Anda di halaman 1dari 15

“Peristilahan, Pengertian, Ruang lingkup Kajian,

dan Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu lainnya”

Nama : ARLIANSYAH
NIM : 10200120240

A. Pengertiann dan Istilah Hukum Tata Negara


Hukum tata negara merupakan hukum yang meneliti sebuah masalah yang ada di
dalam negara tersebut. Meskipun ada beberapa bagian ilmu tentang pengetahuan yang
membuat aturan di dalam negara tersebut.

Tata Negara berarti sistem penataan negara yang berisi ketentuan mengenai
struktur kenegaraan dan mengenai substansi norma kenegaraan. Dengan kata lain,
Hukum Tata Negara merupakan cabang Ilmu Hukum yang membahas mengenai tata
struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antar struktur kenegaraan, serta
mekanisme hubungan antara struktur negara dengan warga negara.

Di Belanda umumnya memakai istilah istilah “staatsrech” istilah tersebut dibagi


menjadi dua bagian yang dikenal dengan staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas)
dan staatsrecht In engere zin (dalam arti luas). Staatsrecht in ruimere zin hanya
diartikan sebagai Hukum Negara. Sedangkan staatsrecht in engere zin adalah hukum
yang membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara, Hukum
Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah.

Di Inggris pada umumnya memakai istilah “Constitutional Law”, alasan


penggunaan istilah tersebut adalah dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi yang
lebih menonjol.

Di Perancis orang mempergunakan istilah “Droit Constitutionnel” yang


dilawankan dengan “Droit Administrative”, dimana titik tolaknya adalah untuk
membedakan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara.

Sedangkan di Jerman mempergunakan istilah Verfassungsrecht: Hukum Tata


Negara dan Verwassungsrecht: Hukum Administrasi negara.
Hukum negara dalam kepustakaan Indonesia diartikan menjadi Hukum Tata Negara

B. Pengertian Hukum Tata Negara Menurut Para Ahli Baik Dalam Maupun Luar Negri
Mengenai definisi hukum tata negara masih terdapat perbedaan pendapat di
antara ahli hukum tata negara. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh masing-
masing ahli berpendapat bahwa apa yang mereka anggap penting akan menjadi titik
berat perhatiannya dalam merumuskan pengertian dan pandangan hidup yang
berbeda. Berikut pendapat para ahli mengenai hukum tata negara

● Para Ahli Dari Luar Negri

-Menurut Cristian Van Vollenhoven


Hukum Tata Negara mengatur semua masyarakat hukum atasan dan
masyarakat hukum bawahan menurut tingkatan-tingkatannya, yang masing-masing
menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya sendiri-sendiri, dan menentukan
badan-badan dalam lingkungan masyarakat hukum yang bersangkutan beserta
fungsinya masing-masing, serta menentukan pula susunan dan wewenangnya dari
badan-badan tersebut.

-Menurut J. H. A. Logemann
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara.Negara
adalah organisasi jabatan-jabatan.Jabatan merupakan pengertian yuridis dan fungsi,
sedangkan fungsi merupakan pengertian yang bersifat sosiologis. Karena negara
merupakan organisasi yang terdiri dari fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan
yang lain maupun dalam keseluruhannya, maka dalam pengertian yuridis, negara
merupakan organisasi jabatan.

-Menurut J. R. Stellinga
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur wewenang dan kewajiban
alat-alat perlengkapan negara, mengatur hak dan kewajiban warga negara.

-Menurut Paul Scholten


Menurut Paul Scholten, Hukum Tata Negara itu tidak lain adalah het recht dat
regelt de staatsorganisatie, atau hukum yang mengatur tata organisasi negara. Dengan
rumusan demikian, Scholten hanya menekankan perbedaan antara organisasi negara
dari organisasi non-organisasi, seperti gereja dan lain-lain.

- Menurut Van der Pot


Hukum Tata Negara merupakan aturan dari yang menentukan berat badan
yang diperlukan, kewenangan masing-masing lembaga, hubungan antar lembaga
dengan satu sama lain, dan hubungan antara tubuh individu dalam suatu Negara.

- Menurut Apeldoorn
Hukum Tata Negara dalam arti sempit istilah ini Identik dengan hukum
konstitusional dalam arti sempit, adalah untuk membedakan hukum negara dalam arti
luas, yang termasuk hukum konstitusi dan administrasi hukum itu sendiri.

- Menurut J. Maurice Duverger


Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang dari hukum privat yang
mengatur organisasi dan berfungsi politik lembaga nagara.

-Menurut R. Kranenburg
Hukum Tata Negara meliputi komposisi hukum yang terkandung dalam
hukum konstitusi negara.

-Menurut Utrecht
Hukum Tata Negara mempelajari kewajiban sosial Pejabat negara dan
kekuasaan.
● Para Ahli Dalam Negri

- Menurut Kusumadi Pudjosewojo


Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara (kesatuan
atau federal), dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik), yang menunjukan
masyarakat Hukum yang atasan maupunyang bawahan, beserta tingkatan-
tingkatannya (hierarchie), yang selanjutnya mengesahkan wilayah dan lingkungan
rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukan alat-alat
perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat hukum
itu,beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah orang), wewenang, tingkatan
imbang dari dan antara alat perlengkapan itu.

- Prof. Djokosutono, SH
Ahli hukum ini memandang Hukum Tata Negara sebagai hukum mengenai
organisasi jabatan-jabatan negara didalam rangka pandangan mereka terhadap “negara
sebagai organisasi”.

-Pendapat G. Pringgodigdo, SH
Menurutnya, Hukum Tata Negara ialah hukum mengenai konstitusi negara
dan konstelasi dari negara, dan karena itu Hukum Tata Negara disebut juga Hukum
(mengenai) Konstitusi Negara.

- M. Soli Lubis
Dalam bukunya “Azas-azas hukum Tata Negara” merumuskan: “Hukum Tata
Negara adalah seperangkat peraturan mengenai bentuk susunan negara, alat
perlengkapannya, tugas-tugas dan hubungan di antara alat-alat perlengkapan”.

C. Ruang Lingkup Kajian Hukum Tata Negara.


Obyek Hukum Tata Negara adalah negara, dalam arti konkret negara tertentu
atau negara yang terikat oleh kurun waktu dan tempat.

Ruang lingkup kajian Hukum Tata Negara adalah mengenai organisasi negara
yang mencakup mengenai lembaga – lembaga negara, hubungan satu dengan yang
lain, dan kekuasaannya. Selain itu, juga mencakup mengenai warga negara termasuk
Hak Asasi Manusia (HAM), dan wilayah negara.

Dalam kaitan dengan ruang lingkup kajian Hukum Tata Negara, Logemann
dalam bukunya “Het Staatsrecht van Indonesie”, seperti dikutip Usep Ranawidjaja,
mengatakan bahwa Hukum Tata Negara adalah hukum mengenai organisasi (tata
susunan) negara yang mencakup dua bidang pokok, yaitu: hukum mengenai
kepribadian hukum dari jabatan – jabatan; dan hukum mengenai lingkungan
kekuasaan negara yaitu lingkungan manusia tertentu, lingkungan wilayah tertentu,
dan lingkungan waktu tertentu.

D. Hubungan HTN dengan Ilmu lainnya


Berikut hubungan Hukum Tata Negara dengan cabang-cabang ilmu lainnya :

- Ilmu Negara
Ilmu negara memberikan dasar-dasar teoritis kepada HTN positif, sedangkan
HTN merupakan kongkretisasi dari teori-teori Ilmu Negara. [1]Dengan demikian Ilmu
Negara sebagai ilmu yang bersifat teoritis memberikan pengetahuan dasar mengenai
pengertian-pengertian pokok dan asas-asas pokok tentang Negara pada umumnya. Hal
ini merupakan bekal untuk dapat berkecimpung langsung dengan hukum positif yang
merupakan salah satu objek HTN. Missal, Ilmu Negara menyediakan teori-teori
mengenai bentuk Negara dan pemerintah: pengertian, jenis-jenis, kualifiasi dan
sebagainya untuk lebih mudah memahami mengenai bentuk Negara dan bentuk
pemerintahan suatu Negara tertentu yang dipelajari oleh HTN.

- Ilmu Politik
Hubungan HTN dengan Ilmu Politik pertama kali dikemukakan oleh J. Barent
di dalam Bukunya De Wetenschap der Politiek. Hubungan ini diungkapkan dengan
suatu perumpamaan : het vlees omhet geraamte van de staat. Artinya bahwa HTN
sebagai kerangka manusia, sedangkan Ilmu politik sebagai daging yang melekat
disekitarnya.
Lebih lanjut, menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim menerangkan
bahwa pertautan HTN dan Ilmu politik disebabkan Ilmu Politik diperlukan untuk
mengetahui latar belakang dari suatu perundang-undangan. Disamping itu,
keputusan-keputusan politik merupakan peristiwa yang banyak pengaruhnya terhadap
HTN[2]. Bahkan, studi HTN tidak mungkin dapat dipisahkan dari politik.[3]

- Hukum Administrasi Negara (HAN)


Van Vollenhoven dalam bukunya Omtreck van het Administratiefrecht
mengemukakan bahwa badan-badan Negara tanpa HTN akan lumpuh bagaikan tanpa
sayap, karena badan-badan Negara itu tidak memiliki wewenang. Sebaliknya, apabila
badan-badan Negara tanpa adanya HAN menjadi bebas tanpa batas, sebab dapat
berbuat menurut kehendaknya. Oleh karena iyu, HAN dan HTN mempunyai
hubungan yang bersifat komplemennter dan independen. Oleh karena itu keduanya
sukar untuk dipisahkan.

- Hukum Internasional
C. Parry dalam bukunya, “Manual of Public International Law” (dikutip oleh
Wade and Phillips) mengatakan bahwa: HI berkaitan dengan hubungan luar negeri
suatu Negara dengan Negara-negara lain. HTN mengatur hubungan Negara dengan
warga negaranya dan pihak-pihak lain di dalam wilayah Negara. Keduanya
memperhatikan mengenai masalah pengaturan nilai-nilai dan proses hukum
kekuasaan besar yang dimiliki oleh Negara modern. Pada prinsipnya sistem hukum
nasional dan HI berlaku pada level berbeda, tetapi satu cabang penting HTN adalah
hukum nasional yang berhubungan dengan kekuasaan pemerintah untuk mengadakan
perjanjian internasional- traktat dengan Negara-negara lain yang menimbulkan
kewajiban-kewajiban internasional baru.
Selain itu, ada juga teori Selbsi-limitation theorie, yang diperkenalkan oleh
penganut paham monism, terutama yang terkenal : George Jellineck dan Zorn
berpendapat bahwa Hukum Internasional itu tidak lain daripada HTN yang mengatur
hubungan luar suatu Negara. HI bukan suatu yang lebih tinggi yang mempunyai
kekuatan mengikat di luar kemauan Negara.

Kedua pandangan di atas menunjukan bahwa HTN dan HI memiliki hubungan


yang saling membutuhkan dimana HTN memiliki fungsi-fungsi yang bermanfaat bagi
penerapan HI. HI pun memiliki fungsi-fungsi penting bagi penerapan.
“Sumber-Sumber Hukum Tata Negara”

Nama : ARLIANSYAH
NIM : 10200120240

Sumber HTN terbagi 2 (dua), yaitu sumber hukum material dan sumber
hukum formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang
menentukan isi hukum, sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah sumber
hukum yang dikenal dari bentuknya, ketika bentuknya menyebabkan hukum berlaku
umum, diketahui, dan ditaati. Selain sumber hukum material dan sumber hukum
formal, L.J. van Apeldoorn menjelaskan bahwa terdapat pula faktor-faktor yang
membantu dalam pembentukan hukum, yaitu perjanjian, yurisprudensi, dan ajaran
hukum (communis opinio doctorum).

Sumber HTN Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Sumber hukum materiil, yaitu Pancasila


- sumber yang menentukan isi kaidah hukum tata negara, termasuk di dalamnya
dasar dan pandangan hidup bernegara serta kekuatan-kekuatan politik pada
saat kaidah-kaidah dirumuskan.

2) Sumber hukum formil, terdiri dari:


Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa sumber hukum
dalam arti formal adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuknya, di mana
karena bentuknya menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati.
Sumber hukum formal HTN Indonesia yang tertulis adalah UUD 1945 (baik
pembukaan maupun pasal-pasalnya), serta berbagai peraturan perundangan
lain yang mengatur/memuat ketentuan-ketentuan ketatanegaraan, konvensi
ketatanegaraan, perjanjian internasional, yurisprudensi, dan doktrin
a. UUD 1945 (baik Pembukaan maupun Pasal-Pasalnya) dan peratura
perundang-undangan lain yang mengatur/memuat ketentuan- ketentuan
ketatanegaraan, yang terdiri dari:
1) UUD 1945 (baik Pembukaan maupun Pasal-Pasalnya).
2) Ketetapan MPR/MPRS.
3) UU dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU.
4) Peraturan Pemerintah.
5) Peraturan Presiden.
6) Peraturan Menteri.
7) Peraturan Daerah.
b. Konvensi Ketatanegaraan, (convention of the constitution) dapat berupa
kebiasaan, kelaziman atau praktik-praktik ketatanegaraan meskipun tidak
tertulis, tetapi dianggap baik dan berguna atau mungkin mampu
melengkapi dan menyempurnakan penyelenggaraan negara. Jimly
Asshiddiqie kemudian menganggap bahwa meskipun konvensi tidak
didasarkan pada aturan tertulis, hal itu tetap dinilai penting secara
konstitusional.
c. Traktat (Perjanjian Internasional)adalah kesepakatan atau perjanjian yang
diadakan oleh dua negara atau lebih (bilateral atau multilateral), yang
dalam praktiknya, dilakukan dalam tiga tahap, yaitu perundingan
(negotiation), penandatanganan (signature), dan pengesahan (ratification).
Hasil perjanjian internasional yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum
formil hukum tata negara adalah perjanjian yang telah diratifikasi kedalam
bentuk undang-undang (Pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000
tentang Pengesahan Perjanjian Internasional).
“Asas-Asas Hukum Tata Negara”

Nama : ARLIANSYAH
NIM : 10200120240

Menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan asas adalah dasar,
pedoman, atau sesuatu yang menjadi pokok dasar.
Asas-asas dalam Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Undang-Undang
Dasar yang merupakan hukumpositif dan mengatur mengenai asas-asas dan
pengertian- pengertian dalam penyelenggaraan Negara.

 Asas-Asas Hukum Tata Negara


1. Asas Pancasila
Bangsa Indonesia telah menetapkan falsafah/asas dasar Negara adalah
Pancasila yang artinya setiap tindakan/perbuatan baik tindakan pemerintah
maupun perbuatan rakyat harus sesuai dengan ajaran Pancasila.
Dalam bidang hukum Pancasila merupakan sumber hukum materiil,
sehingga setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila.
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan Konstitusional daripada
Negara Republik Indonesia.
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung empat pokok-pokok
pikiran yang merupakan cita-cita hukum Bangsa Indonesia yang mendasari hukum
dasar Negara baik hukum yang tertulis dan hukum tidak tertulis.

2. Asas Negara Hukum


Setelah UUD 1945 diamandemen, maka telah ditegaskan dalam pasal 1 ayat
3 bahwa “ Negara Indonesia adalah Negara hukum dimana sebelumnya hanya
tersirat dan diatur dalam penjelasan UUD 1945”.
Atas ketentuan yang tegas di atas maka setiap sikap kebijakan dan tindakan
perbuatan alat Negara berikut seluruh rakyat harus berdasarkan dan sesuai dengan
aturan hukum. Dengan demikian semua pejabat/ alat-alat Negara tidak akan
bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaannya.
Dalam Negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam
penyelenggaraan Negara dengan kata lain yang memimpin dalam penyelenggaraan
Negara adalah hukum, hal ini sesuai dengan prinsip “ The Rule of Law and not of
Man”.

Istilah Negara hukum merupakan terjemahan dari Rechtstaat yang popular di


eropa Kontinental pada abad XIX yang bertujuan untuk menentang suatu
pemerintahan Absolutisme.
Sifat dari Rechtstaat sesuai dengan .......... dari Eropa Kontinental adalah sistem
Kodifikasi yang berarti semua peraturan hukum harus disusun dalm satu buku
sesuai dengan jenisnya, sehingga karakteristik daripada Rechtstaat adalah bersifat
administratif.

3. Asas Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi


Pengertian :
Kedaulatan artinya kekuasaan atau kewenangan yang tertinggi dalam suatu
wilayah. Kedaulatan ratkyat artinya kekuasaan itu ada ditangan rakyat, sehingga
dalam pemerintah melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan keinginan rakyat.
J.J. Rousseaw mengatakan bahwa pemberian kekuasaan kepada pemerintah
melalui suatu perjanjian masyarakat (sosial contract) dan apabila pemerintah
dalam menjalankan tugasnya bertentangan dengan keinginan rakyat, maka
pemerintah dapat dijatuhkan oleh rakyat.

4. Asas Negara Kesatuan


Pada dasarnya Negara kesatuan dideklarasikan pada saat menyatakan/
memproklamirkan kemerdekaan oelh para pendiri Negara dengan menyatakan
seluruh wilayah sebagai bagian dari satu Negara.
Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 menyatakan :
“Negara Indonesia sebagai suatu Negara kesatuan yang berbentuk Republik.”
Negara kesatuan adalah Negara kekuasaan tertinggi atas semua urusan Negara ada
ditangan pemerintah pusat atau pemegang kekuasaan tertinggi dalam Negara
ialaha pemerintah pusat.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dapat menjadi dasar suatu
persatuan, mengingat Bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku bangsa, agama,
budaya dan wilayah yang merupakan warisan dan kekayaan yang harus
dipersatukan yaitu Bhineka Tunggal Ika. Ini berarti Negara tidak boleh disatukan
atau diseragamkan, tetapi sesuai dengan Sila ketiga yaitu “Persatuan Indonesia
bukan kesatuan Indonesia. Negara Kesatuan adalah konsep tentang bentuk Negara
dan republic adalah konsep tentang bentuk pemerintahan. Bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia diselenggrakan engan pemberian otonomi kepada
daerah yang seluas-luasnya untuk berkembang sesuai dengan potensi dan
kekayaan yang dimiliki masing-masing daerah yang didorong, didukung dari
bantuan pemerintah pusat.

5. Asas Pembagian Kekuasaan dalam Check and Balances


Pengetian pembagian kekuasaan adalah berbeda dari pemisahan kekuasaan,
pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan Negara itu terpisah-pisah dalam
beberapa bagian seperti dikeukakan oleh John Locke yaitu :
1. Kekuasaan Legislatif
2. Kekuasaan Eksekutif
3. Kekuasaan Federatif
Montesquieu mengemukakan bahwa setiap Negara terdapat tiga jenis
kekuasaan yaitu Trias Politica.
1. Eksekutif
2. Legislatif
3. Yudikatif
Dari ketiga kekuasaan itu masing-masing terpisah satu dama linnya baik
mengenai orangnya mapun fungsinya.
Pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu dibagi-bagi dalam
beberapa bagian, tidak dipisahkan yang dapat memungkinkan adanya kerjasama
antara bagian-bagian itu ( Check and Balances).
Tujuan adanya pemisahan kekuasaan agar tindakan sewenang-wenang dari
raja dapat dihindari dan kebebasan dan hak-hak rakyat dapat terjamin.
“Sejarah Ketatanegaraan Indonesia”

Nama : ARLIANSYAH
NIM : 10200120240

Sejarah ketatanegaraan di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode,


yaitu periode pra kemerdekaan dan periode pasca kemerdekaan dan reformasi. Sistem
ketatanegaraan dan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kerajaan
Belanda adalah menggunakan asas dekonsentrasi. Dan pada masa pendudukan Jepang
paham militeristik menjadi model bagi pengaturan sistem ketatanegaraan di
Indonesia.

Pada tanggal 18 Agustus 1950, UUDS 1950 dinyatakan berlaku, UUDS 1950 ini
sangat berbeda dengan UUDS 1945 hasil proklamasi terutama sistem pemerintahan
yang parlementer, kepada pemerintahan di pimpin oleh Perdana Menteri. Dengan
Dekrit presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali UUD 1945. Dasar hukum Dekrit ini ialah
Saatsnoodrecht. Dibawah UUD 1945 ini untuk pertama kali dilaksanakan pemilihan
umum.

Pada era reformasi usaha untuk menjadikan UUD 1945 mendorong


terbentuknya negara hukum yang demokratis dan UUD 1945 belum pernah diubah.
”Konstitusi Sebagai Objek Kajian Hukum Tata Negara”

Nama : ARLIANSYAH
NIM : 10200120240

A. Pengertian
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis (constituer) yang berarti
membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan suatu
negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Sehingga konstitusi
mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara, dengan
demikian suatu konstitusi memuat suatu peraturan pokok (fundamental) mengenai
sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar yaitu negara.
Bertolak dari konsepsi tersebut, maka secara umum istilah konsitusi
menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa
kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur, atau memerintah negara.
Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis dan yang tidak tertulis.
Pengertian konstitusi, dalam prakteknya dapat berarti lebih luas daripada
pengertian Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan
pengertian Undang-Undang Dasar.
L.J. Van Apeldoorn telah membedakan secara jelas di antara keduanya, kalau
gronwet (Undang-undang Dasar) adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi,
sedangkan constitution (konstitusi) memuat baik peraturan tertulis maupun yang
tidak tertulis. Sementara Sri Soemantri M, dalam disertasinya mengartikan konstitusi
sama dengan Undang-undang Dasar. Penyamaan arti dari keduanya ini sesuai dengan
praktek ketatanegaraan di sebagian besar negara-negara di dunia termasuk di
Indonesia.

Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi 3 yaitu:


1) Die Politische verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit. Konstitusi adalah
mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai kenyataan. Jadi
mengandung pengertian politis dan sosiologis.
2) Die Verselbstandigte rechtsverfassung. Konstitusi merupakan suatu kesatuan
kaidah yang hidup dalam masyarakat. Jadi mengandung pengertian yuridis.
3) Die geshereiben verfassung. Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai
undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.
Dari pendapat Herman Heller tersebut dapatlah kita simpulkan bahwa jika
Undang-Undang Dasar dihubungkan dengan konstitusi, maka Undang-Undang Dasar
itu baru merupakan sebagian dari pengertian konstitusi yang tertulis saja. Disamping
itu konstitusi itu tidak hanya bersifat yuridis semata, tetapi mengandung pengertian
sosiologis dan politis

Istilah konstitusi dalam perkembangannya mempunyai dua pengertian:


1) Dalam pengertian yang luas, konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-
ketentuan dasar atau hukum dasar (droit constitutionelle), baik yang tertulis
ataupun tidak tertulis ataupun campuran keduanya;
2) Dalam pengertian sempit (terbatas), konstitusi berarti piagam dasar atau Undang-
undang Dasar (loi constitutionelle), ialah suatu dokumen lengkap mengenai
peraturan-peraturan dasar negara. Misalnya UUD RI 1945, Konstitusi USA 1787.
B. Pembagian dan Klasifikasi Konstitusi
Carl Schmitt dan K.C wheare dalam bukunya “Verfassungslehre” membagi konstitusi
dalam empat bagian antara lain:[6]
1. Konstitusi absolut (absolut begriff der verfassung)
2. Konstitusi relatif (relative begriff der verfassung)
3. Konstitusi positif (positive begriff der verfassung)
4. Konstitusi ideal (ideal begriff der verfassung)
a) Konstitusi Absolut
1) Konstitusi sebagai kesatuan organisasi.
Dalam hal ini Kesatuan Organisasi ini menjangkau semua
perangkat hukum yang ada kaitannya dengan kenegaraan serta semua
organisasi yang ada dalam negara.
2) Konstitusi sebagai pembentuk negara.
Bahwa dengan diberlakukannya konstitusi, dapat segera
ditunjukkan kelengkapan bentuk dari negara tersebut, apakah
bentuknya itu demokrasi ataukah monarki. Mengenai sendi demokrasi
itu (secara langsung atau tidak langsung) telah mengemukakan suatu
identitas bahwa dalam hal ini kepentingan konstitusi tertuju kepada
rakyat, perjuangannya jalan pencapai tujuannya guna mebncapai
tujuan/cita-cita dengan penuh keberhasilan. Sedangkan sendi yang
berkaitan dengan monarki menunjukkan suatu representasi, yaitu
adanya raja sebagai kepala negara yang berlaku secra turun temurun
sebagai suatu lambang dari bentuk negara, tetapi dalam hal
kekuasaannya tetap, pada dasarnya berada pada rakyat.
3) Konstitusi sebagai faktor pengimbang pelancar (integrasi).
Demi kepentingan hubungan dalam percaturan hidup di dunia
sangat diperlukan lambang dari ciri-ciri yang menunjukkan adanya
negara yang teratur. Lambang dan ciri-ciri ini akan memperlancar,
lebih memantapkan dan lebih menjamin keteraturannya itu, seperti:
adanya lagu kebangsaan, bahasa nasional, bendera, dan lambang
kenegaraan. Selain itu (dalam hal integrasi yang bersifat abstrak),
konstitusi dapat menciptakan integrasi yang bersifat fungsional seperti
halnya memantapkan persatuan dan perkembangan bangsa dengan
jaminan pemilihan umum, referendum, pembentukan parlemen,
kabinet, dan lain sebagainya.
4) Konstitusi sebagai norma-norma hukum tertinggi yang menjadi dasar dari
segala-galanya, atau menjadi sumber bagi segala peraturan hidup yang
diberlakukan dalam negara tersebut.

b) Konstitusi Relatif
Dalam hal pengertian konstitusi yang relatif ini penjelasan yang
dikemukakan adalah sekitar konstitusi dalam arti formal atau yang
tertulis.
Konstitusi formal dapat diberlakukan untuk jangka waktu
panjang, sampai puluhan atau ratusan tahun, tergantung dari arti
materiilnya atau isinya. Jadi kalau segi materiilnya memang fleksibel,
mantap bagi kehidupan dan perkembangan negara dan bangsa,
tentulah konstitusi demikian akan dipertahankan. Jaminan dari segi
materiil ini adalah tergantung dari segi perancanagan, pembuatan atau
prosedur-prosedur dalam penciptaan atau penyusunannya. Tentunya
prosedur yang paling baik ialah yang melibatkan banyak pihak, yang
lazimnya dapat menunjukkan demokrasi. Isi dari kesepakatan dalam
penyusunan selanjutnya diwujudkan sebagai konstitusi atau Undang-
Undang Dasar yang tertulis. Segi relatifnya terletak pada perubahan-
perubahan, penambahan, perbaikan, yaitu jika dipandang perlu
sehubungan dengan diperolehnya perbaikan yang memantapkan
konstitusi tersebut.
c) Konstitusi Positif
Konstitusi dalam arti positif mengandung pengertian sebagai
keputusan politik tertinggi, yang menentukan nasib seluruh rakyat
dimana konstitusi itu diberlakukan. Adapun keputusan politik tertingi
lazimnya menunjukkan perubahan-perubahan yang menuju perbaikan,
atau perkembangan negara dan bangsa, misalnya memberikan garis-
garis besar bagi pengaturan kehidupan bangsa dan negara setelah
perolehan kemerdekaan, perebutan kemerdekaan, dan lain sebagainya.
Garis-garis besar peraturan ini mutlak harus dijalankan dan ditaati
sebagai hal-hal yang teruji kepositifannya.
d) Konstitusi Ideal
Jika melihat dari segi demokrasi atau kepentingan rakyat, maka
konstitusi yang ideal dengan sendirinya yang dapat memberikan
jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi, cita-cita yang timbul
lainnya dengan melalui konstitusi agar pemerasan, perbuatan
sewenang-wenang terhadap rakyat dapat dihilangkan, dan sebagi
gantinya rakyat diberikan hak-hak kebebasan dan persamaan hak.

C. Nilai Konstitusi
Karl Loewenstein mengadakan suatu penyelidikan mengenai apa arti dari
suatu konstitusi tertulis (UUD) dalam suatu lingkungan nasional, terutama bagi
rakyat biasa sehingga membawanya kepada tiga jenis penilaian konstitusi sebagai
berikut:[7]
1) Nilai Normatif
Nilai ini diperoleh apabila penerimaan segenap rakyat dari suatu negara
terhadap konstitusinya benar-benar secara murni dan konsekuen, konstitusi itu ditaati
dan dijunjung tinggi tanpa adanya penyelewengan sedikitpun.
2) Nilai Nominal
Konstitusi yang mempunyai nilai nominal berarti secara hukum konstitusi itu
berlaku, tetapi kenyataannyakurang sempurna. Sebab-sebab pasal-pasal tertentu dari
konstitusi tersebut dalam kenyataannya tidak berlaku.
3) Nilai Semantik
Suatu konstitusi bernilai semantik jika konstitusi tersebut secara hukum
berlaku namun dalam kenyataannya hanya sekedar untuk memberikan bentuk dari
tempat yang telah ada, dan dipergunakan untuk melaksanakan kekuasaan politik. Jadi
konstitusi tersebut hanyalah sekedar suatu istilah belaka, sedang dalam pelaksanannya
hanyalah dimaksudkan untuk kepentingan pihak penguasa.
D. Sifat Konstitusi
1. Bersifat Luwes/Fleksibel
Konstitusi yang bersifat luwes atau fleksibel adalah konstitusi yang baik,
karenanya dapat dengan mudah menerima perubahan apabila diperlukan sekali, serta
dengan mudah pula dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.
2. Tertulis dan Tidak Tertulis
a) Bersifat tidak tertulis:
Suatu konstitusi yang tidak dituangkan dalam suatu dokumen
formal,. Seperti konstitusi yang berlaku di Inggris, Israel, dan New Zaeland.
b) Bersifat tertulis:
Konstitusi yang dituangkan dalam sebuah dokumen atau beberapa
dokumen formal.

E. Materi Muatan Konstitusi


Menurut A.A.H. Struycken, Undang-Undang Dasar (Groundwet) sebagai
kontitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi:
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik waktu sekarang
maupun untuk masa yang akan dating;
4. Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin .
Apabila masing-masing muatan kita kaji, dapat kita tarik kesimpulan bahwa
selain sebagai dokumen nasional dan tanda kedewasaan dari kemerdekaan sebagi
bangsa, konstitusi juga sebagai alat berisi sistem politik dan sisitem hukum yang
hendak diwujudkan.
Menurut Mr.J.G. Steenbeek menjabarkan, bahwa pada umumnya suatu
konstitusi berisi tiga hal pokok, yaitu:
1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya;
2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental;
3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat
fundamental.

F. Perubahan Konstitusi
Secara garis besar konstitusi dapat berubah atau diubah melalui dua jalan,
yakni melalui cara berikut:
1. Jalan yuridis formal.
Jalan pertama, dilakukan sesuai dengan ketentuan formal mengenai perubahan
konstitusi yang terdapat di dalam konstitusi itu sendiri dan mungkin diatur dalam
peraturan perundangan lain.

2. Jalan non yuridis formal atau jalan politis.[11]


Perubahan konstitusi tersebut biasanya terjadi Karena sebab tertentu atau
keadaan khusus yang mendorong terjadinya perubahan konstitusi. Perubahan
demikian dapat berupa perubahan total atau sebagian ketentuan saja sesuai
kebutuhan. Perubahan konstitusi secara politis ini kalau berjalan dan dapat diterima
oleh segala lapisan masyarakat, maka perubahan demikian secara yuridis adalah sah.
Atau dengan kata lain, perubahan konstitusi secara de facto yang kemudian dapat
diterima oleh seluruh rakyatnya, maka konvensi statusnya berubah menjadi de jure.
“Organ Dan Fungsi Kekuasaan Negara”

Nama : ARLIANSYAH
NIM : 10200120240

A. Pematasan Kekuasaan
Fungsi-fungsi kekuasaanMenurut John locke fungsi-fungsi kekuasaan negara itu
meliputi:
1)Fungsi Legislatif
2)Fungsi eksekutif
3)Fungsi Federatif

Dalam studi ilmu administrasi publik dikenal pula adanya teori yang membagi
kekuasaan kedalam dua fungsi saja,
kedua fungsi itu adalah:
1.Fungsi pembuatan kebijakan
2.Fungsi pelaksanaan kebijakan

B. Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan


Dapat di bedakan penggunaan istilah pembagian dan pemisahan kekuasaan
itu dalam konteks yang berbeda yaitu konteks hubungan kekuasaan yang bersifat
horisontal atau Vertikal. Dalam konteks vertikal, pemisahan kekuasaan itu
dimaksudkan untuk membedakan pemerintahan atasan dengan pemerintahan
bawahan.

C. Desintralisasi dan Dekosentrasi menurut hoogerwrakeputusanrf, desentralisasi


merupakan pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan publik yang
lebih tinggi kepada badan-badan publik yang lebih rendah kedudukannya unyuk
secara mandiri dan berdasarkan kepentingan sendiri mengambil keputusan
dibidang pengaturan dan dibidang pemerintahan.

Desentralisasi itu dapat dibedakan kedalam kelompok besar yaitu


1.Dekosentrasi yang merupakan desentralisasi administratif
2.Desentralisasi politik

Desentralisasi dalam arti dekosentrasi merupakan pelimpahan beban tugas


dari pemerintah pusatkepada wakil pemerintah pusat didaerah tanpa diikuti oleh
pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan.

D. Cabang Kekuasaan Legislatif


Fungsi Pengaturan (Legislasi)Cabang kekuasaan Legislatif adalah cabang
kekuasaan yang pertama mencerminkan kedaulatan rakyatFungsi legislatif
menyangkut empat bentuk kegiatan yaitu
1.Prakarsa pembuatan uu
2.Pembahasan rancangan uu
3.Persetujuan atas pengesahan rancangan uu
4.Pemberian persetujuan pengikatan atas perjanjian dan dokumen hukum yang
mengikat lainnya
lembaga parlemen dibedakan dalam tiga fungsi yaitu:
a.Fungsi legislasi b.Fungsi pengawasan c.Fungsi anggaran
E. Cabang Kekuasaan Yudisial
Kedudukan kekuasaan kehakiman pengadilan adalah lembaga kehakiman yang
menjamin tegaknya keadilan melalui penerapan UU dan Kitab UU.

Anda mungkin juga menyukai