Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilaksanakan dalam

kondisi yang tidak normal nampaknya masih merupakan ancaman

yang mencemaskan karyawan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

adalah salah satu hal dalam dunia ketenagakerjaan yang harus

dihindari dan tidak diinginkan oleh para pekerja / buruh yang masih

aktif bekerja. Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan

menghasilkan sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah

menjalankan tugas dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan

perusahaan, dan pengabdian kepada organisasi maka tiba saatnya

seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih

payah dan usahanya tersebut.1

Hukum Ketenagakerjaan Indonesia mendefenisikan pemutusan

hubungan kerja antara pelaku usaha dengan pekerja yang dikenal

dengan istilah PHK yaitu merupakan suatu pengakhiran hubungan

kerja antara pelaku usaha.2

1
Mahran Yahdiani https: //www.academia.edu//.Makalah PHK Pemutusan
Hubungan Kerja diakses tanggal 27 Januari 2020
2
Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, Cet.ke-3, 2003, hlm. 6
Bila seseorang diterima sebagai karyawan pada suatu

perusahaan, berarti orang itu sudah menjalankan hubungan kerja

antara karyawan dan perusahaan. Dengan adanya hubungan

pekerjaan, karyawan mempunyai hak dan tanggung jawab begitupula

dengan pihak perusahaan.3 Seperti halnya hidup, pengabdian dan

tanggungjawab kita di perusahaan juga pasti akan berakhir. Namun

setiap orang yang bekerja memiliki waktu pengabdian di perusahaan

yang berbeda-beda,ada yang hingga batas ketentuan yang telah

disepakati, atau mungkin berakhir di tengah karier. Bagi yang telah

mencapai batas perjanjian, tentu saja tidaklah bermasalah. Namun lain

halnya dengan yang terpaksa harus berhenti ditengah masa kerjanya.

Pemutusan hubungan kerja sangatlah berpengaruh terhadap kondisi


4
perekonomian masyarakat yang sudah di PHK dari perusahaannya.

Dalam hal ini perselisihan industrial yang sering terjadi di dalam

praktik perindustrian ialah perselisihan pemutusan hubungan kerja

(PHK) yang selalu meningkat setiap tahunnya, Perselisihan

Pemutusan Hubungan Kerja yaitu perselisihan yang timbul karena

tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan

kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.5

3
Asyhadie, Zaeni dan Rahmawati Kusuma. Hukum Ketenaga Kerjaan dalam Teori
dan Praktik di Indonesia Edisi Pertama. Jakarta : Prenadamedia Group. 2014, hlm. 36
4
Hamalik, Oemar. Pengembangan Sumber Daya Manusia : Manajemen Pelatihan
Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta : Bumi Aksara. 2010, hlm. 62
5
Pitoyo, Whimbo. Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta :
Transmedia Pustaka, 2010, hlm. 53
Proses penyelesaian kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

dapat melalui cara Perundingan Bipartit yaitu perundingan antara

pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha

untuk menyelesaikan perselisihan industrial. Namun biasanya

penyelesaian perselisihan dengan cara bipartit seringkali tidak

terselesaikan atau gagal di karenakan pengusaha lebih berkuasa di

bandingkan dengan pekerja/buruh, sehingga akhirnya diselesaikan

melalui jalur hukum via pengadilan khususnya Pengadilan Hubungan

Industrial.6

Dalam penelitian skripsi ini penulis memberikan contoh kasus

tentang perselisihan hubungan industrial berupa tindakan pemutusan

hubungan kerja yang yang dilakukan oleh perusahaan tetapi tidak

diimbangi dengan pemberian hak-hak karyawan yang seharus

diterima, namun diabaikan oleh perusahaan sehingga akhirnya

karyawan tersebut menuntut secara hukum. Dalam perkara ini pihak

yang berperkara adalah PT PROMEDRAHARDJO FARMASI

INDUSTRI, yang diwakili oleh Direktur Keuangan, Suwanto, S.E.,

berkedudukan di Gedung Graha Agape Lt. 2 Jalan Haji Ten Nomor 12,

Rawamangun, Jakarta Timur, sebagai tergugat, melawan HIDAYAT,

bertempat tinggal di Gedung Graha Agape Lt. 2 Jalan Haji Ten Nomor

12, Rawamangun, Jakarta Timur, sebagai penggugat. Kasus ini terjadi

disebabkan secara tiba-tiba Tergugat yang sudah bekerja selama 9


6
Simanjuntak, D. Danny, PHK dan Pesangon Karyawan, Jakarta: Visimedia, 2007,
hlm. 35
(sembilan) tahun menurunkan gaji Penggugat. Upah pokok Penggugat

yang semula Rp10.550.000,00 (sepuluh juta lima ratus lima puluh ribu

rupiah) diturunkan menjadi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) karena

menurut tergugat telah melakukan pelanggaran yang tidak dijelaskan

di perusahaan. Penggugat menolak dengan tegas atas sanksi yang

diberikan Tergugat, terhadap Penggugat karena sebelumnya tidak ada

Surat Peringatan (SP) I, II, dan III, sesuai dengan yang diamanatkan

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 161 ayat (1) tentang

Ketenagakerjaan. Berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta di

persidangan akhirnya Pengadilan Hubungan Industrial berdasarkan

putusanya Nomor : 271/Pdt. Sus-PHI/2015/PN Jkt. Pst memutuskan

bahwa PT PROMEDRAHARDJO FARMASI INDUSTRI dinyatakan

bersalah sehingga diwajibkan membayar keseluruhan hak penggugat

(hak upah dan hak tunjangan hari raya) yang berjumlah sebesar

Rp279.565.000,00 (dua ratus tujuh puluh sembilan juta lima ratus

enam puluh lima ribu rupiah).7 Putusan ini diperkuat oleh Putusan

Mahkamah Agung dengan putusanya Nomor : 611 K/Pdt.Sus-

PHI/2016, yang amar putusannya menguatkan putusan Pengadilan

Hubungan Industrial Nomor : 271/Pdt. Sus-PHI/2015/PN Jkt. Pst.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dan memaparkannya kedalam skripsi ini dengan

judul : “TINJAUAN HUKUM ATAS KEWAJIBAN PT

7
Cuplikan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor : 271/Pdt. Sus-
PHI/2015/PN Jkt. Pst.
PROMEDRAHARDJO FARMASI INDUSTRI UNTUK MEMBAYAR

HAK-HAK PEKERJA AKIBAT ADANYA PEMUTUSAN HUBUNGAN

KERJA (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 611

K/Pdt.Sus-PHI/2016)”

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari judul skripsi ini , maka rumusan masalah yang

akan dibahas penulis adalah :

1. Bagaimana bentuk kewajiban PT Promedrahardjo Farmasi Industri

terhadap hak-hak pekerja yang di PHK oleh yang bersangkutan ?

2. Bagaimana penegakan hukum untuk melindungi hak-hak pekerja

yang di PHK oleh PT Promedrohardjo Farmasi Industri ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis tentang bentuk kewajiban PT Promedrahardjo

Farmasi Industri terhadap hak-hak pekerja yang di PHK oleh

yang bersangkutan ;

2. Untuk memahami tentang penegakan hukum untuk melindungi

hak-hak pekerja yang di PHK oleh PT Promedrohardjo Farmasi

Industri

Sedangkan kegunaan atau manfaat dari penelitian ini adalah, bahwa

bagi penulis diharapkan dapat memberikan dan mengembangkan


wawasan penulis dalam memahami tentang bentuk kewajiban PT

Promedrahardjo Farmasi Industri terhadap hak-hak pekerja yang di

PHK oleh yang bersangkutan dan penegakan hukum untuk

melindungi hak-hak pekerja yang di PHK oleh PT Promedrohardjo

Farmasi Industri

D. Landasan Teori

Teori Perlindungan Hukum

Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa hukum hadir dalam

masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan

mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan

satu sama lain. Pengkoordinasian kepentingan-kepentingan tersebut

dilakukan dengan cara membatasi dan melindungi kepentingan-

kepentingan tersebut.8

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan

kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam memenuhi

kepentingannya tersebut. Pemberian kekuasaan, atau yang sering

disebut dengan hak ini, dilakukan secara terukur, keluasan dan

kedalamannya.9

Menurut Paton, suatu kepentingan merupakan sasaran hak,

bukan hanya karena ia dilindungi oleh hukum, melainkan juga

8
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 53.
9
Philipus. M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina
Ilmu, Surabaya, 2007, hlm. 29
karena ada pengakuan terhadap itu. Hak tidak hanya mengandung

unsur perlindungan dan kepentingan, tapi juga kehendak.10

Terkait fungsi hukum untuk memberikan perlindungan, Lili Rasjidi

dan B. Arief Sidharta mengatakan bahwa hukum itu ditumbuhkan

dan dibutuhkan manusia justru berdasarkan produk penilaian

manusia untuk menciptakan kondisi yang melindungi dan

memajukan martabat manusia serta untuk memungkinkan manusia

menjalani kehidupan yang wajar sesuai dengan martabatnya. 11

Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa “Prinsip perlindungan

hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintah bertumpu dan

bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di

Barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindugan

terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan ekpada pembatasan-

pembatasan dan peletakan kewajiban pada masyarakat dan

pemerintah.”12

Perlindungan hukum bagi setiap warga negara Indonesia

tanpa terkecuali, dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945), untuk itu

10
Ibid., hlm. 54
11
Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi, Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 2004, hlm. 64.
12
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Rakyat Bagi Rakyat di Indonesia
(sebuah Studi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam
Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara),
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2007, hlm. 74
setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa

mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang,

bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan

keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat

dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan

kedudukan hukum bagi setiap warga Negara.

Perlindugan hukum juga dapat diartikan sebagai tindakan atau

upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-

wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk

mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan

manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.13

Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI),

konsep perlindungan hukum, yang tidak lepas dari perlindungan

hak asasi manusia, merupkan konsep Negara hukum yang merupkan

istilah sebagai terjemahan dari dua istilah rechstaat dan rule of law.

Sehingga, dalam penjelasan UUD RI 1945 sebelum amandemen

disebutkan, “Negara Indonesia berdasar atas hukum, (rechtsstaat),

tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat)”.

Teori Negara hukum secara essensial bermakna bahwa

hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap penyelenggara

negara atau pemerintahan untuk tunduk pada hukum (subject to the

law), tidak ada kekuasaan diatas hukum (above the law), semuanya
13
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Tesis Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2004, hlm. 3.
ada dibawah hukum (under the rule of law), dengan kedudukan ini,

tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power)

atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power).14

E. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan ini

adalah penelitian hukum normatif, karena penelitian ini dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.15

Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum doktriner

yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi

dokumen. Disebut penelitian hukum doktriner, karena penelitian ini

dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang

tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain, sebagai penelitian

perpustakaan atau studi dokumen karena penelitian ini banyak

dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di

perpustakaan.16 Dalam penelitian hukum normatif, data yang

diperlukan berupa data sekunder atau data kepustakaan dan

dokumen hukum yang berupa bahan-bahan hukum. Penelitian

14
Muh. Hasrul, Eksistensi Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah
Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Efektif, Disertasi, Program Doktor Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin, Makasar, 2013, hlm. 15.
15
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Radja
Grafindo Persada, 2014, hlm.13.
16
Bambang, Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,
2008, hal. 13
hukum normatif mengkaji hukum yang dikonsepsikan sebagai

norma atau kaidah yang berlaku di dalam masyarakat. 17

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data

sekunder. Sumber-sumber data yang terkait secara langsung

dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini data

sekunder terdiri dari sejumlah data yang diperoleh dari buku-buku

literatur, perundang-undangan dan yang berkaitan dengan

perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan perusahaan yang

mengalami pemutusan hubungan kerja.

Jenis data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan primer meliputi:

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan Peraturan lainnya yang berkaitan dengan

perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan perusahaan

yang mengalami pemutusan hubungan kerja.

b. Bahan Sekunder

Bahan pustaka yang bersifat memberikan penjelasan

tentang bahan hukum primer yang berpedoman pada buku-

buku tentang hukum ketenagakerjaan, karya ilmiah dan lain-

lain selain putusan perkara ini.

17
Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Pers, 2010, hlm. 67
c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang menunjang bahan-bahan primer

dan sekunder seperti kamus hukum serta bahan diluar hukum

yang dapat memberikan informasi serta melengkapi

penelitian. 18

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis

mengumpulkan data-data dengan cara sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini digunakan peneliti untuk

mengidentifikasi dan mengiventarisasi peraturan hukum yang

terkait dengan perlindungan hukum terhadap hak-hak

karyawan perusahaan yang mengalami pemutusan hubungan

kerja ;

b. Selain studi kepustakaan, untuk memperjelas bahan hukum

primer dalam hal ini khususnya dalam keputusan pengadilan

militer, peneliti menggunakan alat pengumpul data dengan

cara menginventarisir dan memilah-milah guna melengkapi

data penulis dalam penelitian.19

18
Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, hlm. 39
19
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2008, hlm. 52
4. Metode Analisis

Data Penelitian ini menggunakan metode analisis data

secara kualitatif, yaitu melakukan analisis data terhadap peraturan

perundang-undangan, dokumen-dokumen, buku-buku

kepustakaan, dan literatur lainnya yang berkaitan dengan

perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan perusahaan yang

mengalami pemutusan hubungan kerja. Hasil analisis kemudian

akan dihubungkan dengan data yang diperoleh penulis dari

pengamatan, untuk kemudian dilakukan pengumpulan dan

penyusunan data secara sistematis serta menguraikannya dengan

kalimat yang teratur sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan.

Data yang diperoleh, baik bahan hukum primer maupun data

sekunder dianalisis dengan teknik kualitatif kemudian disajikan

secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan, dan

menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya

dengan topic penelitian ini. Pembahasan yang dilakukan dengan

cara memadukan antara penelitian kepustakaan dan pengamatan

di lapangan serta menafsirkan dan menganalisis bahan hukum

primer yang telah diperoleh dan diolah sebagai satu yang utuh.20

20
Afifuddin dan Beni Ahmad. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka
Setia.2009, hlm. 29

Anda mungkin juga menyukai