Tugas 1
1 Bagaimana peran hubungan industrial di suatu organisasi, berikan contoh ? (Bobot 20%)
2 Bagaimana teori dalam hubungan industrial ? (Bobot 20%)
3 Hubungan industrial mempunyai hubungan dengan perilaku organisasional salah satunya
elemennya adalah modal sosial, bagaimana hubungan dengan modal sosial tersebut ?
(bobot 30%) modal social mempunyai peran dalam industry karena modal social
menyabgkt budaya dlam masyarakat
SELAMAT BEKERJA
Jawaban Tugas 1
1. Perannya adalah mampu mencipatkan kenyaman dan kesejahteraan antara organisasi dengan
anggota organisasi lainnya dan juga meningkatkan produktivitas karyawan.
2. Teori dalam hubungan industrial :
Hubungan industrial merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk di antara pelaku proses
produksi barang atau jasa yang melibatkan sekelompok orang dalam suatu organisasi kerja.
Tujuan dari hubungan industrial adalah meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja
dan pengusaha. Produktivitas dan kesejahteraan merupakan dua hal yang saling berkaitan erat
dan saling mempengaruhi. Peningkatan produktivitas perusahaan dan kerja tidak bisa dicapai
apabila kesejahteraan pekerja tidak diperhatikan atau diberikan harapan tentang kesejahteraan
yang lebih baik di masa depan. Demikian juga sebaliknya, kesejahteraan pekerja tidak bisa
dipenuhi atau ditingkatkan apabila tidak terjadi peningkatan produktivitas perusahaan dan kerja.
Hubungan industrial dapat dijelaskan dengan pendekatan tertentu dari berbagai pendekatan yang
ada. Pendekatan-pendekatan itu, antara lain unitaris (unitary), pluralis (pluralist), marxist
(radikal). Sementara itu, J. Dunlop mengemukakan bahwa dalam menganalisa hubungan
industrial perlu mempertimbangkan peraturan-peraturan di tempat kerja (the rules of the
workplace) sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh interaksi para pelaku hubungan
industrial sebagai variabel independen. Proses interaksi itu (variabel independen), meliputi 3 hal
berikut.
Perselisihan industrial biasanya diawali dengan tuntutan pekerja, baik secara lisan maupun
tulisan. Perselisihan timbul ketika usulan atau tuntutan pekerja tidak segera ditanggapi oleh
pihak pengusaha, tidak segera dilakukan perundingan atau karena kesepakatan antara manajemen
dan pekerja tentang jenis tuntutan atau nilai tuntutan belum tercapai. Perselisihan industrial dapat
diartikan sebagai perselisihan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau
serikat pekerja menyangkut masalah hak, kepentingan, dan pemutusan kerja serta perselisihan
antarserikat pekerja di satu perusahaan.
Hubungan industrial pada awal kemerdekaan di mana masih diwarnai oleh orientasi politik. Pada
masa ini seluruh tenaga dan pikiran dicurahkan untuk mempertahankan kemerdekaan sehingga
polarisasi dalam hubungan industrial tidaklah terasa. Polarisasi dalam hubungan industrial mulai
dirasakan ketika pada Tahun 1947 terbentuk serikat buruh SOBSI yang berorientasi pada
komunisme.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, terjadi gerak balik perkembangan hubungan industrial,
seperti pada masa kolonial di mana pemerintah terlibat jauh dalam penataan hubungan industrial
di Indonesia. Dengan kata lain, kalau pada masa Orde Lama gerakan buruh menjadi riuh rendah
dengan politik maka pada masa Orde Baru gerakan-gerakan buruh menjadi sepi secara politik.
Bahkan buruh diasingkan, diabaikan dari politik, dan gerakan buruh dibatasi di bawah wadah
tunggal serikat buruh atau yang dikenal dengan istilah political labor union.
Kategorisasi Serikat
Mengacu pada sejarah SB/SP masa Orde Baru, serikat-serikat buruh yang ada saat ini
dapat digolongkan setidaknya menjadi tiga kelompok besar yakni, kelompok SPSI,
kelompok eks-SPSI, dan kelompok non-SPSI. Kelompok eks-SPSI adalah serikat
sektoral yang memisahkan diri dari SPSI, sementara kelompok non-SPSI adalah serikat
yang samasekali tidak memiliki keterkaitan dengan atau independen dari SPSI.
Kelompok non-SPSI ini juga dapat dikelompokkan setidaknya dalam dua kategori yakni,
kelompok serikat di masa Orde Lama yang muncul kembali dan SB/SP yang sama sekali
baru. Serikat buruh baru kategori terakhir ini selain muncul dengan basis buruh sektor
industri manufaktur, juga muncul di sektor jasa antara lain keuangan, pariwisata, dan
jurnalistik. Dasar kategorisasi tersebut tergambarkan dengan jelas dalam pohon silsilah
asal mula serikat buruh. Sebagian besar SB/SP yang berdiri, secara institusional maupun
individual, memiliki keterkaitan dengan SPSI. Ini menjelaskan mengapa di serikat-serikat
pekerja pecahan SPSI, hampir tidak ada pendekatan pengorganisasian dan strategi baru
yang berbeda dari SPSI.
Pohon silsilah juga menunjukkan, perpecahan serikat tidak hanya melanda SPSI, tetapi
juga serikat-serikat eks-SPSI dan non-SPSI. Perbedaan-perbedaan yang sifatnya
pragmatis–dalam arti lebih disebabkan oleh hal-hal praktis daripada hal-hal prinsip—
lebih mewarnai sebab perpecahan serikat (lihat juga Hadiz 2005). Pada umumnya
perpecahan diikuti oleh perebutan atau pembagian anggota. Ada kalanya anggota bahkan
tidak tahu bahwa di tingkat nasional serikatnya sudah pecah. Keputusan anggota untuk
bergabung di salah satu serikat yang pecah lebih didasari oleh kedekatan personal dengan
para pengurus dibanding hal-hal yang bersifat prinsip organisasi.
Eksklusivisme adalah ciri ketiga SB/SP. Ada dua jenis eksklusivisme di sini: antara
SB/SP dengan kelompok masyarakat lain dan di antara serikat sendiri. Arena dan agenda
perjuangan serikat sangat terbatas pada isu-isu hubungan kerja di dalam pabrik,
sementara dinamika sosial-ekonomi-politik di luar dinding pabrik luput dari perhatian
(lihat AKATIGA-TURC-LABSOSIO, 2006). Tuntutan-tuntutan dalam aksi buruh juga
tidak menarik bagi kelompok-kelompok masyarakat lain untuk mendukung dan
memperluas dukungan terhadap perjuangan buruh. Hubungan dan aliansi SB/SP dengan
kelompok masyarakat lainnya seperti kelompok tani, nelayan, dan lain-lain sangat
terbatas. Kalaupun terjadi aliansi dengan kelompok-kelompok miskin lainnya, aliansi
tersebut sifatnya di permukaan saja dan bukan merupakan strategi yang permanen dan
melekat dalam keseluruhan strategi perjuangan mereka. Eksklusivisme juga melanda
hubungan di antara sesama serikat, yang disebabkan oleh perebutan pengaruh dan
pengakuan terhadap eksistensi mereka. Situasi itu selain menjadi bibit perpecahan, juga
menyebabkan soliditas gerakan serikat pekerja/serikat buruh menjadi rentan.
Pergeseran politik keserikatburuhan yang cukup penting tersebut, terjadi dalam kerangka
sistem hubungan industrial di Indonesia yang tidak berubah yakni, Hubungan Industrial
Pancasila. HIP berfilosofikan hubungan perburuhan atau hubungan buruh-majikan atau
hubungan industrial yang serba harmonis, di mana posisi buruh dan majikan adalah setara
dan keduanya memiliki kepentingan yang sama serta di mana negara berperan untuk
mengayomi keduanya (lihat juga Hadiz 1997; Manning 1998; Ford 2001). Meskipun
istilah ini makin jarang terdengar tetapi, secara prinsip konsep ini masih mendominasi
para aktor hubungan industrial. Meskipun demikian, dalam praktik untuk
mengakomodasi tuntutan modal global dalam kerangka persaingan antar negara dalam
merebut investasi, pendulum keberpihakan negara lebih sering bergerak ke arah majikan.
Berbagai kebijakan yang melonggarkan ruang gerak pengusaha diciptakan, yang
membawa implikasi langsung pada meningkatnya tantangan bagi pengorganisasian
buruh.