Anda di halaman 1dari 5

Mata Kuliah Hubungan Industrial

Kode MK/SKS EKMA4367/2 SKS


Tugas Ke 1

Tugas 1

1 Bagaimana peran hubungan industrial di suatu organisasi, berikan contoh ? (Bobot 20%)
2 Bagaimana teori dalam hubungan industrial ? (Bobot 20%)
3 Hubungan industrial mempunyai hubungan dengan perilaku organisasional salah satunya
elemennya adalah modal sosial, bagaimana hubungan dengan modal sosial tersebut ?
(bobot 30%) modal social mempunyai peran dalam industry karena modal social
menyabgkt budaya dlam masyarakat

4 Bagaimana tanggungjawab dan wewenang serikat pekerja ? (Bobot 10%)


5 Bagaimana perkembangan serikat pekerja khususnya di daerah anda dan umumnya di
Indonesia ? (Bobot 20%)

SELAMAT BEKERJA

Nama : Lambok Rachel juwita


Nim : 030539324

Jawaban Tugas 1

1. Perannya adalah mampu mencipatkan kenyaman dan kesejahteraan antara organisasi dengan
anggota organisasi lainnya dan juga meningkatkan produktivitas karyawan.
2. Teori dalam hubungan industrial :

Hubungan industrial merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk di antara pelaku proses
produksi barang atau jasa yang melibatkan sekelompok orang dalam suatu organisasi kerja.
Tujuan dari hubungan industrial adalah meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja
dan pengusaha. Produktivitas dan kesejahteraan merupakan dua hal yang saling berkaitan erat
dan saling mempengaruhi. Peningkatan produktivitas perusahaan dan kerja tidak bisa dicapai
apabila kesejahteraan pekerja tidak diperhatikan atau diberikan harapan tentang kesejahteraan
yang lebih baik di masa depan. Demikian juga sebaliknya, kesejahteraan pekerja tidak bisa
dipenuhi atau ditingkatkan apabila tidak terjadi peningkatan produktivitas perusahaan dan kerja.

Hubungan industrial dapat dijelaskan dengan pendekatan tertentu dari berbagai pendekatan yang
ada. Pendekatan-pendekatan itu, antara lain unitaris (unitary), pluralis (pluralist), marxist
(radikal). Sementara itu, J. Dunlop mengemukakan bahwa dalam menganalisa hubungan
industrial perlu mempertimbangkan peraturan-peraturan di tempat kerja (the rules of the
workplace) sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh interaksi para pelaku hubungan
industrial sebagai variabel independen. Proses interaksi itu (variabel independen), meliputi 3 hal
berikut.

1. Status relatif dari pelaku (the relative status of the actor).


2. Konteks di mana para pelaku berinteraksi (the context in which the seactors interact).
3. Ideologi dari sistem hubungan industrial (the ideology of the industrial relation system).

Perselisihan industrial biasanya diawali dengan tuntutan pekerja, baik secara lisan maupun
tulisan. Perselisihan timbul ketika usulan atau tuntutan pekerja tidak segera ditanggapi oleh
pihak pengusaha, tidak segera dilakukan perundingan atau karena kesepakatan antara manajemen
dan pekerja tentang jenis tuntutan atau nilai tuntutan belum tercapai. Perselisihan industrial dapat
diartikan sebagai perselisihan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau
serikat pekerja menyangkut masalah hak, kepentingan, dan pemutusan kerja serta perselisihan
antarserikat pekerja di satu perusahaan.

Hubungan Industrial di Indonesia

Hubungan industrial pada awal kemerdekaan di mana masih diwarnai oleh orientasi politik. Pada
masa ini seluruh tenaga dan pikiran dicurahkan untuk mempertahankan kemerdekaan sehingga
polarisasi dalam hubungan industrial tidaklah terasa. Polarisasi dalam hubungan industrial mulai
dirasakan ketika pada Tahun 1947 terbentuk serikat buruh SOBSI yang berorientasi pada
komunisme.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, terjadi gerak balik perkembangan hubungan industrial,
seperti pada masa kolonial di mana pemerintah terlibat jauh dalam penataan hubungan industrial
di Indonesia. Dengan kata lain, kalau pada masa Orde Lama gerakan buruh menjadi riuh rendah
dengan politik maka pada masa Orde Baru gerakan-gerakan buruh menjadi sepi secara politik.
Bahkan buruh diasingkan, diabaikan dari politik, dan gerakan buruh dibatasi di bawah wadah
tunggal serikat buruh atau yang dikenal dengan istilah political labor union.

3. bagaimana hubungan dengan modal sosial tersebut ?


modal social mempunyai peran dalam industry karena modal social menyabgkt budaya
dlam masyarakat

4. Tanggung jawab dan wewenang serikat pekerja


 Keamanan dan perserikatan’
 Sarana menghadapi pengusaha
 Pengendalian dan disiplin internal

5. SECARA legal, tonggak reformasi di arena politik perburuhan di Indonesia, dimulai


dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 5 tahun 1998, tentang
pendaftaran serikat buruh. Ini sekaligus mengakhiri era serikat buruh tunggal yang
dikuasai FSPSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Dirintis sejak pemerintahan
B.J. Habibie yang singkat (1998—1999) melalui ratifikasi terhadap konvensi ILO no. 87
mengenai kebebasan berserikat, dua tahun kemudian, di bawah pemerintahan
Abdurrahman Wahid (2000—2001), era serikat buruh tunggal yang dikontrol negara
diakhiri pada tahun 2000 dengan diundangkannya kebebasan berserikat melalui Undang-
undang Serikat Pekerja/Serikat Buruh no. 21 tahun 2000 pada tanggal 4 Agustus 2000.
Undang-undang ini mengatur pembentukan, keanggotaan, pemberitahuan dan
pendaftaran, hak dan kewajiban, keuangan dan kekayaan, pembubaran dan hal-hal lain
yang menyangkut serikat buruh Sejak saat itu, diawali dengan pecahnya FSPSI menjadi
FSPSI dan FSPSI Reformasi, mulai bermunculan serikat buruh/serikat pekerja (SB/SP)
baru. Sejak tahun 2000, pertumbuhan SB/SP baru tersebut bagaikan jamur yang tumbuh
di musim hujan. Ribuan serikat buruh di berbagai tingkat bermunculan dan mendaftarkan
dirinya ke Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Data resmi terakhir
menyebutkan, per Juni tahun 2007, tercatat ada 3 konfederasi (KSPSI/Konfederasi
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, KSBSI/Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia,
KSPI/Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), 86 federasi, dan belasan ribu SB/SP tingkat
pabrik. Dari ketiga konfederasi tersebut, KSPSI merupakan konfederasi serikat terbesar
yang menyatakan memiliki 16 federasi dan lebih dari empat juta orang anggota. Posisi
kedua ditempati KSPI dengan 11 federasi dan anggota lebih dari dua juta orang, serta
KSBSI dengan anggota mencapai hampir dua juta orang di posisi ketiga. Sementara itu,
data tahun 2002 yang dikeluarkan FES menunjukkan, jumlah populasi serikat buruh
tersebut berada dalam situasi di mana jumlah anggota serikat mencapai lebih dari delapan
juta orang dan tingkat unionisasi sebesar sembilan persen dari total angkatan kerja atau
25 persen dari total angkatan kerja di sektor formal. Data verifikasi terakhir yang
dilakukan Depnakertrans untuk tahun 2006 menunjukkan, KSPSI tetap merupakan
konfederasi terbesar dengan 16 federasi serikat pekerja, meskipun, seperti juga kedua
konfederasi yang lain, mengalami penurunan jumlah anggota yang cukup signifikan dari
tahun ke tahun. Serikat pekerja/serikat buruh di Indonesia secara umum memiliki tiga ciri
pokok. Ciri pertama, adalah pada sifatnya yang rentan terhadap perpecahan; kedua,
adalah perbedaan orientasi serikat; dan ketiga, sifatnya yang eksklusif. Ciri-ciri tersebut
dijelaskan lebih jauh di bawah ini.

Kategorisasi Serikat

Asal-muasal serikat menunjukkan kerentanan dan kurangnya keterampilan berorganisasi


di kalangan serikat pekerja/serikat buruh, yang menyebabkan pecahnya serikat dan
pemisahan diri sekelompok orang untuk membentuk organisasi serikat pekerja/serikat
buruh baru. Munculnya serikat-serikat baru dengan nama yang sama dengan dibubuhi
kata ‘reformasi’ atau ‘baru’ di belakangnya, antara lain membuktikan kerentanan
tersebut.

Mengacu pada sejarah SB/SP masa Orde Baru, serikat-serikat buruh yang ada saat ini
dapat digolongkan setidaknya menjadi tiga kelompok besar yakni, kelompok SPSI,
kelompok eks-SPSI, dan kelompok non-SPSI. Kelompok eks-SPSI adalah serikat
sektoral yang memisahkan diri dari SPSI, sementara kelompok non-SPSI adalah serikat
yang samasekali tidak memiliki keterkaitan dengan atau independen dari SPSI.
Kelompok non-SPSI ini juga dapat dikelompokkan setidaknya dalam dua kategori yakni,
kelompok serikat di masa Orde Lama yang muncul kembali dan SB/SP yang sama sekali
baru. Serikat buruh baru kategori terakhir ini selain muncul dengan basis buruh sektor
industri manufaktur, juga muncul di sektor jasa antara lain keuangan, pariwisata, dan
jurnalistik. Dasar kategorisasi tersebut tergambarkan dengan jelas dalam pohon silsilah
asal mula serikat buruh. Sebagian besar SB/SP yang berdiri, secara institusional maupun
individual, memiliki keterkaitan dengan SPSI. Ini menjelaskan mengapa di serikat-serikat
pekerja pecahan SPSI, hampir tidak ada pendekatan pengorganisasian dan strategi baru
yang berbeda dari SPSI.

Pohon silsilah juga menunjukkan, perpecahan serikat tidak hanya melanda SPSI, tetapi
juga serikat-serikat eks-SPSI dan non-SPSI. Perbedaan-perbedaan yang sifatnya
pragmatis–dalam arti lebih disebabkan oleh hal-hal praktis daripada hal-hal prinsip—
lebih mewarnai sebab perpecahan serikat (lihat juga Hadiz 2005). Pada umumnya
perpecahan diikuti oleh perebutan atau pembagian anggota. Ada kalanya anggota bahkan
tidak tahu bahwa di tingkat nasional serikatnya sudah pecah. Keputusan anggota untuk
bergabung di salah satu serikat yang pecah lebih didasari oleh kedekatan personal dengan
para pengurus dibanding hal-hal yang bersifat prinsip organisasi.

Pengelompokan serikat tersebut tidak mencerminkan pengelompokan orientasi dan


ideologi serikat, sebagai ciri kedua. Secara umum SB/SP di Indonesia, menganut prinsip
unitaris dan tripartisme serta, dapat dikategorikan sebagai economic unionism atau
business unionism yang membatasi perjuangan kepentingannya pada kesejahteraan
anggota dalam kerangka hubungan kerja. Hal itu merupakan buah dari kebijakan rezim
Orde Baru yang secara sistematis menghapus orientasi politik serikat/gerakan buruh dan
menanamkan orientasi ekonomi melalui sistem Hubungan Industrial Pancasila (HIP),
yang diakui merupakan sebuah konsep yang ideal dan menjadi koridor gerak serikat
pekerja/serikat buruh.

Eksklusivisme adalah ciri ketiga SB/SP. Ada dua jenis eksklusivisme di sini: antara
SB/SP dengan kelompok masyarakat lain dan di antara serikat sendiri. Arena dan agenda
perjuangan serikat sangat terbatas pada isu-isu hubungan kerja di dalam pabrik,
sementara dinamika sosial-ekonomi-politik di luar dinding pabrik luput dari perhatian
(lihat AKATIGA-TURC-LABSOSIO, 2006). Tuntutan-tuntutan dalam aksi buruh juga
tidak menarik bagi kelompok-kelompok masyarakat lain untuk mendukung dan
memperluas dukungan terhadap perjuangan buruh. Hubungan dan aliansi SB/SP dengan
kelompok masyarakat lainnya seperti kelompok tani, nelayan, dan lain-lain sangat
terbatas. Kalaupun terjadi aliansi dengan kelompok-kelompok miskin lainnya, aliansi
tersebut sifatnya di permukaan saja dan bukan merupakan strategi yang permanen dan
melekat dalam keseluruhan strategi perjuangan mereka. Eksklusivisme juga melanda
hubungan di antara sesama serikat, yang disebabkan oleh perebutan pengaruh dan
pengakuan terhadap eksistensi mereka. Situasi itu selain menjadi bibit perpecahan, juga
menyebabkan soliditas gerakan serikat pekerja/serikat buruh menjadi rentan.

Pergeseran politik keserikatburuhan yang cukup penting tersebut, terjadi dalam kerangka
sistem hubungan industrial di Indonesia yang tidak berubah yakni, Hubungan Industrial
Pancasila. HIP berfilosofikan hubungan perburuhan atau hubungan buruh-majikan atau
hubungan industrial yang serba harmonis, di mana posisi buruh dan majikan adalah setara
dan keduanya memiliki kepentingan yang sama serta di mana negara berperan untuk
mengayomi keduanya (lihat juga Hadiz 1997; Manning 1998; Ford 2001). Meskipun
istilah ini makin jarang terdengar tetapi, secara prinsip konsep ini masih mendominasi
para aktor hubungan industrial. Meskipun demikian, dalam praktik untuk
mengakomodasi tuntutan modal global dalam kerangka persaingan antar negara dalam
merebut investasi, pendulum keberpihakan negara lebih sering bergerak ke arah majikan.
Berbagai kebijakan yang melonggarkan ruang gerak pengusaha diciptakan, yang
membawa implikasi langsung pada meningkatnya tantangan bagi pengorganisasian
buruh.

Anda mungkin juga menyukai