Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 1

Nama : GERALD SURIPATTY


NIM : 042296868
Program Studi : Manajemen S1
Fakultas : Ekonomi
Mata kuliah : Hubungan Industrial 84
1. Tiga level kegiatan hubungan industrial
Konsep kerangka kerja hubungan industrial mendorong pengembangan tipologi dengan tiga level
kegiatan hubungan industrial, yaitu level strategi, kebijakan, dan tempat kerja. Hal ini dipaparkan
pada Tabel dibawah ini.

Level Pengusaha Serikat Pekerja Pemerintah


Strategi jangka Strategi Bisnis Strategi Strategi Politik Kebijakan
panjang dan Investasi Strategi Strategi Representasi Makroekonomi dan
penyusunan kebijakan Sumber Daya Manusia Strategi Organisasi sosial
Kesepakatan bersama Kebijakan Personalia Strategi Kesepakatan Hukum dan
dan kebijakan Strategi Negosiasi Bersama Administrasi Tenaga
personal Kerja
Hubungan tempat Gaya Supervisi Administrasi Kontrak Standar Karyawan
kerja dan individu/ Partisipasi karyawan Partisipasi Karyawan Partisipasi Karyawan
organisasi Desain Pekerjaan dan Desain Pekerjaan dan Hak Individual
Organisasi Kerja Organisasi Kerja

Tabel di atas yang bersumber dari Deery et al., 1998 menunjukkan pembagian kerangka kerja
yang membagi kegiatan manajemen, karyawan, dan pemerintah menjadi tiga tingkatan. Setiap
tingkatan diperdalam dengan tiga aktor utama lain dalam sistem hubungan industrial. Ketiga
tingkat menunjukkan perbedaan dalam keunggulan analisis. Kerangka kerja mengenal hubungan
antarkegiatan pada berbagai tingkatan sistem yang berbeda. Kerangka kerja menunjukkan
pengaruh berbagai keputusan strategik dengan berbagai faktor. Sedangkan fokus analisisnya
adalah pada hubungan formal dan informal di tempat kerja.

2. Tiga bentuk komitmen menurut Meyer dan Allen.

Komitmen Afektif
Komitmen Afektif berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya,
identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi.
Anggota organisasi dengan Komitmen Afektif yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam
organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu (Allen & Meyer, 1997).

Komitmen Berkelanjut atau Abadi


Komitmen Berkelanjut atau Abadi berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan
mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan Komitmen
Berkelanjut atau Abadi yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena
mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut (Allen & Meyer,
1997).
Komitmen Normatif
Komitmen Normatif menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam
organisasi. Anggota organisasi dengan Komitmen Normatif yang tinggi akan terus menjadi
anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut
(Allen & Meyer, 1997).

3. a. Awal Mula Terbentuknya Serikat Pekerja di Indonesia


Gerakan serikat pekerja di Indonesia mempunyai sejarah panjang. Gerakan organisasi buruh
Indonesia dimulai sejak abad XIX (1879) yang ditandai dengan lahirnya NIOG (Netherland Onder
Werpen Genoottschaft) sebagai serikat pekerja pertama yang mengorganisir guru-guru di sekolah
Belanda.

Setelah itu, lahir serikat pekerja lain berdasarkan sektor dan profesinya. Pembentukan serikat
pekerja di kalangan pekerja Belanda ini telah mendorong terbentuknya serikat pekerja di
kalangan pekerja Indonesia.

Tahun 1908, Vereneging Van Spoor en Trem Personeel (VSTP) –serikat pekerja dari kalangan
pekerja Indonesia– terbentuk.

Setelah Indonesia merdeka, perkembangan serikat pekerja di Indonesia berkembang dengan


sangat cepat. Banyak partai politik yang membentuk serikat pekerja, antara lain Nahdlatul Ulama
(NU) membentuk Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi), Partai Nasional Indonesia (PNI)
membentuk Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM), Partai Komunis Indonesia (PKI) membentuk
Kesatuan Buruh Marhaenis (SOBSI). (Jurnal Kosmik Hukum).

PNI juga berperan melahirkan serikat-serikat buruh sperti Persatuan Sopir Motoris Indonesia,
Sarekat Anak Kapal Indonesia (SAKI) di Tanjung Priok, Persatuan Djongos Indonesia (PDI), dan
Oost Java Spoor Bond Indonesia di Surabaya. (Historia).

SOBSI yang berafiliasi dengan PKI merupakan organisasi buruh pertama setelah perang dunia
kedua. Keberadaannya dinilai cukup penting dalam peta kondisi politik Indonesia saat itu yang
dipengaruhi sosialis dan komunis.

Pada era pemerintahan Soeharto , SOBSI dibubarkan karena dianggap sebagai kaki-tangan PKI.
Pemerintah Soeharto kemudian membentu organsasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesi (SPSI).

Saat itu eranya organisasi tunggal. SPSI menjadi pusat organisasi gerakan buruh seluruh Indonesia
sebagai wadah tunggal pekerja Indonesia selama masa orde baru.

Di era reformasi, muncul fenomena baru di dalam hubungan industrial di Indonesia, yaitu
munculnya serikat pekerja-serikat pekerja baru.

SPSI pun tidak lagi menjadi wadah tunggal dan berubah menjadi organisasi independen,
sebagaimana serikat pekerja lainnya sesuai dengan ketentuan UU Serikat Pekerja: “Serikat
pekerja bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab”.
b. Dasar hukum yang menjamin kebebasan berserikat di
Indonseia.
Ada berbagai dasar hukum untuk menjamin kebebasan berserikat di Indonesia, yaiut:
1. UUD 1945
Pasal 28 UUD 1945 menyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang. Kemerdekaan atau kebebasan berserikat yang diamanatkan oleh UUD
1945 dimaksudkan untuk masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks karyawan,
kebebasan berserikat ini merupakan kebebasan dalam membentuk serikat pekerja.
Namun demikian, kebebasan tersebut tidak langsung penerapannya melainkan harus
diatur terlebih dahulu dengan undangundang.

2. Lampiran TAP MPR 11/1998 (Hak Asasi Manusia)


Pasal 19 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Rumusan ini merupakan arahan umum dari
Pasal 28 UUD 1945.

3. UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja


Pasal 11 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa tiap tenaga kerja berhak mendirikan
dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja. Ayat (2) pasal ini menyebutkan
pembentukan perserikatan tenaga kerja dilakukan secara demokratis. Pasal 11 ini
mengakui hak berserikat bagi karyawan tetapi pengaturannya masih sangat umum, baru
menyangkut prinsip dasar. Oleh karena itu, pasal ini belum dianggap sebagai peraturan
perundang-undangan sebagai pelaksanaan yang diamanatkan oleh Pasal 28 UUD 1945.
Pasal 12 UU ini menyatakan bahwa perserikatan tenaga kerja berhak mengadakan
perjanjian perburuhan dengan pemberi kerja. Hal ini memberikan penekanan bahwa
perjanjian kerja bersama merupakan fungsi utama serikat pekerja di dalam
melaksanakan perjuangan meningkatkan dan mempertahankan kepentingan karyawan.
Perjanjian Kerja Bersama ini telah diatur dalam UU No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian
Perburuhan. Dengan terbitnya UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, maka UU
No, 14 Tahun 1969 dan UU No. 21 Tahun 1954 tersebut dicabut maka tentang hak
berserikat dan pembuatan PKB diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tersebut.

4. UU No. 18 Tahun 1956 tentang Hak Berserikat dan Berunding Bersama merupakan
ratifikasi konvensi ILO No. 98 Tahun 1949. Di samping itu, hak berserikat juga ditegaskan
dalam Keppres No. 83 Tahun 1998 yang merupakan ratifikasi konvensi ILO No. 87 Tahun
1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Hak Berorganisasi. Kedua konvensi tersebut
pada dasarnya memberi kebebasan bagi karyawan dan pengusaha untuk berorganisasi,
dan tidak adanya campur tangan dari pihak mana pun atas hak tersebut. Kebebasan dan
hak berserikat ini justru mendapatkan perlindungan..
5. UU No. 21 Tahun 2000

Setelah 55 tahun Indonesia merdeka, baru pada tahun 2000 memiliki undang-undang
tentang Serikat Pekerja, walaupun hal tersebut secara jelas telah diamanatkan dalam
UUD 1945. Hak karyawan untuk menjadi anggota serikat pekerja juga merupakan salah
satu sisi pelaksanaan hak asasi manusia. Undang-undang tentang keserikatpekerjaan
senantiasa membawa kontroversi dalam masyarakat. Bahkan undang-undang semacam
ini selalu memiliki muatan politik yang cukup besar. Di samping itu, materi yang termuat
di dalamnya dapat bernuansa perbedaan kepentingan. Oleh karena itu, dalam proses
pembuatannya mulai dari penyusunan rancangan sampai dengan pembahasan di DPR
selalu terjadi berbagai protes dari kalangan karyawan atau kelompok lain. Setelah
disahkan oleh DPR pun masih memperoleh protes dari beberapa kalangan masyarakat.

4. a. Fungsi serikat pekerja.


Serikat pekerja merupakan salah satu sarana dan pelaksana utama hubungan industrial, sehingga
serikat pekerja mempunyai peranan dan fungsi penting berikut ini.
1. Menampung aspirasi dan keluhan pekerja, baik anggota maupun bukan anggota serikat
pekerja yang bersangkutan;
2. Menyalurkan aspirasi dan keluhan tersebut kepada manajemen atau pengusaha baik secara
langsung atau melalui Lembaga Bipartit;
3. Mewakili pekerja di Lembaga Bipartit;
4. Mewakili pekerja di Tim Perunding untuk merumuskan Perjanjian Kerja Bersama;
5. Mewakili pekerja di lembaga-lembaga kerja sama ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya
seperti Lembaga Tripartit, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Dewan Pelatihan Kerja, dan
lain-lain;
6. Memperjuangkan hak dan kepentingan anggota, baik secara langsung kepada pengusaha
maupun melalui lembaga-lembaga ketenagakerjaan;
7. Membantu menyelesaikan perselisihan industrial;
8. Meningkatkan disiplin dan semangat kerja anggota;
9. Aktif mengupayakan menciptakan atau mewujudkan hubungan industrial yang aman,
harmonis, dinamis dan berkeadilan; dan
10. Menyampaikan saran kepada manajemen baik untuk penyelesaian keluh kesah pekerja
maupun untuk penyempurnaan sistem kerja dan peningkatan produktivitas perusahaan.

b. Hak dan kewajiban Serikat pekerja, federasi, dan konfederasi


serikat pekerja yang telah mempunyai nomor bukti
pencataatan.
Instansi pemerintah harus mencatat serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja atau serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan dalam buku pencatatan
memelihara dengan baik. Buku pencatatan harus dapat dilihat setiap saat dan terbuka untuk
umum. Pengurus serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja atau
serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara
tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatannya.

Hak dan kewajiban, serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja
atau serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak:
1. Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha.
2. Mewakili karyawan atau pekerja dalam menyelesaikan perselisihan industrial.
3. Mewakili karyawan atau pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan.
4. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan
kesejahteraan, karyawan atau pekerja.
5. Melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pelaksanaan hak-hak, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja atau serikat buruh
dapat berafiliasi dan atau bekerja sama dengan serikat pekerja dan atau bekerja sama dengan
serikat pekerja atau serikat buruh internasional dan atau organisasi internasional lainnya dengan
ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Serikat
pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja atau serikat buruh yang telah
mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban seperti berikut.

1. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan


kepentingannya.
2. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya.
3. Mempertanggung jawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai