Anda di halaman 1dari 18

POLITIK HUKUM BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS

PERSEORANGAN : DARI IUS CONSTITUTUM KE IUS


CONSTITUENDUM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur


Mata Kuliah Politik Hukum
Dr. Abdul Aziz Nashihuddin, S.H., M.M., M.H.

Disusun Oleh:
Arel Raghib Najmuddin (E2A022020)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2022
POLITIK HUKUM BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS
PERSEORANGAN : DARI IUS CONSTITUTUM KE IUS
CONSTITUENDUM

Oleh:
Arel Raghib Najmuddin/ E2A022020

ABSTRAK
Kemajuan teknologi dan informasi yang saat ini berkembang di hampir seluruh
belahan dunia telah memberikan pengaruh signifikan pada kehidupan
masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Dampak positif yang sering kali kita
rasakan, yaitu kita selalu mendapatkan informasi terbaru mengenai apapun yang
terjadi di muka bumi, khususnya yang sedang trend dalam bidang bisnis guna
meningkatkan perekonomian. Memasuki era pasca Undang-undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) ini, para pelaku usaha dihadapkan
kepada sebuah kesempatan besar. Para pelaku usaha kecil dan menengah diberi
wadah bernama Perseroan Terbatas Perseorangan (PT Perseorangan) yang
dianggap setara dengan Perseroan Terbatas (PT). Metode yang digunakan oleh
penulis pada penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan
peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual
(conceptual approach) dan pendekatan komparasi (comparative approach).
Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan (library research),
kemudian dianalisis secara normatif kualitatif. Hasil penulisan artikel ilmiah ini
menunjukkan bahwa politik hukum UU Perseroan Terbatas berdampingan dengan
UU Cipta Kerja dan perlunya cita-cita untuk mengembangkan peraturan
perundang-undangan mengenai PT Perseorangan agar menjadi lebih baik.
Kata kunci : Politik Hukum, Perseroan Terbatas, Ius Constitutum, Ius
Constituendum.

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
A. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
B. METODE PENELITIAN ............................................................................. 5
C. PEMBAHASAN .......................................................................................... 6
1. Politik Hukum Badan Hukum Perseroan Terbatas Perseorangan. ............... 6
2. Kajian Ius Constitutum ke Ius Constituendum. .......................................... 12
D. PENUTUP .................................................................................................. 14
1. Simpulan .................................................................................................... 14
2. Saran ........................................................................................................... 15
E. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 15

ii
1

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara hukum (Rechtstaats),
mengacu kepada Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945. Maka
Indonesia bukan negara berdasarkan kekuatan atau kesewenang-wenangan
penguasa (Machtstaats). Atas dasar hal tersebut, segala sesuatu yang
berhubungan dengan kegiatan kenegaraan dari segi ekonomi, politik,
sosial, budaya akan diatur oleh hukum. Sebagaimana telah tertulis dalam
tujuan negara di dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 bahwa
negara bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia. Dalam hal memajukan kesejahteraan
umum (rakyat Indonesia) tentunya negara mempunyai peraturan
perundang-undangan demi mencapai tujuan tersebut secara baik.
Kesejahteraan umum tersebut tidak terlepas dari kegiatan sehari-
hari manusia dalam perekonomian. Kegiatan ekonomi tentu melibatkan
hubungan antar manusia, yang dapat dimaknai harus dijalankan oleh lebih
dari satu individu. Oleh karena hal tersebut, berjalannya kegiatan ekonomi
adalah sebuah organ (baik orang maupun badan hukum dan badan usaha
dalam jumlah lebih dari satu) yang saling membutuhkan dan saling
melengkapi. Pelaku-pelaku kegiatan ekonomi tersebut menjadi sebab
terjadinya transaksi ekonomi.
Strata pelaku ekonomi di Indonesia cukup beragam dan diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Strata terendah terdiri atas pelaku
ekonomi perorangan dengan modal yang relatif terbatas dan kecil. Strata
menengah diisi beberapa bentuk badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun yang berstatus badan hukum, seperti Perseroan Terbatas
(PT) dan Koperasi. Badan usaha yang memiliki status badan hukum
memiliki kemampuan untuk mengembangkan organnya. Dalam hal yang
dibahas dalam artikel ilmiah ini merupakan Perseroan Terbatas, dimana
2

sebagai Badan Hukum suatu korporasi tersebut mampu mengembangkan


organisasinya dalam bidang ekonomi.
Sebagai suatu badan hukum, Perseroan Terbatas dinyatakan
memiliki sifat “rechtpersoonlijkheid”1. Penjabaran sifat tersebut menurut
Chidir Ali yaitu kemampuan suatu subjek untuk menanggung hak dan
kewajibannya sendiri yang diakui oleh aturan2. Sifat itu secara terminologi
memiliki padanan arti yang sama dengan kata “legal personality” yang
dikenal dalam Common Law System.
Eksistensi Perseroan Terbatas di Indonesia cukup berkembang dan
mampu menggerakkan perekonomian negara. Perseroan terbatas
merupakan badan hukum (legal entity) yang memiliki sifat dan
karakteristik berbeda dari bentuk badan usaha lainnya. Perbedaan yang
seringkali ditonjolkan dari Perseroan Terbatas adalah doctrine of separate
legal personality, yaitu pemisahan kekayaan antara pemilik perusahaan
dan pemilik modal (pemegang saham) dengan kekayaan badan hukum itu
sendiri3. Setiap individu yang terlibat dalam organ tersebut dapat memiliki
lebih dari satu saham yang menjadi bukti kepemilikan atas perusahaan
tersebut. Pertanggungjawaban yang diemban sebagai pemegang saham
juga terbatas, yaitu sejumlah saham yang dimilikinya. Beban perusahaan
seperti hutang, apabila jumlahnya melebihi kekayaan perusahaan, maka
kelebihan hutang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang
saham. Bila perusahaan mendapatkan keuntungan, maka keuntungan
tersebut dapat dibagikan sesuai jumlah kepemilikan masing-masing
pemegang saham atau sesuai ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar
perusahaan tersebut. Para pemegang saham juga dapat memperoleh bagian
keuntungan yang disebut dividen, yang besarannya disesuaikan dengan
keuntungan yang diperoleh perusahaan sesuai jumlah porsi kepemilikan
sahamnya.

1
Tri Budiyono. 2011. Commercial Law, Forms of Legal Entity, Salatiga: Griya Media, hlm. 13-14.
2
Chidir Ali, 1987,Badan Hukum, Bandung : Alumni, hlm 8.
3
Ahmad Yani dan Widjaya Gunawan, 2000, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada, hlm. 7.
3

Pada tahun 2020 yang lalu, Pemerintah bersama DPR telah


mengesahkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(UU Ciptaker). Pengesahan tersebut merupakan rencana Presiden bersama
DPR yang hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1 (satu) tahun sejak
tahap Rancangan Undang-undang (RUU). UU Ciptaker disusun dengan
menggunakan metode Omnibus Law, yaitu suatu konsep untuk
menggabungkan beberapa peraturan menjadi satu peraturan. Metode ini
diharapkan oleh Pemerintah mampu menjembatani berbagai kepentingan
yang ada dengan membuatnya lebih sederhana.
Terdapat 82 Undang-undang yang diubah oleh UU Ciptaker. Salah
satu yang terdampak perubahan adalah Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Peraturan perundang-undangan
tersebut mendapat perubahan pada 4 (empat) pasal dan penambahan 10
pasal baru diantara Pasal 153 dan Pasal 154. Artinya terdapat penambahan
pasal dari Pasal 153A sampai Pasal 153J akibat dampak perubahan oleh
UU Ciptaker pada UU PT.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna
Hamonangan Laoly, menyatakan bahwa UU Ciptaker merupakan UU
untuk penguatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Termasuk
didalamnya konsep membuka lapangan kerja dan membuka kehidupan
yang layak. “Ini (UU Ciptaker) tak hanya memberikan kesempatan
investasi kepada pengusaha, tetapi juga mendorong pertumbuhan UMKM
bahkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)”4.
Bentuk badan usaha yang paling umum ditemui pada pelaku
UMKM adalah Perseroan Terbatas (Limited Liability Company/ LLC).
Masuknya norma hukum baru dalam UU PT pasca UU Ciptaker dalam
bentuk perusahaan beranggota tunggal (Single-Member Limited Liability
Company/ SMLLC) yang dapat didirikan oleh 1 (satu) orang, bukan

