan atas
pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia yang makin marak belakangan
ini, menjadi hal yang disoroti Dewan Direktur IMF dalam pengambilan
keputusannya pekan depan. Demikian pun halnya dengan Bank Dunia.
(Kompas, 2 Mei 1998).
Sri Mulyani mengemukakan, bahwa di bidang kebijaksanaan makro IMF tidak
memperlihatkan adanya konsistensi antarinstrumen kebijaksanaan. Di satu
pihak IMF Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran
memberikan kelenturan dengan mengizinkan dipertahankannya subsidi dan
menyediakandana untuk menciptakan jaringan keselamatan sosial, sedang
di lain pihak menganut kebijaksanaan moneter yang kontraktif. Kedua
kebijaksanaan ini bisa memandulkan efektivitas kebijaksanaan makro,
terutama dalam rangka stabilitas nilai tukar dan inflasi. Secara makro
ancaman kegagalan terbesar kesepakatan ketiga ini berasal dari
kebijaksanaan moneter yang masih ambivalen, karena keharusan BI
melakukan fungsilender of last resort bagi perbankan nasional, yang

bertentangan dengan tema pengetatan, juga ketidak sejalanan


kebijaksanaan moneter dan fiskal.
Saran IMF menutup sejumlah bank yang bermasalah untuk menyehatkan
sistim perbankan Indonesia pada dasarnya adalah tepat, karena cara
pengelolaan bank yang amburadul dan tidak mengikuti peraturan, namun
dampak psikologisnya dari tindakan ini tidak diperhitungkan. Masyarakat
kehilangan kepercayaan kepada otoritas moneter, Bank Indonesia dan
perbankan nasional, sehingga memperparah keadaan dan masyarakat
beramai-ramai memindahkan dananya dalam jumlah besar ke bank-bank
asing dan pemerintah atau ditaruh di rumah, yang menimbulkan krisis
likuiditas perbankan nasional yang gawat. Hal ini juga diakui oleh IMF .
Pertanyaan mendasar yang harus ditujukan kepada IMF menurut penulis
adalah sejauh mana IMF bersungguh-sungguh dalam hal membantu
mengatasi krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia dewasa ini?
Apakah sama seperti kesungguhan Amerika Serikat ketika membantu
Meksiko bersama-sama dengan IMF dan negara-negara maju lainnya yang
berhasil menggalang sebesar hampir US$ 48 milyar Januari 1995? Setelah
mencapai titik terendah tahun 1995, perekonomian Meksiko dengan cepat
pada tahun 1996 dapat bangkit kembali.
Rencana IMF untuk mencairkan bantuannya secara bertahap dalam jarak
waktu yang cukup jauh menunjukkan bahwa IMF menekan Indonesia untuk
menjalankan programnya secara ketat dan membiarkan keadaan ekonomi
Indonesia terus merosot menuju resesi yang berkepanjangan. Dengan
menahan pencairan bantuan tahap kedua dan setelah diundur, hanya dicicil
US$ 1 milyar dari jumlah US$ 3 milyar, ditambah jarak yang cukup lama
antara paket bantuan pertama dan kedua, menyulitkan pemulihan ekonomi
Indonesia secara cepat, menghilangkan kepercayaan terhadap rupiah,
bahkan memperparah keadaan. Karena badan internasional lain dan negaranegara sahabat yang menjanjikan bantuan juga menunggu signal dari IMF,
berhubung semua bantuan tambahan yang besarnya mencapai US$ 27
milyar dikaitkan dengan cairnya bantuan IMF.
Di lain pihak, kita juga perlu berterima kasih kepada IMF karena dengan
menunda mencairkan bantuannya, IMF sedikit banyak mempunyai andil

dalam perjuangan menggulirkan tuntutan reformasi politik, ekonomi dan


hukum di Indonesia yang pada akhirnya bermuara pada mundurnya Presiden
Soeharto. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 Saran IMF
untuk menstabilkan nilai tukar adalah dengan menerapkan kebijakan uang
ketat, menaikkan suku bunga dan mengembalikan kepercayaan terhadap
kebijakan ekonomi,dari waktu ke waktu mengadakan intervensi terbatas di
pasar valas dengan petunjuk IMF. Sayangnyatidak ada program khusus yang
secara langsung ditujukan untuk menguatkan kembali nilai tukar rupiah, juga
tidak ada Appendix untuk masalah ini. IMF tidak memecahkan permasalahan
yang utama dan yang paling mendesak secara langsung.
IMF bisa saja terlebih dahulu mengambil kebijakan memprioritaskan
stabilisasi nilai tukar rupiah, kalau mau, dengan mencairkan dana bantuan
yang relatif besar pada bulan November lalu, yang didukung oleh bantuan
dana dari World Bank, Asian Development Bank dan negara-negara sahabat.
Dengan demikian timbulnya krisis kepercayaan yang berkepanjangan dapat
dicegah. IMF sendiri tampaknya tidak tahu apa yang harus dilakukannya dan
berputarputar pada kebijakan surplus anggaran, uang ketat, tingkat bunga
tinggi, pembenahan sektor riil yang memang perlu dan sudah sangat
mendesak, dan titipan-titipan khusus dari negaranegaramaju yaitu membuka
peluang investasi yang seluas-luasnya bagi mereka dengan menggunakan
kesempatan dalam kesempitan Indonesia.Dilain pihak memang harus diakui
bahwa tekanan ini perlu untuk memastikankesungguhan Indonesia, karena
untuk beberapa tindakan memang ada tanda-tandakekurang sungguhan di
pihak Indonesia.
Tidak adanya program dari IMF yang jelas dan berjangka pendek untuk
mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar dan
menstabilkannya membuat pemerintah cukup lama terombang-ambing
antara memilih program IMF atau currency board system, yang justru
menjanjikan kepastian dan kestabilan nilai tukar pada tingkat yang wajar.
Krisis ekonomi yang tengah berlangsung ini memang bukan tanggung-jawab
IMF dan tidak bisa dipecahkan oleh IMF sendiri. Namun kekurangan yang
paling utama dari IMF adalah bahwa IMF dalam program bantuannya tidak
mencari pemecahan terhadap masalah yang pokok dan sangat mendesak ini
dan berputar-putar pada reformasi struktural yang dampaknya jangka
panjang. Bila semua kekuatan bantuan ini dikumpulkan sekaligus secara dini,

maka hal ini dengan cepat akan memulihkan kembali kepercayaan


masyarakat dalam negeri dan internasional. Namun bantuan dana IMF dan
ketergantungan harapan
pada IMF ini disalahgunakan untuk menekan pemerintah Indonesia untuk
melaksanakan reformasi struktural secara besar-besaran. Ibaratnya orang
yang sudah hampir tenggelam diombang-ambing ombak laut tidak segera
ditolong dengan dilempari pelampung, tapi disuruh belajar berenang dahulu.
Reformasi struktural sebagaimana yang dianjurkan oleh IMF memang
mendasar dan penting, tetapi dampak hasilnya baru bisa dirasakan dalam
jangka panjang, sementara pemecahan masalahnya sudah sangat
mendesak, di mana makin ditunda makin banyak Krisis Moneter Indonesia :
Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran perusahaan yang jatuh
bergelimpangan. Banyak perusahaan yang mengandalkan pasaran dalam
negeri tidak bisa menjual barang hasil produksinya karena perusahaanperusahaan ini umumnya memiliki kandungan impor yang tinggi dan harga
jualnya menjadi tidak terjangkau dengan semakin jatuhnya nilai tukar rupiah.
Jadi, utang luar negeri swasta dan nilai tukar rupiah yang merosot jauh dari
nilai riilnya adalah masalah-masalah dasar jangka pendek, yang lama tidak
disinggung oleh IMF.
Di sini timbul keragu-raguan akan kemurnian kebijakan reformasi IMF,
sehingga timbul teka-teki, apakah IMF benar-benar tidak melihat inti
permasalahannya atau berpura-pura tidak tahu? Atau IMF mengambil
kesempatan dalam kesempitan untuk memaksakan perubahan-perubahan
yang sudah lama menjadi duri di matanya dan bagi Bank Dunia serta
mewakili kepentingan-kepentingan asing? Tampaknya di balik anjuran
program pemulihan kegiatan ekonomi ada titipan-titipan politik dan ekonomi
dari negara-negara besar tertentu. Program reformasi IMF secara
mencurigakan mengulang kembali tuntutan-tuntutan deregulasi ekonomi
yang sudah sejak bertahun-tahun didengungkan oleh Bank Dunia dan belum
sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Permintaan IMF untuk
menghentikan dengan segera perlakuan pembebasan pajak dan kemudahan
kredit untuk proyek mobil nasional dan IPTN adalah tepat, karena dalam
jangka pendek proyek ini akan mengacaukan kebijakan pemerintah di bidang
fiskal, anggaran dan moneter secara berarti. Juga saran IMF untuk

menghapuskan subsidi BBM dan listrik yang kian membesar secara bertahap
dalam jangka waktu tiga tahun sudah benar.
Subsidi listrik relatif lebih mudah untuk dihapuskan, yakni melalui subsidi
silang sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tetap dikenakan tarif
listrik yang murah dan melalui peningkatan efisiensi, misalnya penagihan
yang lebih efektif. Namun penurunan subsidi BBM dan listrik oleh pemerintah
secara drastis dan mendadak pada tanggal 4 Mei1998 yang lalu mempunyai
dampak yang sangat luas terhadap perekonomian rakyat kecil,meskipun
kepentingan rakyat kecil sangat diperhatikan dengan adanya jaringan
keselamatan sosial. Tindakan drastis ini sedikit-banyak telah membantu
memicu terjadinya kerusuhan-kerusuhan sosial dan politik. Yang menjadi
pertanyaan di sini adalah, apakah pemerintah tidak bisa menunda kenaikan
BBM dan listrik untuk beberapa bulan, menunggu keresahan masyarakat
reda? Di sini pemerintah salah membaca isi dari kesepakatan dengan IMF,
karena IMF menganjurkan penghapusan subsidi secara bertahap dan tidak
secara mendadak.
Dalam suplemen program IMF April 1998 disebutkan bahwa subsidi masih
bisa diberikan kepada beberapa jenis barang yang banyak dikonsumsi oleh
penduduk berpenghasilan rendah seperti bahan makanan, BBM dan listrik.
Dalam situasi sekarang hampir tidak ada peluang untuk meningkatkan pajak.
Baru pada tanggal 1 Oktober 1998 direncanakan subsidi akan diturunkan
secara berarti. Subsidi untuk bahan pangan, BBM dan listrik sudah
diperhitungkan dan dinaikkan dalam anggaran pemerintah .
Membengkaknya subsidi ini disebabkan Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, Maret 1999 oleh beberapa faktor, seperti kinerja yang kurang
efisien, tagihan listrik dalam jumlah besar yang tidak dibayar, tetapi sebab
utama karena merosotnya nilai tukar rupiah. Jadi tindakan yang pokok
adalah pertama mengembalikan dulu nilai rupiah ke tingkat yang wajar dan
dari sini baru menghitung besarnya subsidi.
Tidak bisa biaya produksi dihitung atas dasar nilai tukar dengan dollar AS
yang masih relatif tinggi lalu dibebankan kepada konsumen, sementara
pendapatan masyarakat adalah dalam rupiah yang tidak berubah sejak
sebelum terjadinya krisis moneter, kalau tidak menurun dan banyaknya PHK.

Keadaan ini tidak sebanding, kita harus melihat sebab-sebab lain di balik
kenaikan biaya produksi. Halnya akan lain, bila pendapatan masyarakat
dalam rupiah juga ikut naik dua atau tiga kali lipat sesuai dengan kenaikan
nilai tukar dollar AS, seperti orang asing yang tinggal di Indonesia misalnya.
Dalam kaitan ini perlu dipertanyakan, siapa yang menjadi penyebab dari
terjadinya krisis yang berkepanjangan ini, sehingga nilai tukar valas naik
sangat tinggi dan siapa yang menarik keuntungan dari krisis ini? Janganlah
rakyat banyak diminta untuk berkorban mengatasi krisis ini atau
membebankan di atas penderitaan rakyat dengan misalnya menaikkan harga
BBM dan tarif listrik. Di antara saran-saran IMF juga ada yang mengenai
perluasan penyertaan modal asing dalam kegiatan ekonomi Indonesia yang
terlalu jauh. Modal asing sudah diberi peluang yang cukup besar untuk
investasi di Indonesia dengan diperbolehkannya kepemilikan hingga 100%
baik untuk pendirian PMA, bank asing maupun penguasaan saham dari
perusahaan-perusahaan yang telah go public, kecuali saham bank nasional
yang go public.
Meskipun demikian IMF masih meminta dihapuskannya larangan membuka
cabang bagi bank asing, izin investasi di bidang perdagangan besar dan
eceran, dan liberalisasai perdagangan yang jauh lebih liberal dari komitmen
resmi pemerintah di forum WTO, AFTA dan APEC. Masalahnya bukan
sentimen nasionalisme, tetapi apa sumbangan dari keterbukaan ini terhadap
restrukturisasi ekonomi dari program IMF, stabilisasi ekonomi dan moneter,
dan apa sumbangannya terhadap pemasukan modal asing? Bukan masalah
anti asing atau sentimen nasionalisme yang sempit, tetapi apa salahnya bila
pemerintah menyisakan bidang kegiatan untuk pengusaha Indonesia,
terutama yang bermodal kecil?Apa permintaan IMF ini tidak terlalu jauh?
Kedengarannya seperti IMF menerima titipan pesan sponsor dari negaranegara besar yang ingin memaksakan kepentingannya dengan
menggunakan kesempatan dalam kesempitan.
Saran IMF lainnya yang disisipkan dalam persetujuan dan tidak ada
kaitannya denganprogram stabilisasi ekonomi dan moneter adalah
desakannya untuk menyusun Undang-Undang Lingkungan Hidup yang baru .
Ikut campurnya IMF dalam penyelesaian utang swasta adalah sangat baik,

karena IMF sebagai lembaga yang disegani bisa banyak membantu


memulihkan kepercayaan kreditor Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak,
Peran IMF dan Saran luar negeri, yang akan memperlancar dan
mempercepat proses penyelesaian utang. IMF bisa bertindak sebagai
perantara yang netral dan dipercaya.
1.

DAMPAK TERJADINYA KRISIS EKONOMI GLOBAL BAGI


INDONESIA
Krisis ekonomi yang sedang dialami oleh beberapa negara besar di dunia
diantaranya AS secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian
di Indonesia.Maka dari itu pemerintah harus waspada dan antisipatif, karena
resesi ekonomi AS kemungkinan semakin parah sehingga bisa berdampak
hebat terhadap kehidupan ekonomi di dalam negeri. Krisis ekonomi global
bisa diumpamakan sebagai deretan kartu domino yang diatur sejajar,jika
pemain utamanya terjatuh maka akan membawa dampak buruk terhadap
yang lainnya (efek domino). Celakanya, kalau negara-negara berkembang
yang terkena krisis ekonomi, lembaga-lembaga keuangan internasional
cenderung lepas tangan. Akibatnya, krisis yang terjadi bisa sangat parah dan
potensial mengimbas ke wilayah lain.
Warung-warung di pelosok Jakarta kini bertumbangan ke jurang
kebangkrutan. Itu sebagai bukti bahwa rakyat kebanyakan sudah tak
berbelanja lagi. Sementara lapisan atas justru berbelanja keperluan seharihari ke pasar-pasar modern milik pengusaha besar. Ini menyebabkan
kefailitan raksasa bagi dunia bisnis. Saat ini dampak resesi ekonomi global
yang paling dirasakan adalah pada masyarakat menengah ke atas, terlebih
mereka yang bermain saham, valuta asing dan investasi emas. Dari
pantauan media di sejumlah pasar di tanah air, sejak BEJ (Bursa Efek Jakarta)
melakukan suspend pada Jumat (10/10/11) , harga bahan-bahan pangan
mulai merangkak naik. Jika sudah begini, masyarakat bawah yang paling
merasakan dampaknya.
Selain itu, kenaikan harga bahan baku di sektor properti akibat pengaruh
krisis ekonomi global, sangat mungkin terjadi. Seperti di kutip
dari Antara.co.id, Wakil Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah,
Adib Adjiputra, di Solo, beberapa waktu lalu mengatakan, harga bahan baku
yang diproduksi di dalam negeri maupun luar negeri, berpotensi terpengaruh

oleh krisis ekonomi ini. Harga bahan baku seperti besi, keramik, semen dan
sejumlah aksesori rumah lainnya yang berasal dari industri manufaktur, kata
dia, sangat rentan mengalami kenaikan.
Kenaikan bahan baku akibat dampak krisis ekonomi ini akan semakin
menyulitkan sektor properti, setelah sebelumnya juga diterpa kenaikan
harga bahan baku akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak
positif. Secara umum impor barang, termasuk impor buah menurun tajam,
perjalanan ke luar negeri dan pengiriman anak sekolah ke luar
negeri,kebalikannya arus masuk turis asing akan lebih besar, meningkatkan
ekspor khususnya di bidang pertanian, proteksi industri dalam negeri
meningkat, dan adanya perbaikan dalam neraca berjalan. Krisis ekonomi
juga menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil Menengah (UKM) dan
Industri Skala Kecil (ISK), yakni pertumbuhan jumlah unit usaha,jumlah
pekerja atau pengusaha, munculnya tawaran dari IMB untuk melakukan
mitra usaha dengan ISK, peningkatan ekspor, dan peningkatan pendapatan
untuk kelompok menengah ke bawah.Namun secara keseluruhan, dampak
negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak
positifnya
1.
BEBERAPA SOLUSI MENGATASI KRISIS EKONOMI GLOBAL OLEH
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Presiden menegaskan 10 langkah yang harus ditempuh semua pihak untuk
menghadapi krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS), sehingga
tidak berdampak buruk terhadap pembangunan nasional.
1.

