Anda di halaman 1dari 19

PRAKTIK HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN CONTOH KASUS DI INDONESIA

MAKALAH “HUBUNGAN INDUSTRIAL”

Disusun Oleh:

RISKI NUR CHOIRIYAH ( 041805947 )

PROGRAM STRATA SATU SARJANA EKONOMI


UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah berkenan
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya dengan baik dan lancar. Makalah ini kami susun untuk
menyelesaikan Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Hubungan Industrial. Makalah ini
memaparkan tentang “Praktik Hubungan Industrial dan Contoh Kasus di
Indonesia” yang kami rangkum dan didukung dengan sumber terkait.

Makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik dan lancar berkat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan kami mengucapkan terima
kasih kepada :

1. Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan pengarahan kepada kami.


2. Kedua orang tua kami yang selalu memberikan kasih sayang dan doa restunya
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
3. Teman-teman senasib dan seperjuangan yang telah bersama-sama
melaksanakan tugas mulia ini, baik dalam keadaan suka maupun duka.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami diterima oleh Allah
SWT sebagai amal shaleh dan mendapatkan pahala berlimpah dari-Nya. Kami sadar,
makalah ini masih jauh dari sempurna. Saran dan masukan serta perbaikan sangat kami
harapkan. Kami berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tuban, 16 Desember 2020

Riski Nur Choiriyah

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................. 2
C. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
PEMBAHASAN
1. Praktik Hubungan Industrial Di Indonesia ..................................................... 3
2. Contoh Kasus Hubungan Industrial Di Indonesia .......................................... 7
PENUTUP
1. Kesimpulan .................................................................................................... 11
2. Saran .............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 13

ii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebelum berkembang industri pada abad ke-18 di Eropa dan di Inggris pada
mulanya hubungan industrial hanya antara pengusaha dengan pekerja/buruh tetapi
dengan keluarnya peraturan perundang-undangan yang menyakut tentang tenaga kerja
berarti pemerintah dalam hal ini sesuai yang telah diamanatkan oleh peraturan
perundang-undang tersebut maka pemerintah ikut campur tangan dalam masalah
hubungan industrial. Campur tangannya pemerintah disini sesuai dengan yang
diamanatkan oleh peraturan perundang- undang ketenagakerjaan adalah untuk
melindungi pekerja/buruh mengawasi pekerja/buruh dan lain-lain, sedangkan untuk
pengusaha pemerintah mengadakan pembinaan, pengawasan, perlindungan dan
kebijakan. Dengan demikian pekerja/buruh dan pengusaha dan ikutnya pemerintah
adalah untuk membuat hubungan harmonis dalam proses memproduksi barang dan atau
jasa. Ikutnya pemerintah maka mulailah paham hubungan industrial bersifat demokrasi
liberal dan berkembang keseluruh dunia terutama negara-negara yang sistem
pemerintahannya menganut sistem demokrasi.
Sasaran pembangunan Indonesia berupaya mencapai stabilitas nasional,
termasuk stabilitas di bidang ekonomi, pencapaian stabilitas di bidang ekonomi
nasional, ditentukan oleh stabilitas di sektor produksi barang dan jasa, atau stabilitas di
sektor produksi barang dan jasa merupakan faktor pendukung yang dominan untuk
suksesnya program pembangunan nasional khususnya program pembangunan bidang
ekonomi, dan salah satu syarat untuk mewujudkan stabilitas di sektor produksi barang
dan jasa diperlukan kondisi hubungan industrial yang harmonis yang berdasarkan
Pancasila berupa terciptanya ketenangan kerja dan berusaha atau industrial peace,
adalah suatu kondisi yang dinamis di dalam hubungan kerja di perusahaan dimana
terdapat 3 (tiga) unsur penting: pertama hak dan kewajiban terjamin dilaksanakan,
kedua apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal, ketiga mogok dan
penutupan perusahaan (lock-out) tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak,
karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik. Pada
kenyataannya untuk menciptakan suatu hubungan industrial yang harmonis adalah tidak

1
mudah, ada beberapa yang menjadi faktor-faktor penyebabnya yaitu; faktor penyebab
dari pihak pekerja/buruh, faktor penyebab dari pihak pengusaha dan faktor penyebab
dari pihak aparat pemerintah.

