Anda di halaman 1dari 5

Khaila Putri Shuhada Ali

200200397
Tugas Hukum Perburuhan
Grup E
1. Bagaimana suasana Hukum Perburuhan di Indonesia pada saat kemerdekaan /baru erdeka ?
Jawab :
Pasca Kemerdekaan hukum perburuhan atau ketenagakerjaan diatur oleh hukum dimana
pengaturan ini demi terpenuhinya hak para tenaga kerja atau buruh agar tidak terjadinya
eksploitasi dan pelanggaran terhadap hak aasi manusia tenaga kerja yang dimana pengaturan ini
berfungsi sebagai upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional untuk membina, mengatur
dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja. Pada masa
kemerdekaan, Merupakan sejarah awal hukum perburuhan di Indonesia dimana diatur melalui
peraturan Nomor 3 Tahun 1947 dibentuk lembaga yang mengurusi masalah perburuhan di
Indonesia dengan nama Kementrian Perburuhan. Pada masa Soekarno ( masa awal kemerdekaan
) peraturan ketenagakerjaan itu memberikan jaminan social dan perlindungan kepada buruh
akan tetapi kondisi perburuan pada zaman itu kurang diuntungkan dengan system yang ada.
Pada pokoknya UUK mengatur mengenai kecelakaan kerja, akan tetapi undang-undang tersebut
juga mengatur mengenai upah. Sehingga, dapat dikatakan UUK merupakan undang-undang
pertama setelah kemerdekaan yang mengatur mengenai upah. Artinya, pada saat itu pemerintah
sudah mulai memperhatikan mengenai masalah pengupahan. Selanjutnya, pemerintah semakin
banyak membuat peraturan perundangundangan di bidang perburuhan. Diantaranya, yang
berkaitan dengan pengupahan ialah Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan
Konvensi ILO No. 100 mengenai Pengupahan bagi Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang
sama nilainya. Semakin banyaknya peraturan perundangundangan yang dibuat oleh pemerintah
di bidang perburuhan, dengan sendirinya telah membatasi luas lapangan Hukum Privat dalam
Hukum Perburuhan. Berikut beberapa peraturan yang pernah disahkan:
1. UU Nomor 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan Kerja
2. UU Nomor 12 tahun 1948 Tentang Kerja
3. UU Nomor 23 Tahun 1948 Tentang Pengawasan Perburuhan
4. UU Nomor 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan
5. UU Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
6. UU Nomor 18 Tahun 1956 Tentang Persetujuan Konvensi ILO Nomor 98 mengenai Dasar
dasar dari Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama
7. Permenaker No. 90 Tahun 1955 Tentang Pendaftaran Serikat Buruh.

2. Bagaimana Suasana Hukum Perburuhan di Indonesia Pada saat Orde Baru.


Jawab :
Pada masa Orde Baru , kebijakan industrial yang dijalankan pemerintah Orde baru juga
mengimbangi kebijakan yang menempatkan stabilitas nasional sebagai tujuan dengan
menjalankan industrial peace khususnya sejak awal pelita III (1979-1983) menggunakan sarana
yang diistilahkan dengan HPP ( Hubungan Perburuhan Pancasila). Serikat Pekerja di tunggalkan
dalam SPSI. Merujuk pada UndangUndang Nomor 18 Tahun 1956 tentang ratifikasi Konvensi
ILO Nomor 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan
Berunding Bersama, serta Peraturan Menakertranskop Nomor 8/EDRN/1974 dan Nomor
1/MEN/1975 perihal Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh di Perusahaan Swasta dan Pendaftaran
Organisasi Buruh, terlihat bahwa pada masa ini kebebasan berserikat tidak sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah. Peran Militer dalam prakteknya sangat besar missal pada
penyelesaian perselisihan perburuhan. Selanjutnya, dapat disimpulkan setiap undang-
undang pokok mengenai perburuhan yang dibuat oleh pemerintah baik pada masa Orde
Lama maupun Orde Baru secara substansi belum menggambarkan mengenai
kompleksitasnya masalah yang akan diatur oleh undang-undang tersebut.

3. Bagaimana suasana Hukum Perburuhan di Indonesia pada Reformasi pada masa


Pemerintahan Megawati?
Jawab : di masa ini peraturan perundangan ketenagakerjaan dihasilkan, di antaranya
yang sangat fundamental adalah UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang menggantikan sebanyak 15 (limabelas) peraturan
ketenagakerjaan, sehingga Undang-Undang ini merupakan payung bagi peraturan
lainnya Undang-Undang yang juga sangat fundamental lainnya adalah Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang
disahkan pada 14 Januari 2004 dan Undang-Undang Nomor 39 Tentang Perlindungan
dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

4. Bagaimana Suasana hokum perburuhan di Indonesia pada Reformasi pada masa


pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono?
Jawab: Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, di masa pemerintahan ini beberapa
usaha dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi, menuntaskan masalah
pengangguran, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan di bidang
ketenagakerjaan sehubungan dengan hal di atas, kurang mendapat dukungan kalangan
pekerja/buruh. Beberapa aturan anatara lainnya Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006
Tentang Perbaikan iklim Investasi, salah satunya adalah agenda untuk merevisi
UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003, mendapat tentangan pekerja/buruh.
Pengalihan jam kerja ke hari sabtu dan minggu demi efisiensi pasokan listrik di
Jabodetabek. Penetapan kenaikan upah harus memperhatikan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan laju inflasi.

5. Bagaimana Suasana hokum perburuhan di Indonesia pada Reformasi pada masa


pemerintahan Bj. Habibie?
Jawab: Pada masa ini pada 5 Juni dikeluarkan Keputusan Presiden nomor 83 Tahun
1998 yang mengesahkan Konvensi ILO nomor 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (Concerning Freedom of
Association and Protection of the Right to Organise) berlaku di Indonesia. Meratifikasi
KILO tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan Bekerja/Concerning Minimum Age
for Admission to Employment (Konvensi Nomor 138 tahun 1973) yang memberi
perlindungan terhadap hak asasi anak dengan membuat batasan usia untuk
diperbolehkan bekerja melaluiUndang-UndangNomor 20 Tahun 1999. Rencana Aksi
Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Tahun 1998-
2003yangsalahsatunyadiwujudkandenganpengundanganUndang-UndangNomor39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 1999 Tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia
6. Bagaimana Suasana hokum perburuhan di Indonesia pada Reformasi pada masa
pemerintahan Gusdur?
Jawab : Pada masa ini, dapat dilihat dari peraturan ketenagakerjaan yang dihasilkan,
pemerintahan Abdurahman Wahid ini sangat di nilai melindungi kau pekerjaatau
buruh dan memperbaiki iklim demokrasi dengan Undang-Undang serikat
pekerja/serikat buruh yang dikeluarkannya yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2000.

7. Bagaimana Suasana hokum perburuhan di Indonesia pada Reformasi pada masa


pemerintahan Jokowi?
Jawab :
1. Upah Minimum Provinsi Kebijakan penetapan UMP terangkum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Kebijakan ini mendapat
sorotan tajam dari serikat pekerja dan selalu menjadi salah satu poin utama dalam aksi
Hari Buruh (May Day), yang jatuh pada 1 Mei. Serikat Buruh menilai PP nomor
78/2015 sama sekali tidak berpihak kepada kaum buruh. Mereka merasa tak dilibatkan
dalam menentukan kebijakan upah layak buruh dan kebijakan perburuhan. Namun
International Monetary Fund(IMF)justrumemujikebijakanini.Mereka menilai aturan ini
berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja muda dan tidak berpendidikan.
2. Penggunaan Tenaga Kerja Asing Aturan terkait tenaga kerja asing sudah ada sejak
era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun di masa Jokowi menjabat,
aturan ini kembali ditegaskan lewat Perpres Nomor 20 tahun 2018. Perpres berisi 10
bab dan 39 pasal ini dibuat dengan pertimbangan untuk mendukung perekonomian
nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui
peningkatan investasi. Namun sejumlah pihak menilai perpres ini merupakan gerbang
masuknya tenaga kerja kasar dari pihak asing secara masif. Selain itu, banyak poin
tidak merinci dan bertentangan dengan Undang Undang (UU) Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
3. Jaminan Ketenagakerjaan Pemerintah Jokowi telah meneken Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Jaminan ini
tergabung dalam program BPJS ketenagakerjaan, yang meliputi jaminan kecelakaan
kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan.
Namun, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, hingga akhir tahun lalu,
jumlah tenaga kerja Tanah Air yang memiliki jaminan sosial mencapai 30,46 juta
orang.Hal ini disebabkan oleh masih adanya perusahaan di Indonesia yang tidak
mendaftarkan pekerjanya dalam jaminan sosial. Dari data BPJS Ketenagakerjaan,
angka ini hanya sekitar 56 persen dari total tenaga kerja yang eligible menjadi peserta.
KESIMPULAN
Memasuki kemerdekaan Indonesia, orde lama, adalah sejarah awal bagi Lembaga Kementrian
perburuhan pada era kemerdekaan Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
1947 dibuat forum yang mengurus kasus perburuhan di Indonesia menggunakan nama
Kementrian Perburuhan. Serikat buruh yang waktu orde lama yang dituduh beranjak dalam
ranah politik, distigmakan rezim Orde Baru menjadi organisasi yang sebagai basis gerakan
komunisme di Indonesia. Pada masa orde baru terjadi beberapa kasus, antara lain Kebebasan
beropini dibatasi, posisi buruh dan organisasisanya dikuasai, hak upah buruh ditekan
minimalis, perlindungan buruh tidak terjamin bahkan seringkali terjadi penangkapan &
penghilangan nyawa terhadap anggota buruh yang bersikap kritis. Misdalnya perkara
Marsinah yang dibunuh karena menjadi aktor demonstrasi menuntut kenaikan UMR. Dalam
konteks instrumen aturan perburuhan, secara umum rezim orde baru membagi aturan
perburuhan sebagai dua, aturan yang terkait menggunakan hak politik kaum buruh dan aturan
yang terkait hak ekonomi kaum buruh. Secara keseluruhan aturan-aturan tadi tidak berbentuk
Undang-Undang namun substansinya sangat diskriminatif terhadap para buruh &
organisasinya. Aturan-anggaran perburuhan pada era orde baru cenderung bertentangan
menggunakan Undang-Undang pada atasnya, bertentangan dengan instrumen-instrumen
mengenai HAM & konvensi-kesepakatan ILO. Kemudian Hukum perburuhan era Orde Baru
yang dirasakan diskriminatif oleh para buruh mengakibatkan berbagai gugatan. Menjelang
kejatuhan Soeharto para buruh terlihat memadati ruas jalan menggugat terhadap ketidakadilan
yang menimpa mereka. Dalam kondisi terjepit dan krisis finansial yang parah pemerintah
Orde Baru akhirnya menyiapkan aturan baru yaitu UU No. 25 tahun 1997 mengenai
Ketenagakerjaan menjadi pengganti semua kompilasi aturan buruh. Namun, kaum buruh
pulang menolak materi pengaturan UU. No. 25 tahun 1997 lantaran organisasi buruh telah
memastikan bahwa anggaran baru itu tidak diciptakan lantaran tuntutan kaum buruh namun
lebih dilatarbelakangi oleh kondisi & tekanan forum keuangan internasional buat menjaga
stabilitas pasar dan rekayasa ideologisasi neoliberal pada berbagai Undang-Undang pada
Indonesia. Aturan UU No. 25 tahun 1997 dibentuk menjadi prasyarat pencairan dana talangan
menurut IMF sebagaimana masih ada pada perjanjian LOI (Letter Of Intent). Penolakan kaum
buruh yang massif berujung dalam janji pemerintah buat menciptakan anggaran baru (RUU)
menjadi turunan menurut UU No. 25 tahun 1997, yang lalu berwujud dalam UU No. 21 tahun
2000 mengenai Serikat Pekerja/Serikat Buruh, UU. No. 13 tahun 2003 mengenai
Ketenagakerjaan, Undang-Undang mengenai Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(PPHI) dan UU. No. 39 tahun 2004 mengenai Penempatan & Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (PPTKI). Lalu dalam Pemerintahan Megawati peraturan perundangan
ketenagakerjaan dihasilkan, pada antaranya yang sangat mendasar merupakan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan yg menggantikan sebesar 15
peraturan ketenagakerjaan, sebagai akibatnya Undang-Undang ini merupakan payung bagi
peraturan lainnya Undang-Undang yang pula sangat mendasar lainnya merupakan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yg
disahkan dalam 14 Januari 2004 dan Undang-Undang Nomor 39 Tentang Perlindungan dan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Setelah itu, Pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono, pada masa pemerintahan ini beberapa usaha dilakukan buat
memperbaiki suasana investasi, menyelesaikan kasus pengangguran, menaikkan pertumbuhan
ekonomi. Kebijakan pada bidang ketenagakerjaan sehubungan menggunakan hal pada atas,
kurang menerima dukungan kalangan pekerja/buruh. Beberapa aturan anatara lainnya Intruksi
Presiden Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perbaikan iklim Investasi, keliru salah satunya
merupakan rencana buat merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, menerima
tentangan pekerja/buruh. Pengalihan jam kerja ke hari sabtu dan minggu demi efisiensi
pasokan listrik pada Jabodetabek. Penetapan kenaikan upah wajib memperhatikan taraf
pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi. Hukum perburuhan pada Indonesia makin berkembang
dan maju mengikuti zaman dan kebutuhan buruh, tetapi masih saja terdapat beberapa
perseteruan diantara buruh & pemerintah. Sebagai buktinya, masih banyak demo yang
dilakukan sang buruh pada Indonesia menjelah Hari Buruh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai