Anda di halaman 1dari 9

A.

Keterkaitan antara Hubungan Industrial dengan Hubungan Perburuhan

Lembaga Tripartit Nasional khususnya Departemen Tenaga Kerja berusaha keras


memberikan definisi yang menunjukan perbedaan antara keduanya. Menurut definisi mereka,
“hubungan industrial” adalah hubungan-hubungan yang terjadi dalam lingkungan industri yang
melibatkan tiga unsur pelaku yaitu; serikat pekerja, pengusaha dan pemerintah”. Sedangkan
hubungan perburuhan didefinisikan sebagai; “hubungan-hubungan dalam lingkungan
perusahaan yang hanya melibatkan 2 (dua) pihak yaitu pengusaha dan serikat pekerja”.
Pembedaan antara kedua konsep tersebut mencerminkan keinginan pemerintah untuk
memposisikan diri sebagai salah satu pelaku hubungan industrial. Keinginan tersebut adalah
refleksi dari “pendekatan keamanan” yang cukup kuat dalam menangani hubungan perburuhan.

Riwayat Pergerakan Perburuhan Di Indonesia


Pergerakan Perburuhan di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak lama yaitu sejak
Indonesia masih dibawah penjajahan Belanda. Tentu saja gerakan tersebut juga merupakan
imbasan dari apa yang terjadi di Eropa dan diperkenalkan oleh orang-orang Belanda yang waktu
itu bekerja di Indonesia. Organisasi buruh pertama adalah Netherlands Onderwerpen
Genootschaft sebuah organisasi yang mengorganisir guru-guru sekolah Belanda yang berdiri
pada tahun 1879. Baru pada tahun 1908 berdiri sebuah organisasi buruh untuk pekerja Indonesia
dalam lingkungan perusahaan yaitu Vereneging van Spoor en Trem Personeel. Serikat Buruh-
nya para pekerja Kereta Api dan Trem. Dimasa pendudukan Jepang gerakan perburuhan di
Indonesia terhenti karena dilarang oleh pemerintahan pendudukan Jepang.
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan serikat pekerja / organisasi buruh mendapat
kesempatan kembali untuk berkembang. Hampir semua organisasi buruh pada saat itu bernaung
atau menjadi anak organisasi (‘underbouw”) partai politik yang waktu itu jumlahnya juga
puluhan. Organisasi buruh yang menonjol pada waktu itu antara lain adalah Kesatuan Buruh
Marhaen (KBM) yang bernaung di bawah PNI, sentral Organisasi Buruh eluruh Indonesia
(SOBSI) “underbouw” dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dan SARBUMUSI yang bernaung
di bawah NU. Atas desakan organisasi buruh tersebut pemerintah Indonesia membuat sejumlah
Undang-undang yang mengatur standar perburuhan dan hak-hak azazi manusia di Indonesia
antara lain :
• UU NO.2 tahun 1948 (Undang-undang Kerja)
• UU No.33/1947 tentang Kecelakaan Kerja
• UU No.23/1948 tentang Pengawasan Perburuhan dan banyak lagi

Pada masa kekuasaan rezim Orde Baru, keaneka ragaman organisasi buruh berakhir denga
berakhirnya juga keaneka ragaman dalam partai politik. Dalam ruang lingkup hubungan
perburuhan ini pemerintah bertindak lebih ekstrim lagi karena akhirnya hanya mengizinkan satu
organisasi buruh untuk berdiri padahal dalam ruang lingkup politik pada saat itu diijinkan ada 3
(tiga) partai politik. Pada awalnya langkah yang ditempuh pemerintah adalah mensponsori
terbentuknya Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) pada tahun 1969
beranggotakan 22 serikat pekerja sisa-sisa sebelum era Orde Baru. Selanjutnya, MPBI digiring
oleh pemerintah untuk membentuk wadah tunggal untuk gerakan buruh dengan merubah diri
menjadi Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) yang akhirnya menjadi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia.
Pemerintah RI mendapat banyak kritik baik dari dalam atau dari luar negeri (yang
dilancarkan dalam sidang-sidang tahunan Organisasi Buruh International / ILO). Sehubungan
dengan itu maka pemerintah meminta SPSI merubah diri mereka untuk kembali menjadi
“federasi” yang merupakan organisasi induk bagi SPSI Sektor Industri sehingga seolah-olah di
Indonesia jumlah serikat pekerja banyak. Selain daripada itu, pemerintah juga mendorong
berdirinya Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SPTP) yang berstatus perhimpunan pekerja
internal perusahaan yang tidak perlu berafiliasi ke SPSI sektor manapun. Pada masa Orde Baru
tersebut gerakan serikat pekerja tidak banyak menghasilkan Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah kecuali UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang mendorong
diperkuatnya posisi PT. JAMSOSTEK yang sebetulnya lebih untuk kepentingan pemerintah
dalam menarik dana dari Perusahaan. Sebuah Peraturan Pemerintah yang cukup penting
dikeluarkan pada waktu itu adalah PP.No.8/1981 tentang Perlindungan Upah.

