Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL

Studi Kasus Mengenai Demonstrasi Pekerja Akibat Pelanggaran Hak

Normatif yang Dilakukan oleh Pengusaha di Pabrik Rokok Adi Bungsu Kota Malang

Disusun Oleh

Muhammad Fauzi Rizki Maulana B102320108

Jurusan

Ekonomi Manajemen PPAPK Malam


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu daya saing di pasar global yang semakin terbuka merupakan isu penting dan tidak
mudah. Tanpa kapabilitas dan keunggulan kompetitif yang tinggi, produk dari suatu
negara, termasuk produk Indonesia, dipastikan tidak akan menembus pasar
internasional. Masuknya barang impor juga dapat mengancam posisi pasar domestik.
Singkatnya, keunggulan kompetitif merupakan faktor kunci dalam meningkatkan kinerja
bisnis di pasar yang kompetitif.

Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia dan
membangun keunggulan kompetitif tidak dapat ditunda lagi, dan tidak hanya para
pengusaha itu sendiri, tetapi juga aparat birokrasi, berbagai organisasi, anggota
masyarakat, dll. Manajemen yang optimal dari hubungan karyawan-perusahaan sangat
penting sehubungan dengan produktivitas tenaga kerja dan keberlanjutan perusahaan
itu sendiri.

Kegagalan dalam mengelola hubungan karyawan dapat menyebabkan konsekuensi


negatif, tidak hanya secara hukum tetapi juga efek samping bagi kelangsungan bisnis.
Dan dengan keterampilan yang memadai untuk dapat mempertahankan dan
memastikan hubungan yang efektif antara perusahaan dan karyawannya.

Di era globalisasi, kondisi ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa. Kemajuan
tersebut ditandai dengan semakin kompleksnya teknologi yang diciptakan, yang
berdampak pada semakin pesatnya laju perekonomian global. Jika sebuah perusahaan
ingin bertahan dan berkembang di masa persaingan yang ketat, ia harus meningkatkan
efisiensi dan produktivitas sumber dayanya, termasuk sumber daya manusia dan
sistem manajemen.
1.2 Rumusan Masalah

Apakah yang dimaksud dengan Hubungan Industrial?

Apakah tujuan Hubungan Industrial?

Apakah Lembaga Kerja Sama Bipartit dan Tripartit?

Apakah Organisasi Buruh?

Apakah perjanjian kerja?

Bagaimana studi kasus mengenai Hubungan Industrial?

Tujuan Penulisan

Mengetahui pengertian Hubungan Industrial

Mengetahui tujuan Hubungan Industrial

Mengetahui bentuk kerjasama Bipartit dan Tripartit

Mengetahui organisasi pekerja/buruh

Mengetahui sistem perjanjian kerja

Mengetahui kasus mengenai Hubungan Industrial

Manfaat Penulisan

Memahami tentang Hubungan Industrial yang dimana akan membahas pula mengenai
ketenagakerjaan serta bagaimana peran pemerintah diantara hak dan kewajiban antara
perusahaan dan buruh.
BAB II
PEMBAHASAN

2. Pengertian Hubungan Industrial

Hubungan Industrial (Industrial Relations) adalah kegiatan yang mendukung


terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha,
karyawan dan pemerintah, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan
berusaha (Industrial Peace). Pada Undang‐Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun
2003 pasal 1 angka 16 Hubungan Industrial didefinisikan sebagai “Suatu sistem
hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang
dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah
yang didasarkan pada nilai‐nilai Pancasila dan Undang‐Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.” Melihat pentingnya kegiatan ini, masalah
hubungan industrial perlu mendapat perhatian khusus dalam penanganannya,
karena berpengaruh besar terhadap kelangsungan proses produksi yang terjadi di
perusahaan.

Yang paling mendasar dalam Konsep Hubungan Industrial adalah


Kemitra‐sejajaran antara Pekerja dan Pengusaha yang keduanya mempunyai
kepentingan yang sama, yaitu bersama‐sama ingin meningkatkan taraf hidup dan
mengembangkan perusahaan. Disamping itu masyarakat juga mempunyai
kepentingan, baik sebagai pemasok faktor produksi yaitu barang dan jasa kebutuhan
perusahaan, maupun sebagai masyarakat konsumen atau pengguna hasil-hasil
perusahaan tersebut. Pemerintah juga mempunyai kepentingan langsung dan tidak
langsung atas pertumbuhan perusahaan, antara lain sebagai sumber penerimaan
pajak. Jadi hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang
berkepentingan tersebut. Dalam pengertian sempit, hubungan industrial diartikan
sebagai hubungan antara manajemen dan pekerja atau Management-Employees
Relationship.
Menurut Payaman J. Simanjuntak (1985), Hubungan industial adalah Hubungan semua
pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa di suatu
perusahaan. Pihak yang berkepentingan dalam setiap perusahaan (Stakeholders):
1. Pengusaha atau pemegang saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen
2. Para pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh
3. Supplier atau perusahaan pemasok
4. Konsumen atau para pengguna produk/jasa
5. Perusahaan Pengguna
6. Masyarakat sekitar
7. Pemerintah

Prinsip Hubungan Industrial

Prinsip hubungan industrial didasarkan pada persamaan kepentingan semua unsur


atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. Dengan demikian, hubungan
industrial mengandung prinsip-prinsip bahwa pengusaha dan pekerja, serta
pemerintah dan masyarakat pada umumnya, sama-sama mempunyai kepentingan
atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan. Perusahaan merupakan sumber
penghasilan bagi banyak orang.

Permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan


hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah, yakni :

(-) Syarat‐syarat kerja

(-) Pengupahan

(-) Jam kerja

(-) Jaminan sosial

(-) Kesehatan dan keselamatan kerja


(-) Organisasi ketenagakerjaan

(-) Iklim kerja

(-) Cara penyelesaian keluh kesah dan perselisihan.

(-) Cara memecahkan persoalan yang timbul secara baik

Tujuan Hubungan Industrial

Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis,


Dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan. Diantaranya:

(-) Mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila serta

(-) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian


abadi dan keadilan sosial melalui

(-) Penciptaan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha,

(-) Meningkatkan produksi

(-) Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai derajat manusia.

Lembaga Kerja Sama Bipartit dan Tripartit

- Lembaga Kerja Sama Bipartit

LKS Bipartit adalah suatu badan ditingkat usaha atau unit produksi yang dibentuk
oleh pekerja dan pengusaha. Setiap pengusaha yang mempekerjakan 50 (limapuluh)
orang pekerja atau lebih dapat membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan
anggota‐anggota yang terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang ditunjuk
berdasarkan kesepakatan dan keahlian.

LKS Bipartit bertugas dan berfungsi sebagai Forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah dalam memecahkan permasalahan‐permasalahan ketenagakerjaan
pada perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja. Para manager
perusahaan diharapkan ikut mendorong berfungsinya Lembaga Kerjasama Bipartit,
khususnya dalam hal mengatasi masalah bersama, misalnya penyelesaian
perselisihan industrial.

LKS Bipartit bertujuan :

(-) Terwujudnya ketenangan kerja, disiplin dan ketenangan usaha,

(-) Peningkatan kesejahteraan Pekerja dan perkembangan serta kelangsungan hidup


perusahaan.

(-) Mengembangkan motivasi dan partisipasi pekerja sebagai pengusaha di


perusahaan.

Kriteria LKS Bipartit :

(-) Proses penunjukkan anggota dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat.

(-) Azasnya adalah kekeluargaan dan gotong royong dan musyawarah untuk mufakat.

- Lembaga Kerja Sama Tripartit

Lembaga kerjasama Tripartit merupakan LKS yang anggota‐anggotanya terdiri dari


unsur‐ unsur pemerintahan, organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Fungsi
lembaga kerjasama Tripartit adalah sebagai FORUM Komunikasi, Konsultasi dengan
tugas utama menyatukan konsepsi, sikap dan rencana dalam mengahadapi
masalah‐masalah ketenagakerjaan, baik berdimensi waktu saat sekarang yang telah
timbul karena faktor‐ faktor yang tidak diduga maupun untuk mengatasi hal‐hal yang
akan datang.

“Fungsi Pemerintah :

Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan


melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan undang‐undang
ketenagakerjaan yang berlaku.

Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja :

Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan


produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan ketrampilan,
keahlian dan ikut memajukan perusahaan serta memperjuangkan kesejahteraan
anggota dan keluarganya.

Fungsi Pengusaha :

Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan


memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan”
(Cahaya : 2015)

Dasar Hukum lembaga kerja sama Bipartit dan Tripartit adalah :

(-) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(-) Kepmenaker No. Kep.255/Men/2003 tentang Lembaga Kerjasama Bipartit

(-) Kepmenaker No. Kep.355/Men/X/2009 tentang Lembaga Kerjasama Tripartit

Organisasi Buruh

Organisasi pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan secara sukarela dan
demokratis dari, oleh dan untuk pekerja dan berbentuk Serikat Pekerja, Gabungan
serikat Pekerja, Federasi, dan Non Federasi. Kehadiran Serikat Pekerja di perusahaan
sangat penting dan strategis dalam pengembangan dan pelaksanaan Hubungan
Industrial.

Dasar Hukum Pendirian Serikat Pekerja/Serikat Buruh diatur dalam :

(-) UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh

(-) UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI

(-) Kepmenaker No. 16 Tahun 2001 tentang Tatacara Pencatatan Serikat


Pekerja/Buruh

(-) Kepmenaker No. 187 Tahun 2004 tentang Iuran anggota Serikat Pekerja/Buruh

Perjanjian Kerja

Pengertian Perjanjian Kerja dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan (UUTK) pada prinsipnya telah memberikan defenisi normative
mengenai perjanjian kerja. Pasal 1 angka 14 UUTK mendefenisikan perjanjian kerja
sebagai perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak, Atas pengertian tersebut,
maka dapat dijelaskan beberapa unsur penting perjanjian kerja sebagai berikut:

(-) Adanya perbuatan hukum/peristiwa hukum berupa perjanjian

(-) Adanya subjek atau pelaku yakni pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja yang
masing-masing membawa kepentingan
(-) Memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak

Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:

(-) upah minimum


(-) upah kerja lembur
(-) upah tidak masuk kerja karena berhalangan
(-) upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya
(-) upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
(-) bentuk dan cara pembayaran upah
(-) denda dan potongan upah
(-) hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
(-) struktur dan skala pengupahan yang proporsional
(-) upah untuk pembayaran pesangon
(-) upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Kasus Mengenai Demonstrasi Pekerja Akibat Pelanggaran Hak Normatif yang


Dilakukan oleh Pengusaha di Pabrik Rokok Adi Bungsu Kota Malang. Pabrik Rokok Adi
Bungsu merupakan salah satu pabrik rokok kretek kecil yang bertahan hingga saat ini,
namun dengan kondisi yang memprihatinkan. Hal itu disebabkan karena pita cukai yang
semakin mahal, persaingan di dunia industri rokok semakin ketat, produk yang
dihasilkan kalah saing

Kemudian pengusaha Pabrik Rokok Adi Bungsu berusaha untuk mencegah


kebangkrutan dengan melakukan efisiensi biaya pengeluaran. Cara yang dilakukan oleh
pihak pengusaha yaitu mengurangi jumlah pekerja dan tidak memenuhi hak normatif
pekerja, misalnya pekerja diberi upah di bawah UMK, pekerja tidak diikutsertakan dalam
JAMSOSTEK, tidak diberi uang libur hari besar, dan pekerja tidak diperbolehkan untuk
berserikat misalnya bergabung dalam organisai SPSI.

Pekerja borongan yang notabene telah bekerja kurang lebih 20 tahun di pabrik
tersebut menerima dan tidak protes, Akan tetapi pekerja borongan merasa sangat
dikecewakan dan tidak dihargai ketika pengusaha berencana memberikan uang THR
dan uang pesangon yang besarannya tidak sesuai dengan masa kerja mereka.

Adanya perbedaan kepentingan antara pekerja dan pengusaha di pabrik tersebut


yang kemudian memicu terjadinya konflik. Kekecewaan akibat tindakan pengusaha
tersebut menimbulkan kesadaran kolektif di kalangan pekerja untuk melakukan
perlawanan kepada pengusaha. Kesadaran kolektif pekerja tersebut diwujudkan dengan
melakukan aksi protes berupa demonstrasi. Para pekerja di Pabrik Rokok Adi Bungsu
melakukan demonstrasi di depan pabrik ketika pengusaha berencana menurunkan THR
pekerja borongan yang pada tahun sebelumnya THR diberikan sebesar Rp. 1.800.000,-
menjadi Rp. 1.100.000,-. Pekerja juga mengancam apabila THR diturunkan maka
mereka akan melakukan mogok kerja.

Kemudian pada akhir Februari 2012, sekitar 40 pekerja borongan bagian


penggilingan di-PHK karena bergabung dalam SPSI dan pengusaha berencana
memberikan pesangon yang tidak sesuai dengan lamanya masa kerja pekerja. Para
pekerja yang telah di-PHK melakukan demonstrasi di depan Balai Kota Malang dan
mengadu ke pihak Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Malang mengenai
perlakuan pengusaha yang dianggap telah melanggar hak normatif pekerja.

Resolusi konflik secara bipartit dapat ditempuh melalui demokrasi industri.


Demokrasi industri dapat terlihat ketika personalia sebagai pihak pengusaha yang
memiliki wewenang dan pekerja borongan sebagai pihak yang tidak memiliki wewenang
sama-sama menyuarakan secara terbuka apa yang menjadi aspirasi mereka kemudian
diupayakan penyelesaian melalui tawar-menawar secara kolektif. Resolusi tersebut
telah ditempuh oleh kedua belah pihak yang berkonflik dengan cara kompromi, di mana
pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar meredakan suatu
pertentangan dan tercapai suatu penyelesaian konflik yang ada.
Resolusi yang diperoleh dari hasil musyawarah tersebut yaitu pihak pengusaha tetap
memberikan THR sesuai dengan tahun sebelumnya sejumlah Rp. 1.800.000,- akan
tetapi pemberiannya diangsur dua kali karena kondisi perusahaan yang semakin sepi. Di
sinilah terlihat bahwa pekerja bersedia untuk memaklumi dan memahami kondisi
perusahaan yang sedang mengalami penurunan pendapatan dan permintaan pasar
yang semakin menurun. Pengusaha bersedia untuk memahami kepentingan pekerja
yaitu perolehan hak agar kebutuhan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Akhirnya
kedua belah pihak dapat menyepakati keputusan yang dirumuskan bersama

Pekerja mengalami kekecewaan yang mendalam pada saat itu. Kekecewaan


disebabkan karena pihak pengusaha tidak bersedia memberikan uang pesangon sesuai
harapan mereka. Kemudian disusul oleh tindakan pengurus SPSI yang tidak menepati
janjinya sehingga konflik semakin melebar. Pekerja yang mengalami PHK melakukan
demonstrasi dan disusul dengan tindakan mereka melapor ke DISNAKER untuk
mengadukan permasalahan tersebut.

Para pekerja melakukan berbagai tindakan untuk memperoleh uang pesangon


sesuai dengan harapan mereka. Dalam kasus ini, lembaga tripartit yang ditempuh
adalah mediasi. Dalam upaya mediasi terdapat campur tangan pihak lain (ketiga) dari
pihak netral yang ditujukan untuk membantu dalam menyelesaikan konflik dan
mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Campur tangan pihak lain dalam
konflik di Pabrik Rokok Adi Bungsu terkait penetapan uang pesangon untuk pekerja
yang di-PHK menggunakan fasilitasi mediasi dari pihak Dinas Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi (DISNAKER) Kota Malang.

Setelah resolusi tersebut, hubungan industrial antara pekerja dan pemilik pabrik
pasca resolusi konflik di Pabrik Rokok Adi Bungsu tampak harmonis dan damai. Adanya
keadaan harmonis antara pemilik dan pekerja wajar terjadi karena pemilik Pabrik Rokok
Adi Bungsu jarang bertemu dengan pekerja. Pekerja melakukan interaksi dengan
pemilik hanya ketika diadakan rapat tahunan, baik perundingan terkait besaran upah
maupun THR sehingga potensi konflik yang terjadi semakin kecil. Sebagaimana
diketahui bahwa konflik merupakan sesuatu hal ang tidak dapat dihindari.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hubungan industrial pada
dasarnya menitik beratkan pada hak dan kewajiban diantara pekerja/buruh dan
pengusaha, yang diatur dalam konvensi-konvensi internasional dan aturan-aturan yang
berlaku di negara Indonesia.Indonesi

DAFTAR PUSTAKA

Oansamosirlaw,(2012), Pengertian Hubungan Industrial,


https://sautlaw.wordpress.com/2012/10/06/pengertian-hubungan
-industrial-h-ketenagakerjaan/, online, diakses pada 13 Desember
2015

Simanjuntak, Payaman (1985), Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Lembaga


Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta.

Cahaya,Yaeya,(2015). pengertian hubungan industrial, http://yaeya.heck.in/pengertian-


hubungan-industrialhi.xhtml, online, diakses pada 13 Desember
2015

Firza Maududi, Holis Abdul Ajim, dan M Riswanda,(2013), Tuntutan Buruh Mengenai
Kenaikan Upah Minimum,
http://holisfcb.blogspot.co.id/2013/06/makalah-jurnal-tuntutan-
buruh-mengenai.html, online, diakses pada 13 Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai