BAB 1
BENTUK-BENTUK BADAN USAHA
A. Pendahuluan
Berbicara masalah bisnis seringkali diekspresikan sebagai suatu
urusan atau kegiatan dagang. Kata “bisnis” itu sendiri diambil dari bahasa
Inggris Business yang berarti kegiatan usaha. Secara luas, kata bisnis
sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh
orang atau badan secara teratur dan terus-menerus, yaitu berupa kegiatan
mengadakan barang-barang atau jasa-jasa maupun fasilitas-fasilitas
untuk diperjualbelikan, dipertukarkan, atau disewagunakan dengan
tujuan mendapatkan keuntungan.
Secara garis besar, kegiatan bisnis dapat dikelompokkan atas 5
bidang usaha, yaitu sebagai berikut :
1. Bidang Industri. Misalnya pabrik radio, TV, motor, mobil, tekstil, dan
lain-lain.
2. Bidang Perdagangan. Misalnya agen, makelar, toko besar, toko kecil,
dan lain-lain.
3. Bidang Jasa. Misalnya konsultan, penilai, akuntan, biro perjalanan,
perhotelan, dan lain-lain.
4. Bidang Agraris. Misalnya pertanian, peternakan, perkebunan, dan
lain-lain.
5. Bidang Ekstraktif. Misalnya pertambangan, penggalian, dan lain-lain.
Jika ditelaah lebih dalam, ternyata kegiatan bisnis yang ada di
masyarakat sangat luas sekali yang bisa meliputi bidang-bidang usaha
seperti : pertanian, perhotelan, perikanan, pariwisata, perhutanan,
kesehatan, perkebunan, kecantikan, pertambangan, konsultan,
industri/produksi, pendidikan, konstruksi, perantaraan, keuangan/
perbankan, sewa-guna (leasing), asuransi, pergudangan, pengangkutan,
perdagangan, pelayaran, komunikasi, dan lain sebagainya.
Dalam kegiatan bisnis, ada pula yang membedakannya dalam 3
bidang usaha, yaitu sebagai berikut :
a. Bisnis dalam arti kegiatan perdagangan (Commerce), yaitu:
keseluruhan kegiatan jual beli yang dilakukan oleh orang-orang dan
badan-badan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri ataupun
antara negara untuk tujuan memperoleh keuntungan.
Contoh : Produsen (pabrik), dealer, agen, grosir, toko, dan
sebagainya.
b. Bisnis dalam arti kegiatan industri (Industry), yaitu kegiatan
memproduksi atau menghasilkan barang-barang yang nilainya lebih
berguna dari asalnya.
2
B. Badan Hukum
Bisnis yang dilakukan lazimnya bisa dilakukan oleh perseorangan
dan bisa juga dengan suatu perkumpulan dalam arti perkumpulan yang
berbentuk badan hukum maupun perkumpulan yang bukan berbentuk
badan hukum. Di sini akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan badan
hukum. Sebelum menjelaskan pada pengertian badan hukum, perlu
diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan perkumpulan.
Dikatakan perkumpulan berarti kumpulan tersebut terdiri dari
beberapa orang. Perkumpulan di sini mempunyai arti luas dan
mempunyai 4 unsur, yaitu :
1. adanya unsur kepentingan bersama,
2. adanya unsur kehendak bersama,
3. adanya unsur tujuan, dan
4. adanya unsur kerjasama yang jelas.
Keempat unsur tersebut selalu ada pada tiap perkumpulan baik
yang berbadan hukum maupun yang bukan badan hukum. Banyak
perkumpulan yang terjadi dalam dunia bisnis, dan merupakan badan
hukum yang paling populer sekarang ini adalan bentuk badan hukum
Perseroan Terbatas (PT) dan koperasi.
Mendirikan suatu badan hukum, mutlak diperlukan pengesahan
dari pemerintah, misalnya dalam hal mendirikan PT, mutlak diperlukan
pengesahan akta pendirian dan anggaran dasarnya oleh pemerintah
(Menteri Hukum dan HAM cq. Direktorat Perdata). Sedangkan dalam hal
mendirikan perkumpulan dan atau koperasi, mutlak diperlukan
pengesahan akta pendirian koperasi dari Menteri Koperasi dan
Pembinaan Pengusaha Kecil. Oleh karena itu pada bagian ini penulis lebih
banyak membahas badan hukum Perseroan Terbatas, sedangkan untuk
koperasi, disediakan bagian tersendiri.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas yang mulai berlaku pada tanggal 7 Maret 1996, disebutkan
dengan jelas definisi dari Perseroan Terbatas (PT). Perseroan Terbatas
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-
undang serta peraturan pelaksanaannya. Sedangkan menurut Prof.
