NIM : 042940323
1.
Tabel tersebut menunjukkan pembagian kerangka kerja yang membagi kegiatan manajemen,
karyawan, dan pemerintah menjadi 3 tingkatan. Setiap tingkatan diperdalam dengan 3 aktor
utama lain dalam sistem hubungan industrial. Ketiga tingkat menunjukkan perbedaan dalam
keunggulan analisis. Kerangka kerja mengenal hubungan antarkegiatan pada berbagai
tingkatan sistem yang berbeda. Kerangka kerja menunjukkan pengaruh berbagai keputusan
strategik dengan berbagai aktor. Sedangkan fokus analisisnya adalah pada hubungan formal
dan informal di tempat kerja.
3. a. Awal muncul gerakan buruh di Indonesia tepatnya terjadi pada pertengahan abad
ke-19 di mana saat itu kelas borjuasi Belanda berperan langsung terhadap bidang
ekonomi yang menjadikan munculnya kapitalisme perusahaan. Selain itu, gerakan
buruh di Indonesia muncul karena didorong oleh kaum pribumi terpelajar yang
radikal.
Pada tahun 1879-an, muncul serikat buruh pertama kali di Indonesia yakni Nederland
Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) atau Serikat Pekerja Guru Hindia Belanda. Setelah
itu pada tahun 1900-an muncul beberapa serikat lain yakni adalah Vereeniging voor Spoor-en
Tramweg Personeel in Nederlandsche-Indie (VSTP) yang berdiri pada 1908; Perserikatan
Pegawai Pegadaian Bumiputera (PPPB) yang dibentuk pada 1914, dan Personeel Fabriek
Bond (PFB) yang lahir pada 1918. Berbagai macam serikat buruh ini tumbuh bersamaan
dengan organisasi-organisasi perjuangan kebangsaan seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam
(SI).
Namun, saat itu keberadaan serikat sangat lemah karena jumlahnya masih sedikit.
Lemahnya gerakan buruh ini bisa terlihat saat pemerintah kolonial mengakhiri politik etisnya.
Beberapa serikat buruh besar yang mencoba melakukan pemogokan besar berhasil
dilumpuhkan oleh pemerintah.
Misalnya, pemogokan PPPB pada 1922, yang meluas dan mendapat dukungan dari
organisasi-organisasi pembebasan nasional seperti Centraal Sarekat Islam (CSI), PKI, Budi
Utomo, Muhammadiyah dan Revolutionaire Vakcentrale pimpinan Tan Malaka serta
Bergsma, berakhir dengan pemecatan 1000 orang buruh. Abdul Muis dan Reksodiputro pun
diciduk di Garut, sementara Tan Malaka dan Bergsma dibuang dari Hindia. Hak berkumpul
di Yogyakarta dicabut pada 8 Februari 1922. Lumpuhnya serikat-serikat buruh besar ini dan
terpukulnya PKI pada 1926 menenggelamkan gerakan buruh pada masa kolonial.
Namun, pada tahun 1990-an, gerakan buruh di Indonesia mulai kembali bangkit.
Apalagi pada jatuhnya Soeharto, banyak sekali yang berubah dari dunia perburuhan.
Misalnya, munculnya kebebasan berserikat atau berorganisasi bagi buruh di perusahaan-
perusahaan. Apalagi telah muncul Undang-Undang No. 21/2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh di mana para pekerja bisa membentuk serikat hanya dengan jumlah
minimal 10 orang saja. Maka gak heran saat ini banyak sekali serikat buruh di Indonesia
termasuk serikat di setiap perusahaan.\
Menurut UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, serikat pekerja/serikat buruh
adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan
maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab, guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
b. Di dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) ditegaskan, ”Setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Frase ”setiap orang” di
dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 ini bermakna bahwa siapa saja di Indonesia dijamin
haknya untuk bebas berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat oleh konstitusi atau
UUD 1945. Dengan demikian pekerja atau buruh pun dijamin haknya untuk bebas berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat
4. a. Menurut UU Serikat Pekerja, fungsi serikat pekerja atau serikat buruh adalah
sebagai berikut:
1) Sebagai pihak dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan penyelesaian
masalah ketenagakerjaan;
2) Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai
dengan tingkatannya;
3) Sebagai sarana untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan
berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4) Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
anggotanya;
5) Sebagai perencana, pelaksana, dan penanggungjawab pemogokan pekerja/buruh sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6) Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham perusahaan.