Anda di halaman 1dari 7

DASAR HUKUM HAK KEBEBASAN BERSERIKAT

Berbagai

dasar

hukum

untuk

menjamin

kebebasan

berserikat

adalah

1. UUD 1945
Pasal 28 UUD 1945, menyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang
undang.
Kemerdekaan atau kebebasan berserikat yang diamanatkan oleh UUD 1945 adalah
dimaksudkan untuk masyarakat keseluruhan. Dalam kontek masyarakat pekerja/buruh
kebebasan berserikat ini dalam arti membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh,
namun demikian kebebasan tersebut tidak langsung penerapannya karena kebebasan ini
harus lebih dahulu diatur dengan Undang undang.
2. Lampiran TAP MPR No. II/1998 (hak azasi manusia)
Pasal 19 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat, rumusan ini merupakan arahan umum dari pasal 28 UUD 1945.
3. UU. No. 14/1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja.
Pasal 11 ayat (1) Undang undang ini menyebutkan bahwa tiap tenaga kerja berhak mendirikan
dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja. Ayat (2) pasal ini menyebutkan pembentukan
perserikatan tenaga kerja dilakukan secara demokratis.
Pasal ini mengakui hak berserikat bagi tenaga kerja, tetapi pengaturannya masih sangat
umum, baru menyangkut prinsip dasar. Oleh karena itu pasal ini belum dianggap sebagai
peraturan perundang undangan sebagai pelaksanaan yang diamanatkan oleh pasal 28 UUD
1945 diatas.
Pasal 12 Undang undang ini menyatakan bahwa perserikatan tenaga kerja berhak
mengadakan perjanjian perburuhan dengan pemberi kerja, hal ini memberi penekanan bahwa
perjanjian perburuhan (PKB) merupakan fungsi utama serikat pekerja/buruh didalam
melaksanakan perjuangan meningkatkan dan mempertahankan kepentingan pekerja/buruh.
Tentang perjanjian perburuhan ini telah diatur dengan UU. No. 21 tahun 1954 tentang
perjanjian perburuhan. Perjanjian perburuhan dibuat antara serikat pekerja/buruh dan
pengusaha mengenai syarat-syarat kerja. Serikat buruh yang dapat mengadakan perjanjian

perburuhan adalah serikat buruh yang terdaftar pada kementerian perburuhan. Pada saat
terbitnya UU. No. 21 tahun 1954 ini, belum ada undang undang mengenai serikat
pekerja/buruh, sementara sudah ada pengaturan mengenai hak serikat buruh untuk berunding
membuat perjanjian tersebut.
Dengan terbitnya UU. No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan maka UU. No 14 tahun
1969 dan UU. No. 21 tahun 1954 tersebut dicabut, maka tentang hak berserikat dan
pembuatan PKB diatur didalam UU. No. 13 tahun 2003 tersebut.
4. UU. No. 18 tahun 1956 tentang hak berserikat dan berunding bersama adalah merupakan
ratifikasi konvensi ILO No. 98 tahun 1949, disampaing itu hak berserikat juga ditegaskan
dalam Keppres No. 83 tahun 1998 yang merupakan ratifikasi konvensi ILO Ni. 87 tahun 1948
tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi. Kedua konvensi tersebut
pada dasarnya memberi kebebasan bagi pekerja/buruh dan pengusaha untuk berorganisasi
dan tidak adanya campur tangan dari pihak manapun atas hak tersebut, bahkan kebebasan
dan hak berserikat ini mendapatkan perlindungan.
5. UU. No. 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/buruh, setelah 55 tahun Indonesia merdeka
baru pada tahun 2000 memiliki undang undang tentang serikat pekerja/buruh, walaupun hal ini
secara jelas juga menjadi amanat UUD 1945, bahkan hak pekerja/buruh untuk mendirikan dan
manjadi anggota serikat pekerja/buruh merupakan salah satu sisi pelaksanaan hak azasi
manusia.
Undang undang tentang keserikatkerjaan/buruhan senantiasa membawa kontroversi dalam
masyarakat, bahkan undang undang semacam ini selalu memiliki muatan politik yang cukup
besar disamping materi yang termuat didalamnya dapat bernuansa perbedaan kepentingan.
Oleh karena itu didalam proses pembuatannya mulai dari penyusunan rancangan sampai
pembahasan di DPR terjadi protes dari kalangan pekerja/buruh dan kelompok lain, bahkan
setelah disyahkan oleh DPR juga masih memperoleh protes dari sementra kalangan
masyarakat.
Untuk mengetahui UU. No. 21 tahun 2000 secara umum disajikan hal-hal yang dinilai penting
sebagai berikut :

a. Serikat pekerja/buruh mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan


bertanggung jawab. Kebebasan inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk mendirikan
berbagai

macam

serikat

pekerja/buruh

seperti

yang

ada

pada

saat

ini.

b. Serikat pekerja/buruh dan federasi/konfederasi berfungsi sebagai pihak yang membuat


perjanjian kerja bersama, mewakili pekerja dalam berbagai lembaga ketenagakerjaan, sebagai
sarana penyalur aspirasi dan memperjuangkan hak anggota serta sebagai pihak yang
bertanggung jawab mengorganisasi pemogokan.
c. Setiap pekerja berhak menjadi anggota dan membentuk serikat pekerja/buruh. Serikat
pekerja/buruh dapat dibentuk minimal 10 orang pekerja atau buruh, sekurang-kurangnya 5
serikat pekerja/buruh dapat membentuk federasi dan sekurang-kurangnya 3 federasi dapat
membentuk konfederasi serikat pekerja/buruh.
d. Serikat pekerja/buruh, federasi/konfederasi dapat dibentuk atas dasar sektor usaha, jenis
pekerjaan atau bentuk lain. Keanggotaan, kepengurusan, keuangan, pembubaran dan lain-lain
diatur didalam Anggaran Dasar (AD) pemerintah tidak dapat mencampuri urusan intern
termasuk membubarkan serikat pekerja/buruh.
e. Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu dan dapat menimbulkan pertentangan
kepentingan antara serikat pekerja/buruh dan manajemen tidak dapat menjadi pengurus
serikat pekerja/buruh.
f. Serikat pekerja/buruh, federasi dan konfederasi harus memberitahukan kepada instansi
pemerintah yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan untuk pencatatan.
g. Pengurus serikat pekerja/buruh atau anggotanya memiliki hak perlindungan untuk
melakukan kegiatan organisasinya terhadap :
- Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
- Penurunan jabatan atau mutasi
- Tidak membayar/ mengurangi upah intimidasi
- Kampanye anti serikat pekerja/buruh.

Serikat pekerja/buruh bubar apabila :


- Dinyatakan oleh anggota sesuai Anggaran Dasar (AD)
- Perusahaan tutup untuk selamanya
- Dinyatakan oleh keputusan pengadilan
i. Sanksi yang berat diberikan pada siapa saja yang menghalang-halangi pembentukan serikat
pekerja atau memaksa pekerja/buruh harus menjadi anggota suatu serikat pekerja/buruh,
Sanksi tersebut berupa sanksi pidana minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun dan atau denda
minimal 100 juta dan maksimal 500 juta.

IMPLIKASI KEBEBASAN BERSERIKAT TERHADAP PERUSAHAAN


Kebebasan berserikat adalah merupakan hak pekerja/buruh yang tidak dapat ditawar-tawar,
perkembangan yang terjadi pada beberapa tahun terakhir tumbuhnya serikat pekerja/buruh
yang berada di tingkat nasional, sementara itu serikat pekerja/buruh ditingkat perusahaan
relatif lambat.
Seharusnya serikat pekerja/buruh tumbuh dari bawah, mulai ditingkat perusahaan dan
selanjutnya dalam bentuk federasi atau bentuk lain yang kemudian federasi ini dapat
membentuk konfederasi.
Dengan UU. No. 21 tahun 2000 memungkinkan serikat pekerja/buruh yang berdiri tidak harus
mencerminkan sektor usaha, tetapi suatu jenis pekerjaan seperti supir, tukang las, tukang
ketik, sekretaris dan lain-lain. Fungsi utama serikat pekerja/buruh adalah merundingkan
pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Dalam kondisi seperti itu, maka manajemen
dapat mengalami kesulitan dalam menghadapi serikat pekerja/buruh, bukan hanya dalam
perundingan PKB tetapi juga dalam rangka konsultasi berbagai masalah ketenagakerjaan
yang lain, termasuk penyediaan fasilitas. Dengan diundangkannya UU. No. 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan maka telah ada arahan mengenai hal yang berkaitan dengan
hubungan industrial.
Dalam keadaan apapun, kunci keberhasilan manajemen sumber daya manusia di perusahaan
antara lain :
a. Adanya serikat pekerja/buruh yang dipimpin oleh pimpinan yang professional.

b. Adanya komunikasi, keterbukaan dan kejujuran dari manajemen.


c. Dukungan para pekerja/buruh dan organisasinya atas dasar kepercayaan.
d. Adanya komitmen pucuk pimpinan terhadap pelaksanaan hubungan industrial yang
baik.Manajemen segala lini, khususnya lini paling bawah memahami teknik pengembangan
komunikasi dengan bawahan dan memahami dasar-dasar hubungan industrial yang berguna
bagi pelaksanaan deteksi dini.

