Anda di halaman 1dari 10

Nama : M.

Aditya Cahyo Nugroho

NPM : 2074201106

Mata Kuliah : Hukum Hubungan Industrial

Kelas : III B

UAS HUKUM HUBUNGAN INDUSTRIAL

1. ) Jelaskan perkembangan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia pada Jaman kemerdekaan


yaitu pada masa: a.Masa Orde Lama b. Masa Orde Baru c. Masa Reformasi
Jawab :
a. Masa orde lama : Hukum dasar memberikan kedudukan kepada seseorang pada derajat yang
sama satu terhadap lainnya. Hal ini berlaku pula bagi pekerja yang bekerja pada pengusaha, baik
lingkungan swasta (murni), badan usaha milik negara maupun karyawan negara dan sektor
lainnya. Hal ini tersurat dalam ketentuan Pasal 28I UUD 1945, menyatakan bahwa setiap orang
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang besifat diskriminatif itu8 bahkan Pasal 28I
ini memberikan perlindungan bagi mereka, meluputi pula pekerja atas perlakuan diskriminatif.
Pernyataan ini menegaskan adanya kewajiban bagi pengusaha untuk memperlakukan para
pekerja secara adil dan proporsional sesuai asas keseimbangan kepentingan.

b. Masa orde baru : Pemerintahan Soeharto di Masa Orde Baru, pada masa ini kebijakan
industrialisasi yang dijalankan pemerintah Orde Baru juga mengimbangi kebijakan yang
menempatkan stabilitas nasional sebagai tujuan dengan menjalankan industrial peace
khususnya sejak awal Pelita III (1979-1983), menggunakan sarana yang diistilahkan
dengan HPP (Hubungan Perburuhan Pancasila). Serikat Pekerja di tunggalkan dalam SPSI.
Merujuk pada UndangUndang Nomor 18 Tahun 1956 tentang ratifikasi Konvensi ILO
Nomor 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan
Berunding Bersama, serta Peraturan Menakertranskop Nomor 8/EDRN/1974 dan Nomor
1/MEN/1975 perihal Pekerja/Buruh di Pembentukan Serikat Perusahaan Swasta dan
Pendaftaran Organisasi Buruh.

c. Masa Reformasi : Era ini dimulai dari gerakan reformasi pada 1998 sebagai reaksi terhadap
krisis ekonomi, kondisi sosial dan politik yang diakibatkan karena berbagai sebab yang
kompleks, termasuk membengkaknya utang luar negeri, kredit perbankan yang tidak terkendali,
pemusatan kekuasaan eksekutif, kolusi- korupsi-nepotisme (KKN), ekonomi biaya tinggi, dan
konglomerasi usaha. Selain itu, reformasi juga didorong semangat deregulasi, privatisasi,
liberalisasi ekonomi pasar, makin tingginya kesadaran akan hak-asasi manusia dan tuntutan
demokratisasi.
Puncak gerakan reformasi terjadi pada 21 Mei 1998 dengan berhentinya Presiden Soeharto,
yang berarti berakhirnya era Orde Baru. Wakil Presiden BJ Habibie yang disumpah sebagai
presiden segera membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan dan menyusun agenda reformasi.
Sidang Istimewa MPR 1999 kemudian menghasilkan 12 ketetapan yang reformis, termasuk
pokok-pokok reformasi pembangunan; pembersihan dan pembebasan KKN; pengajuan jadwal
pemilihan umum; hak asasi manusia; perimbangan keuangan pusat dan daerah; dan politik
ekonomi dalam demokrasi ekonomi.

Dari sisi kondisi ketenagakerjaan ada beberapa hal menarik secara statistik di era ini. Tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) Indonesia pada tahun 2000 adalah 68 persen. Ini
menunjukkan dari setiap 100 penduduk usia kerja, 15 tahun atau lebih, 68 di antaranya aktif di
pasar kerja. Yang menarik adalah membandingkan TPAK tahun 2000 dengan TPAK 1990, justru
karena ada perbedaan definisi tenaga kerja pada kedua titik tersebut. Pada 1990, tenaga kerja
masih didefinisikan sebagai penduduk berusia 10 tahun atau lebih, sedangkan pada tahun 2000
didefinisikan sebagai penduduk 15 tahun atau lebih. Dengan perbedaan ini, TPAK Indonesia
ternyata justru mengalami kenaikan yang sangat tajam selama 1990-2000, yakni dari 55 persen
menjadi 68 persen. Kenaikan ini disebabkan lebih karena naiknya partisipasi tenaga kerja
perempuan.

Gerakan reformasi politik juga telah menstimulasi reformasi serikat pekerja di Indonesia.
Banyak pekerja di Indonesia merasa memperoleh kembali hak-haknya untuk berorganisasi secara
bebas. Jumlah serikat pekerja pun melonjak. Menjelang akhir 2004 terdapat lebih dari 80
federasi serikat pekerja yang didaftarkan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, di
samping itu masih terdaftar lebih dari 100 serikat pekerja non-federasi di tingkat nasional.

Akan tetapi setelah dilakukan verifikasi keanggotaan serikat pekerja menjelang akhir 2005,
terdapat hanya 35 federasi serikat pekerja yang memenuhi syarat dan 31 serikat pekerja non-
federasi di tingkat nasional.

2. ) Menurut pendapat anda apa yang menjadi latar belakang pemerintah menganti program
Jaminan social tenaga kerja (Jamsostek) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
ketenagakerjaan .

Jawab :

Menurut saya apa yang menjadi latar belakang pemerintah menganti program Jaminan social
tenaga kerja (Jamsostek) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan), sejak akhir
2019 secara resmi menggunakan call name BPJAMSOSTEK, merupakan Badan Hukum Publik
yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia yang memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu akibat hubungan
kerja. Sebagai Lembaga Negara yang bergerak dalam bidang jaminan sosial, BPJS
Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-
undang jaminan sosial tenaga kerja. BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek
(jaminan sosial tenaga kerja), yang dikelola oleh PT Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No.
24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak
tanggal 1 Januari 2014.

3.) Apakah seorang Anak boleh dipekerjakan? Jika boleh apa persyaratan yang harus dipenuhi
oleh pengusaha?
Jawab :
1. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang ini mengatur mengenai hal yang berhubungan pekerja anak mulai dari
batas usia diperbolehkan kerja, siapa yang tergolong anak, pengupahan dan perlidungan
bagi pekerja anak.
2. Undang-undang No. 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138 Tahun
1973 mengenai Batas Usia Minimum Diperbolehkan Bekerja.
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang umur minimum seseorang untuk
bekerja

 Umur minimum tidak boleh 15 tahun. Negara-negara yang fasilitas perekonomian


dan pendidikannya belum dikembangkan secara memadai dapat menetapkan usia
minimum 14 tahun untuk bekerja pada tahap permulaan.
 Umur minimum yang lebih tua yaitu 18 tahun ditetapkan untuk jenis pekerjaan
yang berbahaya “yang sifat maupun situasi dimana pekerjaan tersebut dilakukan
kemungkinan besar dapat merugikan kesehatan, keselamatan atau moral anak-
anak”.
 Umur minimum yang lebih rendah untuk pekerjaan ringan ditetapkan pada umur
13 tahun.

3. Undang-Undang No. 1 tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun
1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak

Undang-Undang ini menghimbau adanya pelarangan dan aksi untuk menghapuskan


segala bentuk perbudakan atau praktek-praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan
perdagangan anak-anak, kerja ijon dan kerja paksa, termasuk pengerahan anak-anak atau
secara paksa atau untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata dengan menerapkan
undang-undang dan peraturan. Pasal 68 UU No. 13 tahun 2003 menyebutkan
bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak . Dan dalam ketentuan undang-undang
tersebut, anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun. Berarti 18 tahun
adalah usia minimum yang diperbolehkan pemerintah untuk bekerja.

Persyaratan yang harus di penuhi pengusaha :

 Membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan orang tua / wali yang mewakili anak
dan memuat kondisi dan syarat kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Mempekerjakan diluar waktu sekolah.
 Memenuhi ketentuan waktu kerja paling lama 3 jam/hari dan 12 jam/minggu.
 Melibatkan orang tua / wali di lokasi tempat kerja untuk melakukan pengawasan
langsung.
 Menyediakan tempat dan lingkungan kerja yang bebas dari peredaran dan penggunaan
narkotika, perjudian, minuman keras, prostitusi dan hal-hal sejenis yang memberikan
pengaruh buruk terhadap perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.
 Menyediakan fasilitas tempat istirahat selama waktu tunggu
 Melaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja

4. Amir adalah seorang pekerja yang telah bekerja di Perusahaan “Z” selama 8 tahun dengan
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Tanpa alasan yang jelas Perusahaan “Z”
memberhentikan Amir dengan memperoleh pesangon dan uang penghargaan yang tidak sesuai
dengan ketentuan Undang Undang. . Amir tidak sependapat dengan Pengusaha “Z” atas
pengahiran hubungan kerja tersebut. Langkah hukum apa yang dapat dilakukan Amir atas
Pemutusan Hubungan Kerja yang dialaminya, jelaskan pendapat anda!

Jawab :

Langkah hukum yang dapat dilakukan amir atas pemutusan hubungan kerja yang dialaminya
yaitu, aturan dalam melakukan PHK harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang
mengaturnya. Regulasinya dijelaskan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Di dalam UU tersebut dijelaskan bahwa tak boleh melakukan PHK
secara sepihak, melainkan harus ada perundingan terlebih dahulu.

Apabila hasil perundingan yang sudah dilakukan tak menghasilkan persetujuan, maka
perusahaan hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja atau buruh setelah
adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial. Hal ini diatur dalam pasal
151 ayat 3 UU Ketenagakerjaan.

Berikut bunyi ketentuannya:“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan
kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.”

Kesimpulannya, harus ada penetapan yang dikeluarkan oleh lembaga penyelesaian


perselisihan hubungan industrial dalam melakukan PHK. Namun apabila perusahaan
melakukan PHK tanpa adanya penetapan tersebut, maka PHK yang dilakukan batal demi
hukum.

Kemudian, bagi perusahaan yang melakukan PHK tanpa mengikuti ketentuan hukum, maka
wajib mempekerjakan Kembali pekerja tersebut. Hal ini tertulis dalam pasal 155 ayat 1 dan
pasal 170 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
Pasal 155 ayat 1: “Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.”

Pasal 170: “Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151
ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169
batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta
membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.”

Selanjutnya, aturan untuk penyelesaian perkara PHK secara sepihak dijelaskan dalam UU
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Aturan ini
dipertegas dalam pasal 5 yang menyatakan bahwa:

“Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka
salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.”

Apabila sudah ada kesepakatan mengenai PHK oleh perusahaan ataupun tenaga kerja
berdasarkan musyawarah mufakat, maka wajib didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial
di Pengadilan Negeri di mana para pihak mengadakan perjanjian bersama.

5. ) Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) telah disahkan dan ditandatangani oleh Presiden
pada tanggal 2 November 2020 dan menjadi UU No 11 Tahun 2020. Undang Undang ini hadir
sebagai strategi mereformasi regulasi  yang akan dapat  meningkatkan iklim investasi, membuat 
dunia usaha lebih bergairah dan dapat menjadi stimulus tercipta iklim berusaha yang lebih
kondusif. Apa yang anda ketahui tentang Undang Undang Tersebut khuusnya Klaster
Ketenagakerjaan.

Jawab :

Dikenal dengan Omnibuslaw, UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan Undang-
Undang yang fenomenal. Undang-Undang Cipta Kerja atau UU Ciptaker disusun dengan
kecepatan tinggi dan memunculkan pro dan kontra. Ada ketersinggungan di sana-sini, namun
UU Ciptaker tetap melaju kencang dan disahkan. Implementasi dari UU Cipta Kerja inipun
disambut positif dan negatif. Panjangnya UU ini memungkinkan kita untuk tidak membaca dan
memahaminya, saking sulitnya, jika bukan ahli. Dan rasa-rasanya memang UU ini disebabkan
oleh penyakit lama birokrasi kekuasaan yang sangat akut.

Cipta Kerja dalam UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja
melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil,
dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi
Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.
Hal yang menjadi urgent sehingga ada UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah
upaya perubahan pengaturan yang berkaitan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan
koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan
proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja
dilakukan melalui perubahan Undang-Undang sektor yang belum mendukung terwujudnya
sinkronisasi dalam menjamin percepatan cipta kerja, sehingga diperlukan terobosan hukum yang
dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam beberapa Undang-Undang ke dalam satu
Undang-Undang secara komprehensif.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan Presiden Joko Widodo di
Jakarta pada tanggal 2 November 2020. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal 2 November 2020 di Jakarta.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja ditempatkan pada Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 11
tahun 2020 tentang Cipta Kerja ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573. Agar setiap orang mengetahuinya.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan


bahwa tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiel maupun spiritual. Sejalan dengan tujuan
tersebut, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, oleh karena itu negara perlu
melakukan berbagai upaya atau tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pemenuhan hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak pada prinsipnya merupakan salah satu aspek penting dalam
pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya.

Pemerintah Pusat telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan dan memperluas
lapangan kerja dalam rangka penurunan jumlah pengangguran dan menampung pekerja baru
serta mendorong pengembangan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan
tujuan untuk meningkatkan perekonomian nasional yang akan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Meski tingkat pengangguran terbuka terus turun, Indonesia masih membutuhkan
penciptaan kerja yang berkualitas karena:

a. jumlah angkatan kerja yang bekerja tidak penuh atau tidak bekerja masih cukup tinggi yaitu
sebesar 45,84 juta yang terdiri dari: 7,05 juta pengangguran, 8,14 juta setengah penganggur,
28,41 juta pekerja paruh waktu, dan 2,24 juta angkatan kerja baru (jumlah ini sebesar 34,3% dari
total angkatan kerja, sementara penciptaan lapangan kerja masih berkisar sampai dengan 2,5 juta
per tahunnya);

b. jumlah penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 70,49 juta orang (55,72%
dari total penduduk yang bekerja) dan cenderung menurun, dengan penurunan terbanyak pada
status berusaha dibantu buruh tidak tetap;
c. dibutuhkan kenaikan upah yang pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan produktivitas pekerja.

Pemerintah Pusat telah berupaya untuk perluasan program jaminan dan bantuan sosial yang
merupakan komitmen dalam rangka meningkatkan daya saing dan penguatan kualitas sumber
daya manusia, serta untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan
pendapatan. Dengan demikian melalui dukungan jaminan dan bantuan sosial, total manfaat tidak
hanya diterima oleh pekerja, namun juga dirasakan oleh keluarga pekerja.

Terhadap hal tersebut Pemerintah Pusat perlu mengambil kebijakan strategis untuk
menciptakan dan memperluas kerja melalui peningkatan investasi, mendorong pengembangan
dan peningkatan kualitas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Untuk dapat
meningkatkan penciptaan dan perluasan kerja, diperlukan pertumbuhan ekonomi stabil dan
konsisten naik setiap tahunnya. Namun upaya tersebut dihadapkan dengan kondisi saat ini,
terutama yang menyangkut:

a.Kondisi Global (Eksternal)

Berupa ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global dan dinamika geopolitik berbagai
belahan dunia serta terjadinya perubahan teknologi, industri 4.0, ekonomi digital;

b. Kondisi Nasional (Internal)

Pertumbuhan ekonomi rata-rata di kisaran 5% dalam 5 tahun terakhir dengan realisasi investasi
lebih kurang sebesar Rp721,3 triliun pada Tahun 2018 dan Rp792 triliun pada Tahun 2019;

c. Permasalahan Ekonomi dan Bisnis

Adanya tumpang tindih regulasi, efektivitas investasi yang rendah, tingkat pengangguran,
angkatan kerja baru, dan jumlah pekerja informal, jumlah UMK-M yang besar namun dengan
produktivitas rendah.

Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan kemudahan dalam berusaha, termasuk
untuk Koperasi dan UMK-M. Saat ini terjadi kompleksitas dan obesitas regulasi, dimana saat ini
terdapat 4.451 peraturan Pemerintah Pusat dan 15.965 peraturan Pemerintah Daerah. Regulasi
dan institusi menjadi hambatan paling utama disamping hambatan terhadap fiskal, infrastruktur
dan sumber daya manusia. Regulasi tidak mendukung penciptaan dan pengembangan usaha
bahkan cenderung membatasi.

Dengan kondisi yang ada pada saat ini, pendapatan perkapita baru sebesar Rp4,6 juta per
bulan. Dengan memperhitungkan potensi perekonomian dan sumber daya manusia ke depan,
maka Indonesia akan dapat masuk ke dalam 5 besar ekonomi dunia pada Tahun 2045 dengan
produk domestik bruto sebesar $7 triliun dolar Amerika Serikat dengan pendapatan perkapita
sebesar Rp27 juta per bulan.
Untuk itu diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis Cipta Kerja yang memerlukan
keterlibatan semua pihak yang terkait, dan terhadap hal tersebut perlu menyusun dan menetapkan
Undang-Undang tentang Cipta Kerja dengan tujuan untuk menciptakan kerja yang seluas-
luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia
dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan yang layak. Undang-Undang tentang Cipta Kerja
mencakup yang terkait dengan:

a. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;

b. peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja;

c. kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan Koperasi dan UMK-M; dan peningkatan


investasi pemerintah dan percepatan proyek strategis nasional.

Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait dengan peningkatan
ekosistem investasi dan kegiatan berusaha paling sedikit memuat pengaturan mengenai:
penyederhanaan Perizinan Berusaha, persyaratan investasi, kemudahan berusaha, riset dan
inovasi, pengadaan lahan, dan kawasan ekonomi.

Penyederhanaan Perizinan Berusaha melalui penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko


merupakan metode standar berdasarkan tingkat risiko suatu kegiatan usaha dalam menentukan
jenis Perizinan Berusaha dan kualitas/frekuensi pengawasan. Perizinan Berusaha dan
pengawasan merupakan instrumen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
mengendalikan suatu kegiatan usaha. Penerapan pendekatan berbasis risiko memerlukan
perubahan pola pikir (change management) dan penyesuaian tata kerja penyelenggaraan layanan
Perizinan Berusaha (business process re-engineering) serta memerlukan pengaturan (re-design)
proses bisnis Perizinan Berusaha di dalam sistem Perizinan Berusaha secara elektronik. Melalui
penerapan konsep ini, pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha dapat lebih efektif dan
sederhana karena tidak seluruh kegiatan usaha wajib memiliki izin, di samping itu melalui
penerapan konsep ini kegiatan pengawasan menjadi lebih terstruktur baik dari periode maupun
substansi yang harus dilakukan pengawasan.

Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait dengan peningkatan
perlindungan dan kesejahteraan pekerja paling sedikit memuat pengaturan mengenai:
perlindungan pekerja untuk pekerja dengan perjanjian waktu kerja tertentu, perlindungan
hubungan kerja atas pekerjaan yang didasarkan alih daya, perlindungan kebutuhan layak kerja
melalui upah minimum, perlindungan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja, dan
kemudahan perizinan bagi tenaga kerja asing yang memiliki keahlian tertentu yang masih
diperlukan untuk proses produksi barang atau jasa.

Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait dengan kemudahan,
pemberdayaan, dan perlindungan UMK-M paling sedikit memuat pengaturan mengenai:
kemudahan pendirian, rapat anggota, dan kegiatan usaha koperasi, dan kriteria UMK-M, basis
data tunggal UMK-M, pengelolaan terpadu UMK-M, kemudahan Perizinan Berusaha UMK-M,
kemitraan, insentif, dan pembiayaan UMK-M.
Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait dengan peningkatan
investasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan percepatan proyek strategis nasional
paling sedikit memuat pengaturan mengenai: pelaksanaan investasi Pemerintah Pusat melalui
pembentukan lembaga pengelola investasi dan penyediaan lahan dan perizinan untuk percepatan
proyek strategis nasional. Dalam rangka mendukung kebijakan strategis Cipta Kerja tersebut
diperlukan pengaturan mengenai penataan administrasi pemerintahan dan pengenaan sanksi.

Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan strategis penciptaan kerja beserta pengaturannya,


diperlukan perubahan dan penyempurnaan berbagai Undang-Undang terkait. Perubahan Undang-
Undang tersebut tidak dapat dilakukan melalui cara konvensional dengan cara mengubah satu
persatu Undang-Undang seperti yang selama ini dilakukan, cara demikian tentu sangat tidak
efektif dan efisien serta membutuhkan waktu yang lama.

Ruang lingkup Undang-Undang ini meliputi:

a. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;

b. ketenagakerjaan

c. kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M;

d. kemudahan berusaha;

e. dukungan riset dan inovasi;

f. pengadaan tanah;

g. kawasan ekonomi;

h. investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;

i. pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan

j. pengenaan sanksi.

Anda mungkin juga menyukai