Anda di halaman 1dari 15

JURNAL HUKUM

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BURUH TERKAIT


PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) SEPIHAK”

Oleh :
Raga Andjasmara Andariesta
175010112111001

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2018
ABSTRAK : Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak telah menjadi perbincangan
yang paling sering kita dengar bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta
menunjukkan bahwa sering kali terjadi PHK sepihak yang dilakukan oleh perusahaan
dengan berbagai alasan yang tidak pasti dan mengada-ada sehinggga menimbulkan
sebuah permasalahan atau konflik antara pekerja dengan pengusaha seperti yang terjadi
di Kota Salatiga, Perwakilan buruh PT Damatex mendatangi Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja (Dispernaker) Kota Salatiga. Kedatangannya menuntut hak-haknya atas
pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan terhadap 684 karyawan dengan
alasan adanya efisiensi. Koordinator Paguyuban 684 Karyawan Damatex yang di PHK,
Baidlowi mengatakan, kedatangannya mewakili dari 684 karyawan PT Damatex
Salatiga yang telah di-PHK sepihak pada tanggal 16 Oktober 2018. Mereka menuntut
beberapa Hak yaitu yang pertama, mereka menuntut upah selama 4 bulan yang belum
di bayarkan, kemudian yang kedua mereka menuntut untuk melunasi iuran BPJS, dan
yang ketida mereka menyatakan tidak keberatan untuk di PHK asalkan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Selain itu, mereka juga menolak dilakukan PHK
sepihak. Perusahan melakukan PHK dengan alasan efisiensi. Untuk itu, karyawan
meminta pembayaran pesangon sebesar 2 kali PMTK (Peraturan Menteri Tenaga
Kerja). Adapun mediasi yang berlangsung hingga 2,5 jam dihadiri perwakilan dari
perusahaan, SPN maupun dinas terkait. Sementara itu, HRD Corporate Argo
Manunggal Grup, Widarsono mengatakan, ada tiga tuntutan yang besar-besar diajukan
karyawan. Pertama, mengenai upah selama dirumahkan dari mulai Agustus sampai
dengan Oktober 2018. Kemudian, mengenai premi BPJS Ketenagakerjaan dan ketiga
mengenai pesangon. Untuk jumlah karyawan yang dirumahkan ada 684 karyawan.
Sedangkan dua orang mengundurkan diri.

Keywords : salatiga, buruh, karyawan damatex, demo buruh, PHK sepihak.


A. PENDAHULUAN

Negara Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang


terbilang sangat banyak, karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat
banyak maka masyarakat didorong oleh Pemerintah dan juga tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja.

Negara Indonesia adalah negara yang sedang berkembang oleh karena


itu perekonomian di Indonesia masih tidak stabil, akibatnya banyak Masyarakat
yang mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Disamping itu Indonesia sebagai negara yang cukup besar mempunyai
lapangan pekerjaan yang cukup luas pula, banyaknya perusahaan yang berdiri
di Indonesia dan juga Pemerintahan memerlukan tenaga kerja untuk
menjalankan aktifitas perusahaan maupun pemerintahan. Tenaga Kerja
merupakan setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.

Tenaga kerja merupakan salah satu factor yang penting dalam suatu
pembangunan, sebagai pekerja mereka dilindungi hak-haknya sebagai mana
yang telah diatur di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2003 untuk mewujudkan Kesejahteraan bagi Pekerja. Untuk
mewujudkan suatu kesejahteraan tersebut bagi pekerja maka diperlukan adanya
perlindungan Hukum bagi Pekerja, agar tercipta suatu keseimbangan atau
keselarasan. Namun hal tersebut tidak bisa menjadi sebuah patokan dalam
mengantisipasi untuk tidak terjadinya sebuah konflik antara pekerja dengan
Pengusaha atau Perusahaan, Berbagai macam persoalan dan permasalahan yang
terjadi pada pengusaha atau perusahaan mulai dari tuntutan kenaikan upah/gaji,
bonus Tunjangan Hari Raya (THR), Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan
tuntutan uang pesangon hingga mogok kerja yang seharusnya semua itu tidak
perlu terjadi jika kedua belah pihak antara majikan/pengusaha dan
buruh/pekerja mau dan mampu menempatkan diri sesuai dengan porsinya
masing-masing atau dengan kata lain mau dan mampu melaksanakan hak dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak tersebut. Sebagai Contoh, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang
datangnya dari pengusaha/perusahaan, dalam pelaksanaannya memerlukan ijin
dari P4D/P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan di Tingkat Daerah
atau Pusat) dan wajib memenuhi beban-beban tertentu, bagi pihak
pengusahs/perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja tersebut
agar tidak timbul adanya perselisihan nanti di kemudian hari.

Banyaknya kabar terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang


marak terjadi mendorong penulis untuk meneliti terkait permasalahan tersebut
dan mencari tahu hal-hal yang biasa dijadikan sebagai sebuah alasan oleh
pengusaha atau perusahaan dalam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak
yang mengakibatkan timbulnya sebuah permasalahan antara pekerja dengan
pengusaha atau perusahaan dengan melakukan penulisan Jurnal Hukum
dengan judul “Perlindungan Hukum terhadap Buruh terkait Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) Sepihak”.

B. Metode Penelitian

Metode penelitiаn yаng digunаkаn dаlаm penelitiаn ini аdаlаh metode


yuridis normаtif dengаn menggunаkаn metode pendekаtаn konsep (conseptuаl
аpproаch). Jenis bаhаn hukum terdаpаt tigа (3) yаitu bаhаn hukum primer
berupа undаng-undаng; bаhаn hukum sekunder berupа buku literаtur, hаsil-
hаsil penulisаn ilmiаh dаn penelusurаn di internet; dаn bаhаn hukum tersier
yаng berupа Kаmus Besаr Bаhаsа Indonesiа. Teknik pengumpulаn bаhаn
hukum dilаkukаn dengаn melаkukаn studi kepustаkааn yаng diperoleh dаri
Pusаt Dokumentаsi dаn Informаsi Hukum (PDIH) Fаkultаs Universitаs
Brаwijаyа, Perpustаkааn Universitаs brаwijаyа, koleksi pribаdi dаn
penelusurаn melаlui internet.

C. Rumusan Masalah
1. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka Bagaimana perlindungan
hukum terhadap buruh terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak?
2. Bagaimana ketentuan

D. Tinjauan Pustaka
Bentuk Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum dilakukan oleh penyelenggaraan negara disegala
aspek kehidupan bernegara haruslah sesuai dengan peraturan hukum atau
norma yang berlaku. Hal tersebut dilakukan dengan adil dan pasti tanpa
mementingkan kepentingan salah satu pihak. Dalam menjalankan dan
memberikan perlindungan hukum, sarana perlindungan hukum dibutuhkan
agar dapat mewujudkan perlindungan hukum yang sesuai peraturan hukum
yang berlaku.
Philipus M. Hadjon membagi bentuk perlindungan hukum menjadi 2
(dua) macam yaitu:1
a. Perlindungan Hukum Preventif yaitu subyek hukum diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum
suatu keputusan opemerintah mendapat bentuk yang definitif.
Tujuannya adalah mencegah timbulnya sengketa. Dengan adanya hal
ini, pemerintah terdorong untuk hati-hati dalam mengambil
keputusan yang didasarkan pada disekresi. Di Indonesia belum ada
pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.
b. Perlindungan Hukum Represif bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa yang penanganannya dilakukan oleh Pengadilan Umum dan
Peradilan Administrasi di Indonesia. Prinsip perlindungan hukum

1
Philipus M. Hajdon, Op.Cit, hlm. 15
terhadap tindakan pemerintah bersumber dari konsep tentang
pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia karena
menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep tentang pengakuan dan
perlindunga terhadap hak asasi manusia diarahkan kepada
pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan
pemerintah.

Perusahaan
Menurut Pasal 1 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan, perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus dan yang
didirikan, bekerja serta berkedududkan dalam wilayah negara Republik
Indonesia yang bertujuan memperoleh keuntungan (laba).
Pengertian perusahaan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan adalah setiap bentuk usaha
yang dilakukan dengan kegiatan tetap dan terus menerus dengan tujuan
memperoleh keuntungan atau laba baik diselenggarakan oleh perseorangan
maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum dan/atau bukan berbadan
hukum yang didirikan atau berkedudukan dalam wilayah negara RI. 2
Pengertian perusahaan menurut Molengraaff, perusahaan adalah
keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, untuk
memperolehh penghasilan, bertindak keluar dengan cara memperdagangkan,
menyerahkan atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan. Tidak
mempersoalkan tentang perusahaan sebagai badan usaha, tetapi perusahaan
sebagai perbuatan kegiatan usaha.Pengertian perusahaan menurut Polak
menambahkan pengertian yang dikemukakan Molengraaff yaitu, perusahaan
apabila diperlukan perhitungan laba rugi yang dapat diperkirakan dan dicatat
dalam pembukuan3.

2
Farida Hasyim, 2013, Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 98.
3
http://www.pengertianpakar.com/2014/11/pengertian-perusahaan-menurut-para-pakar.html
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri,
pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja,
perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
1. pekerja meninggal dunia;
2. jangka waktu kontak kerja telah berakhir;
3. adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap;
4. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang
ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah
pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

E. Pembahasan
Setiap pekerja mempunyai hak dan kewajiban yang timbul akibat dari
adanya hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan tempatnya bekerja. Hak
yang diterima pekerja tentunya harus sesuai ketentuan undang-undang yang
berlaku berkaitan dengan ketenagakerjaan dan sesuai peraturan perusahaan
yang juga berdasar dari undang-undang tersebut. Hak merupakan suatu hal yang
selayaknya diterima oleh pekerja sesuai kesepakatann atau perjanjian dengan
pihak pemberi kerja, dalam hal ini menerima upah atau penghasilannya.
Sedangkan kewajiban merupakan sesuatu yang wajib dijalankan atau wajib
dilaksanakan oleh pekerja sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian dengan
pihak pemberi kerja.
Hak-hak bagi pekerja adalah sebagai berikut :
1. Hak mendapat upah atau gaji.
Pengaturan tentang hal ini dapat ditemukan dalam pasal 1602 KUH
Perdata yang menerangkan bahwa si pemberi kerja diwajibkan
membayar kepada si pekerja upahnya pada waktu yang telah ditentukan.
Selain dalam pasal 1602 KUH Perdata, pengaturan tentang pengupahan
diatur dalam Pasal 88 sampai dengan pasal 97 UU Ketenagakerjaan, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan
Upah.
2. Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.
Hal ini diatur dalam Pasal 4 UU Ketenagakerjaan disebutkan
pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secaraoptimal dan manusiawi,
mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah,
memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan, dan meningkatkan kesejahteraan tenag akerja dan
keluarganya.4
3. Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan
kemampuannya.
Menurut Pasal 5 UU Ketenagakerjaan, setiap tenaga kerja memiliki
kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh
pekerjaan.

4
Danang Sunyoto, Op. Cit, hlm 40-41.
4. Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta
menambah keahlian dan keterampilan.
Pengaturan tentang hal ini terdapat dalam Pasal 9-30 UU
Ketenagakerjaan.
5. Hak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta
oerlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama
Terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang
Jamsostek.
6. Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja.
Hak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja diatur
dalam Pasal 104 UU Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/ serikat buruh
7. Hak atas istirahat tahunan.
Tiap-tiap kali setelah pekerja mempunyai masa kerja 12 bulan
berturut-turut pada satu atau beberapa majikan dari satu organisasi
majikan. Terdapat dalam Pasal 79 UU Ketenagakerjaan.
8. Hak atas upah penuh selama istirahat setahun.
Hak ini diatur dalam Pasal 88-98 UU Ketenagakerjaan.
9. Hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila
pada saat diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa
kerja sedikit-dikitnya enam bulan terhitung dari saat ia berhak
atas istriahat tahunan yang terakhir.
Tercantum dalam pasal 150-172 UU Ketenagakerjaan.
10. Hak untuk melakukan perundingan atau penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbiytrase
dan penyelesaian melalui pengadilan.
Tercantum dalam Pasal 6-110 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004
tentang Penyelesaian Hubungan Industrial.5

5
Danang Sunyoto, Op. Cit, hlm 46.
Terdapat Kewajiban-kewajiban yang wajib dipenuhi oleh seorang pekerja,
yaitu:
1. Wajib melakukan prestasi/pekejaan bagi perusahaan.
2. Wajib mematuhi peraturan perusahaan.
3. Wajib mematuhi perjanjian keerja
4. Wajib mematuhi perjanjian perburuhan
5. Wajib menjaga rahasia perusahaan
6. Wajib memenuhi segala kewajiban selama izin belum diturunkan
dalam hal ada banding yang belum ada putusannya. Dalam melakukan
kegiatan operasional sehari-hari, karyawan mempunyai kewajiban lain
terhadap perusahaan yaitu :
1. Tiga kewajiban karyawan yang penting yaitu:
a. Kewajiban ketaatan;
b. Kewajiban konfidensialitas;
c. Kewajiban loyalitas.
2. Melaporkan kesalahan perusahaan.
3. Melaksanakan pekerjaan dengan baik;
4. Kepatuhan pada aturan perusahaan;
5. Menciptakan ketenangan kerja.6

Pemutusan Hubungan Kerja berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (25)


Undang-undang No. 13 Tahun 2003 adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha. PHK adalah suatu keadaan dimana si buruh
berhenti bekerja dari majikannya, hakikat PHK bagi buruh merupakan awal dari
penderitaan, maksudnya bagi buruh permulaan dari semua pengakhiran,
permulaan dari berakhirnya mempunyai pekerjaan, permulaan dari berakhirnya
kemampuannya untuk membiayai keperluan sehari-hari baginya dan
keluarganya. Pengusaha, Serikat Pekerja, dan pemerintah harus mengusahakan

6
Ibid , hlm 46-49.
agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (Pasal 151 ayat (1) Undang-
undang No. 13 Tahun 2003).

Berdasarkan ketentuan yang terdapat pada pasal 151 ayat (2) dan (3)
Undang-undang No. 13 Tahun 2003, yaitu :
(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja
tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib
dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan
pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota
serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar
tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan
hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

PHK harus dijadikan tindakan terakhir apabila ada perselisihan


hubungan industrial. Pengusaha dalam menghadapi para pekerja hendaknya :
a. Menganggap para pekerja sebagai partner yang akan membantunya untuk
menyukseskan tujuan usaha.
b. Memberikan imbalan yang layak terhadap jasa-jasa yang telah dikerahkan
oleh partnernya itu, berupa penghasilan yang layak dan jaminan-jaminan
sosial tertentu, agar dengan demikian pekerja tersebut dapat bekerja lebih
produktif (berdaya guna).
c. Menjalin hubungan baik dengan para pekerjanya.

Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan :


1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan
dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus;
2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
4. Pekerja menikah;
5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya;
6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan
pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja,
pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di
dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama;
8. Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai
perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan;
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,
golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau
sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang
jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Oleh karena itu, para pekerja yang bekerja pada perusahaan tersebut
harus mengimbangi jalinan atau hubungan kerja dengan kerja nyata yang baik,
penuh kedisiplinan, dan tanggung jawab agar tujuan perusahaan dapat tercapai
dengan penuh keberhasilan bagi kepentingan pekerja itu sendiri. Segala hal
yang kurang wajar di dalam perusahaan tersebut akan diselesaikannya dengan
musyawarah dan mufakat seperti perselisihan yang terjadi dalam suatu keluarga
besar.
Namun di dalam prakteknya pemutusan hubungan kerja sering kali
terjadi karena telah berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian,
dan tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak (pekerja dan
pengusaha) karena pihak-pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari
atau mengetahui akan berakhirnya hubungan kerja tersebut, sehingga masing-
masing telah berupaya mempersiapkan diri dalam menghadapi hal tersebut.
Berbeda halnya dengan pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena adanya
perselisihan atau pemutusan hubungan kerja tanpa adanya suatu hal yang jelas
di mana pengusaha/perusahaan tidak melakukan pemberitahuan terlebih dahulu
sebelumnya bahwa akan dilakukan pemutusan hubungan kerja dengan tidak
disertai alasan-alasan yang menyebabkan pengusaha/perusahaan melakukan
pemutusan hubungan kerja sehingga keadaan ini akan membawa dampak yang
berpengaruh terhadap kedua belah pihak, lebih-lebih bagi pekerja/buruh yang
dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika
dibandingkan dengan pihak pengusaha/perusahaan. Karena pemutusan
hubungan kerja bagi pihak pekerja akan memberi pengaruh psikologis,
ekonomis, dan finansial sebab dengan adanya pemutusan hubungan kerja
(PHK) pekerja akan kehilangan mata pencahariannya untuk membiayai
hidupnya sendiri bahkan keluarganya.

F. Penutup
Kesimpulan dan Saran
Sehubungan dengan akibat yang ditimbulkan dari pemutusan hubungan
kerja (PHK), maka sudah selayaknya jika pengusaha/perusahaan jangan sampai
melakukan sebuah tindakan pemutusan hubungan kerja tanpa suatu sebab yang
jelas, pengusaha atau perusahaan melakukan suatu pemutusan hubungan kerja
yang sebelumnya pekerja atau buruh tidak melakukan suatu pelanggaran kerja
menurut perjanjian kerja yang telah mereka sepakati sebelumnya dan
pengusaha atau perusahaan seperti mencari-mencari sebuah alasan karena
adanya rasa tidak suka kepada pekerja atau buruh. Selain itu dengan melakukan
tindakan pemutusan hubungan kerja tanpa sebab kepada pekerja atau buruh
dengan tidak diberikan kejelasan yang pasti atau semena-mena terkait apa
kesalahan yang ia perbuat tanpa diberi haknya untuk mempertanyakan dan
membela hak-haknya yang seharusnya pihak pekerja atau buruh terima setelah
proses pemutusan hubungan kerja seperti uang pesangon, uang penghargaan
atau bahkan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan :
1. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan
dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus;
2. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
4. Pekerja menikah;
5. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya;
6. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan
pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
7. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja,
pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di
dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama;
8. Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai
perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan;
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,
golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
10. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau
sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang
jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Oleh karena itu perusahaan harus lebih memperhatikan peraturan


perundang-undangan yang berlaku terkait pemutusan hubungan kerja agar
nantinya tidak timbul suatu permasalahan yang dapat merugikan perusahaan itu
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai