Anda di halaman 1dari 16

TUGAS HUBUNGAN PERBURUAN & INDUSTRI

MENGATASI KONFLIK KEPENTINGAN PENGUSAHA-PEKERJA


DENGAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA (HIP)

Disusun oleh :

ANGGIA KALISA / 01011381520094


RAFIKA ALMIRA / 01011381520095
MELATI NATASHA ALYSKA / 01011381520114
DITA AYU / 01011381520116
AHMAD SUHADI / 01011381520091
AKMANUL IHSAN / 01011281520169
M. ARIEF RAHMAN / 01011381520071
M. YOGI DWI NALAPRAYA / 01011381520089
KADEK RIO / 01011381520121
ARIP SUMARJO / 01011381520124
M.SANGAJI / 01011381520157

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA KAMPUS PALEMBANG
2018
A. Sejarah Hubungan Industrial Pancasila

Hubungan industrial yang harmonis merupakan hubungan yang konstruktif


antara pekerja dan pengusaha, yang pada gilirannya akan meningkatkan
produktivitas dan kelangsungan usaha. Untuk tercapainya hubungan industrial
yang harmonis tersebut, semangat “win-win solution” perlu ditumbuh
kembangkan secara terus menerus.
Dalam sejarah ideologi kerja terdapat dua paham yang sangat berpengaruh
pada masyarakat modern dalam mengembangkan hubungan kerja, yaitu paham
liberalism dan komunisme. Paham yang dianut akan Nampak dalam tata
hubungan kerja antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha
(pemerintah, masyarakat, pengusaha, pekerja, maupun organisasi pekerja). Pihak-
pihak tersebut berusaha menciptakan iklim hubungan kerja yang kondusif sesuai
dengan paham mereka karena secara langsung atau tidak langsung mereka
memiliki kepentingan untuk mencapai tujuan mereka dengan terus beroperasinya
perusahaan. Pada tataran inilah suatu ideology sebagai landasan falsafah kerja
dapat diperdebatkan agar suatu idologi sebagai landasan kerja dalam aplikasinya
benar-benar dapat memenuhi tuntutan para pemegang peran tersebut.
Sejarah Hubungan Industrial Pancasila (HIP) tidak dapat dipisahkan dari
sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pasang-surut tahap-tahap perjuangan bangsa
memengaruhi perkembangan Hubungan Industrial di Indonesia. Hal ini tercermin
dari gerakan serikat pekerja yang tidak hanya bertujuan untuk melindungi
kepentingan anggotanya, akan tetapi juga bertujuan untuk perjuangan
kemerdekaan. Setelah Indonesia merdeka, terutama pada periode tahun lima
puluhan, dimana dalam bidang politik, Indonesia melaksanankan demokrasi
parlementer yang berlandaskan demokrasi liberal, maka hubugnan industrial tidak
luput dari pengaruh system politik tersebut. Dalam periode ini betul-betul terdapat
keanekaragaman baik dari system yang dianut maupun dari praktik hubungan
industrial sehari-hari. Dalam keadaan seperti itu, suka sekali menciptakan
kerukunan dan kerja sama antara pengusaha dan pekerja persaingan serikat-serikat
pekerja dalam perusahaan. Kondisi seperti itu makin berkembang dan baru mulai
membaik pasca kegagalan pemberontakan G 30 S PKI 1965.
Sejalan dengan tekad pemerintahan orde baru untuk melaksanakan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 secara mumi dan konsekuen maka pada waktu
itu HIP merupakan hal yang strategis dalam pemerintah Orde Baru. Alasan
pentingnya pengembangan HIP bagi pemerintah Orde Baru dapat dijelaskan
sebagian berikut:
 Bahwa pemerintah Orde Baru jelas bertekad menerapkan Pancasila dan
UUD 1945 di setiap kehidupan bangsa.
 Bahwa dalam sejarah sebelum pemerintah Oder Baru tealh diterapkan
sebagai sistem hubungan perburuhan, baik yang berdasarkan paham
demokrasi liberal maupun yang berdasarkan ajaran komunis.
 Bahwa karena pembangunan ekonomi itu memerlukan suasana yang
stabil baik politik maupun keamanan maka perlu adanya jaminan
ketenagan kerja dan usaha agar proses produksi pun juga stabil.
 Atas dasar hal-hal tersebut di atas maka pemerintah Orde Baru
mengembangkan suatu hubungan industrial yang disebut Hubungan
Industrial Pancasila.
B. Tujuan, Landasan, Pokok Pikiran dan Asas HIP
Tujuan Hubungan Industrial Pancasila :
1. Menyukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita
bangsa indonesia yaitu masyarakat yang adil dan makmur
2. Ikut beperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
3. Menciptakan ketenangan, ketenteraman dan ketertiban kerja serta
ketenangan usaha
4. Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja
5. Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan
martabatnya
Setiap negara mempunyai sistem hubungan industrialnya sendiri yang
berdasarkan atas falsafah negara masing-masing.
HIP adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang
dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang
merupakan manivestasi darikeseluruhan sila-sila dari Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan
kebudayaan nasional indonesia.

Landasan yang digunakan HIP :

1. Landasan idiil yaitu Pancasila yang artinya sila-sila dari Pancasila harus
ditafsirkan dan diterapkan secara terkait satu sama lain secara bulat dan utuh. Jadi,
semua perilaku yang terlibat dalam hubungan industrial (pengusaha buruh dan
pemerinta) wajib berpedoman pada nilai-nilai Pancasila yang merupakan
pandangan hidup bangsa.

2. Landasan Hukum (Konstitusional), yaitu UUD 1945. UUD 1945 merupakan


landasan hukum sekaligus sumber hukum HIP. Sebagai sumber hukum atau
hokum dasar artinya segala perundang-undangan peraturan dan hal yang sifatnya
mengatur kehidupan HIP haruslah berpedoman pada hukum dasar tersebut.

3. Landasan Operasional yaitu Garis-garis Besar Haluan Negara serta ketentuan-


ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah di dalam program
pembangunan.

4. Hubungan Industrial Pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan-


kebijaksanaan Pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional, stabilitas
nasional, meningkatnya partisipasi sosial dan kelanjutan pembangunan nasional.

Pokok-Pokok pikiran dalam HIP adalah sebagai berikut :

1. Hubungan Industrial Pancasila didasarkan atas keseluruhan sila-sila dari pada


Pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

2. Hubungan Industrial Pancasila meyakini bahwa kerja bukanlah hanya sekedar


mencari nafkah akan tetapi kerja sebagai pengabdian manusia kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Dalam Hubungan Industrial Pancasila, pekerja bukan hanya dianggap sebagai
faktor produksi belaka akan tetapi sebagai manusia pribadi sesuai dengan harkat,
martabat dan kodratnya.

4. Dalam Hubungan Industrial Pancasila, pengusaha dan pekerja tidak dibedakan


karena golongan, keyakinan, politik, paham, aliran, agama, suku maupun jenis
kelamin karena Hubungan Industrial Pancasila berupaya mengembangkan
orientasi kepada kepentingan nasional.

5. Sesuai dengan prinsip musyawarah dan mufakat maka Hubungan Industrial


Pancasila berupaya menghilangkan perbedaan-perbedaan dan mengembangkan
persamaan-persamaan dalam rangka menciptakan keharmonisan antara pekerja
dan pengusaha. Hubungan Industrial Pancasila meyakini setiap perbedaan
pendapat dan perselisihan yang timbul harus diselesaikan melalui musyawarah
untuk mufakat dantidak diselesaikan dengan cara pemaksaan oleh satu pihak
kepada pihak lain.

6. Dalam Hubungan Industrial Pancasila didorong terciptanya keadilan sosial bagi


seluruh rakyat Indonesia dan untuk itu seluruh hasil upaya perusahaan harus dapat
dinikmati bersama oleh pengusaha dan pekerja secara serasi, seimbang dan
merata. Serasi dan seimbang dalam arti setiap pihak mendapatkan bagian yang
memadai sesuai dengan fungsi dan prestasinya. Merata berarti setiap hasil
perusahaan dapat dinikmati oleh seluruh anggota perusahaan.

Asas-asas untuk mencapai tujuan dalam HIP adalah :

a. Hubungan Industrial Pancasila dalam mencapai tujuannya mendasarkan


diri kepada asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam garis-
garis besar haluan negara seperti asas manfaat,usaha bersama dan
kekeluargaan, demokrasi,adil dan merata , keseimbangan dan lain-lain.
b. Hubungan Industrial Pancasila dalam mencapai tujuannya juga
mendasarkan diri kepada asas kerja,yaitu:
Pekerja dana pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi yang
berarti keduanya harus bekerjasama saling membantu dalam kelancaran
usaha perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
produktivitas.pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam menikmati
hasil perusahaan yang berarti hasil perusahaan harus dinikmati secara
bersama dengan bagian yang layak dan serasi.

Sikap Mental dan Sikap Sosial HIP :

a. Untuk memujudkan pokok pikiran dan tujuan dari Hubungan Industrial


Pancasila maka diperlukan pengembangan dari suatu sikap
sosial,yaitu:kegotong-royongan ,toleransi,tenggang rasa,terbuka,bantu
membantu dan mampu mengendalikan diri.selain dari sikap sosial tersebut
diperlukan pula sikap mental para pelaku Hubungan Industrial
Pancasila,yaitu : sikap kemitraan,saling hormat menghormati,saling
mengerti kedudukan peranannya dan saling memahami hak dan
kewajibannya di dalam proses produksi.
b. Pihak pemerintah dalam hal ini berperan sebagai
pengasuh,pembimbing,pelindung dan pendamai yang secara singkat
berperan sabagai pengayom dan pamong bagi seluruh pihak yang
tersangkut dalam proses produksi.
c. Serikat pekerja bukan hanya penyalur aspirasi kaum pekerja dengan hak-
haknya seperti : hak berorganisasi,hak secara kolektif menyatakan
pendapat yang menyangkut kondisi kerja,hak untuk mengadakan
kesepakatan kerja bersama dan hak-hak perlindungan lainnya tetapi serikat
pekerja juga berkewajiban membawa kaum pekerja berpartisipasi dalam
tugas-tugas pembangunan nasional.
d. Pihak pengusaha disamping diakui hak-haknya seperti :hak
milik,walaupun mempunyai fungsi sosial dalam penggunaan ,hak untuk
dapat mengembangkan usahanya serta laba usaha,hak untuk mengelola
modalnya,walaupun kepentingan semua pihak dalam masyarakat harus
diperhatikan.
C. MENGATASI KONFLIK KEPENTINGAN PENGUSAHA PEKERJA
DENGAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA.

Untuk mewujudkan falsafah HIP dalam kehidupan sehari-hari di antara pelaku


proses produksi maka perlu diciptakan suatu kondisi dan suasana yang menunjang
agar sikap mental dan sikap sosial HIP bisa tumbuh dan berkembang sehingga
menjadi perilaku semua pihak dalam pergaulan sehari-hari. Untuk menciptakan
suasana yang menunjang tersebut maka dikembangkan sarana-sarana utama yang
menunjang terlaksananya HIP.Sarana-sarana tersebut adalah :
1. Lembaga Kerjasama Bipartit dan Tripartit
a. Lembaga Kerjasama Bipartit
Lembaga kerjasama bipartit penting dikembangkan di perusahaan agar
komunikasi antara pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan
dengan lancar.
b. Lembaga Kerjasama Tripartit
Di dalam perusahaan,pemerintah juga merupakan pihak yang penting
mewakili kepentingan masyarakat umum. karena itu dalam Hubungan
Industrial Pancasila keserasian antara pihak pekerja,pengusaha dan
pemerintah perlu dijaga.untuk itu lembaga tripartit perlu
dikembangkan sebagai forum komunikasi,konsultasi dan dialog antara
ketiga forum tersebut.
2. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
a. Kesepakatan kerja Bersama merupakan sarana yang sangat penting
dalam mewujudkan Hubungan Industrial Pancasila dalam praktik
sehari -hari,sebab melalui kesepakatan kerja bersama dapat
diwujudkan suatu proses musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan
kesepakatan kerja bersama.
b. Dalam kesepakatan kerja bersama semangat Hubungan Industrial
Pancasilla perlu mendapat perhatian.jiwa dari filsafah Hubungan
Industrial Pancasila harus tercermin ke dalam kebijaksanaan mengenai
pengupahan,syarat-syarat kerja maupun jaminan sosial di dalam
kesepakatan kerja bersama.
c. Untuk mendorong dicerminkannya falsafah Hubungan Industrial
Pancasila ke dalam kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit
harus setiap kesepakatn kerja bersama supaya paling sedikit harus
memiliki suatu pendahuluan atau Mukadimah yang mencerminkan
falsafah Hubungan Industrial Pancasila.
3. Kelembagaan Penyelesaian Perselisihan Nasional
a. Perlu disadari bahwa sekalipun kerja sama bipartit dan tripartit telah
terbina dengan baik dan kesepakatan kerja bersama telah pula
diadakan,namun masalah perselisihan dalam praktik akan tetap terjadi
dan sukar dihindari.
b. Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai
perantara,arbitrase P4DIP4P yang berfungsi dengan baik akan dapat
menyelesaikan perselisihan dengan cepat ,adil,terarah,dan murah.
4. Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan
a. Peraturan Perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah
terhadap pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan
kewajibannya masing-masing.oleh karena itu ,peraturan perundangan
yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan HIP.
b. Sikap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh
Falsafah HIP.Oleh karena itu peraturan perundangan yang ada perlu
disempurnakan, diubah dan kalau perlu diciptakan peraturan
perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan HIP.
5. Pendidikan Hubungan Industrial
a. Agar Falsafah HIP dipahami dan dihayati oleh masyarakat maka
falsafah itu perlu disebar luasakan baik melalui penyuluhan maupun
melalui pendidikan.
b. Penyuluhan dan Pendidikan mengenai HIP ini perlu dilakukan baik
kepada pekerja,Serikat Pekerja maupun kepada pengusaha dan juga
apparat pemerintah yang erat kaitannya dengan masalah HIP.

Ada beberapa masalah yang perlu diselesaikan HIP adalah :

1. Masalah Pengupahan

a. Upah merupakan masalah senral dalam Hubungan Industrial karena


sebagain besar perselisihan terjadi bersumber dari masalah pengupahan.

b. Karena kondisi ketenagakerjaan yang belum menguntungkan kerja


khususnya ketidakseimbangan yang menyolok dalam pasar kerja, yaitu penawaran
tenaga kerja lebih besar dar permintaan tenaga kerja maka posisi enaga kerja
lemah berhadap dengan pengusaha.

2. Pemogokan

a. Sekalipun hak mogok telah diatur dalam peraturan akan tetapi


pemogokan akan merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha.

b. Di dalam falsafah HIP yang berdasarkan musyawarah mufakat, mogok


bukanlah merupakan upaya yang baik dalammenyelesaikan masalah.

D. POSISI PEKERJA DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

(Artikel Darsono dalam Jurnal Dharma Ekonomi No 7 Tahun IV/November 1997)

Berita tentang unjuk rasa pekerja yang intensitasnya meningkat telah


memenuh halaman media massa. Unjuk rasa tersebut pada umumnya menyangkut
tuntutan kenaikan kesejahteraan, tuntutan di bentuknya SPSI di setiap unit,
masalah PHK dan sebagainya. Unjuk rasa tidak hanya dilakukan di perusahaan di
mana mereka bekerja namun ada yang melakukan pengaduan sampai ke DPR.
Keadaan tersebut dapat merusak kondisi kerja di dalam perusahaan.
Masalah-masalah perusahaan ang demikian tidak hanya merugikan perusahaan
tetapi juga membawa dampak negatif pada kegiatan secara keseluruhan. Bahkan
peristiwa menurun tersebut dapat berpengaruh terhadap atensi calon investor
asing yang akan menanamkan modal di Indonesia.

Permasalahan

Persoalan perburuan adalah persoalan yang paling sering muncul di


permukaan. Pengaduan ke DPR banyak sekali dilakukan oleh pekerja yang merasa
haknya dinjak-injak. Pengaduan ini pada umumnya berkisar pada persoalan upah
yang tidak wajar, jaminan keselamatan kerja, jaminan sosail, upah lembur yang
sebenarnya ada peraturannya sendiri tetap peraturan tidak jalan.

Keresahan para pekerja dan pegaduan mereka ke DPR bukan tidak mengandung
konsekuensi. Banyak sekali buruh yang diputuskan hubungan kerja (PHK) karena
hal tersebut atau hal-hal lain. Secara yuridis, pengusaha harus meminta izin
dahulu kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuan (P4) Daerah dan
Pusat. Sayangnya lembaga peradilan perburuan ini hanya mengurus PHk-nya saja
dan tidak meneliti sebab-sebab keresahan kaum pekerja.

Pertama, perusahaan belum melaksanakan ketentuan UU Perburuhan


khususnya ketentuan tentang upah sesuai kebutuhan fisik minimum (KFM) dan
hanya mengikuti peraturan perusahaan yang tidak sesuai dengan ketentuan
undang-undang serta merugikan pihak naker.

Kedua, kurang efektifnya fungsi pengawasan yang dilaksanakan aparat


Depnaker terhadap perusahan-perusahaan. Fungsi ini sangat penting untuk
mengontrol apakah perusahaan melaksanakan dengan baik ketentuan peraturan
tentang syarat-syarat kerja yang di dalamnya termasuk ketentuan peraturan
tentang syarat-syarat kerja, termasuk upah dan kesejahteraan naker.

Ketiga, masih sulitnya sikap keterbukaan pengusaha untuk menampung


aspirasi naker yang menghendaki pemberian upah berdasarkan pertimbangan
kemanusiaan sebagaimana diamanatkan dalam ide HIP.

Keempat, belum terlaksananya demokratisasi dalam hubungan kerja,


khususnya mekanisme musyawarah dan mufakat untuk melaksanakan
kesepakatan kerja.
Kelima, pertumbuhan dan perkembangan industri yang pesat namun tidak
didukung upaya peningkatan kesejahteraan naker,khususnya peningkatan upah
dan jaminan sosial lainnya.

Kenyataan ini menunjukan suatu kepincangan dalam pertumbuhan


industri, sebab tidak dapat dilepaskan dari industri dan bahkan mejadi mitra kerja,
kecuali dalam beroperasinya itu suatu industri sama sekali tidak memerlukan
naker.

Pengertian Hubungan Industrial Pancasila

Hubungan Industrial Pancasila (HIP) adalah hubungan antara pelaku


dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha, dan pemerintah)
didasarkan atas nilai yang merupakan manivestasi dari keseuruhan sila-sila
pancasila dan UUD 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa
dan kebudayaan nasional Indonesia. HIP berpegang pada tripartit : dimana buruh,
pengusaha, dan pemerintah tercipta saling merasa ikut memiliki, ikut memelihara
dan mempertahankan, dan terus menerus mawas diri yang mengandung asas
partner HIP dan tanggung jawab saling menghormati, saling mengerti akan
kedudukan, peranan, dan tanggung jawab dalam seluruh proses produksi.

Hakikat idealisme yang terkandung adalah hubungan kerja berlandaskan


pancasila dan UUD 1945 dengan menerapkan asas kemitraan yang meliputi:

1. Tenaga kerja dan pimpinan perusahaan adalah mitra dalam produksi.


Artinya baik buruh maupun pimpinan perusahaan wajib bekerja sama
dalam usaha meningkatkan produksi.
2. Tenaga kerja dan pimpinan perusahaan adalah mitra dalam keuntungan.
Artinya, jika perusahaan mendapatkan keuntungan maka sebagian
disalurkan kembali kepada tenaga kerja dalam bentuk kenaikan upah,
perbaikan syarat-syarat kerja dan jaminan sosial lainnya.
3. Tenaga kerja dan pimpinan perusahaan adalah mitra dalam bertanggung
jawab, yaitu :
a. Bertanggung jawab terhadap perusahaan tempat tenaga kerja
melaksanakan pekerjaannya.
b. Terhadap tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan yang
bersangkutan.
c. Terhadap masyarakat sekitarnya
d. Terhadap tuhan yang maha esa

Asas kemitraan ini menempatkan pengusaha-pengusaha dan tenaga kerja


dalam hubungan yang diarahkan pada terciptanya kerja sama yang serasi, dijiwai
pancasila dan UUD 1945, dengan masing-masing pihak saling menghormati,
membutuhkan, mengerti peranan serta hak dan kewajiban masing-masing
terhadap seluruh kegiatan usaha.

Dari segi mikro, tujuan HIP adalah menciptakan ketenangan, ketentraman,


ketertiban, kegairahan kerja dan peningkatan produksi atau produktivitas dan
kesejahteraan serta derajat pekerja sesuai dengan martabat manusia.

Dari pengertian dan tujuan tersebut, terkandung konsekuensi logis


mengenai apa yang harus diperbuat oleh ketiga pelaku dalam sistem HIP.

1. Pemerintah, sebagai lembaga pengawas dalam sistem HIP harus bertindak


netral, aktif, dan tegas. Netral, artinya pada setiap perselisihan yang terjadi
dalam kerangka proses produksi, pemerintah harus menempatkan diri pada
posisi yang tidak memihak. Aktif, artinya sebagai lembaga pengawas dalm
sistem HIP, pemerintah harus senantiasa daya inisiatif. Tegas, artinya para
pelaku pelanggaran terhadap peraturan perburuhan harus ditindak tegas.
Pemerintah tidak boleh pandang bulu dalam melakukan penegakan hukum.
2. Pengusaha, sebagai pemilik modal dalam kerangka proses produksi
mempunyai peranan besar dan dominan. Namun sistem HIP dipaksa untuk
menempatkan peranan tersebut pada posisi seimbang dengan mitra
kerjanya, yaitu pekerja.
3. Pekerja adalah komponen vital dalam proses produksi. Namun arti vitalitas
komponen tersebut jika tidak ada yang menggunakannya. Berarti
digunakan atau tidak buruh masih tergantung pada pihak lain. Dalam hal
ini pengusaha.

Buruh dalam sistim perekonomian

Dalam beberapa waktu belakangan ini timbul pendapat mengenai sistim


mengenai sistim ekonomi yang sesuai dengan keadaan dan lingkungan negara
kita. Perbedaan tersebut timbul disebabkan adanya anggapan adanya sistem
ekonomi yang dianut pada saat ini terlalu menjurus kepada suatu sistem
perekomian tertentu yang secara tidak disadari melupakan keadaan masyarakat
kita sendiri yang dapat berfungsi sebagai bahan dasar dari sistem perekonomian
itu sendiri.

Dalam keadaan seperti ini muncullah pendapat akan perlunya dikembangkan


suatu sistem ekonomi pancasila. Berbagai pendapat yang telah dilontarkan didapat
gambaran bahwa sebenarnya ekonomi pancasila adalah ekonomi yang berorientasi
kepada: ketuhanan Yang Maha Esa (adanya etik dan moral agama, dan bukannya
materialisme): Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap (tidak megenal
pemerasan/eksploitasi manusia); Persatuan (kekeluargaan, kebersamaan)
nasionalisme dan patriotisme ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan ekonomi
rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta keadilan sosial (persamaan
kemakmuran masyarakat utama bukan sekadar kemakmuran orang seorang). Oleh
karenanya, ekonomi pancasila merupakan suatu sistem ekonomi atau sistem
perekonomian yang dijiwai oleh ideologi pancasila, yaitu sistem ekonomi yang
merupakan usaha bersama dan berasakan kekeluargaan serta kegotong-royongan
nasional.

