Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 1

Nama : JECKY CHANDRA


NIM : 041558775
Mata Kuliah : HUBUNGAN INDUSTRIAL
Kode Kuliah : EKMA4367
Kelas : 68
1. 3 (tiga) level kegiatan hubungan industrial
Level Pengusaha Serikat Pekerja Pemerintah
Strategi jangka Strategi Bisnis Strategi Politik Kebijakan
panjang dan Strategi Investasi Strategi Makroekonomi dan
penyusunan Strategi Sumber Representasi sosial
kebijakan Daya Manusia Strategi Organisasi

Kesepakatan Kebijakan Personalia Strategi Hukum dan


bersama dan Strategi Negosiasi Kesepakatan AdministrasiTenaga
kebijakan persona Bersama Kerja

Hubungan tempat Gaya Supervisi Administrasi Standar Karyawan


kerja dan individu/ Partisipasi karyawan
Kontrak Partisipasi Partisipasi Karyawan
organisasi Desain Pekerjaan
Karyawan Desain Hak Individual
dan Organisasi Kerja
Pekerjaan dan
Organisasi Kerja
Sumber: EKMA4367/MODUL 1 Hal: 1.15, Deery et al., 1998

2. 3 (tiga) bentuk komitmen menurut Meyer dan Allen.


a. Komitmen Afektif
Ketertarikan emosi individu, memihak, dan terlibat dalam organisasi secara
khusus (Laschinger et al., 2001). Komitmen afektif juga merupakan perasaan suka
atau tertarik pada organisasi (Meyer et al., 1993). Karyawan dengan komitmen
afektif yang kuat bekerja dalam organisasi karena “mereka ingin”. Komitmen
afektif dalam organisasi berhubungan positif dengan kinerja tugas.
b. Komitmen berkelanjutan atau Abadi
Menggambarkan kesadaran karyawan terhadap biaya yang berhubungan dengan
meninggalkan organisasi (Laschinger et al., 2001). Individu dengan komitmen
abadi yang tinggi yakin akan manfaat untuk menetap atau bertahan dalam
organisasi daripada menerima konsekuensi jika meninggalkan organisasi karena
“mereka membutuhkan”. Meskipun karyawan dengan komitmen abadi yang tinggi
juga memungkinkan meninggalkan organisasi, rendahnya perputaran terjadi atas
biaya perjanjian karyawan, kepuasan kerja, dan rasa percaya diri. Hackett et al.
(1994) menyatakan bahwa komitmen afektif dalam organisasi berhubungan secara
positif dengan kinerja, namun hubungan antara komitmen abadi dalam organisasi
dengan kinerja tidak signifikan. Hal ini juga dinyatakan bahwa hubungan antara
komitmen abadi dengan kinerja tidak signifikan (Hackett et al., 1994).
c. Komitmen Normatif
Menggambarkan perasaan kewajiban individu untuk tetap berada dalam organisasi
(Laschinger, 2001). Karyawan mempunyai komitmen normatif tinggi karena
mereka merasa bahwa mereka harus melakukan hal tersebut (Meyer et al., 1993).
Pengalaman yang positif akan memberikan kontribusi terhadap komitmen,
khususnya komitmen afektif. Namun, pengalaman yang sama tersebut akan
berpengaruh negatif bila berhubungan dengan komitmen abadi. Baik komitmen
afektif maupun komitmen normatif berhubungan positif dengan kinerja maupun
perilaku kewargaan organisasional, sementara komitmen abadi tidak berhubungan
atau berhubungan negatif dengan kinerja dan perilku kewrgaan organisasional
(Meyer et al., 1993).
Sumber: EKMA4367/MODUL 1, Hal: 1.37-1.38
3. Serikat Pekerja
a. Awal mula terbentuk serikat pekerja di Indonesia.
Pembentukan serikat pekerja di Indonesia sudah mulai sejak awal kolonialisme
Belanda. Serikat Pekerja pertama didirikan adalah Nederland Indische Onderwijs
Genootschap (NIOG)pada tahun 1897 sebagai perserikatan guru-guru bangsa
Belanda. Mereka pada umumnya termasuk pegawai pemerintah kolonial Belanda.
Selanjutnya, disusul dengan pembentukan serikat pekerja juga di sektor
pemerintah yaitu Postbond di bidang pos pada tahun 1905. Di sektor swasta juga
didirikan beberapa serikat pekerja seperti: Suikerbond di perkebunan gula tahun
1906 dan Cultuurbond di perkebunan karet pada tahun 1907, serta Vereniging
Spoor en Tram Personeel (VSTP).
Setelah pendirian beberapa serikat kerja tersebut, timbullah organisasi yang
bersifat gerakan kebangsaan seperti Budi Utomo tahun 1902, Serikat Dagang
Islam pada tahun 1911, Partai Komunis Indonesia tahun 1920, dan Partai Nasional
Indonesia pada tahun 1927. Bersamaan dengan gerakan nasional tersebut,
beberapa organisasi pekerja baru juga dibentuk seperti Handelsbond di sektor
perdagangan tahun 1909, Tiong Hoa Sim Gie pada tahun 1909, Perserikatan Guru
Hindia Belanda pada tahun 1912, Spoorbondtahun 1913, dan Persatuan Pegawai
Pegadaian Bumi Putera tahun 1914. Pada tahun 1914, Social Democratische Party
mendirikan Serikat Pekerja Indische Social Democratische Vereniging.Serikat
Pegawai Pekerjaan Umum terbentuk pada tahun 1917. Sementara itu, pada tanggal
23 Maret 1918, organisasi-organisasi serikat pekerja di sektor Pemerintah
bergabung dalam Verbond van Landsdienaren (VvL).Organisasi serikat pekerja
yang ada di perusahaan swasta tanggal 6 Juli 1919 bergabung dalam Federatie van
Europeesche Worknemers.
Pada tanggal 26 Desember 1919, Perserikatan Pegadaian Bumi Putera (PPBP)
mengadakan kongresnya di Bandung dan mencetuskan gagasan agar serikat-
serikat pekerja yang ada bergabung dalam satu wadah, sehingga terbentuklah
persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB). Wadah ini hanyaberumur kurang dari
dua tahun, karena tahun 1921 sebagian pengurusnya keluar dan membentuk
Persatuan Vakbond atau yang disebut Revolutionaire Vakcentrale dengan
ketuanya Semaun. Pada bulan September 1922, dibentuk kembali federasi baru
yaitu Persatuan Vakbond Hindia (PVH).
Pembentukan serikat kerja di Indonesia didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat baik secara
lisan maupun tulisan. Hak menjadi anggota serikat pekerja merupakan hak asasi
pekerja. Serikat pekerja berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan,
melindungi, dan membela kepentingan pekerja dan meningkatkan kesejahteraan
pekerja dan keluarganya. Serikat pekerja juga dituntut untuk bertanggung jawab
untuk menjamin kepentingan semua pemangku kepentingan (stakeholders), dan
kepentingan bangsa dan negara.
Selain itu, konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan
hak untuk berorganisasi, dan konvensi ILO No. 98 tentang hak untuk
berorganisasi dan berunding bersama sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi
bagian dari peraturan perundang-undangan nasional, yaitu masing-masing dengan
Keputusan Presiden No. 80 Tahun 1998, dan Undang-undang No. 18 Tahun 1956.
Dengan perkataan lain, kedua konvensi tersebut menjamin hak pekerja untuk
membentuk atau menjadi anggota serikat pekerja. Pembentukan serikat pekerja
Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja. Sesuai dengan undang-undang tersebut, serikat pekerja dibentuk dari,
oleh, dan untuk pekerja diperusahaan secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis,
dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak
dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya.
Sumber: EKMA4367/MODUL 2, Hal: 2.37-2.40

b. Dasar hukum yang menjamin kebebasan berserikat di Indonseia.


1. UUD 1945
Pasal 28 UUD 1945 menyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan
berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang. Kemerdekaan atau kebebasan berserikat
yang diamanatkan oleh UUD 1945 dimaksudkan untuk masyarakat secara
keseluruhan. Dalam konteks karyawan, kebebasan berserikat ini merupakan
kebebasan dalam membentuk serikat pekerja. Namun demikian, kebebasan
tersebut tidak langsung penerapannya melainkan harus diatur terlebih dahulu
dengan undang-undang.
2. Lampiran TAP MPR II/1998 (Hak Asasi Manusia)
Pasal 19 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kemerdekaan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Rumusan ini merupakan
arahan umum dari Pasal 28 UUD 1945.
3. UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga
Kerja
Pasal 11 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa tiap tenaga kerja berhak
mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja. Ayat (2) pasal ini
menyebutkan pembentukan perserikatan tenaga kerja dilakukan secara
demokratis. Pasal 11 ini mengakui hak berserikat bagi karyawan tetapi
pengaturannya masih sangat umum, baru menyangkut prinsip dasar. Oleh
karena itu, pasal ini belum dianggap sebagai peraturan perundang-undangan
sebagai pelaksanaan yang diamanatkan oleh Pasal 28 UUD 1945.
Pasal 12 UU ini menyatakan bahwa perserikatan tenaga kerja berhak
mengadakan perjanjian perburuhan dengan pemberi kerja. Hal ini memberikan
penekanan bahwa perjanjian kerja bersama merupakan fungsi utama serikat
pekerja di dalam melaksanakan perjuangan meningkatkan dan
mempertahankan kepentingan karyawan. Perjanjian Kerja Bersama ini telah
diatur dalam UU No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan. Dengan
terbitnya UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, maka UU No. 14
Tahun 1969 dan UU No. 21 Tahun 1954 tersebut dicabut maka tentang hak
berserikat dan pembuatan PKBdiatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tersebut.
4. UU No. 18 Tahun 1956
Tentang Hak Berserikat dan Berunding Bersama merupakan ratifikasi
konvensi ILO No. 98 Tahun 1949. Di samping itu, hak berserikat juga
ditegaskan dalam Keppres No. 83 Tahun 1998 yang merupakan ratifikasi
konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Hak
Berorganisasi. Kedua konvensi tersebutpada dasarnya memberi kebebasan
bagi karyawan dan pengusaha untuk berorganisasi, dan tidak adanya campur
tangan dari pihak mana pun atashak tersebut. Kebebasan dan hak berserikat ini
justru mendapatkan perlindungan.
5. UU No. 21 Tahun 2000
Setelah 55 tahun Indonesia merdeka, baru pada tahun 2000 memiliki undang-
undang tentang Serikat Pekerja, walaupun hal tersebut secara jelas telah
diamanatkan dalam UUD 1945. Hak karyawan untuk menjadi anggota serikat
pekerja juga merupakan salah satu sisi pelaksanaan hak asasi manusia.
Undang-undang tentang keserikatpekerjaan senantiasa membawa kontroversi
dalam masyarakat. Bahkan undang-undang semacam ini selalu memiliki
muatan politik yang cukup besar. Di samping itu, materi yang termuat di
dalamnya dapat bernuansa perbedaan kepentingan. Oleh karena itu, dalam
proses pembuatannya mulai dari penyusunan rancangan sampai dengan
pembahasan di DPR selalu terjadi berbagai protes dari kalangan karyawan
atau kelompok lain. Setelah disahkan oleh DPR pun masih memperoleh protes
dari beberapa kalangan masyarakat.
Sumber: EKMA4367/MODUL 2, Hal: 2.43-2.44

4. Presiden konfederasi serikat pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, sedang


memproses penanda tanganan surat kuasa atas pembelaan terhadap
permasalahan (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan gojek terhadap
karyawannya, selain mengadakan gugatan KSPI juga akan mengirimkan surat
resmi kepengawas ketenagakerjaan.
a. Fungsi serikat pekerja, yaitu:
1. Menampung aspirasi dan keluhan pekerja, baik anggota maupun bukan
anggota serikat pekerja yang bersangkutan
2. Menyalurkan aspirasi dan keluhan tersebut kepada manajemen atau pengusaha
baik secara langsung atau melalui Lembaga Bipartit.
3. Mewakili pekerja di Lembaga Bipartit
4. Mewakili pekerja di Tim Perunding untuk merumuskan Perjanjian Kerja
Bersama
5. Mewakili pekerja di lembaga-lembaga kerja sama ketenagakerjaan sesuai
dengan tingkatannya seperti Lembaga Tripartit, Dewan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Dewan Pelatihan Kerja, dan lain-lain
6. Memperjuangkan hak dan kepentingan anggota, baik secara langsung kepada
pengusaha maupun melalui lembaga-lembaga ketenagakerjaan
7. Membantu menyelesaikan perselisihan industrial
8. Meningkatkan disiplin dan semangat kerja anggota
9. Aktif mengupayakan menciptakan atau mewujudkan hubungan industrial yang
aman, harmonis, dinamis dan berkeadilan
10. Menyampaikan saran kepada manajemen baik untuk penyelesaian keluh kesah
pekerja maupun untuk penyempurnaan sistem kerja dan peningkatan
produktivitas perusahaan.
Sumber: EKMA4367/MODUL 2, Hal:2.15-2.16

b. Hak dan kewajiban Serikat pekerja, federasi, dan konfederasi serikat


pekerja yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan.
1. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian
perselisihan industrial.
2. Sebagai wakil karyawan atau pekerja dalam lembaga kerja sama di bidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatan.
3. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan
berkeadilan sesuai perundang-undangan yang berlaku.
4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
anggotanya.
5. Sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan karyawan
atau pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber: EKMA4367/MODUL 2, Hal:2.17-2.18

Anda mungkin juga menyukai