Soekardono, Perseroan Terbatas adalah suatu perserikatan yang bercorak
khusus untuk tujuan memperoleh keuntungan ekonomis.
Oleh karena masalah Perseroan Terbatas seperti yang diatur dalam
Pasal 26 s.d. Pasal 56 KUHD sudah dicabut dengan Undang-Undang
3
BAB 2
KONTRAK DAN PENYELESAIANNYA
A. Pendahuluan
Pelaku bisnis seringkali melupakan betapa pentingnya kontrak
yang harus dibuat sebelum bisnis itu sendiri berjalan di kemudian hari.
Kita ketahui bahwa budaya (culture) tiap bangsa dalam menjalankan
bisnis memang diakui berbeda-beda, Ada bangsa yang senang berbisnis
dengan lebih mempercayai bahasa secara lisan, namun ada pula bangsa
yang senang dengan cara tertulis. Namun kecenderungan sekarang ini,
baik di Indonesia maupun di dunia internasional, kerja sama bisnis di
antara para pihak atau bangsa dirasakan lebih mempunyai kepastian
hukum bila diadakan dengan suatu kontrak secara tertulis.
Sebelum kontrak dibuat, biasanya akan didahului dengan suatu
pembicaraan pendahuluan serta pembicaraan-pembicaraan tingkat
berikutnya (komunikasi & negosiasi) untuk mematangkan kemungkinan-
keinungknjian yang terjadi, sehingga kontrak yang akan ditandatangani
telah berul-betul matang (lengkap dan jelas).
Sekalipun demikian selengkap-lengkapnya suatu kontrak atau
perjanjian, selalu saja ada kekurangan-kekurangan di sana-sini sehingga
benar bila ada ungkapan no body is perfect (tidak ada seorang pun yang
sempurna). Demikian pula halnya dengan si pembuat kontrak, selalu ada
pihak-pihak yang beritikad tidak baik, teqoeder trouw, yang
mengakibatkan terjadinya sengketa para pihak yang membuat kontrak.
Dengan adanya sengketa dalam bisnis tentunya harus diselesaikan
dengan segera, agar bisnis yang telah berjalan tidak mengalami kerugian
besar. Menurut jalur hukum, ada 2 (dua) kemungkinan/cara yang dapat
ditempuh untuk menyelesaikannya, yaitu pertama, jalur pengadilan, dan
kedua, jalur arbitrase (perwasitan). Namun ada pula yang menambahkan
cara penyelesaian sengketa dengan cara yang ketiga, yaitu melalui jalur
negosiasi (perundingan).
Kedua jalur hukum ini sudah sering dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari, maupun cara negosiasi seperti yang lazim dipergunakan, yang
akan diuraikan lebih lanjut pada bahasan berikut
agar kontrak yang akan atau telah dibuat secara hukum sah dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Adapun syarat-syarat sahnya kontrak tersebut adalah sebagai
berikut :
1. adanya kata sepakat di antara para pihak;
2. adanya kecakapan tertentu;
3. adanya suatu hal tertentu;
4. adanya suatu sebab yang halal.
Mengenai syarat kata sepakat dan kecakapan tertentu dinamakan
sebagai syarat-syarat subjektif, karena kedua syarat tertentu mengenai
subjeknya atau orang-orangnya yang mengadakan kontrak (perjanjian).
Sedangkan syarat mengenai suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal,
dinamakan sebagai syarat-syarat objektif, karena kedua syarat tersebut
isinya mengenai objek perjanjian dan perbuatan hukum yang dilakukan.
Adanya kata sepakat dimaksudkan bahwa kedua belah pihak yang
mengadakan perjanjian setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang
pokok dari kontrak. Bila A menghendaki sesuatu, tentu B juga menyetujui
apa yang dikehendaki oleh A. Dengan perkataan lain, mereka saling
menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.
Dalam kontrak juga dipenuhi syarat bahwa mereka yang
mengadakannya haruslah cakap menurut hukum. Apa yang dimaksud
dengan cakap menurut hukum pada asasnya adalah setiap orang yang
sudah dewasa atau akil balig dan sehat pikirannya. Ketentuan mengenai
seseorang yang sudah dewasa dampaknya berbeda menurut ketentuan
yang satu dengan ketentuan yang lainnya.