2
B. Tujuan
Adapun tujuan utama kami dalam pembuatan makalah ini adalah :
1) Mendeskripsikan praktik hubungan industrial di Indonesia
2) Mendeskripsikan contoh kasus praktik hubungan industrial di Indonesia

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diuraikan menjadi rumusan masalah
sebagai berikut :
1) Bagaimana praktik hubungan industrial di Indonesia ?
2) Bagaimana contoh kasus praktik hubungan industrial di Indonesia ?

3
PEMBAHASAN

1. Praktik Hubungan Industrial Di Indonesia


Sendjun H Manulang, memberikan pengertian tentang Hubungan Industrial,
adalah “Hubungan industrial adalah sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku
dalam proses produksi barang dan/atau jasa (pekerja/ buruh, pengusaha dan
pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari
keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 yang tumbuh
dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia”.
Sedangkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 memberikan pengertian
Hubungan Industrial adalah “Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
UndangUndang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1954”.
Sebagaimana dikemukakan pada bab terdahulu, bahwa hubungan industrial
menggambarkan pola hubungan diantara aktor-aktor produksi baik dalam konteks bi-
partit, tri-partit ataupun multipartit, sehingga menjadi fenomena sosial. Oleh karena
itu, pertumbuhan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh berbagai fenomena
sosial lainnya, seperti pertumbuhan dan perkembangan sosial, ekonomi, politik,
hukum, budaya, agama, maupun situasi dan kondisi keamanan negara. Berbeda
dengan di negara-negara industri maju seperti Eropa dan Amerika pada awal abad ke
19, dimana tumbuh kembang hubungan industrial dipicu oleh revolusi industri yang
berakibat timbulnya kompleksitas dalam proses produksi serta pengelolaan
organisasi, sehingga diperlukan penataan baru dalam hubungan diantara para pelaku
produksi termasuk hak dan kewajibannya.
Di Indonesia kemunculan dan perkembangannya diwarnai oleh pasang surut
dinamika politik yang berbasis pada pergeseran 34 ideologi. Seperti diketahui bahwa
pada saat awal terjadinya revolusi industri, Indonesia masih berada dalam
cengkeraman kekuasaan kolonial Hindia Belanda selama lebih kurang 350 tahun,
dimana Belanda sendiri pada saat itu belum termasuk dalam

4
tatanan negaranegara industrialis, karena masih fokus pada bidang perdagangan hasil-
hasil pertanian dan barang mentah. Fenomena hubungan industrial saat itu masih sangat
sederhana dan terbatas, paling terkonsentrasi di sektor perkebunan serta industri gula
yang tersebar di beberapa tempat khususnya di pulau jawa. Namun demikian, pola
hubungannya sudah diwarnai oleh politik dan ideologi negara yang diadopsi dari
kerajaan Belanda, yaitu kapitalis liberalis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari produk
perundang-undangan yang mengatur perburuhan dan hubungan industrial yang
cenderung diwarnai oleh kebijakan untuk melindungi para pemilik modal.
Setelah kemerdekaan, kondisi hubungan industrial makin diwarnai oleh
dinamika dan perkembangan politik negara. Ditandai dengan bermunculannya serikat
buruh/pekerja yang pada umumnya berafiliasi pada organisasi partai politik, yaitu partai
nasionalis, partai agamis dan partai komunis, yang ketiganya menjadi poros politik di
Indonesia dalam tag line NASAKOM, pada masa demokrasi terpimpin (1960 -1965).
Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Soetarto, Direktur Jenderal Perlindungan
dan Perawatan Tenaga Kerja, bahwa serikat-serikat buruh di Indonesia merupakan alat
partai politik, sebagaimana dikemukakan oleh pemerintah orde lama, dengan
kebijakannya bahwa hanya serikat buruh yang berafiliasi pada partai-partai politik
Nasakom saja yang diakui eksistensinya.
Upaya menciptakan hubungan industrial yang selaras, serasi, dan harmonis,
maka perlu dikembangkan keseimbangan antara kepentingan pekerja buruh, pengusaha,
dan pemimpin, karena ketiga komponen tersebut mempunyai masing-masing
kepentingan, yaitu: untuk pekerja/buruh perusahaan merupakan tempat untuk bekerja
sekaligus sebagai sumber penghasilan dan penghidupan diri beserta keluarganya, untuk
pengusaha perusahaan adalah wadah untuk mengeksploitasi modal guna mendapat
keuntungan yang sebesar-besarnya dan untuk pemerintah perusahaan merupakan bagian
dari kekuatan ekonomi yang menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Ruang lingkup hubungan industrial menurut Heidjrahman, adalah bahwa
industrial hubungan industrial secara garis besarnya dibedakan menjadi dua, yaitu
masalah man power marketing dan masalah man power management.