4
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/17/16564091/omnibus-law-cipta-kerja-yasonna-
sekali-pukul-kita-revisi-70-undang-undang?page=all Diakses tanggal 12 Desember 2022.
4

merupakan hal baru di beberapa negara5. Negara-negara yang sudah


memberikan pilihan pendiri tunggal dalam pendirian sebuah perusahaan
antara lain : Australia, Austria, Belgia, Kanada, Republik Rakyat
Tiongkok, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Jerman, Perancis, Hong
Kong, Hungaria, Israel, Italia, Jepang, Luksemburg, Malaysia, Belanda,
Selandia Baru, Rusia, Singapura, Spanyol, Swiss, Swedia dan Taiwan.
Pemerintah Indonesia bersikap optimis mengenai konsep tersebut
mampu memberikan manfaat serta keuntungan bagi UMKM. Sikap
optimis tersebut disebabkan adanya kelonggaran yang diberikan seperti
pemisahan harta dengan perseroan, kemudahan akses perbankan dan
kemudahan dalam melakukan perikatan dengan pihak ketiga. Kemudahan
dalam proses registrasi dengan hasil luaran berupa sertifikat PT
Perorangan akan memberikan manfaat yang signifikan untuk para pelaku
usaha. Disisi lain, kesiapan perangkat hukum di Indonesia dalam
menanggulangi kekurangan dan menjaga keberlanjutannya dikemudian
hari patut menjadi pertanyaan besar. Faktanya, peluang terjadinya konflik
kepentingan di Perseroan Terbatas yang didirikan oleh 2 (dua) orang
sangat tinggi, sehingga tidak menutup kemugkinan Perseroan Terbatas
yang didirikan oleh 1 (satu) orang ini mengalami hal yang sama mengingat
pemegang saham yang juga menjabat sebagai anggota direksi6. Atas dasar
latar belakang masalah tersebut, maka penulis berupaya mengkaji dan
menganalisis Politik Hukum Badan Hukum Perseroan Terbatas
Perseorangan : Dari Ius Constitutum Ke Ius Constituendum.

5
Macey, J. R., 1995, The Limited Liability Company, Lessons for Corporate Law, Washington
University Law Quarterly 73, no. 2, hlm. 433-454
6
Sylvia Putri and David Tan, 2022, Analisis Yuridis Perseroan Perorangan Ditinjau Dari
Undang-Undang Cipta Kerja Dan Undang-Undang Perseroan Terbatas, UNES Law Review
4, no. 3: 317–331.
5

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, rumusan
masalah yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:
A) Bagaimana Politik Hukum Badan Hukum Perseroan Terbatas
Perseorangan?
B) Bagaimana cita-cita peraturan perundang-undangan (Ius
Constituendum) Badan Hukum Perseroan Terbatas Perseorangan?

B. METODE PENELITIAN
Ilmu hukum sebagai cabang ilmu normatif memiliki cara yang sui
generis, yaitu tidak dapat dibandingkan (dengan ukuran dan nilai) dengan
bentuk ilmu lain7. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yang
dikenal juga sebagai penelitian hukum doktrinal8. Penelitian ini dikonsepkan
sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books)
atau hukum sebagai kaidah atau norma yang merupakan dasar perilaku
manusia yang dianggap pantas. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan
konseptual (conceptual approach), dan pendekatan komparasi (comparative
approach).
Spesifikasi dalam penelitian ini adalah dengan spesifikasi deskriptif
analisis. Deskriptif analisis adalah metode yang dipakai untuk menggambarkan
suatu kondisi atau keadaan yang sedang berlangsung, yang tujuannya agar
dapat memberikan data mengenai objek penelitian9. Sumber data dalam
penelitian ini adalah dokumen-dokumen untuk memberikan pemahaman
tambahan dan gagasan mengenai Politik Hukum Badan Hukum Perseroan
Terbatas Perseorangan. Data yang diperlukan untuk dipakai dalam penelitian
ini adalah menggunakan data sekunder. Adapun penjelasan dari data yang
digunakan adalah data sekunder.

7
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media Grup, hlm. 21.
8
Amirudin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta :Raja Grafindo
Persada, hlm. 19
9
Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm 223.
6

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk data sekunder oleh


penulis dilakukan dengan metode studi kepustakaan (library research).
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan, membaca, internet browsing dan
menelusuri buku-buku, dokumen, peraturan perundang-undangan, karya
ilmiah dan literatur lainnya yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang
diteliti, selanjutnya diidentifikasi dan dipelajari sebagai satu kesatuan yang
utuh. Data penelitian disajikan dalam bentuk teks narasi, yaitu suatu uraian
pernyataan-pernyataan yang tersusun secara sistematis dan berurutan dimulai
dari hal-hal yang umum (deduktif) menuju hal-hal yang bersifat khusus
(induktif), dilakukan dengan pertimbangan logis, konsisten dan rasional.
Penyajian data dalam bentuk naratif digunakan untuk menjelaskan data berupa
teks yang lengkap dan mudah dipahami. Penyajian tersebut ditujukan pada data
yang bersifat kualitatif.
Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis secara normatif
kualitatif, yakni analisis yang dilakukan dengan cara memahami dan
merangkai bahan hukum yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis
dan diuraikan dengan cara bermutu dalam kalimat yang teratur, runtut dan
logis. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah dengan menarik kesimpulan.
Seluruh data yang dikumpulkan secara lengkap dari hasil penelitian selanjutnya
dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Data kualitatif dari
hasil penelitian dihubungkan secara sistematis dari teori hukum, postulat
hukum dan hukum positif untuk dapat menjelaskan permasalahan secara ilmiah
dan bukan dalam bentuk angka-angka. Dari hasil penelitian tersebut yang
tersistematis dengan menggunakan analisis normatif kualitatif, diharapkan
dapat mengkaji dan menganalisis tentang Politik Hukum Badan Hukum
Perseroan Terbatas Perseorangan.

C. PEMBAHASAN
1. Politik Hukum Badan Hukum Perseroan Terbatas Perseorangan.
Adanya badan hukum (rechtspersoon) yang berdampingan dengan
manusia tunggal (Natuurlijkpersoon) merupakan suatu realita yang timbul
7

sebagai suatu kebutuhan hukum dalam pergaulan ditengah masyarakat.


Sebab manusia mempunyai kepentingan perseorangan dan kepentingan
bersama yang diikuti tujuan bersama. Oleh sebab hal tersebut, manusia
berkumpul mempersatukan diri dengan membentuk suatu organisasi dan
memilih pengurusnya untuk mewakili mereka. Manusia juga memasukkan
(ingbreng) yang dapat berupa harta kekayaan masing-masing untuk
menjadi milik bersama dan menetapkan peraturan-peraturan internal yang
hanya berlaku di kalangan anggota organisasi tersebut. Dalam pergaulan
hukum, semua individu yang mempunyai kepentingan bersama tergabung
dalam kesatuan kerjasama tersebut perlu dianggap sebagai suatu kesatuan
yang baru, yang mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban kesatuan
tersebut maupun hak dan kewajiban anggota-anggotanya serta dapat
mengikatkan diri pada hukum yang dibuat sendiri.
Kembali kepada pembahasan mengenai Perseroan Terbatas yang
memiliki unsur-unsur sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (1) UU PT dapat
disebutkan berikut :
a. Memiliki pengurus serta suatu organisasi yang teratur;
b. Memiliki harta kekayaan sendiri;
c. Memiliki tujuan;
d. Memiliki hak dan kewajiban;
e. PT dapat melaksanakan suatu perbuatan hukum serta hubungan
hukum sehingga dapat digugat maupun menggugat didepan
pengadilan;
f. Pertanggungjawaban yang terbatas maksudnya adalah selama
organ perseroan tidak melakukan hal-hal yang melanggar
ketentuan10.
Konsep sebuah PT sebagai sebuah badan hukum memiliki
implikasi kepada kedudukannya sebagai subjek hukum yang terpisah dari

10
Muhamad Sadi Is and M H SHI, 2016, Hukum Perusahaan Di Indonesia, Prenada Media,. hlm.103
8

pendiri atau pemegang sahamnya11. Maka, PT memerlukan organ-organ


sebagai wakilnya dalam melangsungkan kegiatan usaha serta melakukan
perbuatan hukum tertentu. Sebagai subjek hukum yang berbeda dengan
manusia, maka PT harus diwakili perantara manusia dalam melakukan
suatu perbuatan hukum. Keberadaan pengurus dan organisasi yang diatur
melalui organ PT merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah PT.
Organ perseroan berfungsi menjalanakan perseroan agar berjalan sesuai
tujuannya dan mewakili PT dalam segala perbutan hukum dan hubungan
hukum dengan pihak lain.
Dalam organ tersebut tentu terdiri juga atas pemilik saham-saham
dan para direksi yang diakui secara hukum, meskipun tidak berpartisipasi
sebagaimana mestinya. Dalam bahasan doktrin ultra vires, yaitu direksi
melakukan tindakan yang melampaui batas kewenangan dan kapasitas
yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, maka :
a. Perseroan tidak dapat dituntut atas kontrak ataupun transaksi yang
ultra vires atau melampaui kewenangan;
b. Perseroan tidak bias mengukuhkan dan melaksanakannya (to
enforce and to perform);
c. RUPS tidak dapat mengesahkan atau menyetujui tindakan direksi
yang mengandung ultra vires.
Dalam pelaksanaan untuk membuktikan ada dan tidaknya ultra
vires harus melihat pada ada atau tidaknya good faith atau itikad baik dari
pengurus atau direksi saat melakukan perbuatan hukum dengan pihak
ketiga. Utamanya dalam hal kewenangan dan kapasitas untuk melakukan
untuk dan atas nama (for and on behalf) Perseroan.
Politik hukum dari PT Perseorangan tidak dapat dilepaskan dari
politik hukum UU Ciptaker. Secara garis besar, UU Ciptaker dibuat sebagai
sebuah peraturan perundang-undangan yang meringkas banyak peraturan

11
Rita Nurnaningsih and Dadin Solihin, 2020, Kedudukan Perseroan Terbatas (PT) Sebagai Bentuk
Badan Hukum Perseroan Modal Ditinjau Menurut Undang-Undang PT Dan Nieuw Burgerlijk
Wetboek (NBW),Jurnal Syntax Imperatif: Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan 1, no. 2 x: 55–64.
hlm.56
9

perundang-undangan yang mengatur berbagai sektor ke dalam satu payung


hukum. Peraturan-peraturan tersebut dinilai saling mengunci perizinan
sehingga tidak terdapat sinkronisasi antara satu undang-undang dengan
undang-undang lainnya12. Dapat penulis amati bahwa UU Ciptaker tersebut
mampu meringkas banyaknya regulasi (hyperregulation) yang tidak
sinkron satu dengan yang lain. Artinya secara umum politik hukum UU
Ciptaker adalah penyamaan nomenklatur perizinan yang ada dalam setiap
peraturan perundang-undangan dan penyeragaman paradigma bahwa hal-
hal teknis dapat diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah.
Dinamika rezim politik juga berpengaruh terhadap suatu
pembentukan hukum, maka rezim pemerintah era Presiden Joko Widodo
juga mengajukan sebuah inovasi berupa metode omnibus law dalam
pembentukan hukum. Namun, perubahan struktural tersebut juga
sepatutnya diikuti perubahan kultural hukum yang berlaku di Indonesia,
karena metode tersebut lebih banyak diterapkan di negara-negara dengan
sistem hukum Common Law. Mengingat sistem hukum di Indonesia
berdasarkan kajian normatifnya adalah Civil Law yang mengutamakan
kodifikasi.
Diundangkannya UU Ciptaker tidak luput dari implementasi Teori
Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja dalam artian yang luas.
Teori tersebut bermula dari pemikiran terhadap fenomena yang banyak
terjadi di sistem hukum Indonesia, dengan melihat kebiasaan dan budaya
masyarakat yang plural. Teori ini juga menggunakan kerangka acuan pada
pandangan hidup masyarakat yang meliputi struktur, kultur dan substansi
sebagaimana diungkapkan oleh Lawrence Friedman. Jadi, dapat dikatakan
bahwa UU Ciptaker pada dasarnya memberikan dasar fungsi hukum
sebagai sarana pembaharuan masyarakat dan hukum sebagai sistem yang
dibutuhkan Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang.

12
Pemerintah Republik Indonesia, 2019 , Naskah Akademis RUU Cipta Kerja, Journal of Chemical
Information and Modeling 53, no. 9 : 1689–1699.
10

Perseroan Terbatas Perorangan, atau disingkat sebagai PT


Perseorangan, adalah salah satu bentuk perubahan norma dalam UU
Ciptaker yang disahkan pada tahun 2020 yang lalu. Peraturan perundang-
undangan yang diubah oleh UU Ciptaker adalah UU PT yang muatannya
diubah sebanyak 4 (empat) pasal dan terdapat penambahan 10 pasal
diantara Pasal 153 dan Pasal 154. Jadi, diantara Pasal 153 dan Pasal 154
terdapat tambahan berupa Pasal 153A sampai Pasal 153J.
Motif kebijakan pembentukan UU Ciptaker merupakan motif
ekonomi. Politik hukum ini bertujuan demi percepatan pertumbuhan
ekonomi Indonesia melalui pengembangan UMKM. Maka, perubahan
pertama yang ada dalam UU PT yang dimuat dalam Pasal 109 UU Ciptaker
yaitu Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) menjadi :
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
mengenai Usaha Mikro dan Kecil”.
Dari perubahan tersebut pun penulis melihat terdapat perubahan
nomenklatur dari “Usaha Mikro, Kecil dan Menengah” (UMKM) menjadi
“Usaha Mikro dan Kecil” (UMK). Dapat dimaknai bahwa kriteria usaha
menengah tidak dimasukkan dalam kelompok UMK, dimana Badan
Hukum perorangan mewajibkan persyaratan tersebut untuk pembentukan
Perseroan. Maka, konsekuensi logis dari hal tersebut usaha menengah
dihapuskan dan meninggalkan jenis usaha dari segi modalnya menjadi
usaha mikro, kecil dan besar.
Konsekuensi lanjutan dari perubahan Pasal 1 ayat (1) UU PT ada
di perubahan terhadap Pasal 7 ayat (7) yang menguraikan pelaku usaha
yang dapat mendirikan badan hukum perorangan, yaitu :
a. Persero yang sahamnya dimiliki oleh negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Badan Usaha Milik Desa;
11

d. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan


penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga
lain sesuai dengan Undang-undang Pasar Modal;
e. Perseroan yang memenuhi kriteria UMK.
Perubahan dalam UU Ciptaker yang berikutnya adalah dengan
dihilangkannya persyaratan modal dasar Perseroan dalam Pasal 32 UU PT
yang paling sedikit sejumlah Rp 50.000.000,00, maka hal tersebut mampu
mengakomodasi UMK untuk mengubah badan usaha menjadi sebuah
Perseroan. Prasyarat modal dasar tetap ada, tetapi tidak dirincikan
mengenai jumlahnya. Cara untuk mendapatkan status badan hukum pada
PT Perseorangan adalah dengan melakukan pengisian pernyataan pendirian
PT Perseorangan via elektronik dan didaftarkan kepada Menkumham.
Status tersebut didapatkan setelah sertifikat pendaftaran diterbitkan secara
elektronik.
Jadi, dapat ditarik garis besar untuk pendirian PT Perseorangan
adalah sebagai berikut :
a. Pendiri PT Perseorangan adalah seorang WNI yang memenuhi usia
dewasa atau minimal 17 tahun, cakap hukum dan memenuhi
ketentuan UMK sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
b. Pendiri adalah pemegang saham satu-satunya yang mendirikan
dengan mengisi pernyataan pendirian dan mendaftarkan kepada
Menkumham via elektronik;
c. Status badan hukum PT Perseorangan didapat dengan sertifikat
pendaftaran secara elektronik yang merupakan wewenang
Menkumham atas pernyataan pendirian yang diajukan oleh pelaku
usaha;
12

d. Permodalan dan tanggung jawab dalam perseroan terbatas adalah


milik pendiri, sehingga dapat dikatakan menjadi tidak terbatas
(unlimited)13.
Kesimpulan dari pembahasan tersebut dari sudut pandang penulis
adalah politik hukum dari badan hukum PT Perseorangan pasca UU
Ciptaker diundangkan adalah penyamaan nomenklatur perizinan yang ada
dalam setiap peraturan perundang-undangan dan penyeragaman paradigma
bahwa hal-hal teknis dapat diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah.
Disisi lain, dapat dikatakan bahwa eksistensi PT Perseorangan adalah
bentuk aksi Pemerintah Indonesia untuk mengakomodasi pertumbuhan
ekonomi negara lewat UMK agar eksistensi mereka dapat dinaungi status
badan hukum Perseroan tanpa modal dasar yang terlalu besar.

2. Kajian Ius Constitutum ke Ius Constituendum.


Perkembangan peraturan perundang-undangan mengenai badan
hukum Perseroan Terbatas cukup panjang mengingat bangsa Indonesia
pernah dijajah oleh VOC dan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda di masa
lalu. Koloni mereka juga mengatur mengenai hukum perusahaan, yang
dikenal sebagai Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Namun,
baru pada tahun 1995 Pemerintah Indonesia bisa mengundangkan sebuah
peraturan perundang-undangan mengenai Perseroan Terbatas, yaitu
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-undang tersebut digantikan lagi oleh UU Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan terbatas yang di masa kini diubah juga dalam UU
Ciptaker. Sependek pemahaman penulis berarti terdapat 2 (dua) kali
pergantian peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas.
Baru pada UU Ciptaker ini yang dapat mengakomodasi kepentingan UMK
untuk dapat naik level badan usahanya agar memiliki status badan hukum.

13
Aisha Mutiara Savitri, (2021) ,“ANALISIS HUKUM PERSEROAN TERBATAS PERORANGAN
BERDASARKAN PASAL 109 UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA
KERJA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN
TERBATAS".
13

Adapun identifikasi kajian ius constitutum menjadi ius


constituendum dari badan hukum PT Perseorangan yang dikandung dalam
UU PT yang diubah UU Ciptaker ini dapat diidentifikasi dari beberapa
asumsi permasalahan yang mungkin timbul dari eksistensi PT
Perseorangan sebagai badan hukum di Indonesia.
Pertama, terdapat perluasan konsep dari Perseroan Terbatas.
Didalam UU Ciptaker tidak dijelaskan mengenai definisi atau ketentuan
umum mengenai PT Perseorangan. Kemungkinan salah penafsiran
mengenai konsep tersebut ada karena ketiadaan definisi atau ketentuan
yang umum dari PT Perseorangan sebagai badan hukum. Ius constituendum
yang dapat dicita-citakan dari hal ini adalah memberikan definisi yang jelas
dan tegas terhadap PT Perseorangan.
Kedua, pendirian PT Perseorangan yang didirikan oleh satu orang
mengakibatkan orang tersebut memiliki kekuasaan yang sangat besar
dalam perusahaannya. Doktrin ultra vires jadi tidak berlaku mengingat
selaku direksi, orang tersebut adalah direksi tunggal. Ketiadaan direksi lain
untuk check and balance kekuasaannya selaku pemegang saham
menyebabkan kewenangan yang menuju abuse of power. Artinya
pemerintah perlu mengkaji ulang untuk regulasi pengawasan terhadap PT
Perseorangan. Perlu pembentukan regulasi yang bersifat preventif untuk
mencegah kesewenang-wenangan dan regulasi yang bersifat represif untuk
memberikan sanksi kepada pelaku yang menyalahgunakan wewenangnya.
Ketiga, PT Perseorangan mendapatkan status badan hukumnya
melalui pendaftaran pendirian via elektronik yang kemudian
ditindaklanjuti oleh Menkumham. Berbeda dengan Perseroan Terbatas
pada aturan sebelumnya yang memerlukan akta notaris dalam
pendiriannya, untuk PT Perseorangan meniadakan peran notaris sebagai
pembuat akta autentik yang kompeten. Padahal Menkumham merupakan
jabatan yang politis mengingat dapat digantikan kapan saja sesuai
kebutuhan kepala pemerintahan Negara Indonesia. Maka, diperlukan
14

evaluasi atas pendirian PT Perseorangan agar diperlukan akta autentik


seperti akta notaris.
Jadi, dari sudut pandang penulis mengenai kajian ius constitutum
ke ius constituendum terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan agar
peraturan perundang-undangan PT Perseorangan menjadi lebih baik di
kemudian hari. Pertama, pemberian penjelasan definisi atau ketentuan
umum mengenai PT Perseorangan. Kedua, pembentukan badan pengawas
untuk pendiri PT Perseorangan yang bersifat preventif dan represif.
Terakhir, perlunya aturan keterlibatan notaris dalam pendirian PT
Perseorangan sama seperti pendirian Perseroan Terbatas pada umumnya.

D. PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan dalam artikel ilmiah ini, maka penulis
dapat simpulkan Politik Hukum Badan Hukum Perseroan Terbatas
Perseorangan sebagai berikut :
A) Politik hukum dari badan hukum PT Perseorangan pasca UU Ciptaker
diundangkan adalah penyamaan nomenklatur perizinan yang ada dalam
setiap peraturan perundang-undangan dan penyeragaman paradigma
bahwa hal-hal teknis dapat diatur lebih rinci dalam Peraturan
Pemerintah. Eksistensi PT Perseorangan adalah bentuk aksi Pemerintah
Indonesia untuk mengakomodasi pertumbuhan ekonomi negara lewat
UMK agar eksistensi mereka dapat dinaungi status badan hukum
Perseroan tanpa modal dasar yang terlalu besar.
B) Dalam kajian ius constitutum ke ius constituendum terdapat 3 (tiga) hal
yang perlu diperhatikan agar peraturan perundang-undangan PT
Perseorangan menjadi lebih baik di kemudian hari. Pertama, pemberian
penjelasan definisi atau ketentuan umum mengenai PT Perseorangan.
Kedua, pembentukan badan pengawas untuk pendiri PT Perseorangan
yang bersifat preventif dan represif. Terakhir, perlunya aturan
15

keterlibatan notaris dalam pendirian PT Perseorangan sama seperti


pendirian Perseroan Terbatas pada umumnya.

2. Saran
Berdasarkan simpulan dalam artikel ilmiah ini, maka penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut :
A) Politik hukum UU Ciptaker dan UU PT perlu dievaluasi kembali
agar mampu mengikuti zaman dan perkembangan dan bukan
semata atas kuasa Pemerintah.
B) Pemerintah mengkaji mengenai peraturan perundang-undangan
tersebut agar menjadi sistem hukum yang lebih terpadu.

E. DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika
Amirudin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta :
Raja Grafindo Persada
Macey, J. R., 1995, The Limited Liability Company, Lessons for Corporate Law,
Washington University Law Quarterly 73, no. 2,
Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media Grup
Pemerintah Republik Indonesia. “Naskah Akademis RUU Cipta Kerja.” Journal of
Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2019): 1689–1699.
Putri, Sylvia, and David Tan. “Analisis Yuridis Perseroan Perorangan Ditinjau Dari
Undang-Undang Cipta Kerja Dan Undang-Undang Perseroan Terbatas.”
UNES Law Review 4, no. 3 (2022): 317–331.
Savitri, Aisha Mutiara. “ANALISIS HUKUM PERSEROAN TERBATAS
PERORANGAN BERDASARKAN PASAL 109 UNDANG- UNDANG NOMOR
11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA TERHADAP UNDANG-
UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
TESIS” (2021).

Anda mungkin juga menyukai