Presiden mengajak semua pihak dalam menghadapi krisis global harus


terus memupuk rasa optimisme dan saling bekerjasama sehingga bisa
tetap menjagar kepercayaan masyarakat.
2.
Pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen harus terus
dipertahankan antara lain dengan terus mencari peluang ekspor dan
investasi serta mengembangkan perekonomian domestik.
3.
Optimalisasi APBN 2009 untuk terus memacu pertumbuhan dengan
tetap memperhatikan `social safety net` dengan sejumlah hal yang harus
diperhatikan yaitu infrastruktur, alokasi penanganan kemiskinan,

ketersediaan listrik serta pangan danBBM.Untuk itu perlu dilakukan


efisiensi penggunaan anggaran APBN maupun APBD khususnya untuk
peruntukan konsumtif.
4.
Ajakan pada kalangan dunia usaha untuk tetap mendorong sektor riil
dapat bergerak. Bila itu dapat dilakukan maka pajak dan penerimaan
negara bisa terjaga dan juga tenaga kerja dapat terjaga. Sementara Bank
Indonesia dan perbankan nasional harus membangun sistem agar kredit
bisa mendorong sektor riil. Di samping itu, masih menurut Kepala Negara,
pemerintah akan menjalankan kewajibannya untuk memberikan insentif
dan kemudahan secara proporsional.
5.
Semua pihak lebih kreatif menangkap peluang di masa krisis antara
lain dengan mengembangkan pasar di negara-negara tetangga di
kawasan Asia yang tidak secara langsung terkena pengaruh krisis
keuangan AS.
6.
Menggalakkan kembali penggunaan produk dalam negeri sehingga
pasar domestik akan bertambah kuat.
7.
Perlunya penguatan kerjasama lintas sektor antara pemerintah, Bank
Indonesia, dunia perbankan serta sektor swasta.
8.
Semua kalangan diharapkan untuk menghindari sikap ego-sentris dan
memandang remeh masalah yang dihadapi.
9.
Mengingat tahun 2009 merupakan tahun politik dan tahun pemilu,
kaitannya dengan upaya menghadapi krisis keuangan AS adalah memiliki
pandangan politik yang non partisan, serta mengedepankan kepentingan
rakyat di atas kepentingan golongan maupun pribadi termasuk dalam
kebijakan-kebijakan politik.
10.
Presiden meminta semua pihak melakukan komunikasi yang tepat dan
baik pada masyarakat. Tak hanya pemerintah dan kalangan pengusaha,
serta perbankan, Kepala Negara juga memandang peran pers dalam hal
ini sangat penting karena memiliki akses informasi pada masyarakat.
Prospek Ekonomi Indonesia
Prospek ekonomi untuk beberapa tahun mendatang adalah kurang cerah dan
akanditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang negatif. Menurut perkiraan
IMF pada bulan Maret 1999 lalu, pertumbuhan GDP nyata Indonesia pada
tahun 1998/9 diperkirakan akan negatif sebesar 16%, dan tingkat inflasi
sekitar 66%. Keadaan ekonomi yang sangat parah ini diperkirakan pada
bulan-bulan mendatang masih akan berlangsung terus, karena krisis belum

juga menyentuh dasar jurang. Berapa lama krisis ekonomi ini masih akan
berlangsung, sulit untuk diramalkan karena tergantung pada banyak faktor.
Faktor-faktor tersebut adalah bantuan IMF dan donor-donor lainnya yang
segera, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada tingkat yang
wajar, pulihnya kepercayaan investor dalam dan luar negeri, keamanan yang
mantap, suasana politik dan sosial yang stabil. Tapi sekali krisis berakhir dan
ekonomi berbalik bangkit kembali (rebound), maka perbaikan ini
diperkirakan akan berlangsung relatif cepat. Karena prasarana dasar untuk
pembangunan sudah tersedia, tenaga terlatih, pabrik, mesin-mesin sudah
ada, sehingga yang diperlukan adalah pulihnya kepercayaan dan masuknya
modal baru.

PERKENOMIAN INDONESIA DI ERA JOKOWI-JK


Tantangan yang dihadapi Presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi di bidang
ekonomi tidak mudah. Jika pemerintahan Jokowi mau memenuhi janjinya
kepada rakyat Indonesia yang telah menaruh kepercayaan besar pada
dirinya, maka dia harus membuat terobosan penting. Sejumlah agenda
reformasi di bidang ekonomi sudah menunggu. Yang ditunggu oleh publik
bukan sekedar apa daftar niat baik yang mau dilakukan pemerintah Jokowi,
tetapi bagaimana dia akan melakukannya. Beberapa hari sebelum pelantikan
Jokowi-JK, Komite Ekonomi Nasional (KEN) melansir tantangan yang akan
dihadapi pemerintahan mendatang. Raden Pardede, Wakil Ketua KEN,
menyebut tiga tantangan besar perekonomian yang akan dihadapi, dan
harus diantisipasi pemerintah.
Tantangan pertama adalah perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang
berakibat pada naiknya suku bunga negara tersebut.
Perbaikan ekonomi Negara Paman Sam mempengaruhi nilai tukar dolar
terhadap rupiah, dan berimbas pada banyak aspek finansial di Indonesia.
Tantangan kedua perekonomian global yang bisa semakin melemah.
Tantangan ketiga adalah tekanan inflasi jika kenaikan harga minyak benarbenar dijalankan.
Raden menjelaskan, jika the Fed menaikkan suku bunga agresif dalam waktu
dekat, perekonomian Indonesia akan sangat terpukul karena tengah
mengalami twin deficit(transaksi berjalan dan APBN). Kenaikan suku bunga