Hubungan Perburuhan Di Indonesia DALAM ERA REFORMASI


Dengan runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada bulan Mei tahun 1998 maka pemerintah
baru tidak dapat lagi mempertahankan FSPSI sebagai organisasi tunggal untuk gerakan buruh.
Hanya beberapa bulan setelah turunnya Presiden Soeharto telah terjadi perubahan yang sangat
besar dalam pola dan arah perkembangan Hubungan Industrial dan Hubungan Perburuhan di
Indonesia. Pada bulan Mei itu juga pemerintah dipaksa untuk meratifikasi kembali Konvensi
ILO No.87/1948 melalui Keputusan Presiden No.8/1998. Pada saat yang bersamaan Menteri
Tenaga Kerja juga mengeluarkan PERMENAKER No.5/1998 yang membuka kesempatan untuk
serikat pekerja / organisasi buruh yang baru berdiri untuk mendaftarkan diri agar eksistensinya
dianggap legal.
Akhirnya, pada tahun 2000 pemerintah menerbitkan UU No.21/2000 tentang Serikat
Pekerja yang merupakan penjabaran Konvensi ILO No.87/1948. Sejak keluarnya UU
No.21/2000 maka terjadi perubahan drastis dalam pola dan tatanan hubungan industrial /
hubungan perburuhan di Indonesia. Yang dapat dilihat dengan jelas dan dirasakan adalah sebuah
fenomena dan keadaan yang mirip dengan yang terjadi pada masa “Orde Lama” yaitu jumlah
Serikat Pekerja / Organisasi Buruh yang sangat besar. Sejak PEREMENAKER No.5/1998
diberlakukan sampai bulan Juli 2001 sudah tercatat ada 40 organisasi buruh / serikat pekerja
baru. Bila ditambah dengan SPSI Sektoral yang bernaung dibawah FSPSI maka jumlahnya
sudah lebih dari 60.
Sedangkan berdasarkan data dari Kementrian Ketenagakerjaan, pada tahun 2014 tercatat
ada 6 Konfederasi, 100 Federasi dan 6808 Serikat Pekerja tingkat perusahaan (diantaranya
banyak yang tidak berafiliasi dengan Federasi manapun tapi bertindak mandiri, misalnya
Serikat Pekerja semua BUMN). Jumlah itu meliputi 1.678.364 orang anggota Serikat Pekerja.
Tetapi pada tahun 2016 hanya diperoleh nama 63 buah Konfederasi dan Federasi Serikat
Pekerja yang daftarnya tersedia di Web Kemnaker atau Web I.L.O.
Penyebab mengapa sampai sedemikian besar jumlah organisasi buruh baru yang didirikan
dan terdaftar menurut para pakar dan pengamat adalah sebagai berikut :
• Merupakan bagian dari euphoria kebebasan berpolitik yang jalannya dibuka oleh
pemerintah melalui ratifikasi Konvensi ILO No.87/1948 dan UU No.21/2000. Undang-
undang ini sangat mempermudah pendirian sebuah serikat pekerja / organisasi buruh baru
dalam perusahaan dengan mensyaratkan jumlah 10 (sepuluh) orang pekerja sudah dapat
mendirikan serikat pekerja / organisasi buruh. Bayangkan saja bila dalam sebuah
perusahaan yang jumlah pekerjanya 1.000 dapat berdiri sebuah organisasi buruh yang
diprakarsai / didukung oleh hanya 1% dari jumlah seluruhnya.
• Pendirian serikat pekerja / organisasi buruh baru merupakan refleksi dari protes terhadap
pengekangan dan monopoli kegiatan perburuhan selama ini.
• Pekerja merupakan basis massa yang bila kondisi ekonomi membaik jumlahnya akan
semakin besar dan sehingga dapat dijadikan instrumen politik dan kekuatan penekan yang
cukup besar.
• Mendirikan organisasi buruh / serikat pekerja secara resmi adalah merupakan cara terbaik
untuk memperjuangkan hak-hak buruh / pekerja secara efektif.
• Beberapa organisasi buruh / serikat pekerja berdiri dengan dilatar belakangi pertimbangan
moral dan idealisme yang tinggi untuk merobah pola perilaku dan sikap sebagian
pengusaha yang masih memperlakukan buruh semata-mata sebagai alat produksi tanpa
memikirkan kesejahteraan mereka.

Implikasi Dari Pola dan Tatanan Multi Organisasi Pekerja.


Pola multi organisasi buruh yang sekarang berkembang mempunyai sejumlah
konsekwensi dan berimplikasi cukup berat pada manajemen sumberdaya manusia dan
khususnya penanganan hubungan perburuhan didalam perusahaan. Manajemen dan manajer
sumberdaya manusia akan lebih disibukkan dan dipusingkan dengan masalah ini. Bila tadinya
mereka dengan mudah menghadapi 1 (satu) atau malah nol serikat pekerja tiba-tiba sekarang
harus menghadapi 2 atau lebih serikat pekerja yang satu sama lain juga belum tentu sepakat
dalam segala hal. Implikasi yang dicatat adalah dibawah ini :
Sesuai dengan ketentuan UU No.21/2000 semua organisasi buruh yang berdiri secara
resmi dan terdaftar tidak boleh dihalang-halangi dan harus dibiarkan. Walaupun tidak ditetapkan
oleh peraturan pemerintah, perusahaan harus memberikan bantuan berupa fasilitas seperti ruang
kantor, meja kerja dan alat kantor dan telekomunikasi kepada tiap serikat pekerja.
Bila jumlahnya lebih dari satu dapat dipastikan akan terjadi persaingan keras diantara
serikat pekerja / organisasi buruh untuk meluaskan pengaruh masing-masing dan memperoleh
pendukung. Apalagi bila organisasi buruh baru tersebut menjadi “onderbouw” partai politik.
Untuk memperluas pengaruh tiap organisasi akan berusaha menjadi populer dan menjadi
“pahlawan” dengan berbagai usul atau tindakan yang ditujukan kepada perusahaan !
Penetapan segala kebijakan dalam bidang sumber daya manusia yang harus disepakati
serikat pekerja termasuk Kesepakatan Kerja Bersama yang merupakan salah satu instrumen
utama dalam Hubungan Industrial Panca Sila sekarang harus dimusyawarahkan dengan lebih
dari satu serikat pekerja. Diantara serikat pekerja / organisasi buruh sendiri harus terjadi
kesepakatan lebih dahulu untuk memiliki sikap yang sama. Hal ini sukar sekali untuk terjadi
karena adanya persaingan antar mereka.
Permintaan ijin dari pada pengurus serikat pekerja / organisasi buruh untuk menghadiri
acara-acara dengan induk organisasinya akan meningkat jumlahnya dan dapat melibatkan
belasan orang per bulan-nya. Hal ini dapat menjadi gangguan bagi kelancaran pelaksanaan
pekerjaan dan menurunkan produktivitas.
Tuntutan-tuntutan kenaikan kesejahteraan yang seringkali tidak rasional padahal bukan
komponen yang “normatif” yang seringkali didasari oleh pertama “ephoria”, ingin menonjol dan
mencari pengaruh atau kekurangan pengetahuan anggota pengurus serikat pekerja / organisasi
buruh.

MENYIKAPI TATANAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BARU


Untuk menghadapi pola dan tatanan hubungan industrial baru di Indonesia, perusahaan
yang masih “bebas” dari serikat pekerja / organisasi buruh, atau yang masih memiliki satu,
maupun yang sudah memiliki lebih dari satu, harus selalu mengambil tindakan-tindakan
dibawah ini untuk menciptakan dan memelihara suasana kerja yang kondusif dan produktif
didalam organisasinya.
Selalu meninjau ulang (mereview) dan mengaudit seluruh strategi, kebijakan dan sistem-
sistem manajemen sumberdaya manusia mereka untuk mendeteksi segala kekurangan atau
penyesuaian yang harus dilakukan agar lebih tepat untuk situasi, kondisi dan tatanan baru.
Meninjau ulang, menegaskan dan menyepakati hak-hak dan kewajiban semua pelaku dalam
hubungan industrial / perburuhan termasuk hak-hak dan kewajiban perusahaan (yang terpenting
adalah apa yang disebut dengan “hak prerogative” manajemen dalam mengelola perusahaan).
Penegasan hak dan kewajiban ini dibuat secara tertulis dalam bentuk Peraturan Perusahaan
(bila belum ada SP / ORBU) atau berbentuk Kesepakatan Kerja Bersama.
Mengembangkan program Manajemen Konflik dan Diteksi Dini untuk mengidentifikasi potensi
konflik dan menangani setiap konflik yang muncul dengan tepat dan cepat. Dalam program atau
sistem itu harus termasuk pula sebuah prosedur untuk menyampaikan keluhan pekerja/karyawan
yang harus disosialisasikan kepada seluruh jajaran dalam perusahaan.
Khusus untuk para praktisi MSDM yang masih pemula atau baru, adalah perlu berusaha
memahami isi semua Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan dan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja yang mengatur semua aspek legal dari manajemen sumber daya manusia. Selain
itu, bagi yang belum menjadi praktisi, disarankan untuk mulai belajar melakukan interaksi dan
negosiasi terutama dari aspek psikologi-nya.
B. CONTOH HUBUNGAN INDUSTRIAL

“GAJI TAK DIBAYAR UTUH, RIBUAN BURUH PT. SUZUKI INDOMOBIL TUTUP “

PT. Suzuki Indomobil Motor didirikan pada tahun 1970, awalnya dibawah bendera PT.
Indohero Steel & Engineering Co yang memperkenalkan produk roda 2 tipe A 100 & FR. PT.
Suzuki Indomobil Motor merupakan sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang
berdiri dengan kekuatan 5 (Lima) buah perusahaan, yakni PT. Indohero Steel & Engineering
Co., PT. Indomobil Utama, PT. Suzuki Indonesia Manufacturing, PT. Suzuki Engine Industry
dan PT. First Chemical Industry. Lima perusahaan tersebut bergabung (Merger) dengan
persetujuan dari Presiden Republik Indonesia melalui surat pemberitahuan tentang persetujuan
Presiden dari Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPN) nomor 05 / I /PMA / 90
tertanggal 1 Januari 1990, dan diperingati sebagai tanggal berdirinya PT. Indomobil Suzuki
International, yang bergerak dalam bidang usaha Industri Komponen dan Perakitan kendaraan
bermotor merek Suzuki roda dua (sepeda motor) dan roda empat (mobil).

Pada periode September 2012, total penjualan Suzuki (retail sales) berhasil menembus
angka tertinggi sebesar 13.311 unit, dibandingkan bulan September sebesar 10.125 unit atau
meningkat 131% dan 179% dibandingkan dengan periode bulan yang sama di tahun 2011 lalu.
Untuk mendukung program pemerintah bagi penyediaan lapangan kerja di Indonesia, maka PT.
Suzuki Indomobil Motor telah membangun industri otomotif di daerahTambun, Bekasi, Jawa
Barat dengan kapasitas 1.200.000 unit per tahun untuk sepeda motor dan mampu menyerap
tenaga kerja sebanyak 2100 orang, dan disusul kemudian dengan membangun pabrik baru untuk
produksi mobil dengan kapasitas 100.000 unit per tahun untuk mobil

Visi Perusahaan :

Menjadi perusahaan otomotif terhandal dan terpercaya di dalam negeri.

Misi Perusahaan :

Mengembangkan seluruh sumber daya yang dimiliki secara berkesinambungan untuk


meningkatkan profesionalisme bagi kepuasan pelanggan. Memberikan konstribusi dan berupaya
sepenuhnya bagi pengembangan usaha Indomobil. Memberikan komitmen dan nilai terbaik bagi
seluruh pihak yang berkepentingan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.

GAMBARAN UMUM KASUS

Kasus ini terjadi pada tanggal 23 April 2012 yang bermula karena pihak perusahaan
berkewajiban membayar upah pekerjanya Rp 1.850.000 per bulan, namun hanya dibayar Rp
1.400.000 terhitung sejak Januari 2012 lalu. Unjuk rasa empat ribuan buruh Suzuki Indomobil
dan Indomobil Sales yang menuntut pelaksanaan tuntutan kenaikan upah, dan di tahun 2009
mengingat hal tersebut diputuskan PHI dan Mahkamah Agung, namun hingga sekarang belum
ada realisasinya. Selain itu, buruh menuntut pembatalan pemberlakukan aturan jam kerja secara
sepihak oleh perusahaan, adanya penambahan jumlah jam kerja diawal masuk kerja shift
sebanyak 15 menit setiap harinya di tiga pabrik Suzuki.

Mengapa pihak PT Suzuki Indomobil belum menaikkan upah karyawannya? Kenapa


pihak perusahan asal Jepang tidak mau memenuhi panggilan mediasi yang diadakan oleh
Komisi IX DPR RI? Apakah jenis konflik atau perselisihan pada kasus ini? Bagaimanakah
solusi terbaik pada kasus ini?

PERATURAN ATAU PERUNDANG-UNDANGAN

Keputusan Mahkamah Agung dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2010-2012. "Putusan
MA tahun 2008 menyatakan (perusahaan harus memberikan) rapelan pengobatan, uang makan,
uang pensiun, kenaikan gaji asisten manajer keatas”. 2. UU.13 Tahun 2003 Pasal 88 ayat 1
(Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan) :

a) Kekuatan (Strengths) :

1. Sumber daya manusia yang berkualitas.

2. Berada di bawah naungan group yang berpengalaman.

3. Produk yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan konsumen.

b) Kelemahan (Weaknesses) :
1. Manajemen yang kurang terarah.
2. Masih dirasakan kurangnya Kualitas produk dan layanan yang ditawarkan.
c) Peluang (Opportunities) :
1. Kesempatan untuk perluasan usaha.
2. Peluang bisnis.
3. Peranan partner perusahaan.
d) Ancaman (Threats) :
1. Keberadaan pesaing sejenis.
2. Keberadaan pesaing tidak langsung.
3. Terhentinya kerjasama dengan partner perusahaan.

PEMBAHASAN
Menurut kami, permasalahan diperusahaannya bermula dari tuntutan kenaikan upah tahun 2009
yang sudah menjadi Putusan PHI dan bahkan Mahkamah Agung, namun belum juga
dilaksanakan perusahaan. "Pelaksanaan pembayaran atas Rapelan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) tahun 2010-2012, yang sudah disepakati antara pengusaha dengan Serikat Pekerja serta
di kuatkan oleh Surat Dirjen PHI dan Jamsos Kemenakertrans RI juga tidak dilaksanakan,
"inilah yang membuat para buruh mengamuk, Karena hak mereka tidak dipenuhi.  yang pada
akhirnya perselisihan ini diselesaikan dengan mediasi tetapi itu pun gagal karena pihak
perusahan asal Jepang tidak mau memenuhi panggilan mediasi yang diadakan oleh Komisi IX
DPR RI. Entah bagaimana penyelesaian masalah ini selanjutnya.

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan, bahwa perusahaan besar pun masih ada yang tidak mematuhi aturan yang
telah dibuat pemerintah mengenai putusan Mahkamah Agung dan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) 2010-2012. "Putusan MA tahun 2008 menyatakan (perusahaan harus memberikan)
rapelan pengobatan, uang makan, uang pensiun, kenaikan gaji asisten manajer ke atas. Selain
itu, tentang menaikkan upah mereka sesuai aturan pengupahan 2012. Dalam PKB disebutkan,
perusahaan akan menaikan gaji karyawan secara berkala tiap tahun. Itu berdasarkan
kemampuan perusahaan dan capaian target produksi.
TUGAS HUBUNGAN INDUSTRIAL

Disusun oleh :

1. Deni Anggara Utami (1734021279)

2. Febriana Marta Catelita (1734021239)

3. Frengky Ibrachim (1734021264)

4. Irvano (1734021238)

5. Muhamad Azhari (1734021266)

6. Muhamad Zaenuri (1734021285)

Kelas : SKJ-B

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA

JAKARTA

Anda mungkin juga menyukai