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), seseorang dikatakan sudah dewasa adalah saat berusia 21
tahun bagi laki-laki dan 19 tahun bagi wanita. Sedangkan menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kedewasaan
seseorang adalah saat berusia 19 tahun bagi laki-laki, dan 16 tahun bagi
wanita.
Dasar hukum yang dapat kita pakai adalah KUHPerdata, karena
ketentuan ini masih berlaku secara umum. Sedangkan ketentuan lainnya
hanya berlaku secara khusus. Hal ini tidak berarti asas lex specialis
derogat lex generalis menjadi tidak berlaku. Sebab yang dimaksudkan di
sini adalah kedewasaan dalam arti umum.
Dalam KUHPerdata juga disebutkan adanya 3 (tiga) kelompok
orang yang tergolong tidak cakap untuk bertindak di dalam hukum.
Orang-orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah seperti dimaksud
dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu:
1. orang-orang yang belum dewasa;
2. orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan; dan
3. orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan undang-
undang, dan semua orang kepada siapa UU telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
Pentingnya arti kecakapan menurut hukum tentunya mempunyai 2
(dua) maksud, yaitu pertama, maksud yang dilihat dari sudut rasa
keadilan, yaitu perlunya orang yang membuat perjanjian mempunyai
23
BAB 3
HUBUNGAN-HUBUNGAN BISNIS
A. Pendahuluan
Kegiatan bisnis sehari-hari ternyata dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara. Ada yang melakukannya dengan bekerja sama
dengan pihak lokal dan ada pula yang melakukannya dengan pihak asing.
Ada yang melakukannya untuk pribadi, dan ada pula yang melakukannya
untuk kepentingan perusahaan.
Hubungan-hubungan bisnis demikian tentunya dilakukan karena
mempunyai kepentingan dan tujuan sendiri-sendiri. Secara pasti, tujuan
mereka melakukan hubungan bisnis tidak lain dimaksudkan untuk saling
mencari keuntungan satu sama lain. Selain itu ada tujuan lain seperti
untuk mempercepat proses pemasaran produknya ke masyarakat luas.
Ada pula yang bertujuan membantu pihak lain karena tidak diizinkannya
pihak lain memasarkan produknya secara langsung di suatu negara.
Namun ada pula yang melakukannya karena ketidakmampuannya untuk
berbisnis, ataupun masalah permodalannya, serta tujuan-tujuan lainnya.
Sebagai contoh dalam bisnis franchise, para pihak berhubungan
dengan maksud selain untuk memasarkan produk bisnis franchise, juga
di lain pihak karena adanya pihak lain yang tidak mempunyai modal.
Dernikian pula dengan hubungan bisnis yang berbentok joint venture,
Bisnis ini merupakan kerja sama antara dua pihak karena adanya saling
kepentingan masing-masing pihak.
Untuk memperjelas arti hubungan bisnis dan beragamnya bentuk
hubungan bisnis, pada bab ini akan diuraikan beberapa hubungan bisnis
yang cukup menarik dan selalu menjadi pembicaraan masyarakat luas
serta sering menjadi telaah lebih lanjut, yaitu hubungan bisnis dalam
bentuk keagenan/distributor, franchise, joint venture, dan usaha bangun
guna serah atau yang lebih dikenal dengan nama BOT (Built Operate and
Transfer).
B. Keagenan/Distributor
Latar belakang terjadinya hubungan bisnis keagenan ini
disebabkan oleh adanya pihak luar negeri yang tidak diperbolehkan untuk
menjual barangnya (produknya) secara langsung, baik ekspor dari
Indonesia maupun impor ke Indonesia. Untuk itu pihak asing yang biasa
disebut dengan prinsipal harus menunjuk agen-agennya atau
perwakilannya di Indonesia untuk memasarkan produknya.
30
diri mereka terikat pada suatu kontrak yang melarang untuk membeli
baik peralatan maupun perbekalan dari tempatkan.
4. Pada bisnis franchise jarang mempunyai hak untuk menjual
perusahaan kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu
menawarkannya kepada franchisor dengan harga yang sama.
Ketentuan hukum mengenai hal ini jelas dapat dilihat dalam Pasal 102
sampai dengan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas. Sebab segala sesuatunya harus mendapat pengesahan
dari Menteri Hukum dan HAM seperti dimaksud pada Pasal 106 undang-
undang tersebut di atas.
BAB 4
HAK MILIK INTELEKTUAL
A. Pendahuluan
Salah satu aspek hukum bisnis yang perlu mendapat perhatian
adalah apa yang dinamakan dengan hak milik intelektual (intelectual
property right), Karena hak milik intelektual (HMI) ini berkaitan erat
dengan aspek hukum lainnya seperti aspek teknologi maupun aspek
ekonomi, maupun seni. Bahkan beberapa waktu yang lalu seorang
perancang model Italia bernama Piere Cardin, datang ke Indonesia untuk
memohon kepada Pemerintah Indonesia agar lebih memehatikan hasil
karya seseorang untuk tidak melakukan pembajakan karyanya secara
“semau gue”.
Hal ini menunjukkan bahwa pada dasawarsa terakhir ini, HMI
terus dibicarakan tidak hanya di Indonesia saja, tetapi juga bangsa-bangsa
dan negara-negara lain yang mempunyai masalah yang sama. Dalam
konteks hubungan antara negara, HMI telah menjadi salah satu isu yang
terus menarik perhatian kalangan bisnis.
Kita ketahui bahwa HMI timbul atau lahir karena adanya
intelektualitas seseorang sebagai inti atau objek pengaturannya. Oleh
karenanya pemahaman terhadap hak ini pada dasarnya merupakan
pemahaman terhadap hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari
intelektualitas manusia.
Banyak karya-karya yang lahir atau dihasilkan oleh manusia
melalui kemampuan intelektualitasnya, baik melalui daya cipta, rasa
maupun karsanya. Perlindungan hukum terhadap hasil intelektualitas
manusia seperti di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni, sastra, dan
lain-lain perlu diperhatikan dengan serius. Sebab karya manusia ini telah
dihasilkan dengan suatu pengorbanan tenaga, pikiran, waktu, bahkan
biaya yang tidak sedikit
Pengorbanan demikian tentunya menjadikan karya yang dihasilkan
memiliki nilai yang patut dihargai. Ditambah lagi dengan adanya manfaat
yang dapat dinikmati yang dari sudut ekonomi karya-karya seperti itu
tentunya memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Dengan adanya konsepsi berpikir eperti di atas, timbul
kepentingan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sistem
perlindungan hukum atas kekayaan (hak intelektualitas) tersebut. Sebagai
karya yang dihasilkan dari intelektualitas manusia, HMI hanya dapat
diberikan kepada penciptanya atau penemunya untuk menik-mati atau
40
BAB 5
LEMBAGA-LEMBAGA PEMBIAYAAN
A. Pendahuluan
Dengan semakin maraknya dunia bisnis,. tidak bisa kita elakkan
lagi adanya kebutuhan dana yang diperlukan baik oleh kalangan
usahawan perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu
badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam
meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan
yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.
Untuk membutuhkan dana tersebut, saat ini semakin banyak orang
yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di bidang
penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain
di dalam mengembangkan usahanya.
Awal mula keberadaan dibutuhkannya lembaga pembiayaan,
pertama kali disebutkan di dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun
1988 tanggal 20 Desember 1988, dan dijabarkan lebih lanjut melalui
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20
Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan.
Menurut Pasal I Keppres di atas dijelaskan bahwa yang
dimaksudkan dengan Lembaga Pembiayaan adalah suatu badan usaha
yang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari
masyarakat.
Adapun bidang-bidang usaha yang dilakukan oleh lembaga
pembiayaan antara lain meliputi bidang-bidang seperti :
1. Sewa guna usaha;
2. Modal ventura (venture capital);
3. Perdagangan surat berharga;
4. Anjak piutang (factoring);
5. Usaha kartu kredit; dan
6. Pembiayaan konsumen.
Di dalam melakukan bidang-bidang usaha tersebut, tentunya akan
dilakukan oleh suatu badan usaha, yang biasanya dilakukan oleh
perusahaan dengan bentuk PT (Perseroan Terbatas). Untuk itu perlu
diketahui satu per satu apa arti dari perusahaan yang bergerak pada
masing-masing usaha di atas. Pengertian dari masing-masing bidang
usaha tersebut adalah sebagai berikut:
48
agar secara hukum mempunyai pegangan yang jelas dan pasti, pada
tahun 1971 telah dikeluarkan Surat KeputusanBersama Menteri
Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan
Koperasi Nomor : Kep-122/MK/IV/l/1974; No. 32/M/SK/2/1974; dan
No. 30/Kpb/I/1974, tertanggal 7 Pebruari 1974.
Menurut keputusan bersama di atas, yang dimaksudkan dengan
leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu peru-
sahaan, untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran
secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan
tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang
telah disepakati bersama.
Seperti diuraikan di atas, kegiatan leasing dapat dilakukan
secara finance maupun secara operating lease. Finance Lease artinya
kegiatan sewa guna usaha di mana penyewa guna usaha pada akhir
masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna
usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama. Sedangkan
operating lease adalah kegiatan sewa guna usaha di mana penyewa
guna usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna
usaha.
Sebelum memulai kegiatan usaha di bidang leasing ini akan
didahului dengan suatu kontrak antara pihak penyewa dan pihak yang
menyewa. Dengan demikian dalam usaha leasing tentunya terdapat
beberapa pihak yang bersangkutan dalam perjanjian l leasing yang
terdiri dari:
a. Pihak yang disebut lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang,
dapat terdiri dari beberapa perusahaan. Pihak penyewa ini disebut
juga sebagai investor, equity-holders, owner-participants atau
trus-ters-ouners.
b. Pihak yang disebut lesee, yaitu pihak yang menikmati barang
tersebut dengan membayar sewa guna yang mempunyai hak opsi.
c. Pihak kreditur atau lender atau disebut juga debt-holders atas loan
participants dalam transaksi leasing. Mereka umumnya terdiri dari
bank, insurance company (perusahaan asuransi), trusts, yayasan.
d. Pihak supplier, yaitu penjual dan pemilik barang yang disewakan.
Supplier ini dapat terdiri dari perusahaan (manufacturers) yang
berada di dalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat di luar
negeri.
2. Manfaat Leasing
Apabila seorang pengusaha tidak mempunyai modal atau hanya
mempunyai modal terbatas, tetapi ingin mendirikan sebuah pabrik, ia
dapat memperolehnya dengan cara leasing. Misalnya, pengusaha
tersebut hanya mempunyai tanah dan bangunan, maka untuk membeli
mesinnya, pengusaha tersebut dapat melakukannya dengan cara
leasing atau menyewa dari suatu leasing company. Karena leasing
company merupakan salah satu sumber dana bagi pengusaha yang
50
sewa beli dan jual beli dengan angsuran, pembeli membayar angsuran
kepada penjual dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.
3. Mekanisme Leasing
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme penggunaan lembaga
leasing, secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
a. leasing bebas memiiih dan menentukan peralatan yang
dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier
peralatan dimaksud.
b. Setelah lesse mengisi formulir permohonan lesse, mengirimkan
kepada lessor disertai dokumen pelengkap.
c. Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk
memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang
disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sewa lease), maka
kontrak lease dapat ditandatangani.
d. Pada saat yang sama, lease dapat menandatangani kontrak asuransi
untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang
disetujui leasor, seperti yang tercantum pada kontrak lease. Antara
lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama.
e. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan
supplier peralatan tersebut.
52
merupakan landasan yang kuat dari segala kerja sama untuk mencapai
rujuan yang diinginkan.
2. Potensial Usaha
Jika kita teliti dan simak keputusan Menteri Keuangan tersebut,
terlihat bahwa hanya sedikit diatur mengenai kegiatan usaha modal
ventura. Disebutkan bahwa kegiatan modal ventura hanya dilakukan
dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan pasangan
usaha untuk hal-hal seperti :
a. pengembangan suatu penemuan baru;
b. pengembangan perusahaan yang pada tahap awal usahanya
mengalami kesulitan dana;
c. membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan;
d. membantu perusahaan yang berada dalam tahap kemunduran
usaha;
e. pengembangan proyek penelitian dan rekayasa;
f. pengembangan pelbagai penggunaan teknologi baru dan alih
teknologi baik dan dalam maupun luar negeri;
g. membantu pengalihan pemilikan perusahaan.
Selain itu di dalam menyertakan modalnya ke dalam
perusahaan pasangan usahanya, perusahaan modal ventura
melakukannya hanya bersifat sementara yaitu dalam jangka waktu
tidak boleh melebihi batas 10 (sepuluh) tahun.
Apabila perusahaan modal ventura tersebut ingin melakukan
penarikan kembali penyertaan modalnya dalam segala bentuknya,
haruslah melaporkannya kepada Menteri Keuangan selambat-
lambatnya tiga bulan setelah dilaksanakan.
Selain perusahaan swasta nasional dan koperasi, pihak bank
pun dapat menjalankan usaha di bidang modal ventura dengan
terlebih dahulu membentuk perusahaan pembiayaan yang bergerak di
bidang modal ventura dan telah memperoleh izin usaha dari Menteri
Keuangan. Sedangkan mengenai jumlah modal disetor atau disimpan
pokok dan simpanan wajib, diterapkan sebesar 3 miliar (untuk
perusahaan swasta dan koperasi) dan 10 miliar (untuk perusahaan
patungan Indonesia dan asing).
Agar bisa diperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan, maka
surat permohonan yang ditujukan ke Menteri Keuangan dilampiri
dengan berikut ini :
a. Akte pendirian perusahaan yang telah disahkan menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Bukti pelunasan modal disetor (untuk PT) atau simpanan pokpk
dan simpanan wajib (untuk koperasi) pada salah satu bank di
Indonesia.
c. Daftar susunan pengurus perusahaan-perusahaan pembiayaan.
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
e. Neraca pembukuan.
f. Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia
bagi perusahaan patungan yang di dalamnya tercermin arah
Indonesianisasi dalam pemilikan saham.
57
BAB 6
PERIZINAN DUNIA BISNIS
A. Pendahuluan
Peranan perizinan dalam era pembangunan yang terus-menerus
berlangsung ternyata amatlah penting untuk terus ditingkatkan, apalagi
dalam era globalisasi dan industrialisasi. Kita melihat bahwa semua
pembangunan yang dijalankan tiada maksud lain selain untuk membawa
perubahan dan pertumbuhan yang fundamental di mana sektor industri
akan menjadi dominan yang ditunjang oleh sektor pertanian yang
tangguh.
Demikian pula dalam dunia bisnis atau dunia usaha, perizinan jelas
memegang peranan yang sangat penting, bahkan bisa dikatakan perizinan
dan pertumbuhan dunia usaha bisa dikatakan merupakan dua sisi mata
uang yang saling berkaitan/berhadapan. Dunia usaha tidak akan
berkembang tanpa adanya izin yang jelas menurut hukum, dan izin
berfungsi karena dunia usaha membutuhkannya. Dengan perkataan lain,
dunia usaha akan berkembang bila izin yang diberikan mempunyai satu
kekuatan yang pasti, sehingga perizinan dan dunia usaha dapat bekerja
dalam kondisi yang nyaman.
Dalam proses industrialisasi sekarang ini, minimal ada 5 (lima)
peran yang menjadi prioritas agar dunia bisnis dapat berkembang dengan
cepat dan mantap, yakni Pertama, untuk meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi; Kedua, meningkatkan lapangan kerja dan nilai tambah; Ketiga,
meningkatkan ekspor; Keempat, menghemat devisa; Kelima, mendorong
penggunaan teknologi.
Masalah perizinan dan pemberian kemudahan dalam berusaha
harus mampu menciptakan iklim usaha yang bergairah. Kebijaksanaan
deregulasi dan debirokratisasi yang dilakukan terhadap dunia usaha
merupakan salah satu cara, maka salah satu langkah yang cukup
menunjang adalah dengan diberlakukannya Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) seperti yang diingatkan dalam UU No. 3 Tahun 1982
tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Masalah perizinan seringkali menjadi sorotan masyarakat bila
dirasa mengalami kesulitan dan hambatan dalam mengembangkan
usahanya. Seperti diketahui, prinsip dasar yang perlu dipegang dalam
masalah perizinan dan kewajiban dunia usaha adalah bahwa dalam setiap
kegiatan usaha diperlukan adanya izin. Dengan adanya izin, seseorang
atau badan hukum dapat mempunyai serangkaian hak dan kewajiban
yang membuatnya dapat menikmati dan mengambil manfaat untuk
keuntungan usahanya. Namun demikian pemerintah dapat pula
mengambil langkah pertimbangan keterbatasan dan jasa kestabilan untuk
59
BAB 7
KEPAILITAN
HUKUM
dalam
BiSNIS
74
DAFTAR ISI
BAB 7 KEPAILITAN...................................................................................... 68
D. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan ................................. 68
E. Prosedur Pengajuan Kepailitan ................................................. 69
F. Akibat Hukum Pernyataan Pailit ............................................... 70