the Fed diperkirakan akan menimbulkan arus modal yang terhenti atau
malah berbalik arah. Peristiwa tersebut akan berbahaya padalikuiditas dan
cadangan devisa dalam negeri, karena Indonesia membutuhkan likuiditas
besar untuk menyeimbangkan kedua defisit.
Rupiah juga akan tertekan dengan semakin menguatnya dollar Amerika
Serikat. Dan hal-hal tersebut akan semakin menekan transaksi berjalan di
tahun depan, ujar Raden. Sebagai risiko yang sangat berbahaya, lanjut
Raden, kenaikan suku bunga the Fed patut diantisipasi dengan kebijakan
yang komprehensif.
Dari dalam negeri, rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) diperkirakan akan membawa tekanan inflasi. Tetapi, tinggi
rendahnya inflasi dan gejolak di masyarakat menjadi pertanyaan lebih lanjut.
Keadaan politik yang tidak ramah membuat peristiwa ini akan memberikan
goncangan sendiri.
Untuk menghadapi tantangan ini pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan
yang agresif. Tetapi sebelum kebijakan terbit, pemerintah perlu
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat goncangan ekonomi dari faktor
eksogen dan menentukan target dari kebijakan yang akan dilakukan untuk
merespon goncangan yang datang. Juga perlu menggerakkan segala
instrumen ekonomi sesuai target yang diinginkan untuk mengatasi dan
mengantisipasi dampak yang akan terjadi akibat goncangan ekonomi.
Pemerintah juga perlu melakukan pemotongan dan realokasi subsidi energi
pada 2014. Melalui kebijakan ini, pemerintah akan mempunyai ruang fiskal
yang lebih besar untuk kemudian dialokasikan kepada belanja infastruktur
publik serta belanja jaring pengaman sosial. Juga membangun infrastruktur
dan sistem logistik yang efisien,
Mantan Menteri Koordinator dan Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan,
ekonomi Indonesia dua tahun ke depan menjadi tantangan bagi
pemerintahan era Jokowi-JK. Persoalan ekonomi yang harus diselesaikan oleh
pemerintahan baru cukup rumit seperti defisit neraca transaksi berjalan,
subsidi yang berlebihan, dilema menaikkan harga BBM dengan dampak
meningaktnya inflasi, dan angka kemiskinan yang naik. Dua tahun ke depan
memang tantangan, tapi saya optimis, kata Chairul.

Ekonomi Indonesia, kata dia, membutuhkan suasana yang kondusif untuk


dapat bergerak sesuai tujuan. Saling gotong royong karena Indonesia terlalu
kompleks untuk dikelola oleh satu kelompok saja. Untuk itu saya ingin
mengetuk hati para pemimpin bangsa untuk duduk bersama-sama dan
bekerja keras untuk kepentingan bangsa, pungkas Ketua KEN ini.
Selain itu, Para pengamat ekonomi mengatakan bahwa di tingkat global, saat
ini ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi sejumlah negara di Eropa
berada di bawah perkiraan Bank Sentral Eropa (ECB). Bahkan, secara ratarata pertumbuhan PDB di kawasan Eropa diperkirakan hanya mencapai 0.1
persen pada kuartal kedua, yang berati lebih rendah dari kuartal pertama
sebesar 0,2 persen.
Lebih lanjut dikatakan, ekonomi Jerman berkontraksi 0.2 persen, Perancis
melaporkan stagnasi pertumbuhan dengan ancaman defisit di atas 4 persen,
sementara Italia kembali meneruskan tren kontraksi mengarah ke resesi
yang telah dialami dalam beberapa kuartal terakhir. Adapun di Eropa Timur
khususnya Polandia, Ceko, dan Rumania juga menunjukkan
perlambatan. Bahkan ekonomi Rumania dilaporkan berkontraksi 1 persen
pada kuartal 2/2014.
Kondisi di atas juga diperburuk oleh situasi politik Zona Euro dengan kian
memburuknya perseteruan Rusia dan Ukraina. Hal ini yang menyebabkan
potensi terhentinya bantuan Internasional ke kawasan ini.
Tercatat juga, indeks kepercayaan konsumen di 18 negara yang tergabung
dalam Zona Euro juga mengalami pertumbuhan negatif yang semakin
dalam. Pada bulan Agustus 2014, indeks kepercayaan konsumen terus
merosot hingga minus 10 persen dari posisi Juli 2014 yang mencapai minus
8,4.
Karena itu bisa kita pahami jika Bank Sentral Eropa (ECB) pada Juli lalu
mengumumkan, kawasan Zona Euro kembali dibayang-bayangi risiko deflasi
yang berpotensi menjerumuskan ekonomi kawasan tersebut. Bahkan ECB
telah melaporkan inflasi yang sangat rendah bulan Juli lalu di level 0.4
persen, yang merupakan inflasi terlambat sejak tahun 2009.

Inilah situasi ekonomi global yang tidak ringan yang akan dihadapi
pemerintahan presiden Jokowi. Maka dia sangat perlu untuk mempersiapkan
secara hati-hati kabinetnya yang menyangkut bidang ekonomi beserta
kebijakannya.
Beberapa masalah yang di hadapi Indonesia pada era pemerintahan jokowijusuf kalla :
1.
Inflasi
Tingkat inflasi pada November sebesar 1,5%.Itu merupakan inflasi terbesar
di 2014 akibat kenaikan harga BBM subsidi. Meskipun demikian, inflasi 2014
diprediksi hanya sekitar 7,3%-8,1%. Angka tersebut lebih rendah bila
dibandingkan dengan inflasi 2013 yaitu 8,38%. Hal itu terjadi karena data
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi year-on-year November
2014 terhadap November 2013 hanya 6,23%. Jadi diperkirakan, peningkatan
inflasi tidak akan bertahan lama yaitu hanya sekitar 3-6 bulan sejak kenaikan
harga BBM.
Pihak yang paling terkena dampak inflasi ialah orang miskin dan orang
hampir miskin. Hal itu disebabkan pengeluaran keluarga miskin sekitar 67%
untuk kebutuhan pangan jika dibandingkan dengan rata-rata pada umumnya
hanya 49%. Jadi kalau harga pangan meningkat, kesejahteraan keluarga
miskin akan turun. Karenanya pemerintah menyediakan BLT (bantuan
langsung tunai) sebesar Rp 400 ribu untuk dua bulan bagi keluarga miskin.
2.
Nilai tukar rupiah
Nilai tukar rupiah masih melemah sejak awal pekan dan kini tengah
mendekati level 13.000 per dolar AS. Penguatan dolar yang kembali terjadi
mengikis sentimen positif rupiah dari surplus neraca perdagangan pada
Maret. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Rabu (22/4/2015)
menunjukkan nilai tukar rupiah mengalami koreksi 10 poin ke level 12.952
per dolar AS. Rupiah tampak melanjutkan pelemahannya sejak awal pekan
lalu dari level 12.875 per dolar AS.Sementara itu, data valuta asing
Bloomberg, mencatat nilai tukar rupiah melemah 0,25 persen ke level
12.922 per dolar AS pada perdagangan pukul 11.05 waktu Jakarta. Nilai tukar
rupiah sempat melemah lebih parah hingga ke level 12.966 per dolar AS.

Masih aktif berfluktuasi, hingga pertengahan hari ini, nilai tukar rupiah masih
berkutat di kisaran 12.913- 12.966 per dolar AS.
Pelemahan rupiah sejak awal pekan juga dialami serentak oleh mata uang
lain di Asia. Itu lantaran dolar AS yang terus menguat karena mendapatkan
momentem dari peningkatan angka inflasi yang keluar dari zona negatif.
Surplus neraca perdagangan yang dicapai pada Maret belum mampu
menahan penguatan rupiah untuk jangka waktu lebih panjang, tutur
ekonom PT samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta.
Dia memprediksi, hari ini rupiah akan melanjutkan pelemahan, sebagian
besar akibat sentimen eksternal.
3.
Naik turun nya harga bbm di indonesia
Belakangan ini harga bbm di indonesia mengalami fruktuasi yaitu naik dan
turun nya harga. Hal ini membuat masyarakat bingung. Salah satunya,
faktor dari naik turunya harga minyak dunia. Harga minyak dunia, ikut
mempengaruhi harga BBM di Indonesia. Sebab, sekitar 70 persen BBM di
Indonesia adalah hasil impor.
Ternyata tak hanya faktor itu saja, masih ada faktor lainnya. Menurut riset,
Indonesia adalah salah negara yang boros dalam pemakaian subsidi energi,
seperti penggunaan BBM. Data lain juga menyebutkan kalau sekitar 53
persen dari total subsidi BBM sebesar 220 Triliun, dinikmati oleh pengguna
mobil pribadi. Sebenarnya, subsidi itu diperuntukkan bagi transportasi
umum, seperti bus kota dan angkutan umum.
Selain itu, anggaran yang dikeluarkan untuk subsidi BBM dinilai terlalu besar.
Sedangkan, bidang-bidang lainnya seperti kesehatan, pembangunan
infrastruktur (sekolah, rumah sakit, jalan umum, jembatan, dll), serta
pendidikan, juga membutuhkan dana subsidi. Tujuannya supaya pemerataan
di setiap bidang dapat terjadi. Alasan ini juga bisa mengakibatkan harga BBM
naik.

Saat ini harga BBM sudah normal kembali. Apapun keputusan pemerintah
terkait harga BBM, semoga menjadi solusi yang tepat bagi bangsa Indonesia.
4.
Pasar bebas ASEAN
Pasar Bebas Asean dan Pasar Bebas Asean-China yg memungkinkan
intensitas lintas barang, jasa dan sumber daya manusia semakin tinggi dan
persaingan tenaga kerja menjadi sangat terbuka secara regional /
internasional; dengan potensi aneka masalah, friksi dan konflik. Untuk itu
kita harus mempersiapkan diri menghadapi pasar bebas tersebut dengan
cara memperbaiki dan menggali lagi sumber daya manusia maupun sumber
daya alam supaya dapat bersaing dengan negara asean lainnya.
Permasalahan pada tahun 2014 adalah kesiapan bangsa indonesia
menghadapi pasar bebas asean, Agar tidak banyak SDM indonesia yang
menganggur atau kalah bersaing dengan SDM asing.
Solusi untuk menghadapi pasar bebas asean:
Ada beberapa hal yang harus mulai disiapkan oleh para pengusaha di
Indonesia untuk menghadapi persaingan di tahun 2015 :
1.
Kesiapan
2015 akan di jelang, pilihan yang ada untuk para pengusaha adalah siap
menghadapi atau tersisih dengan kompetisi yang ada. Kesiapan juga
berbicara mengenai evaluasi-evaluasi terhadap kemampuan bisnis dan
infrastruktur di dalamnya menghadapi persaingan dengan kompetitor.
2.
Kecepatan
Pengusaha harus semakin cepat belajar. Cepat dalam beradaptasi dengan
perkembangan zaman. Sigap dalam mengambil keputusan-keputusan
strategis dalam bisnis. Cepat dalam menganalisa peluang-peluang yang ada
dan mengambil celah di antara kompetitor.
Jangan terlalu cepat bersantai dan tenang-tenang karena itu akan membuat
Anda ketinggalan di banding pesaing Anda, apalagi pesaing sekarang juga
bertambah dari negara-negara lain.

3.
Kapasitas
Jika selama ini Anda hanya melayani kebutuhan-kebutuhan atau order-order
kecil, maka Anda harus mempersiapkan diri dan bisnis untuk pasar yang
lebih besar. Persiapkan sistem yang terstruktur dalam bisnis untuk bisa
mengakomodir peluang-peluang besar yang muncul. Buat standarisasi
produk yang memungkinkan Anda memproduksi produk dalam jumlah besar.
4.
Kompetensi
Pengusaha di tahun 2015 harus siap untuk bernegosiasi ke calon pelanggan
yang memiliki bahasa yang berbeda. Optimalkan kemampuan bahasa inggris
Anda. Buatlah website, brosur,company profile atau kartu nama yang
menggunakan bahasa Inggris, sehingga produk Anda juga bisa dikenal oleh
negara lain, bahkan bisa memperluas jaringan pelanggan Anda.Tenaga
penjual dan costumer service di bisnis Anda juga harus melatih kemampuan
bahasa mereka.
5.
Kolaborasi
Perdagangan bebas di 2015 adalah tantangan kita bersama, oleh karena itu
semua pihak harus berjuang bersama untuk melawan hegemoni produkproduk lintas negara yang akan memonopoli kita. Jalinlah kerjasama dengan
banyak pihak. Ikuti komunitas dan perbesar sinergi, sadarkan semua orang
akan hal ini sehingga semuanya bisa ikut bahu-membahu menghadapi
persaingan ini.
6.
Komitmen
Kunci dari semua hal di atas adalah adanya komitmen untuk terus
mengevaluasi diri. Komitmen untuk terus meningkatkan kualitas produk dan
SDM di dalamnya. Komitmen untuk beradaptasi dengan perubahan
teknologi, penerapan e-commerce.
Peningkatan Mutu SDM dan Prioritas Industri Padat Karya
Sudah tentu nasib tenaga kerja Indonesia, terutama kaum buruh nantinya
akan terlindas oleh kebijakan MEA. Untuk itu perlu dari pemerintah
memberikan solusi nyata terhadap keberlangsungan nasib tenaga kerja ini.
Bagi tenaga kerja potensial dan terbilang masih belum terlambat untuk
menyongsong MEA ini, peningkatan mutu SDM menjadi harga mati,
ketertinggalan kita dengan negara lain seperti Singapura dan Malaysia harus

segera dikejar, peningkatan skill terutama mengenai bahasa inggris yang


menjadi faktor determinan nantinya dalam penyeleksian tenaga kerja oleh
perusahaan asing. Pelatihan pelatihan intensif dan pemberian sertifikasi
tenaga kerja kita menjadi hal yang wajib dilakukan oleh pemerintah kita. Dan
tentu yang tidak kalah penting penerapan program 12 tahun wajib belajar
bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh pendidikan, terutama
pendidikan murah untuk anak buruh yang merupakan bagian dari korban
efek hadirnya MEA. Penerapan kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi
tentu saja bukan hal yang utama dalam peningkatan mutu SDM nantinya,
tetapi bagaimana implementasi sistem pendidikan dan penerapannya yang
selama ini menjadi carut marut turut menjadi pekerja rumah pemerintah.
Institusi pendidikan sebagai lembaga yang memproduksi SDM sampai hari ini
belum mampu menciptakan SDM yang mempunyai daya saing dengan SDM
di luar. Perlu ada pembenahan disetiap lini pendidikan untuk menciptakan
mutu SDM Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing.
Permasalahan lain akan dihadapi oleh tenaga kerja yang saat ini menjadi
tenaga kerja kasar atau buruh, sudah tentu di era MEA akan menjadi tumbal
pertama bagi perusahaan yang akan menerapkan pengalihfungsian dari
industri padat karya menjadi industri padat modal. Disini pemerintah sesuai
dengan amanat UUD 1945 wajib melindunginya. Sudah tentu akan terjadi
gelombang pengangguran yang cukup besar nantinya, apalagi mereka rata
rata tenaga setengah terampil sampai tenaga kasar. Pembukaan ruang
ruang lahan pekerjaan baru bagi para buruh ini menjadi hal yang perlu
diperhatikan. Industri padat karya tidak harus mati, lewat Usaha Kecil
Menengah (UKM) yang menjadi prioritas pemerintah diharapkan mampu
menyerap tenaga kerja setengah terampil atau tenaga kerja kasar tadi.
Peran pemerintah disini adalah memberi prioritas untuk terbentuknya UKM
UKM baru dan mempertahankan kelangsungan hidup UKM yang telah ada
dalam persaingan menghadapi MEA, yang sudah tentu akan vis a vis dengan
perusahaan perusahaan asing dan besar yang akan berdatangan di
Indonesia. Regulasi yang tidak berat sebelah harus menjadi kebijakan
pemerintah, bukan malah menguntungkan pihak investor asing yang selama
ini terjadi.

Kontradiksi memang antara keinginan buruh (Kesejahteraan) dengan


hadirnya MEA 2015 mendatang, MEA yang titik tekannya ada pada daya
saing terutama tenaga kerja, belum mampu dijawab oleh tenaga kerja
(buruh) kita sendiri, di sisi lain pemerintah pun gagal dalam proses
peningkatan dan perlindungan mutu terhadap SDM Indonesia selama ini. Di
momentum May Day nanti seharusnya para pekerja tidak hanya fokus
terhadap 10 tuntutan yang rencananya akan di suarakan, tetapi yang lebih
subtansial lagi, bagaimana serikat pekerja, pemerintah dan buruh bekerja
sama dalam hal peningkatan mutu SDM para buruh yang ada saat ini, untuk
mampu menjawab tantangan daya saing tenaga kerja yang menjadi
keharusan di era MEA 2015 nantinya. Karena untuk mencapai harapan
sejahtera bagi para buruh tidak cukup dengan upah yang tinggi, tetapi aspek
aspek lainnya seperti peningkatan mutu SDM, mampu bersaing di era MEA
2015, dan iklim investasi yang baik juga menjadi penentu sebuah
kesejahteraan bagi masyarakat.

SARAN
1.
Berdasarkan kinerjanya Perum Pegadaian memiliki potensi untuk
berperan dalam channeling pemberdayaan ekonomi rakyat. Namun untuk
mewujudkan potensi tersebut Perum Pegadaian harus terlebih dahulu
membenahi kelemahan-kelemahan struktural yang ada.
2.
Mengingat masih besarnya potensi pasar yang dapat dimanfaatkan
oleh lembaga keuangan yang memberikan pinjaman berdasarkan sistem
gadai, maka Pemerintah perlu mengkaji kemungkinan pemberian izin bagi
perusahaan lain untuk bergerak dalam usaha pegadaian. Hal ini sekaligus
dapat mendorong kompetisi untuk meningkatkan efisiensi.
3.
Untuk mengetahui efektivitas penggunaan kredit dalam rangka
pemberdayaan ekonomi rakyat, Perum Pegadaian perlu lebih intensif
dalam memonitor nasabah.

4.

Masalah kesulitan likuiditas dapat diminimalkan apabila sampai batas


tertentu kantor daerah diberi kewenangan untuk mencari dana sendiri
dengan memanfaatkan potensi daerah setempat (sesuai dengan teori
RFM).
5.
Sesuai dengan misi Perum Pegadaian yang didukung oleh sumber dana
yang mayoritas bersubsidi, tersedianya room yang cukup luas, rentabilitas
yang lebih baik dibandingkan lembaga formal lainnya, serta
kecenderungan penurunan suku bunga pasar, maka sudah saatnya
besarnya sewa modal diturunkan. Di samping itu, untuk menjaga
konsistensi pelaksanaan misi Perum Pegadaian, pemerintah hendaknya
menetapkan ketentuan yang mengatur batas minimum porsi kredit untuk
nasabah kecil (golongan A dan B), misalnya sebesar 30% 40%.
6.
Dengan mempertimbangkan potensi dan rencana jangka panjang,
nampaknya Perum Pegadaian perlu lebih menekankan pada pemberian
kredit daripada melakukan usahausaha lain di luar core usaha Perum
Pegadaian.
7.
Perum Pegadaian perlu melakukan evaluasi secara lebih intens
terhadap kantor-kantor cabang yang merugikan, untuk mengkaji apakah
akan melakukan pemindahan kantorkantor cabang tersebut ke lokasi yang
lebih strategis atau melakukan penutupan, khususnya bagi Kanca defisit
yang sudah lama didirikan dengan tetap mempertimbangkan pelaksanaan
misi sosial yang diemban. 98 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
8.Untuk memperoleh penilaian efisiensi yang lebih riil, maka Perum
Pegadaian perlu memperhitungkan biaya dana untuk masing-masing Kanca.
9.

Untuk menghindarkan terjadinya distorsi suku bunga pasar, maka


kebijakan pemberian bantuan likuiditas dengan subsidi bunga kepada
lembaga pembiayaan yang berorientasi pada masyarakat menengah ke
bawah hendaknya hanya dilakukan dalam jangka pendek atau dalam
bentuk sekuritisasi.
KESIMPULAN
Indonesia mengalami krisis moneter bukan baru sekali ini saja.
Sebagai salah satu Negara berkembang, Indonesia sudah sering
mengalaminya. Krisis yang paling parah terjadi pada pertengahan tahun
1997. Pada saat itu, Indonesia berada dibawah pemerintahan Presiden

Soeharto (Orde Baru), dimana kebijakan-kebijakan ekonominya telah


menghasilkan kemajuan ekonomi yang pesat. Namun disamping itu, kondisi
sektor perbankan memburuk dan semakin besarnya ketergantungan
terhadap modal asing,termasuk pinjaman dan impor, yang membuat
Indonesia dilanda suatu krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh krisis
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pertengahan tahun 1997.Keadaan
ini kemudian diperburuk dengan adanya krisis nilai tukar bath Thailand yang
menyebabkan nilai tukar dollar menguat. Penguatan nilai tukar dollar ini
berimbas ke rupiah dan menyebabkan nilai tukar rupiah semakin anjlok.
Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Namun ada
dua aspek penting yang menunjukkan kondisi fundamental ekonomi
Indonesia menjelang krisis, yakni saldo transaksi berjalan dalam keadaan
defisit yang melemahkan posisi neraca pembayaran dan adanya utang luar
negeri jangka pendek yang tidak bisa dibayar pada waktu jatuh tempo.
Terjadinya krisis ini menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap
perekonomian Indonesia, di dalam segala aspek kehidupan. Namun secara
keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah ini lebih besar
daripada dampak positif yang ditimbulkan.
Dalam menangani krisis ini, pemerintah tidak dapat menanganinya sendiri.
Karena merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat
dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis.
Oleh karena itu, pemerintah meminta bantuan kepada IMF. IMF adalah bank
sentral dunia yang fungsi utamanya adalah membantu memelihara stabilitas
kurs devisa Negara-negara anggotanya dan tugasnya adalah sebagai
tumpuan akhir bagi bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas.
Daftar Pusaka:
http://ock-t.blogspot.com/2011/12/krisis-ekonomi-di-indonesia-tahun1997.html
http://ade-artikel.blogspot.com/2010/03/sebab-sebab-terjadinya-krisisekonomi.html
http://storage.jakstik.ac.id/ProdukHukum/BankIndonesia/bempvol1no4mar.pdf

http://www.freedom-institute.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=291:laporan-diskusi-publik-ekonomidi-era-jokowi-seperti-apa&catid=52:laporan-diskusi
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5444f9d456375/tiga-goncanganekonomi-tahun-pertama-jokowi-jk
http://bobo.kidnesia.com/Bobo/Info-Bobo/Reportasia/Kenapa-HargaBBM-Naik-Turun
NOTE : PENULISAN INI UNTUK TUGAS MATA KULIAH PEREKONOMIAN
INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai