Anda di halaman 1dari 4

1.

Berikan penjelasan secara lengkap menurut anda terkait bagaimana


perkembangan perjalanan hubungan industrial di Indonesia?
Perkembangan Hubungan Industrial di Indonesia
 Periode colonial
Hubungan industrial di Indonesia mulai dikenal bersamaan dengan pertumbuhan
modal swasta di Indonesia. Pertumbuhan modal ini membuka peluang bagi orang-
orang Eropa untuk bekerja di perusahaan-perusahaan swasta dan bidang-bidang
tertentu dalam sistem birokrasi kolonial. Pada masa itu hubungan industrial lebih
mencerminkan hubungan antara para buruh Eropa dengan perusahan-perusahaan
swasta Eropa dan pemerintah Belanda. Sementara itu, kaum buruh bumiputera
ditempatkan pada status yang paling rendah sehingga hubungan antara kaum buruh
bumiputera dengan manajemen perusahaan swasta Eropa lebih mencerminkan
hubungan antara majikan dan budak atau pihak penjajah dengan pihak yang dijajah.
 Periode Awal Kemerdekaan dan Demokrasi Terpimpin
Pada permulaan kemerdekaan hubungan industrial tidak mengalami perubahan
yang signifikan, yaitu masih diwarnai dengan orientasi politik. Setelah Proklamasi
kemerdekaan, terbentuklah Barisan Buruh Indonesia yang diprakarsai oleh para
tokoh buruh dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Pada dekade lima
puluhan (1950), terutama pada masa pemerintahan Perdana Mentri M.Nasir,
gerakan buruh sulit dipisahkan dari gerakan politik. Pada era demokrasi Terpimpin
ini, partai komunis memegang peranan penting. Sejalan dengan itu, hubungan
industrial yang berdasarkan Marxisme juga berkembang pesat. Praktek-praktek
hubungan industrial yang bersifat antagonistis dan konfrontatif makin menonjol.
 Periode Pemerintahan Orde Baru
Pada masa ini, terjadi gerak balik perkembangan hubungan industrial kembali
seperti pada masa kolonial di mana pemerintah terlibat jauh dalam penataan
hubungan industrial. Dengan kata lain, kalau pada masa Orde Lama gerakan buruh
menjadi riuh rendah dengan politik, maka pada masa Orde Baru gerakan-gerakan
buruh menjadi sepi secara politik. Bahkan buruh diasingkan, diabaikan dari politik
serta dibatasi di bawah wadah tunggal serikat buruh political labor union. Namun
pada dekade 1990-an, ketika rezim Orde Baru mulai mengalami keletihan,
cengkraman Orde Baru atas gerakan buruh mulai menggendur. Gejala ini ditandai
dengan munculnya fenomena serikat-serikat buruh di luar serikat buruh “resmi”.
Fenomena pemogokan buruh menjelang akhir Orde Baru juga menunjukkan bahwa
telah terjadi perubahan hubungan kelas : buruhmodal-negara.
 Periode Pemerintahan Pasca Orde Baru
Kejatuhan rezim Orde Baru dan pelaksanaan otonomi daerah sangat
mempengaruhi perkembangan hubungan industrial di Indonesia. Perubahan nyata
kelola pemerintahan dari sistem sentralistik ke desentralistik telah merubah pula
mekanisme pengambilan keputusan mengenai sistem hubungan industrial, yaitu
mulai bersifat desentralistik dan dialogis. Salah satu perubahan penting ini adalah
munculnya sistem hubungan industrial yang memungkinkan para buruh bebas
mendirikan serikat pekerja pada tingkat perusahaan sesuai dengan UU No. 21/2000.
Di samping itu, pemerintah juga telah meratifikasi beberapa konvensi ILO
(International Organization – PBB). Hubungan industrial pasca Orde Baru
dihadapkan pada persoalan penetapan Upah Minimum Regional (UMR) dan Upah
Minimum Provinsi(UMP). Keberatan pihak pengusahan yang mencoba menunda
dan atau menolak kebijakan ini telah memicu timbulnya unjuk rasa buruh. Selain itu,
hubungan industrial diuji dengan adanya ketidaksepakatan antara pengusaha dan
buruh tentang Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dan Kepmenakertrans No. Kep
78 dan 111/Men/2001, UU No. 21 Tahunn 2000, serta RUU Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Berbagai gejolak industrial yang muncul
pasca kejatuan rezim Orde Baru tidak semata-mata dipicu oleh perbedaan
kepentingan mendasar antara pengusahan dengan buruh, namun dapat pula dipicu
oleh masalah kecil atau kesalahpahaman, termasuk kesalahpahaman dalam
memahami peraturan pemerintah maupun peraturan perusahaan. Isu yang paling
sering muncul adalah pengusaha berusaha menekan biaya produksi, dan buruh
melalui serikat buruh menilai pengusaha tidak terbuka untuk berdiskusi, merasa
berkuasa, dan kurang memperhatikan nasib buruh sehingga buruh kehilangan
kepercayaan. Selain disebabkan oleh faktor internal perusahaan, beberapa kasus
menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah sering menjadi pemicu terganggunya
hubungan industrial. Buruh menilai kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada
buruh, dan penyusunan kebijakan tersebut sering tidak melibatkan buruh. Oleh
karena itu hubungan industrial tidak dapat diciptakan secara sepihak, baik oleh
Pemerintah, Pengusaha, atau Buruh. Berdasarkan penelitian SMERU (2002) suatu
hubungan industrial yang harmonis adalah hubungan kerja yang didasari oleh rasa
saling percaya, saling menghargai dan dihargai, dan saling memberi.
Pada masa pemerintahan orde baru, juga mengusung prinsip pembangunan
(developmentalisme) yang dalam pelaksanaanya berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur sosial, serta peningkatan kesejahteraan
individual, sehingga menimbulkan kesan mendalam terhadap kelas menengah,
tetapi tidak demikian terhadap kelompok pekerja/buruh. Kehidupan pekerja/buruh
sedapat mungkin dijauhkan dari bidang politik, bahkan dalam pembuatan keputusan
politik tidak ada partisipasi dari partai politik apalagi kelompok-kelompok massa
lainnya, yang ada hanyalah apropriasi negara oleh pejabat-pejabatnya. Kebijakan
industrialisasi yang dijalankan pemerintah orde baru menempatkan stabilitas
nasional sebagai tujuan dengan menjalankan industrial peace. Menurut Gunter
bahwa ciri hubungan industrial yang korporatisme sangat kuat di era orde baru ini.
Implementasi industrial peace ini dimaksudkan untuk terpeliharanya ketenangan
dalam perusahaan serta ketenangan dalam hubungan buruh dengan majikan,
menggunakan sarana hubungan perburuhan Pancasila.

2. Agar HIP dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu adanya upaya
yang dilakukan oleh pengusaha, pekerja, maupun pemerintah. Salah
satunya adalah perlu adanya sarana utama dalam pelaksanaan HIP
tersebut.
Hubungan Industrial Pancasila (HIP) adalah suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja,
pengusaha, dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan
manisfestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan UUD 1945, yang tumbuh dan
berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
HIP merupakan hubungan antara pelaku dalam proses produksi barang ataupun
jasa yang melibatkan 3 (tiga) unsur utama yang ada dalam suatu usaha, yaitu: Pihak
pemerintah, pihak pengusaha, dan pihak pekerja untuk menjalankan hak dan
kewajiban masing-masing yang didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung di dalain
Pancasila (Butir 16 UU No. 13 Tahun 2003).
Tujuan HIP adalah mengemban cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara
Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam Pembangunan Nasional ikut
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial
1. Serikat pekerja/serikat buruh

Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan
untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

2. Organisasi pengusaha

Sama halnya dengan pekerja, para pengusaha juga mempunyai hak dan
kebebasan untuk membentuk atau menjadi anggota organisasi atau asosiasi
pengusaha. Asosiasi pengusaha sebagai organisasi atau perhimpunan wakil
pimpinan perusahaan-perusahaan merupakan mitra kerja serikat pekerja dan
Pemerintah dalam penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan dan hubungan
industrial. Asosiasi pengusaha dapat dibentuk menurut sektor industri atau jenis
usaha, mulai dari tingkat lokal sampai ke tingkat kabupaten, propinsi hingga tingkat
pusat atau tingkat nasional.

3.Lembaga Kerjasama Bipartit


Lembaga kerjasama bipartite adalah suatu badan pada tingkat perusahaan
atau unit produksi yang dibentuk oleh pekerja Bersama sama dengan pengusaha.
Anggota bipartite ditunjuk berdasarkan kesepakatan dan keahlian. Lembaga bipartite
merupakan forum konsultasi, komunikasi dan musyawarah dengan tugas utama
sebagai media penerapan hubungan industrial dalam praktek kehidupan kerja sehari
hari., khususnya dalam kaitan upaya untuk meningkatan produkfitas kerja,
ketenangan kerja dan usaha, dan peningkatan partisipasi pekerja dalam penetapan
tata kerja. Dengan tugas tugas tersebut, jelas bahwa posisi Lembaga kerjasama
bipartite tidak mengambil alih peran dan kedudukan Lembaga lainnya, seperti peran
organisasi pekerja maupun peran pengusaha dalam pengelolaan badan pengusaha.
4.Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian kerjasama Bersama merupakan kelembagaan partisipasi yang
berorientasi pada usaha usaha untuk melestarikan dan mengembangkan keserasian
hubungan kerja, usaha dan kesejahteraan Bersama. Berdasarkan peran yang
diharapkan dari perjanjian kerjasama tersebut, organisasi pekerja dan pengusaha
dalam menyusun secara Bersama sama syarat syarat kerja harus melandaskan diri
pada sikap sikap keterbukaan yang berorientasi kedepan, kekeluargaan,
musyawarah, bertanggung jawab atas pelaksanaan perjanjian yang telah dibuat.
5.Pendidikan dan Pelatihan
Hubungan industrial tidak saja memerlukan perubahan sikap mental maupun
sikap social para pelakunya, akan tetapi juga pengetahuan dan keterampilan
dibidang pengelolaan teknis dan managemen perusahaan. Oleh karena itu
perusahaan yang ingin siap bersaing dipasar bebas harus pulak menyiapkan
konsepsi Pendidikan dan latihan seumur hidup perusahaan.
6.Membangun Komunikasi
Suatu gagasan, tidak peduli betapa besar sekalipun tidak ada gunanya sebelum
diteruskan kepada semua mitra kerja dan pahami oleh orang lain. Untuk itu
diperlukan komunikasi untuk meneruskan gagasan atau sesuatu hal didalam
organisasi. Karena malalui komunikasi juga akan terjadi kendali, control,
pengawasan, motivasi, pengungkapan dan informasi. Komunikasi berperan untuk
mengendalikan perilaku anggota dalam berbagai cara.
7.Ketenangan Industrial
Apabila unsur unsur ketahanan perusahaan telah berjalan dengan baik, hal
itu akan dapat mencegah gejolak social. Tujuan utama hubungan industrial, ingin
menciptakan ketenangan, ketentraman, ketertiban kegairahan kerja serta
ketenangan usaha, meningkatkan produksi dan atau produktivitas dan meningkatkan
kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabat manusia.

Sumber :
https://spada.uns.ac.id/pluginfile.php/60265/mod_resource/content/1/HUBUNGAN
%20INDUSTRIAL.pdf
http://www.economy.wordpress.com
https://spada.uns.ac.id/pluginfile.php/60265/mod_resource/content/1/HUBUNGAN
%20INDUSTRIAL.pdf
file:///C:/Users/asus/Downloads/3259-Article%20Text-2011-1-10-20150728.pdf

Anda mungkin juga menyukai