PRINSIP DASAR HAK MOGOK


Buku ini dikeluarkan oleh ILO dengan judul asli ILO principles concerning the right to strike ditulis pada
tahun 2000 oleh Bernard GERNIGON, Alberto ODERO dan Horacio GUIDO. Buku ini diterjemahkan dalam
edisi bahasa Indonesia menjadi Hak Mogok.
Buku ini menjelaskan prinsip dasar mogok , biarpun tidak secara jelas diatur dalam konvensi dan
rekomendasi ILO namun Konvensi tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak
Berorganisasi tahun 1948 (No. 87) telah membuat hak organisasi- organisasi pengusaha dan pekerja untuk
mengatur administrasi dan kegiatan mereka serta untuk merumuskan program-program mereka (Pasal
3), dan tujuan dari organisasi-organisasi ini adalah untuk mendorong dan membela kepentingan pekerja
atau pengusaha (Pasal 10), (ILO, 1996a, halaman 528 dan 529), sehingga pasal dalam konvensi tersebut
mengatur secara tidak langsung hak mogok ini.
Oleh karena buku ini akan mengulas tentang prinsip -prinsip hak mogok yang ditetapkan oleh Komisi
Badan pimpinan tentang Kebebasan Berserikat dan oleh Komisi Ahli tentang Penerapan Konvensi dan
Rekomendasi yang telah berkembang pesat selama dekade terakhir ini.
Juga perlu diketahui bahwa sesuai dengan prinsip ini, Komisi Kebebasan Berserikat telah mengakui
bahwa aksi mogok merupakan hak dan bukan sekedar aksi sosial:

hak yang dimiliki oleh para pekerja dan organisasi-organisasi mereka (serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat buruh);

hak pekerja/buruh untuk mempromosikan dan membela kepentingan ekonomi dan sosial para
pekerja ekonominya;

mengurangi jumlah kategori pekerja yang dapat dicabut hak mereka atas hak ini, serta
pembatasan-pembatasan hukum atas pelaksanaannya, yang tidak boleh berlebihan;

menetapkan bahwa pelaksanaan yang sah dari hak mogok tidak boleh mengakibatkan hukuman
yang merugikan dalam bentuk apapun, yang termasuk tindakan diskriminasi anti serikat buruh.

Buku ini menjadi menarik untuk dibaca para aktifis dan pemimpin buruh karena memahami secara prinsip
penggunaan hak ini menjadi penting karena secara umum sering aksi mogok umumnya dianggap sebagai
kegiatan tidak sah yang bersifat kriminal. Hak mogok adalah dilindungi. Mogok juga tidak bisa dihindari
karena merupakan hak fundamental yang inherent (melekat) dalam kebebasan berserikat dan hak untuk
berunding.
Hak mogok menurut Profesor Aloysius Uwiyono (2001, Hak Mogok di Indonesia) adalah rights as
claims atau teori hak sebagai dasar tuntutan. Hak dikonsepkan sebagai dasar tuntutan yang kuat, asalkan
ditopang oleh argumentasi hukum yang benar dan klaim mengeyampingkan klaim pihak lain. Misalnya
klaim itu dilakukan oleh subyek hukum yang berhak, dan secara yuridis klaim itu ( rights as claims) mogok
yang dilakukan berlandaskan argumentasi hukum yang benar, merupakan hak yang dilindungi oleh hukum.
Tapi perlu diingat bahwa, mogok bukan hanya sekedar perintah untuk melakukan tindakan itu. Ada
mekanisme mengapa harus terjadi, misal perundingan gagal dan serikat pekerja/serikat buruh melakukan
pemungutan suara (ballot strike vote) untuk menetapkan bahwa serikat pekerja/serikat buruh ini akan
mogok (tentunya dengan jumlah mayoritas pemilih. Mayoritas pemilih mengaskan bentuk dukungan dan
legitimasi atas tindakan serikat pekerja/serikat buruh). Tetapi saya amati banyak pemimpin buruh dan
serikat pekerja/serikat buruh melakukan aksinya tanpa ada tindakan rapat organisasi untuk mengesahkan
tindakan mereka, yang penting ada seruan ketua umum atau perintah melalui surat!
Perlu juga diketahui bahwa banyak perbedaan dalam mengartikan aksi serikat pekerja/serikat buruh bahwa
semua tindakan yang mengerahkan aksi masa (anggota) dan dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh
disebut dengan tindakan mogok, padahal mereka melakukan aksi protes atau demo.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan definisi yang dimuat dalam
pasal 1 angka 23 sebagai berikut : Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan
dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau
memperlambat pekerjaan. Baca selanjutnya disini
Menurut tata bahasa Indonesia yang disebut dengan protes adalah pernyataan tidak menyetujui,
menentang, melancarkan kecaman pedas dan keras. Sedangkan demo atau demontrasi adalah tindakan
untuk menyampaikan penolakan, kritik, ketidakberpihakan, mengajari hal-hal yang dianggap sebuah
penyimpangan. Apakah ini juga dilindungi oleh undang-undang? Pasal 28 UUD 1945 mengatur dasar

kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang. Tetapi dalam aturan dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
tidak dijelaskan atas definisi protes dan demonstrasi, yang diatur adalah hanya tentang hak mogok. Jadi
apakah selama ini tindakan serikat pekerja/serikat buruh tersebut syah?

Anda mungkin juga menyukai