Dengan demikian sistm ekonomi pancasila ini tampak lebih manusiawi tanpa
perlu mengesampingkan kaidah-kaidah yang harus diikuti dalam suatu usaha
pencapaian tujuan tertentu. Dalam keadaan seperti itu, muncul pertanyaan dimana
letak dan posisi buruh didalamnya. Berdasarkan tabel posisi sumber daya manusia
dalam berbagai sistem perekonomian perlu ditelaah lebih lanjut yang menyangkut
hubungan kerja. Dalam pembahasan ini variabel-variabel hubungan kerja
dinyatakan dalam (i) upah, (ii) jam kerja, dan (iii) lingkungan kerja. Untuk
melihat kedudukan dari tenaga kerja atau sumber daya manusia dalam berbagai
sistem perekonomian dapat dilihat pada tabel.

Didalam sistem ekonomi kapasitas, upah diberikan atas dasar kekuatan pasar,
sehingga seorang buruh akan menerima upah tergantung dari kekuatan penawaran
dan permintaan buru dalam pasaran kerja. Sedangkan sistem ekonomi yang
berbahu sosialisasi atau komunis, upah ditentukan oleh negara. Hal ini untuk
menyeragamkan upah buruh yang ada. Sementara itu dalam ekonomi pancasila,
upah buruh ditentukan secara lebih manusiawi. Itulah alasannya, selalu dicoba
untuk mengadakan penyesuaian antara upah yang diterima dengan KFM
(kebutuhan fisik manusia) atau KHM (kehidupan fisik minimum yang berlaku).

Mengenai masalah jam kerja, di dalam sistem ekonomi kapasitas hal ini telah
diatur melalui kontrak kerja yang berlaku. Artinya teteap berlaku sesuai dengan
persetujuan yang telah disepakati bersama antara buruh dengan majikan.
Sebaliknya, di dalam sistem ekonomi yang lebih mengarah pada sosialis komunis,
jam kerja itu telah ditentukan oleh negara itu sendiri. Di dalam sistem ekonomi
pancasila yang lebih manusiawi, jam kerja ditentukan oleh pemerintah dengan
mengingat kesehatan dan keselamatan kerja yang harus dijamin oleh negara.

Variabel yang terakhir adalah lingkungan kerja. Dalam alam ekonomi


kapasitas, hubungan kerja antara seorang buruh dengan buruh lainnya adalah
sangat interpersonal. Artinya, mereka berhubungan untuk masalah yang
menyangkut tugas pekerjaan yang saling tidak tahu persoalan pribadi masing-
masing yang bersifat emosional. Sedangkan dalam sistem perekonomian sosialis
serta komunis manusia hanya dipandang sebagai alat produksi sebagaimana
perlakuan terhadap faktor-faktor produksi lainnya. Berbeda dengan kedua sistem
itu, perekonomian pancasila kembali menenkankan hubungan kerja yang serasi,
harmonis, dan saling mempercayai tujuan bersama. Itulah yang menjadi landasan
“partnership” dalam HIP yang berlaku pada sistem ekonomi ini.

Dengan alasan diatas, kita akan melihat masalah-masalah yang masih


tertinggal dan segera harus ditangani dalam pelaksanaan HIP itu sendiri maupun
dalam usaha menempatkan buruh ditempat yang sebenarnya ada rangkaian sistem
ekonomi pancasila.
Tabel 6.1

Sumber daya manusia dalam berbagai sistem perekonomian

Sistem ekonomi Sistem ekonomi Sistem ekonomi


kapitalis sosialis/ komunis pancasila

Peranan pemerintah Pemerintah tidak Pemerintah berperan Pemerintah


campur tangan sama penuh mengikuti dan
sekali mengawasi jalannya
ekonomi untuk
kepentingan
masyarakat

Kedudukan Bebas penuh/ liberal Tidak bebas/ tidak Bebas terpimpin


perseorangan dikenal arti individu dalam batas-batas
hanyalah kolektif yang telah
ditentukan

Pemilik lapangan Bebas memilih Semua orang adalah Bebas memilih


pekerjaan pekerjaan sesuai buruh. Hanya ada pekerjaan yang
dengan kehendak kelas buruh. Lapangan tersedia. Dikerjakan
masing-masing dan pekerjaan ditentukan untuk menghidupi
digunakan untuk oleh negara diri sendiri,
kepentingan diri sekeluarga dan
sendiri kepentingan
nasional

Hubungan kerja Berdasarkan kontrak Ditentukan dan Berdasarkan


(upah, jam kerja, dan kerja. Upah direncanakan oleh hubungan
lingkungan) disesuaikan dengan negara. Manusia manusiawi. Upah
kekuatan pasar. hanyalah alat produksi. disesuaikan dengan
Hubungan sangat KFM.
impersonal

Upayah Mengatasi Permasalahan

Dengan menyadari permasalahan-permasalahan di atas, tampaknya diperlukan


suatu rumusan kebijakan operasional dari HIP yang telah ada itu untuk mencapai
suatu ketenangan kerja. Hal ini mungkin bisa dicapai bila ada perlindungan kerja
yang diselenggarakan dalam bentuk pelayanan, pengarahan, pendidikan,
pengendalian, dan pengawasan hak, kepentingan dan kewajiban dari unsur-unsur
yang terlibat. Perlindungan kerja tersebut terutama ditunjukan untuk perbaikan
upah, syarat-syarat kerja, kondisi kerja dan hubungan kerja, keselamatan kerja,
dan jaminan sosial dalam rangka perbaikan kesejahteraan tenaga kerja secara
keseluruhan. Hal ini dapat dilaksanakan apabila ada hubungan yang serasi serta
pendekatan yang terpadu antara buruh, pengusaha, dan pemerintah.
Perselisihanperburuhan diindonesia sebenarnya sudah dicoba diselesaikan
lewat apa yang dikenal dengan HIP (hubungan industrial Pancasila). HIP adalah
suatu paham dimana “perusahaan menyadari bahwa tanpa buruh atau naker,
mereka akan lumpuh, akan tetapi buruhpunhendaknya menyadari bahwa tanpa
perusahaan mereka tidak akan mempunyai pekerjaan”. Paham ini menghendaki
agar kedua belah pihak bisa melaksanakan tugas dan haknya berdasarkan
kesadaran akan saling ketergantungan. Setiap perselisihan atau sengketa
hendaknya diselesaikan secara kekeluargaan. Paham tersebut juga menganut asas
“tripatisme”, dimana pihak ketiga, yaitu pemerintah, bisa diminta membantu atau
berhak ikut campur untuk menyelesaikan sengketa naker dan pengusaha. HIP ini
nampaknya hanya bisa dilaksanakan dengan syarat ketiga pihak memiliki posisi
runding kurang lebih sama. Tetapi dalam kenyataan, naker mempunyai posisi
runding yang sangat lemah, dan pemerintah menyadari atau tidak, sering berpihak
pada pengusaha sehingga HIP sampai saat ini masih berada dalam khayalan.

Penutup

Masa depan adalah era bakal diperuhi dengan pertumbuhan industri yang
sangat pesat, baik industri yang meghasilkan barang-barang untuk ekspor maupun
untuk keperluan pasar dalam negeri. Semua itu berkembang merata di seluruh
tana air. Kepengusahaan akan berkembang dengan cepat yang sudah tentu akan
dibarengi dengan semakin besarnya jumlah karyawan. Untuk itulah penataan
hubungan pengusaha karyawan, timbulnya pemogokan, dan lain-lain, tidak hanya
merugikan pengusaha maupun karyawan tetapi juga kepentingan masyarakat pada
umunya. Bukan tidak mungkin, hal ini akan menyebabkan para investor
kehilangan minatnya untuk menanamkan modal dinegara kita.
Daftar Pustaka

Depnaker RI, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan Hubungan


Industrial, Jakarta: Penerbit Dewan Pimpinan Pusat Konfidrasi SPSI dan
Depnaker, 2004.

J. Heryanto. 2003. Peranan Multinasional Corporations dalam Industrialisasi di


Indonesia pada Era Orde Baru. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Univesitas
Petra, Vol 5. No 1, Maret 2003: 17-24.

Lalu Husni SH.M,Hum. 2004. Penyelesaian Perselisian Hubungan Industrial


Melalui Pengadilan dan Diluar Pengadilan. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo
Parsada.

Payaman J. Simanjuntak. Manajemen Hubungan Industrial. Jakarta: Penerbit Jala


Permata Aksara.

Anda mungkin juga menyukai