Anda di halaman 1dari 8

Nama : M.

Aditya Cahyo Nugroho

NPM : 2074201106

Fakultas/Prodi : Hukum/Ilmu Hukum

Hukum Administrasi Negara

SOAL MID SEMESTER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

DOSEN: BETRA SARIANTI,SH.,MH

1. Jelaskan Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara menurut
para ahli yang anda ketahui dan pendapat mana yang menurut anda paling tepat.

2. Hukum Administrasi Negara mengatur tentang bagaimana negara diberi wewenang


untuk melakukan tindakan hukumnya sebagai implementasi dari policy suatu
pemerintahan.Contoh :Policy pemerintah Indonesia adalah mendapatkan dana bagi negara
yang diperoleh dari masyarkat. Implementasinya adalah dengan mengeluarkan Surat
Keputusan Menteri Keuangan No. X Tahun 2001 yang mengatur tentang pajak penghasilan
bagi setiap individu yang memiliki penghasilan.

Pertanyaannya : Kemukakanlah pendapat sdr. tentang arti dan tujuan Hukum Administrasi
berdasarkan contoh dari policy pemerintah tersebut diatas.

3. Jelaskan kewenangan pejabat/lembaga pemerintah Administrasi negara dan Tindakan


Pemerintah berdasarkan kewenangan Atribusi, Delegasi , Mandat, diskresi beserta contoh
masing masing kewenangan tersebut

4. Jelaskan 5 jenis instrument pemerintahan dalam Hukum Administrasi Negara dan


sebutkan contoh masing masing.

JAWABAN :
1. Dalam tatanan Ilmu Hukum, Hukum Administrasi Negara termasuk dalam hukum
publik dan merupakan bagian daripada Hukum Tata Negara. Dimana Hukum
Admnistrasi Negara mengatur tindakan, kegiatan, dan keputusan yang dilakukan dan
diambil oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam menjalankan praktik kehidupan
Negara. Menurut Djokosutono, Hukum Admnistrasi Negara adalah hukum yang
mengatur tentang hubungan-hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam Negara
dengan warga masyarakat. Sedangkan Hukum Tata Negara adalah ilmu hukum yang
mendefinisikan hubungan antara lembaga di dalam suatu Negara, yaitu eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Van der Pot berpendapat bahwa Hukum Tata Negara adalah
peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan, wewenang
masing-masing badan, hubungan antara badan yang satu dengan yang lain, serta
hubungan antara badan-badan itu dengan individu-individu di dalam suatu Negara.
Ditinjau dari segi historis, sebelum abad ke 19 Hukum Administrasi Negara
menyatu masih menyatu dengan Hukum Tata Negara, setelah abad ke 19 Hukum
Admnistrasi Negara berdiri sendiri sebagai suatu displin ilmu hukum tersendiri.
Ditinjau dari objek kajian hukum, kedua bidang hukum ini memiliki kajian yang
berbeda. Apabila Hukum Tata Negara objek hukumnya adalah Negara, maka Hukum
Administrasi Negara objek hukumnya adalah pemegang kekuasaan atau wewenang
dalam Negara itu atau sarana perlengkapan Negara dan warga Negara. Soehino, S. H.
mengatakan bahwa objek kajian Hukum Administrasi Negara sama dengan objek
Hukum Tata Negara. Pendapat tersebut didasari karena antara Hukum Administrasi
Negara dengan Hukum Tata negara sama-sama mengatur tentang Negara. Namun,
kedua hukum tersebut berbeda, yaitu Hukum Administrasi Negara mengatur Negara
dalam keadaan bergerak, sedangkan Hukum tata Negara dalam keadaan tidak
bergerak (diam). Makna dari istilah "Negara dalam keadaan bergerak" adalah bahwa
Negara tersebut dalam keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan-jabatan atau alat-
alat perlengkapan Negara yang ada pada Negara tersebut telah melaksanakan
tugasnya sesuai dengan fungsinya masing-masing. Kemudian istilah "Negara dalam
keadaan diam" berarti bahwa Negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal ini
berarti bahwa alat-alat perlengkapan Negara yang ada belum menjalankan fungsinya.
Hukum Tata Negara mengawasi Negara dalam keadaan tidak bergerak masih terbatas
pada struktur dan kewenangan atau kekuasaannya. Sedangkan Hukum Administrasi
Negara sebagai kumpulan peraturan-peraturan yang mengikat badan-badan atau
lembaga-lembaga tinggi maupun rendah dimana lembaga-lembaga tersebut
menggunakan dan menjalankan kekuasaannya yang telah diberikan oleh Hukum tata
Negara.
Dalam perkembangan jalannya roda pemerintahan Negara, Hukum
Administrasi Negara memiliki hubungan yang erat dengan Hukum Tata Negara,
bahkan tidak dapat dipisahkan secara tegas antara dua bidang hukum tersebut. Jika
Hukum Tata Negara merupakan hukum yang mengatur pembentukan lembaga-
lembaga Negara tingkat pusat maupun daerah, maka Hukum Administrasi Negara
merupakan hukum mengenai operasi atau penegendalian terhadap lembaga-lembaga
Negara tersebut dalam menjalankan fungsinya. Kemudian jika Hukum Tata Negara
selain membentuk lembaga atau badan Negara juga membagi wewenang pada
lembaga tersebut, maka Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan warga
Negara dengan lembaga-lembaga tersebut. Sehingga dapat dikatakan untuk
mempelajari Hukum Administrasi Negara, terlebih dahulu mempelajari Hukum Tata
Negara. Seperti yang dikemukakan oleh Kranenberg "Kita tidak mungkin
mempelajari dengan baik Hukum Administrasi Negara tanpa didahului mempelajari
Hukum Tata Negara.
Hukum Tata Negara memiliki hubungan yang sangat erat dengan Hukum
Administrasi Negara. Hukum Tata Negara memberi tugas dan kekuasaan, jabatan
pada lembaga pemerintah. Tugas dan wewenang yang telah dirumuskan dan akan
dijalankan diatur oleh Hukum Admnistrasi Negara. Hukum Admnistrasi Negara
merupakan lanjutan atau terusan dari Hukum Tata Negara, dimana jabatan,
wewenang, tugas dan fungsi pada badan atau lembaga sebuah Negara tersebut diatur
oleh Hukum Admnistrasi Negara. Sebagaimana yang diunggkapkan oleh Ten Berge
bahwa Hukum Admnistrasi Negara merupakan perpanjangan dari Hukum Tata
Negara atau hukum sekunder Hukum Tata Negara. Walau demikian, kedua bidang
hukum tersebut adalah bidang hukum yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan
secara tegas, karena memiliki keterkaitan yang sangat erat. Dikutip dari pernyataan
W. F. Prins "Tidak mungkin menarik garis batas yang tegas antara kedua bidang ini
karena memiliki keterkaitan erat".
Hubungan yang mendasar antara Hukum Tata Negara dengan Hukum
Admnistrasi Negara yaitu Hukum Tata Negara merupakan displin ilmu hukum yang
mengatur tingkah laku Negara (alat atau sarana perlengkapan Negara). Sedangkan
Hukum Admnistrasi Negara merupakan didiplin ilmu hukum yang mengatur tingkah
laku pemerintah (dalam arti administrasi Negara).
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan hubungan antara Hukum
Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara sangatlah erat dan saling
melengkapi satu sama lain. Bagaimana tidak ? Apabila salah satu diantara keduanya
tidak ada atau tidak berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing, maka dapat
dipastikan bahwa sebuah Negara itu akan menjadi objek hukum yang pasif. Seperti
dalam sebuah organisasi yang di dalamnya terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris,
bendahara dan anggota lainnya yang sudah ditetapkan wewenangnya (sebagai contoh
dari Hukum Tata Negara). Dimana setiap pemegang jabatan atau wewenang memiliki
tugas dan fungsinya masing-masing yang sudah diatur dan ditentukan untuk
dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (sebagai contoh dari Hukum
Admnistrasi Negara). Jika ada pemegang jabatan atau wewenang yang tidak
menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya, maka akan terjadi kontrakdiksi
(ketidakseimbangan) terhadap jalannya praktik kehidupan organisasi tersebut.

2. Pendapat saya tentang arti dan tujuan hukum administrasi negara berdasarkan ilustrasi
tersebut, menurut saya arti hukum administrasi negara adalah hukum yang menjadi
panduan bagi pemerintah dalam menjalankan negara. Sedangkan tujuan hukum
administrasi negara adalah meletakkan dasar hukum yang melindungi segenap
tindakan pemerintah dalam menjalankan negara. Dengan demikian, pemerintah tidak
dapat dituntut karena melanggar hukum. Karena, hukum merupakan peraturan yang
bersifat mengikat dan memaksa para anggotanya. Ketika terjadi pelanggaran hukum,
hukum dapat mengenakan sanksi kepada pelanggarnya. Adapun tujuan diciptakannya
hukum adalah menciptakan ketertiban di masyarakat.

3. Sumber Kewenangan

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua


atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
menyebutkan sebagai berikut:
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Indroharto dalam buku Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara: Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara (hal.
90), sebagaimana yang kami sarikan, menjelaskan bahwa rumusan “berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku” selain mengandung makna untuk
keabsahan (legalitas) dari setiap perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara (“TUN”), juga menunjukkan bahwa wewenang
pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku saja.

Hal serupa juga dijelaskan oleh Ridwan HR dalam buku Hukum Administrasi Negara
(hal. 101-102). Ridwan menjelaskan bahwa seiring dengan pilar utama negara hukum,
yaitu asas legalitas, maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang
pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang
bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara teoritik, kewenangan
yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga
cara, sebagaimana yang didefinisikan oleh H.D van Wijk/ Willem Konijnenbelt,
sebagai berikut:

a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-


undang kepada organ pemerintahan. Misal, Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
9 Tahun 2003, tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil Pasal 12 (1) Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat di
lingkungannya dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah atau jabatan
fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Pengertian pejabat pembina
kepegawaian pusat adalah Menteri.

b. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ


pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. Adapun contoh dari adanya
delegasi adalah sebagai berikut:
OJK Resmi Ambil Alih Tugas BI Awasi Perbankan Setelah melalui proses panjang,
akhirnya pengalihan pengawasan perbankan dan non perbankan resmi dilimpahkan
kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai 1 Januari 2014.
Sebelumnya, tugas tersebut selama ini berada di tangan Bank Indonesia (BI).
Berlangsung di kantor Bank Indonesia (BI), transisi pengawasan ini ditandai dengan
serah terima fungsi pengaturan dan pengawasan mikro prudensial oleh Gubernur
Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo kepada Ketua OJK Muliaman D Hadad.
Dalam acara pengalihan fungsi ini, turut hadir seluruh jajaran BI dan OJK. Kedua
lembaga ini berbaur menjadi satu demi tujuan bersama untuk meningkatkan
pengawasan sistem perbankan, non perbankan dan pasar modal di Tanah Air.
Menurut Agus Martowardojo, pengalihan fungsi ini merupakan pondasi untuk
menghadapi tantangan global untuk membangun sistem keuangan dan pengawasan
diindustri perbankan, non bank dan pasar modal. "Pengalihan fungsi pengaturan dan
pengawasan bank dari BI ke OJK menjadi tonggak bersejarah untuk menghadapi
sistem keuangan yang kuat. Sehingga kita akan semakin kuat dalam menghadapi
shock global," terang dia saat memberi sambutan di acara Transisi Pengawasan Bank
di kantornya, Jakarta, Selasa (31/12/2013).
Penyerahan tugas tersebut merupakan langkah pelaksanaan amanah Undangundang
(UU) Nomor 21 Tahun 2012 tentang OJK. Selama ini, tambah Agus, kekuatan sistem
keuangan Indonesia mampu menyerap shock global dengan baik. Hal ini dibuktikan
dengan stabilnya kinerja sektor perbankan.
"Kemampuan modal, likuiditas dan profitabilitas sektor perbankan di Indonesia
sangat kuat dan stabil. Semua ini dihasilkan dari perilaku manajemen perbankan yang
menerapkan budaya risiko yang baik dan menjalankan aspek kepatuhan," tandasnya.
Dia optimistis, masa transisi dapat berjalan dengan baik. Tidak ada perubahan
pengaturan, perizinan dan lainnya. Ini adalah permulaan bagi OJK untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan yang berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Dalam hal ini, OJK tidak akan berjalan sendiri karena didukung oleh pemerintah,
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan lembaga lain serta putra putri terbaik dari
BI.
"Kami mendukung penuh putra putri BI untuk mengawal masa transisi ini supaya
dapat tercipta sistem keuangan yang terintegrasi dengan OJK. Integritas dan
kompetensi akan tetap melekat di mana putra putri ini bertugas serta terus menjunjung
tinggi etos kerja," pungkas Agus.

c. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan


oleh organ lain atas namanya. Adapun contoh dari adanya manndat adalah sebagai
berikut:
Surat Perintah Sebelas Maret
Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi
Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik
Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando
Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala
tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat
itu.
Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar
Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam bukubuku sejarah. Sebagian kalangan
sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga
masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di
Istana Bogor.
Lebih lanjut, Ridwan HR (hal. 105) menjelaskan bahwa wewenang yang
diperoleh secara atribusi bersifat asli berasal dari peraturan perundang-undangan.
Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari
redaksi pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi,
penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang
yang sudah ada.
Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan
wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab yuridis
tidak lagi berada pada pemberi delegasi, tetapi beralih pada penerima delegasi.
Sementara pada mandat, penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas
nama pemberi mandat, tanggung jawab akhir keputusan yang diambil penerima
mandat tetap berada pada pemberi mandat.

(Sumber)
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir diubah dengan Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5
tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
Referensi:
1. Indroharto. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara: Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negaral.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2000.
2. Ridawan HR. Hukum Administrasi Negara.Jakarta: Rajawali Pers. 2016.

4. Instrument Pemerintahan terbagi menjadi 3 Lembaga (Organ), yaitu :


1) Lembaga Eksekutif (Pemerintah), Contoh : Lembaga eksekutif adalah presiden
dan wakil presiden dan beserta dengan menteri-menterinya yang turut
membantunya dalam menjalankan tugasnya di sebuah negara. Presiden
merupakan lembaga negara yang memiliki kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan
yang menjalankan roda pemerintahan.
2) Lembaga Legislatif (DPR), Contoh : Lembaga legislatif memiliki tugas membuat
UUD , dan adapun contoh lembaga legislatif tersebut meliputi, DPD, DPR, dan
MPR. DPD atau Dewan Perwakilan Daerah memiliki beberapa tugas, diantaranya:
Mengajukan rancangan UUD yang memiliki kaitan dengan otonomi daerah serta
bertugas dalam mengawasi pelaksanaanya.
3) Lembaga Yudikatif (MA-MK), Contoh : Sebagai negara hukum, yang berhak
menentukan kasus termasuk dalam kejahatan atau bukan adalah lembaga yudikatif
seperti Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi
Yudisial (KY). Dia menyampaikan secara jelas bahwa keputusan untuk
menentukan kasus kejahatan ada di tangan lembaga yudikatif bukan legislatif.

Anda mungkin juga menyukai