5
Ruang lingkup hubungan industrial, baik yang menyangkut masalah man power
marketing dan masalah man power management, pada hakekatnya akan selalu
membahas syarat-syarat kerja dengan segala permasalahan dan pemecahannya.
Praktiknya pelaksanaan dan pemecahannya diterapkan secara individu, dalam
kasus seperti ini berarti menyangkut personal management, karena hanya menyangkut
pekerja/buruh secara individu (perorangan), maka dalam penanganannya juga hanya
melibatkan pekerja/buruh yang bersangkutan dengan pihak pengusaha atau perusahaan.
Selain pelaksanaan syarat-syarat kerja, penanganan permasalahan dan pemecahannya
secara individu seperti di atas, hal itu juga dapat dilakukan secara berkelompok, melalui
organisasi pekerja/organisasi buruh. Dalam hal seperti ini, maka kelompok pekerja
tersebut akan mewakilkan pelaksanaan syarat-syarat kerja, penanganan permasalahan
dan pemecahannya yang mewakilkan kepada organisasi pekerja/ organisasi buruh (labor
relation). Sebagai konsekuensinya, para pekerja/ buruh tersebut harus menerima
pelaksanaan syarat-syarat kerja, dan pemecahan permasalahannya kepada serikat
pekerja/ serikat buruh.
Secara terperinci pelaksanaan syarat-syarat kerja, permasalahan yang dihadapi
dan pemecahannya yang diwakilkan kepada serikat pekerja/ serikat buruh akan meliputi
: Penarikan tenaga kerja, pengembangan tenaga kerja, kompensasi, Integrasi, dan
pemeliharaan. Indonesia menganut sistem hubungan industrial yang berdasarkan
Pancasila, Hubungan industrial Pancasila adalah sistem hubungan yang terbentuk antara
para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha, pemerintah)
yang didasarkan atas nilai- nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila
dari Pancasila dan UUD 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa
dan kebudayaan nasional Indonesia.
Pengertian di atas jelas bahwa hubungan industrial Pancasila menghendaki para
pihak yang terlibat di dalamnya melakukan suatu tindakan apa pun harus sesuai dengan
nilai Pancasila, atau jelasnya hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan industrial
yang dijiwai oleh kelima Pancasila berbunyi :

6
1. Suatu hubungan perburuhan yang didasarkan atas asas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Suatu hubungan perburuhan yang didasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Suatu hubungan perburuhan yang di dalamnya mengandung asas yang mendorong
ke arah Persatuan Indonesia
4. Suatu hubungan perburuhan yang didasarkan atas prinsip musyawarah untuk
mencapai mufakat
5. Suatu hubungan perburuhan yang mendorong ke arah terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila akan dapat menciptakan suasana dan lingkungan kerja yang
baik, menyenangkan, tentram dan tertib, nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dapat
mengendalikan perilaku setiap insan, yaitu menjadi insan-insan berbudi baik, tertib,
saling harga menghargai, saling membantu, saling isi mengisi, serta menjauhkan diri
dari sifat-sifat mementingkan diri sendiri, meremehkan insan lain, dan menekan
dan/atau hendak memeras sesama insan lainnya.
Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja
tentu perlu diawasi oleh pemerintah agar jangan pengusaha atau pemberi kerja
semena-mena menekan pekerja/buruh dalam hal upah maupun jam kerja. Pengusaha
maupun pemberi kerja apabila tidak diawasi oleh pemerintah terhadap pemberian
upah ataupun penetapan upah dan jam kerja yang melebihi 40 jam dalam satu minggu
akan selalu terjadi pada pekerja/buruh. Rendahnya upah dalam hal ini adalah bahwa
upah pekerja/buruh tidak dibayar pengusaha sesuai dengan upah minimum
kabupaten/kota ataupun upah minimun provinsi. Upah minimum ini hanya di
peruntukan bagi pekerja/buruh dengan status lajang untuk masa kerja 0-1 tahun dan jika
pekerja/buruh itu telah berkeluarga maka upahnya harus bertambah yaitu tunjangan istri
maupun tunjangan anak. Rendahnya upah pekerja/buruh adalah akibat pencari kerja
lebih banyak dari lowongan kerja dan apabila lowongan kerja lebih banyak dan
pencari kerja sedikit maka tawar menawar soal upah bagi pekerja/buruh tinggi,
sedangkan bila lowongan kerja sedikit dan pencari kerja lebih banyak maka tawar-
menawar soal upah rendah bagi pekerja/upah jadi berlakulah hukum penawaran dan
permintaan.

7
Disinilah peran pemerintah untuk campur tangan dalam penetapan upah
minimum agar tidak upah yang diterima pekerja/buruh itu dibawah Kebutuhan Hidup
Minimum (KHM) yang seharusnya harus mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Juga jam kerja perlu mendapat perhatian dari pemerintah agar pekerja/buruh
bekerja tidak melebihi 40 jam dalam satu minggu, apabila melebihi maka terjadi
lembur maka pengusaha wajib membayar upah lembur. Masalah lembur haruslah
kesediaan pekerja/buruh untuk bekerja lembur tidak boleh pengusaha memaksakan
pekerja itu/buruh harus bekerja lembur setiap hari kecuali ada hal yang sangat mendesak
yang harus dikerjakan. Selain lembur untuk menambah produksi dan penghasilan bagi
pekerja/buruh dan juga bagi pengusaha ada hal lain atau efek sampingan yaitu
barang-barang atau jasa diproduksi dalam lembur mungkin tidak sebagus yang
diproduksi pada jam kerja biasa sebagai contoh dalam jam kerja biasa mengahsilkan
1000 pasang sepatu yang rusak hanya 1 pasang sedangkan dalam jam kerja lembur
menghasilkan 300 pasang sepatu yang rusak 1 pasang sepatu selain itu juga mungkin
pekerja/buruh sudah lelah bekerja dalam kerja lembur, maka akan bisa menimbulkan
kecelakaan kerja diperusahaan ataupun diluar perusahaan dan pekerja/buruh akan
mudah sakit karena kurang istirahat. Apabila pekerja/buruh sangat kelelahan karena
selalu lembur maka pekerja sering sakit tentu saja tidak masuk bekerja hal ini akan
merugikan perusahaan karena tidak masuk bekerja karena sakit tetapi upah harus di
bayar dan produktifitas kerjanya rendah dan mutu barang atau jasa yang
dihasilkannya tidak maksimal.

8
2. Contoh Kasus Hubungan Industrial Di Indonesia
Perselisihan hubungan industrial sering kali memicu konflik antara pekerja/serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha sehingga memerlukan cara atau formula
penyelesaian sengketa diantara keduanya yang dapat mengayomi dan memberikan
solusi yang dapat diterima oleh para pihak. Dalam Undang-undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan.
Hubungan Industrial mengatur penyelesaian perselisihan hubungan industrial
mensyaratkan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial didasari
musyawarah untuk mufakat dengan mengedepankan mekanisme bipartite dan
mediasi sebagai prasyarat utama sebelum masuk ke dalam mekanisme Peradilan
Hubungan Industrial.
1) Kasus Pesawat Adam Air
Kasus Adam Air Pada tahun 2008 maskapai penerbangan Adam Air
dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan Negri Jakarta Pusat. Kebangkrutan
Adam Air menyisakan berbagai masalah salah satunya mengenai nasib
karyawan selanjutnya. Selain itu karyawan Adam Air juga belum
terbayarkan gaji selama dua bulan oleh karena runtuhnya Maskapai
Penerbangan ini sehingga menjadi sengketa yang tidak bisa dihindari.
Depnakertrans jadi mediator antara pihak manajemen Adam Air dengan
serikat pekerja atas nasib pekerja terkait berhenti operasinya maskapai
penerbangan murah itu. Pertemuan tripartit akan berlangsung dalam waktu
dekat. Manajemen PT Adam Sky Connection (AdamAir) dan Forum
Serikat Independen Karyawan AdamAir (Forsikad) menyepakati 3 poin
penting. Salah satunya mengenai pembayaran gaji. Kesepakatan bersama
itu ditandatangani oleh wakil manajemen yakni Adam Aditya Suherman
selaku Dirut AdamAir dan Denny Sulistiyono selaku Direktur HRD
dengan Forsikad yang diwakili Ketuanya yakni Capt. Sugoro dan Djoko
Prasetyo selaku sekretaris. Kesepakatan bersama itu difasilitasi oleh
Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)
Depnakertrans Gandi Sugandi setelah pertemuan yang dilaksanakan di
kantor pemerintahan tersebut pada Kamis (24/4/2008). Beberapa hasil
pertemuan penting itu adalah :

9
a. Melakukan perundingan bipartit terhitung tanggal 24 April sampai
dengan 24 Mei 2008, untuk mencari penyelesaian antara pekerja
yang diwakili oleh serikat pekerja dengan perusahaan yang
diwakili Direksi.
b. Selama dalam perundingan para pihak tidak melakukan sesuatu
paksaan dan melakukan upaya lain di luar perundingan Direksi
akan mengupayakan pembayaran gaji bulan April 2008 dan selama
proses perundingan bipartit. 84 ARIKA, Pebruari 2012 Diana
Putong PT Adam Sky Connection (AdamAir) dalam hal ini
melakukan pemutusan hubungan kerja dikarenakan perusahaan
dinyatakan pailit, jadi berdasarkan UU No.13 Tahun 2003, maka
para pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar
1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

2) Kasus Buruh PT. Orson Indonesia Ajukan Gugatan Ke Pengadilan


Buruh PT. Orson Indonesia yang tergabung dalam Serikat Buruh Multi Sektor
Indonesia (SBMSI) – PT. Orson Indonesia mengajukan gugatan ke Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Gugatan tersebut dilayangkan terkait keputusan pihak
perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Gugatan
tersebut diajukan setelah melewati berbagai proses upaya penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Lebih lanjut, gugatan ini dilakukan karena
pihak perusahaan bersikeras menyatakan sikap untuk tidak melaksanakan Surat
Anjuran oleh Mediator Hubungan Industrial pada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Jakarta Utara Nomor : 6074- 1.835 tertanggal 21 November 2016.
Tertuang dalam anjuran tersebut perusahaan harus membayarkan
kekurangan upah dan mempekerjakan kembali ke 14 buruh yang di-PHK.
Sebelumnya, upaya perundingan bipartit antara buruh dan pengusaha yang
ditengahi oleh pihak Mediator Hubungan Industrial Disnakertrans Jakarta
Utara menemui jalan buntu. PHK yang dilakukan oleh pihak perusahaan
PT. Orson Indonesia dilakukan dengan alasan pelanggaran peraturan
perusahaan dan alasan efisiensi. Pelanggaran peraturan perusahaan

10
dialamatkan kepada salah satu buruh bernama Nikson Juventus, dan ke 13
buruh lainnya di PHK dengan alasan efisiensi. “Bahwa PHK yang
dilakukan pihak perusahaan tidak melalui prosedur yang sesuai dengan
Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu setelah adanya penetapan yang
sudah berkekuatan hukum tetap sehingga PHK yang dilakukan batal demi
hukum”, demikian pernyataan Eny Rofiatul, Kepala Bidang Perburuhan
LBH Jakarta menanggapi kasus yang dikenakan kepada 14 buruh PT.
Orson Indonesia.
a. Selain itu, perusahaan mendalilkan alasan efisiensi berdasarkan
kesepakatan yang diibuat bersama serikat yang lain, bukan karena
perusahaan terancam tutup. Padahal, dalam putusan MK No. 19
tahun 2011, PHK karena efisiensi dapat dilakukan jika perusahaan
tutup permanen. PT Orson Indonesia juga tidak membayarkan
upah proses kepada 14 buruh yang di PHK sepihak sejak Juli 2016.
Dengan adanya pengajuan gugatan ini, ke 14 buruh PT. Orson
Indonesia berharap akan ada sebuah keputusan hukum yang adil
serta berkekuatan hukum tetap sehingga mereka mendapatkan
sebuah kepastian akan hak-haknya sebagai seorang pekerja.
Setelah sebelumnya upaya-upaya mediasi tidak kunjung membuat
perusahaan tergerak untuk memulihkan hak-hak para buruh PT.
Orson Indonesia yang seharusnya didapatkan akibat PHK yang
dilakukan secara melawan hukum

11
PENUTUP

1. Kesimpulan
Peraturan perundangan-undangan hubungan industrial dibuat pada hakekatnya
selain bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada pekerja/buruh, juga
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam hal ini untuk
mewujudkan kesejahteraan pengusaha, kesejahteraan pekerja/buruh dan kesejahteraan
masyarakat. Sasaran akhir dari sistem hukum hubungan industrial Indonesia adalah
membuka atau memperluas lapangan kerja, memper tahankan, meningkatkan
keberlangsungan pekerjaan dan mempertahankan, meningkatkan pendapatan yang
sudah ada, atau dalam jangka panjang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
perkapita masyarakat Indonesia.
Semua pihak yang terlibat dalam sistem hubungan industrial, baik itu
pekerja/buruh, pengusaha maupun pemerintah, berkewajiban bekerjasama satu dengan
yang lainnya dengan melaksanakan fungsi dan tugasnya masing-masing secara sebaik-
baiknya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan dan kesejahteraan
pekerja/ buruh, demi mewujudkan tujuan pembangunan ekonomi nasional
(pertumbuhan dan pemerataan), dalam rangka mencapai tujuan negara kesejahteraan
Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang- Undang dasar 1945,
alinea 4 (empat), yaitu mencapai kesejahteraan umum, untuk itu Indonesia menganut
sistem hubungan industrial yang berdasarkan Pancasila, suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja,
pengusaha, pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi
dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan UUD 1945 yang tumbuh dan berkembang
di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
Pada kenyataannya untuk menciptakan suatu hubungan industrial yang harmonis
atau industrial peace yang dijiwai oleh lima nilai Pancasila adalah tidak mudah,
sumber masalah rawan dalam hubungan industrial yang harmonis atau industrial peace
yang berdasarkan Pancasila adalah dapat berasal dari pekerja/buruh, dapat berasal dari
pengusaha, dapat berasal dari aparat pemerintah dan dapat berasal dari peraturan
perundang-undangan tentang hukum acara penyelesaian perselisihan hubungan

12
industrial yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah Reglemen Indonesia yang
diperbaharui (Het herzeine Indonesisch Reglement (HIR), Reglemen Acara untuk luar
Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitenngewesten (Rbg), dan Reglement op de
bergerlijke Rechtsvordering (Rv) sistem hukum acara perdata warisan kolonial
Belanda dengan paradigma sistem hukum Eropa Kontinental yang menganut falsafah
individualisme dengan pola demokrasi liberal yang tidak sesuai.

2. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak
kesalahan. Untuk itu kami mohon maaf dan kritikannya yang membangun untuk
perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Zulkarnaen, Ahmad Hunaeni. 2016. Masalah Rawan Dalam Hubungan Industrial Dan
Konsep Negara Kesejahteraan Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Suryakancana.

https://bantuanhukum.or.id/2017.03/buruh-pt-orson-ajukan-gugatan-ke-pengadilan-
hubungan-industrial/. Diakses pada tanggal 16 Desember 2020, pukul 12.12

Putong, Diana. 2012. Penyelesaian Perselisihan Tenaga Kerja Kasus Adam Air Melalui
Mediasi Pada Tahap Perundingan Tripatrit Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun
2004.

Kartawijaya, Adjat Daradjat. 2018. Hubungan Industrial. Bandung : PT ALFABETA

14
2. a. Tujuan serikat pekerja ialah Sebagai organisasi untuk memberikan
perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan
bagi para pekerja dan organisasi serikat pekerja/serikat buruh itu sendiri.
Sedangkan serikat pekerja berfungsi Sebagai wakil pekerja/buruh dalam
lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya
maupun Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak
kepentingan anggotanya dan masih banyak yang lainya.
Sebagai contoh kasus, di sahkanya UU Cipta Kerja Omnibus Law oleh anggota
DPR yang membuat berbagai aturan yang merugikan bagi para buruh di
Indonesia, yang mengakibatkan Serikat Pekerja melakukan aksi unjuk rasa ke
jalan jalan demi melindungi hak – hak para buruh dan menolak adanya UU
tersebut.
b. Bukti Tanggung Jawab dan wewenang Serikat Pekerja mengenai sarana
serikat pekerja menghadapi pengusaha, diantaranya : Jika terjadi perselisihan
antara pelaku usaha diantaranya buruh dengan pengusaha, maka serikat pekerja
akan menjadi penengah dan menfasilitasi untuk diselesaikamya masalah
tersebut, untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

15

Anda mungkin juga menyukai