Anda di halaman 1dari 9

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU

FAKULTAS HUKUM
PANITIA UJIAN SEMESTER GENAB TA 2020/2021
Jalan Salak Raya Panorama Lingkar Timur Kota Bengkulu 38229
Website : www.umb.ac.id e-Mail : fhumb@yahoo.co.id
================================================================

SOAL UJIAN SEMESTER GENAP TA 2020/2021

Fakultas : Hukum
Mata Uji : Hukum Administrasi Negara
Jurusan/Semester : Ilmu Hukum/II.
Hari/Tanggal : 10/07/2021
Dosen : Betra Sarianti,S.H.,M.H
Sifat Ujian : Open Book

Petunjuk : Boleh dikerjakan secara acak.

Soal :

1. Jelaskan pengertian dari Asas Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dan apa
fungsi nya bagi pemerintah dan masyarakat.
2. Jelaskan perbedaan Pejabat Negara dan Pegawai Negeri Sipil dan apa yang dimaksud
dengan manajemen Pegawai Negeri Sipil.
3. Jelaskan perbedaan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara menurut Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dengan kewenangan
Ombudsman menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI
beserta contoh kasus masing masing.
4. Bagaimana aspek Hukum Administrasi Negara dalam kewenangan kelembagaan yang
melaksanakan pengelolaan dan pemeriksaan keuangan negara?
5. Keterbukaan Informasi Publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan
publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya. Pertanyaan ; Apabila
sebuah lembaga pendidikan swasta yang menerima anggaran dari pemerintah dan
masyarakat akan tetapi lembaga tersebut dalam pengelolaan keuangannya tidak
transparan dalam mengelola dana pendidikan yang diterimanya , apakah masyarakat
yang merasa berkepentingan bisa melaporkan lembaga tersebut kepada Komisi Informasi
Publik? Jelaskan pendapat saudara dan bagaimana prosedur penyelesaian laporan
masyarakat tersebut di Komisi Informasi Publik

“ SELAMAT BEKERJA “
Nama : M. Aditya Cahyo Nugroho

NPM : 2074201106

Prodi : Ilmu Hukum II B

Jawaban UAS Ilmu Administrasi Negara

1. Menurut Jazim Hamidi, berdasarkan rumusan pengertian para pakar dan tambahan
pemahaman penulis (Jazim Hamidi) tentang AAUPB, maka dapat ditarik unsur-unsur
yang membentuk pengertian tentang AAUPB secara komprehensif, yaitu :
1) AAUPB merupakan nilai nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan
hukum administrasi negara
2) AAUPB berfungsi sebagai pegangan bagi Pejabat Administrasi Negara dalam
menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai
tindakan administrasi negara (yang berwujud penetapan/beschikking), dan sebagai dasar
pengajuan gugatan
bagi pihak penggugat.
3) Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis, masih
abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan di masyarakat.
4) Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam
berbagai peraturan hukum positif. Sebagian asas telah berubah menjadi kaidah hukum
tertulis, namun sifatnya tetap sebagai asas hukum.

Dalam perkembangannya, AAUPB memiliki fungsi sebagai berikut :


1) Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran
dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat sumir,
samar atau tidak jelas.
Kecuali itu sekaligus membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi
negara mempergunakan freies ermessen/ melakukan kebijakan yang jauh menyimpang
dari ketentuan perundang-undangan.
Dengan demikian, administrasi negara diharapkan terhindar dari perbuatan
onrechtmatige daad, detournement de pouvoir, abus de droit, dan ultravires.
2) Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan
sebagai dasar gugatan sebagaimana disebut dalam pasal 53 UU No. 5 Tahun 1986.
3) Bagi Hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan
keputusan yang dikeluarkan badan atau Pejabat TUN.
4) AAUPB juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu Undang-Undang.

(Sumber : https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/alj/article/download/6521/3361)
2. Perbedaan Pejabat Negara dan Pegawai Negeri Sipil adalah :
Yang dimaksud Pejabat negara adalah pejabat yang lingkungan kerjanya berada
pada lembaga negara yang merupakan alat kelengkapan negara beserta derivatifnya
berupa lembaga negara pendukung. Sebagai contoh pejabat Negara adalah anggota DPR,
Presiden, dan Hakim. Pejabat-pejabat tersebut menjalankan fungsinya untuk dan atas
nama negara.
Sedangkan PNS merupakan pejabat pemerintahan, pejabat pemerintahan adalah
pejabat yang lingkungan kerjanya berada pada lembaga yang menjalankan fungsi
administratif belaka atau lazim disebut sebagai pejabat administrasi negara seperti
menteri-menteri sebagai pembantu Presiden, beserta aparatur pemerintahan lainnya di
lingkungan eksekutif.
Kemudian, apakah seluruh PNS merupakan pejabat pemerintahan? Jawabannya
iya. Menurut Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan kerja tetap yang bersifat abstrak
dengan fungsi tertentu, yang secara keseluruhan mencerminkan kerja organisasi. Sifat
abstrak dari sebuah jabatan, mengharuskan adanya pejabat yang diberikan wewenang dan
tanggung jawab agar jabatan dapat menjadi konkret dan fungsi-fungsinya dapat
dijalankan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka organisasi merupakan sebuah
kumpulan dari jabatan-jabatan yang memerlukan pejabat sebagai konkretisasi jabatan.
Pengertian jabatan dan pejabat sebagaimana yang dikemukakan oleh Bagir Manan
tergambar dalam UU ASN. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa Pegawai Aparatur Sipil
Negara terdiri dari dua jenis, yakni pegawai yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Lebih jelas, ketentuan ini
diatur dalam Pasal 6 UU ASN sebagai berikut:
“Pegawai ASN terdiri atas:
a. PNS; dan
b. PPPK.”
Selain itu, UU ASN juga menggolongkan jenis-jenis pejabat, diantaranya adalah
pejabat administrasi, pejabat pimpinan tinggi, pejabat fungsional, dan pejabat Pembina
kepegawaian (Pasal 1 UU ASN).
Untuk jabatan administrasi, UU ASN memberikan tiga macam sub jabatan, yakni jabatan
administrator, jabatan pengawas, dan jabatan pelaksana (Pasal 14 UU ASN). Dalam Pasal
15 UU ASN disebutkan bahwa pejabat dalam jabatan pelaksana bertanggungjawab
melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan
pembangunan. Artinya, pasal tersebut menyatakan bahwa pegawai ASN pada tingkat
pelaksana pun dikategorikan sebagai pejabat, yakni pejabat pelaksana.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa seluruh pegawai ASN,
baik yang berstatus sebagai PNS maupun PPPK merupakan pejabat pemerintahan atau
pejabat publik.

Apa yang dimaksud dengan manajemen Pegawai Negeri Sipil?


Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan pegawai negeri sipil untuk
menghasilkan pegawai negeri sipil yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi,
bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

(Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Referensi:
1. Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Yogyakarta, FH-UII Press, 2004;
2. Bagir Manan, Menegakan Hukum Suatu pencarian, Jakarta, Asosiasi Advokat
Indonesia, 2009;
3. C.F. Strong, Modern Political Constitution, London, Sidgwick and Jackson, 1963)

3. Perbedaan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara menurut Undang Undang


Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dengan kewenangan
menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI beserta
contoh kasus masing masing.

Dalam pasal 3 UU No.37 Tahun 2008 disebutkan secara flagrant (jelas) bahwa
Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya memiliki 8 asas. Kedelapan
asas ini menjadi landasan kerja dan juga menjadi perspektif untuk menilai suatu keadaan,
proses atau peristiwa yang berkaitan dengan administrasi publik. Kepatutan
(behoorlijkheid) merupakan norma dalam arti yang luas dan menjadi ciri dari eksistensi
pengawasan Ombudsman.
Sebelum ada Komisi Ombudsman Nasional (KON) pengaduan maladministrasi
pelayanan publik hanya disampaikan kepada instansi yang dilaporkan dan
penanganannya sering dilakukan oleh pejabat yang dilaporkan sehingga masyarakat
belum memperoleh perlindungan dan tindak lanjut yang memadai.
Selain itu, untuk menyelesaikan pengaduan pelayan publik, selama ini dilakukan
dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan, baik lingkup perdata (PN) maupun tata
usaha negara (PTUN).
Secara konkrit dapat ditegaskan bahwa keberadaan Ombudsman ditujukan untuk
menangani pengaduan tentang pelayanan aparatur negara kepada publik (masyarakat)
yang mudah dan tanpa biaya. Klausul “yang mudah dan tanpa biaya” ini menunjukkan
perbedaannya dengan sistem kerja pengadilan yang cendrung tidak mudah dan tidak
murah (memakan biaya).
Contoh kasusnya : Meskipun secara tegas telah diatur konsekuensi bagi aparatur
yang tidak melaksanakan putusan pengadilan, namun demikian, dalam prakteknya, masih
terdapat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak dilaksanakan sebagaimana
mestinya oleh aparatur. Hal ini dapat diketahui dari pengaduan masyarakat kepada
Ombudsman Republik Indonesia. Berdasarkan data laporan masyarakat yang diterima
Ombudsman Republik Indonesia selaku lembaga negara pengawas pelayanan publik,
pada 2013 dari 5173 (lima ribu seratus tujuh puluh tiga) laporan masyarakat, 28 (dua
puluh delapan) diantaranya adalah substansi pengaduan mengenai putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara yang tidak dilaksanakan oleh aparatur. Sedangkan rekomendasi yang
telah dikeluarkan Ombudsman Republik Indonesia untuk laporan yang berkaitan dengan
pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara selama rentang waktu 2011 - 2013
berjumlah 7 (tujuh) rekomendasi.
Salah satu rekomendasi yang dikeluarkan adalah rekomendasi mengenai tindakan
Walikota Bogor yang tidak melaksanakan putusan PTUN Bandung yang telah memutus
batal surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor Nomor : 503/208-DTKP
perihal pembekuan izin dan memerintahkan agar Walikota Bogor untuk mencabut surat
tersebut.
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung tersebut telah dikuatkan oleh
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, selanjutnya permohonan kasasi dan
peninjauan kembali yang diajukan tergugat juga telah dinyatakan tidak diterima oleh
Mahkamah Agung.
Namun demikian, Walikota Bogor tetap tidak melaksanakan putusan tersebut
sehingga penggugat menyampaikan pengaduan kepada Ombudsman Republik Indonesia.
Kemudian Ombudsman Republik Indonesia mengeluarkan Rekomendasi Nomor:
0011/REK/0259.2010/BS-15/VII/2015 yang intinya memerintahkan agar Walikota Bogor
mencabut Surat Keputusan Walikota Bogor Nomor: 645.45-137 tahun 2011 tertanggal 11
Maret 2011 tentang Pencabutan Keputusan Walikota Bogor Nomor 645.8372 Tahun
2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas nama Gereja Kristen Indonesia
(GKI) yang terletak di Jalan K.H Abdullah Bin Nuh Nomor 31 Taman Yasmin Kelurahan
Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.

Pada sisi yang lain, berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, keberadaan Peradilan ini sebagai bentuk perlindungan
hukum yang diberikan oleh negara bagi masyarakat akibat dikeluarkannya ketetapan
(beschiking) oleh pejabat negara, yang dinilai melanggar ketentuan administrasi.
Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah
dengan warga negaranya sehingga dapat mengawasi secara yuridis (judicial control)
ketetapan (beschiking) yang dibuat oleh penyelenggara negara.
Pembinaan teknis peradilan, organisasi, embinaan teknis peradilan, organisasi,
administrasi, dan finansial Pengadilan tetap dilakukan oleh Mahkamah Agung (Judicial
Branch).
Peradilan Tata Usaha Negara dalam konsideran “Menimbang” UndangUndang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa tujuan
dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk mewujudkan tata kehidupan
negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang menjamin kedudukan
warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi,
seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga
masyarakat.
Oleh sebab itu, diperlukan adanya Peradilan Tata Usaha Negara yang mampu
menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum, sehingga dapat
memberikan pengayoman kepada masyarakat, khususnya dalam hubungan antara Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan masyarakat.

Contoh kasusnya : PTUN Jakarta Perintahkan Menlu Pecat PNS yang Tak
Masuk Kerja 72 Hari. Tergugat yang tidak terima, dapat mengajukan banding disertai
alasan dengan didampingi kuasa hukum. Hingga pada akhirnya didapatkan keputusan
yang dirasa adil bagi semua pihak.

4. Bagaimana aspek Hukum Administrasi Negara dalam kewenangan kelembagaan


yang melaksanakan pengelolaan dan pemeriksaan keuangan negara?
BPK memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas tanggung jawab dan
pengelolaan keuangan negara. Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hasil
pemeriksaan berupa LHP yang wajib ditindaklanjuti oleh Pejabat yang diperiksa atau
pejabat yang bertanggung jawab kepada BPK. Tindak lanjut atas temuan BPK tersebut
wajib disampaikan dalam waktu 60 hari.
Secara umum, rekomendasi BPK dapat ditindaklanjuti dengan cara penyetoran
uang/aset ke negara/daerah/perusahaan atau melengkapi pekerjaan/barang, dan tindakan
administratif berupa pemberian peringatan, teguran, dan/atau sanksi kepada para
penanggung jawab dan/atau pelaksana kegiatan. Tindakan administratif juga dapat berupa
tindakan koreksi atas penatausahaan keuangan negara/daerah/perusahaan melengkapi
bukti pertanggungjawaban, dan perbaikan atas sebagian atau seluruh sistem pengendalian
intern.
Berdasarkan hal tersebut maka tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK
merupakan ranah hukum administratif negara. Salah satu fungsi hukum administrasi
negara adalah untuk menjaga agar pelaksanaan administrasi negara berjalan sebagaimana
mestinya.
Tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK tertuang dalam Pasal 20 UU Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
pada:
 Ayat (1) pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil
pemeriksaan.

 Ayat (2) pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK
tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
 Ayat (3) jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
 Ayat (4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 Ayat (5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.

Hasil penelaahan tindak lanjut atas rekomendasi yang diberikan oleh BPK
diklasifikasikan dalam 4 status yaitu:

 Tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi


 Tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi
 Rekomendasi belum ditindaklanjuti
 Rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti

Apabila hasil penelaahaan menunjukkan klasifikasi tindak lanjut telah sesuai


dengan rekomendasi atau rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti, maka tanggung jawab
administratif pejabat untuk menindaklanjuti rekomendasi dianggap selesai. Apabila hasil
penelaahan menunjukkan klasifikasi tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau
rekomendasi belum ditindaklanjuti, maka BPK dapat melakukan pembahasan dengan
pejabat. Pembahasan dengan Pejabat bersama Anggota BPK dan/atau Auditor
Utama/Kepala Perwakilan dengan Pejabat dan bertempat di kantor BPK. Pembahasan
tersebut dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Resume Pemantauan
Tindak Lanjut diterima oleh Pejabat. Berita Acara dan Resume Pembahasan disampaikan
kepada Pejabat sebagai bahan untuk melakukan tindak lanjut dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Berita Acara
Pembahasan disampaikan kepada Pejabat, rekomendasi tetap tidak ditindaklanjuti, BPK
segera melaporkan kepada instansi yang berwenang. Rekomendasi BPK diharapkan dapat
memperbaiki pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/ daerah/perusahaan pada
entitas yang bersangkutan.

5. Apabila sebuah lembaga pendidikan swasta yang menerima anggaran dari pemerintah
dan masyarakat akan tetapi lembaga tersebut dalam pengelolaan keuangannya tidak
transparan dalam mengelola dana pendidikan yang diterimanya , apakah masyarakat
yang merasa berkepentingan bisa melaporkan lembaga tersebut kepada Komisi Informasi
Publik? Jelaskan pendapat saudara dan bagaimana prosedur penyelesaian laporan
masyarakat tersebut di Komisi Informasi Publik.
Iya, masyarakat yang merasa berkepentingan dapat melaporkan lembaga tersebut kepada
Komisi Informasi Publik. Kemudian prosedur penyelesaian laporan masyarakat tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Bila dalam sidang pemeriksaan awal ditemukan bahwa kewenangan komisi
informasi memenuhi kewenangan untuk menerima, memeriksa dan memutus
sengketa informasi publik yang diajukan, legal standing pemohon terpenuhi,
jangka waktu pengajuan permohonan sengketa informasi publik belum kadaluarsa
dan permohonan informasi publik yang disengketakan merupakan informasi
publik (informasi terbuka) bukan merupakan informasi yang dikecualikan
(informasi tertutup/rahasia) maka para pihak dalam hal ini pemohon dan
termohon dipersilahkan menempuh proses mediasi dalam jangka waktu 14 hari
kerja dan bisa ditambah 10 hari kerja bila diperlukan, dengan mediator dari
komisi informasi. Mediator dari luar komisi informasi bisa diajukan dan
disepakati oleh pemohon dan termohon dengan catatan segala biaya yang timbul
atas hal tersebut menjadi tanggungan para pihak baik pemohon maupun
termohon.
2) Bila dalam sidang pemeriksaan awal ditemukan ada salah satu atau beberapa dari
hal-hal berikut yang tidak terpenuhi yaitu kewenangan komisi informasi untuk
menerima, memeriksa dan memutus sengketa informasi publik tidak terpenuhi
(kewenangan relatif), legal standing pemohon tidak terpenuhi, legal standing
termohon tidak terpenuhi dan jangka waktu pengajuan permohonan informasi
publik sudah kadaluarsa. maka majelis komisioner komisi informasi
mengeluarkan putusan sela untuk menolak permohonan yang diajukan dalam
sengketa informasi publik
3) Bila dalam sidang pemeriksaan awal ditemukan bahwa permohonan sengketa
informasi publik yang diajukan pemohon informasi publik berdasarkan
keterangan termohon bukanlah merupakan informasi publik (informasi terbuka)
namun merupakan informasi yang dikecualikan (informasi tertutup/rahasia)
berdasarkan uji konsekuensi dari pihak termohon maka proses mediasi para pihak
ditiadakan dan sidang dilanjutkan tidak terbuka untuk umum (tertutup) dan
majelis komisioner komisi informasi akan melakukan uji kepentingan publik pada
informasi yang dikecualikan tersebut ataupun melakukan pemeriksaan setempat
apabila diperlukan
4) Permohonan sengketa informasi publik yang diajukan oleh pemohon informasi
publik bisa digugurkan oleh majelis komisioner komisi informasi dalam sidang
ajudikasi non litigasi apabila pemohon atau kuasa pemohon sengketa informasi
publik 2 (dua) kali tidak dalam proses persidangan ajudikasi non litigasi
5) Sengketa informasi publik bisa diperiksa dan diputus oleh majelis komisioner
dengan atau tanpa dihadiri oleh termohon atau kuasa termohon dalam proses
persidangan ajudikasi non litigasi berdasarkan pertimbangan majelis komisioner
6) Jika pada tahap mediasi dihasilkan kesepakatan antar para pihak (pemohon dan
termohon) maka hasil kesepakatan tersebut ditetapkan oleh putusan komisi
informasi. putusan komisi informasi berdasarkan kesepakatan para pihak dalam
mediasi bersifat final dan mengikat dan proses ajudikasi non litigasi atas sengketa
informasi publik dinyatakan selesai oleh majelis komisioner dalam sidang
pembacaan putusan hasil mediasi
7) Jika pada tahap mediasi tidak dihasilkan kesepakatan antar para pihak (pemohon
dan termohon) maka proses mediasi dinyatakan gagal oleh mediator dalam berita
acara mediasi gagal dan proses ajudikasi non litigasi dilanjutkan oleh majelis
komisioner ketahapan sidang selanjutnya yaitu pembuktian (pokok perkara),
keterangan saksi/ahli bila ada, kesimpulan para pihak dan pembacaan putusan
akhir
8) Jika pemohon ataupun termohon keduanya atau salah satunya tidak menerima
atau tidak puas dengan putusan komisi informasi maka dapat mengajukan gugatan
ke pengadilan dalam waktu 14 hari kerja sejak diterimanya salinan putusan
tersebut dan menyatakan secara tertulis bahwa tidak menerima atau tidak puas
dengan putusan ajudikasi non litigasi komisi informasi
9) Setelah jangka waktu 14 hari kerja sejak diterimanya salinan putusan ajudikasi
non litigasi komisi informasi atas sengketa informasi publik oleh para pihak
(pemohon dan termohon) dan tidak ada pengajuan keberatan atau gugatan ke
pengadilan baik oleh pemohon ataupun termohon maka putusan ajudikasi non
litigasi komisi informasi dalam sengketa informasi publik dianggap telah diterima
oleh para pihak dan berkekuatan hukum tetap
10) Setelah jangka waktu 14 hari kerja sejak diterimanya salinan putusan ajudikasi
non litigasi komisi informasi terkait sengketa informasi publik oleh para pihak
baik pemohon maupun termohon yang putusannya berisi bahwa permohonan
pemohon sengketa informasi publik wajib dilaksanakan atau dijalankan oleh
pihak termohon namun tidak dilaksanakan atau dijalankan sebagaimana isi
putusan sementara pihak termohon tidak juga mengajukan keberatan ataupun
gugatan kepengadilan atas putusan ajudikasi non litigasi komisi informasi terkait
sengketa informasi publik. maka pihak pemohon dapat mengajukan permintaan
secara tertulis kepada pihak pengadilan untuk mengeksekusi putusan ajudikasi
non litigasi komisi informasi terkait sengketa informasi publik

(Referensi : hukum acara Komisi Informasi sesuai Peraturan Komisi Informasi


Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
(PPSIP) asi komisi informasi terkait sengketa informasi publik)

Anda mungkin juga menyukai