Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MATA KULIAH HUKUM TATA NEGARA

“HUBUNGAN HUKUM TATA NEGARA DENGAN ILMU LAIN, DAN SEJARAH HUKUM
TATA NEGARA SEBELUM DAN SESUDAH INDONESIA MERDEKA”

OLEH :

SARWIATI

A1O119003

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN ILMU KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
1. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Ilmu Lain
a. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara, berikut ini adalah
penjelasannya :
keduanya mempunyai hubungan yang sangat dekat, ilmu negara
mempelajari tentang negara dalam pengertian abstrak artinya tidak terikat
waktu dan tempat, ilmu negara mempelajari konsep-konsep dan teori-teori
mengenai negara serta hakikat negara.
Hukum tata negara mempelajari negara dalam keadaan konkrit artinya
negara yang sudah terikat waktu dan tempat, hukum tata negara mempelajari
hukum positif yang berlaku dalam suatu negara dan hukum tata negara
mempelajari negara dari segi struktur.
Dengan demikian hubungan antara ilmu negara dengan hukum tata negara
adalah ilmu negara merupakan dasar dalam penyelenggaraan praktik
ketatanegaraan yang diatur dalam hukum tata negara lebih lanjut, dengan kata
lain ilmu negara yang mempelajari konsep, sedangkan hukum tata negara
mempelajari teori tentang negara yang merupakan dasar hukum tata negara.
Misalnya, untuk menentukan bentuk pemerintahan republik dari suatu
negara seperti: republik Indonesia yang diatur dalam pasal 1 UUD negara
republik Indonesia 1945, maka harus diketahui ukuran-ukuran pemerintahan
republik yang secara teoritis dibahas dalam ilmu negara.
Dengan demikian ilmu negara memberikan basis atau dasar-dasar teoritis
bagi hukum tata negara. hukum tata negara merupakan penerapan di dalam
kenyataan-kenyataan konkret dari bahan-bahan teoritis dari hasil pengkajian
ilmu negara. ilmu hukum tata negara mempunyai sifat praktis atau ilmu
terapan (applied science) yang bahan-bahannya diselidiki, dikumpulkan dan
disediakan oleh ilmu negara yang dapat disebut ilmu murni (pure science).
Ronger Hora Siccama membedakan tugas seorang ahli hukum tersebut
menjadi 2 bagian, yaitu sebagai penyidik yang diumpamakan sebagai
penonton dalam suatu pertunjukan dan tugas ahli hukum sebagai pelaksana
yang akan menggunakan hukum dalam mengambil suatu keputusan yang
diumpamakan sebagai pemain dalam pertunjukan tersebut.
Kemudian mereka mencari sebab-sebab terjadinya kekurangan-kekurangan
itu Dan menganalisanya, Dan dari hasil analisa tersebut kemudian diberikan
masukan kepada pelaksana agar dalam menggunakan hukum dalam
keputusan-keputusan yaitu akan lebih sempurna. keputusan yang diambil oleh
ahli hukum yang bertindak sebagai pemain tersebut dapat berupa :
 Beschiking = Eksekutif
 Vonis = Yudikatif
 Undang-undang = legislatif

Oleh sebab itu keputusan yang diambil tersebut semuanya tergantung dari
orang yang mengambil keputusan tersebut dan tidak akan dapat memuaskan
seluruh pihak.
Ilmu negara tidak mementingkan bagaimana hukum tersebut dijalankan
karena ilmu negara lebih mementingkan segi teorinya saja sedangkan hukum
tata negara lebih mementingkan praktisnya namun walaupun demikian bukan
berarti bahwa teori tersebut tidak diperlukan karena dengan penguasaan teori
yang baik maka ia akan dapat menerapkan hukum tersebut dengan baik pula.

b. Hubungan Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik, berikut ini adalah
penjelasannya :
Hukum tata negara mempelajari peraturan-peraturan hukum yang mengatur
organisasi kekuasaan negara sedangkan ilmu politik mempelajari kekuasaan
dilihat dari aspek perilaku kekuasaan tersebut. Baik hukum tata negara dan
ilmu politik memiliki objek yang sama yaitu : Negara.
Setiap produk Undang-undang merupakan hasil dari proses politik atau
keputusan politik karena setiap undang-undang pada hakikatnya disusun dan
dibentuk oleh lembaga-lembaga politik, sedangkan hukum tata negara melihat
undang-undang adalah produk hukum yang dibentuk oleh alat-alat
perlengkapan.
Negara yang diberi wewenang melalui prosedur dan tata cara yang sudah
ditetapkan oleh hukum tata negara. dengan kata lain ilmu politik melahirkan
manusia-manusia hukum tata negara sebaliknya hukum tata negara
merumuskan dasar dari perilaku politik/kekuasaan
Contoh hubungan hukum tata negara dengan Ilmu Politik :
 terbentuknya UU diisi dengan kebijakan politik yang ditarik pada
waktu penyusunannya, kita perhatikan pembukaan UUD, di situ jelas
akan mengetahui politik suatu negara. begitu pula dengan amandemen
UUD 45 oleh MPR.
 Ratifikasi yang dilakukan DPR dalam pembentukan UU, rancangannya
dipengaruhi oleh suara wakil rakyat yang ada dalam DPR, sedangkan
DPR merupakan wakil dari organ-organ politik.

Menurut Barents dalam bukunya De Wetenshap der politiek,


diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti : ibarat tubuh
manusia, ilmu hukum tata negara diumpamakan sebagai kerangka tulang-
belulangnya, sedangkan ilmu politik diibaratkan sebagai daging-daging
yang melekat di sekitarnya (het vlees er omheen beziet).oleh sebab itu,
untuk mempelajari hukum tata negara, terlebih dahulu kita memerlukan
ilmu politik sebagai pengantar untuk mengetahui apa yang ada dibalik
daging-daging di sekitar kerangka tubuh manusia yang hendak diteliti.

c. Hubungan hukum tata negara dan Hukum administrasi Negara berikut ini
adalah penjelasannya :
Hukum tata negara memiliki hubungan yang sangat erat dengan Hukum
administrasi Negara. Hukum tata negara memberikan tugas dan wewenang
jabatan pada badan pemerintahan(administrasi), sedangkan hukum
administrasi negara mengatur tugas dan wewenang secara organisatoris yang
diperoleh dari hukum tata negara akan dijalankan, maka hukum administrasi
mengaturnya. karena itu Hukum administrasi merupakan tindak lanjut dari
hukum tata negara, artinya tugas dan wewenang, fungsi, jabatan, badan
administrasi dijalankan diatur dalam Hukum administrasi, sebagaimana
dikatakan oleh Ten berge, bahwa Hukum administrasi adalah sebagai
perpanjangan dari hukum tata negara dan hukum administrasi merupakan jenis
hukum yang berbeda, namun dapat dipisahkan secara tegas, karena kedua jenis
fungsi ini mempunyai keterkaitan yang sangat erat.
Hubungan mendasar antara hukum administrasi dan hukum tata negara
melalui pendekatan isi dan objeknya, maka dapat digambarkan bahwa “hukum
tata negara” sebagai suatu gabungan peraturan-peraturan yang mengadakan
badan-badan(kenegaraan), yang memberi pekerjaan pemerintah serta membagi
pekerjaan itu pada badan yang tinggi dan rendah.
Sebagai mana disebutkan sebelumnya, hukum tata negara memperhatikan
negara dalam keadaan tidak bergerak (Staat on beweging) dilihat dari objek
yang dipelajari, kedua bidang hukum dimaksud dapat dipetakan, sebagai
berikut :
Hukum tata negara fokus kajiannya, meliputi :
 Jabatan-jabatan apa yang ada dalam susunan suatu negara
 Siapakah yang mengadakan jabatan-jabatan itu
 Cara bagaimanakah jabatan-jabatan itu ditempati oleh pejabat
 Fungsi jabatan-jabatan
 Kekuasaan hukum jabatan-jabatan itu
 Hubungan antara masing-masing jabatan dan
 Dalam batasan-batasan manakah organisasi kenegaraan dapat
melakukan tugasnya
Hukum administrasi, objek kajiannya meliputi :
 Jabatan pemerintah
 Sifat jabatan pemerintah
 Kedudukan hukum jabatan
 Kekuasaan hukum (tugas dan wewenang) jabatan
 Pengisian jabatan
 Instrumen pengatur jabatan
 Landasan yuridis kewenangan jabatan
Di dalam memetakan objek kajian hukum tata negara dan hukum
administrasi Bagir manan lebih sederhana mengatakan yakni secara keilmuan
yang mengatur tingkah laku negara atau alat perlengkapan negara dimasukkan
ke dalam kelompok hukum tata negara sedangkan hukum yang mengatur
tingkah laku pemerintah masuk ke dalam kelompok Hukum administrasi.
(Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, SH, “Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia, “2008, blm.22).
d. Hubungan hukum tata negara dan hukum tata usaha negara, berikut ini adalah
penjelasannya :
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur
kegiatan administrasi negara. Yaitu : hukum yang mengatur tata pelaksanaan
pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Hukum administrasi Negara
memiliki kemiripan dengan hukum tata negara. kesamaannya terletak dalam
hal kebijakan pemerintah, sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara
lebih mengacu kepada fungsi konstitusi hukum dasar yang digunakan oleh
suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah, untuk Hukum
administrasi Negara di mana negara dalam “keadaan yang bergerak”. hukum
tata usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.
Dalam arti luas hukum tata negara meliputi hukum negara dan hukum tata
usaha negara, sedangkan dalam arti sempit yaitu hukum tata negara tersebut.
Berbicara mengenai hukum tata usaha negara, maka tidak akan lepas dengan
adanya peradilan tata usaha negara.
Hukum administrasi negara (HTUN) berasal dari Belanda yang disebut
administratif recht atau bestuursrecht yang berarti lingkungan
kekuasaan/administratif diluar dari legislatif dan yudisial. Di beberapa negara
terdapat istilah atau penyebutan lain mengenai hukum administrasi negara ini,
diantara :di prancis di disebut Droit Administrative, di Inggris disebut
Administrative Law, di Jerman disebut Verwaltung recht, dan di Indonesia
sendiri banyak istilah yang digunakan untuk mata kuliah ini seperti hukum tata
usaha negara, pengantar hukum administrasi, hukum administrasi negara, dll.

e. Hubungan hukum tata negara dan hukum tata pemerintahan, berikut ini adalah
penjelasannya :
Hukum Tata Negara mempelajari negara dalam keadaan konkrit artinya
negara yang sudah terikat waktu dan tempat, hukum tata negara mempelajari
hukum positif yang berlaku dalam suatu negara, dan hukum tata pemerintahan
adalah keseluruhan aturan-aturan yang menguasai kegiatan-kegiatan alat-alat
perlengkapan negara yang bukan alat perlengkapan perundang-undangan atau
kekuasaan alat-alat perlengkapan tersebut, baik terhadap warga masyarakat
maupun antara alat-alat perlengkapan itu sendiri, atau pula keseluruhan aturan-
aturan yang menegaskan dengan syarat-syarat bagaimana badan-badan tata
usaha negara/administrasi memperoleh hak-hak dan membebankan kewajiban-
kewajiban kepada para warga masyarakat dengan peraturan alat-alat
perlengkapannya guna kepentingan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan umum.

2. Sejarah hukum tata negara sebelum dan sesudah Indonesia merdeka


Untuk mempelajari Hukum Tata Negara positif artinya Hukum Tata Negara yang
berlaku di Negara Republik Indonesia cukup dari Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945 karena dengan adanya Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945 mulai berlakunya Ketatanegaraan Indonesia.
Untuk mempelajari sejarah hukum tata negara Indonesia menurut penulis tidak
cukup mulai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945,
mengapa demikian ? karena Indonesia pernah dijajah oleh bangsa Belanda selama 350
tahun. Oleh karena itu dalam mempelajari sejarah ketatanegaraan Indonesia dimulai
dari penjajahan bangsa Belanda.
Menurut penulis sejarah ketatanegaraan Indonesia dibagi menjadi :
a. Periode sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945:
1. Masa penjajahan bangsa Belanda
Dilihat dari sudut Hukum Tata Negara pada masa penjajahan bangsa
Belanda Indonesia belum dapat dikatakan Negara, walaupun ada unsur-
unsur konstitutif artinya unsur-unsur yang harus ada berdirinya Negara
yaitu adanya wilayah, adanya rakyat dan pemerintahan. Karena unsur-
unsur tersebut adanya pada suasana penjajahan, maka Indonesia belum
dapat dikatakan Negara. Pemerintah yang ada pada waktu itu tidak
berdaulat baik ke dalam maupun ke luar.
Pada masa penjajahan bangsa Belanda, Indonesia merupakan daerah
jajahan Belanda yang pada waktu itu disebut Hindia Belanda. Peraturan
perundang-undangan yang ada pada masa Hindia Belanda :
 Undang-Undang Dasar kerajaan Belanda 1938 Pasal 1 Undang-
Undang Dasar menjelaskan : Indonesia merupakan bagian dari
kerajaan Belanda. Pasal 62 Undang-Undang Dasar menjelaskan :
Ratu Belanda memegang pemerintahan tertinggi atas pemerintahan
Indonesia dan Gubernur Jenderal atas nama Ratu Belanda
menjalankan
Pemerintahan Umum. Pasal 63 Undang-Undang Dasar tersebut.
Ketatanegaraan Indonesia ditetapkan dengan undang-undang, soal-
soal intra Indonesia diserahkan pengaturannya kepada badan-badan
di Indonesia, kecuali ditentukan lain dengan Undang-Undang.
 Indiche Staatregeling, pada hakekatnya adalah undang-undang
tetapi substansinya mengatur tentang pokok-pokok dari Hukum
Tata Negara yang berlaku di Hindia Belanda (Indonesia), maka
secara materiil Indiche Staatregeling (IS) dapat dianggap sebagai
Undang-Undang Dasar Hindia Belanda.
Adapun bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan yang
dikenal di masa berlakunya IS (Indische Staatregeling) adalah :
a) Wet, dibentuk oleh badan pembentuk undang-undang
Negara Belanda yaitu Mahkota (Ratu bersama-sama dengan
Menterinya) dan Parlemen.
b) Algemen Maatregelen van Bestuur (AMVB) dibentuk oleh
Mahkota sendiri.
c) Ordonamentie dibentuk oleh Gubernur Jenderal bersama-
sama dengan Voksraad.
d) Regering Verorderingen (RV) peraturan yang dibentuk oleh
Gubernur Jenderal sendiri.

Menurut penulis bentuk-bentuk peraturan perundang-


undangan di atas apabila disejajarkan dengan peraturan
perundang-undangan setelah berlakunya Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
perundang-undangan adalah dapat disejajarkan :

a) Wet dapat disejajarkan dengan undang-undang dibentuk


oleh DPR RI bersama dengan Presiden Republik
Indonesia.
b) AMVB dapat disejajarkan dengan Peraturan Pemerintah
dibentuk oleh Presiden RI, di Era Reformasi untuk
melaksanakan undang-undang tidak hanya Peraturan
Pemerintah tetapi dapat dengan Peraturan Presiden yang
juga dibentuk oleh Presiden RI apabila ada perintah dari
undang-undang.
c) Ordonantie dapat disejajarkan dengan Peraturan Daerah
dibentuk oleh Kepala Daerah bersama-sama DPRD
berupa Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah
Kabupaten atau Kota yang berfungsi untuk
melaksanakan peraturan perundangan yang hirarkinya
lebih tinggi.
d) RV dapat disejajarkan dengan Keputusan Daerah yang
berfungsi untuk melaksanakan Peraturan Daerah.

Pada masa penjajahan bangsa Belanda ada lembaga-


lembaga yang mempunyai kewenangan. Adapun lembaga
Negara yang ada yaitu :

a) Gubernur Jenderal yang mempunyai kekuasaan


eksekutif artinya kekuasaan melaksanakan
pemerintahan. Pada waktu itu Gubernur Jenderal
dalam melaksanakan kekuasaannya dibantu oleh
badan penasihat yang disebut Raad van Indie.
b) Hoge Rechof yang mempunyai kekuasaan
kehakiman artinya kekuasaan mengadili
pelanggaran-pelanggaran oleh warga Negara dan
penguasa.
c) Algemene Reken Kamer yang mempunyai
pengawasan keuangan artinya mengawasi dan
mengaudit keuangan Negara pada masa penjajahan
bangsa Belanda.
2. Masa pendudukan Jepang
Jepang menduduki wilayah Indonesia hanya 3,5 tahun. Pada masa
pendudukan bala tentara Jepang, wilayah Indonesia dibagi menjadi tiga
wilayah besar :
a. Daerah yang meliputi Pulau Sumatra di bawah kekuasaan
pembesar angkatan darat Jepang dengan pusat kedudukan di Bukit
Tinggi.
b. Daerah yang meliputi Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan
Angkatan Darat yang berkedudukan di Jakarta dan
c. Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan
Darat yang berkedudukan di Makassar.

Dapat dipahami pembagian wilayah yang meliputi Pulau Sumatra


dan Jawa di bawah kekuasaan angkatan darat berarti ketatanegaraan
pada masa tersebut model bersifat sentralistik, dengan sistem
militeristik serta mengedepankan jalur komando.

Kedudukan Jepang di Indonesia adalah :

a. Sebagai penguasa pendudukan maka Jepang tidak dibenarkan


untuk mengubah susunan ketatanegaraan/hukum di Hinda
Belanda. Hal ini disebabkan wilayah pendudukan Jepang
merupakan wilayah konflik yang menjadi medan perebutan
antara bala tentara Jepang dengan pihak Belanda. Oleh karena itu
Jepang hanya meneruskan kekuasaan pemerintah Belanda.
Namun dalam hal ini kekuasaan tertinggi tidak lagi ada di tangan
Pemerintah Belanda melainkan diganti oleh kekuasaan bala
tentara Jepang.
b. Jepang berusaha mengambil simpati dari bangsa-bangsa yang ada
di kawasan Asia Timur raya termasuk Indonesia dengan
menyebut dirinya sebagai “Saudara Tua”. Jepang membentuk
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia)
BPUPKI menyelenggarakan 2 kali sidang :
 28 Mei s/d 1 Juni 1945 menghasilkan Rancangan Dasar
Negara.
 10 Juli s/d 17 Juli 1945 menghasilkan Rancangan
Undang-undang Dasar.

Setelah menghasilkan 2 hal BPUPKI bubar dan selanjutnya


dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
pada tanggal 11 Agustus 1945.

b. Periode setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus


1945 :
1. Pasca pemberlakuan UUD 1945 18 Agustus 1945
Menurut Wirjono Prodjodikoro konstitusi berasal dari konstituer artinya
membentuk. Idealnya sebelum Negara terbentuk sudah disahkan
konstitusi/Undang-undang Dasar. Negara Republik di Indonesia merdeka
tanggal 17 Agustus 1945 tetapi konstitusi/undang-undang disahkan tanggal
18 Agustus 1945.
Dengan adanya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945 dimulai Hukum Tata Negara positif artinya Hukum Tata
Negara yang berlaku di Negara Republik Indonesia yang dibatasi waktu
tertentu.
Proklamasi adalah norma pertama Tata Hukum Negara Indonesia artinya
norma yang adanya pertama kali bagi berlakunya norma-norma yang lain.
Norma ini masih bersifat sosiologis dan politis. Oleh karena itu untuk
memberikan kekuatan yuridis perlu dirumuskan ke dalam norma
fundamental normal (Staat Fundamental norm). Berkaitan dengan hal
tersebut maka disusun Pembukaan UUD 1945 yang bersumber dari
pernyataan sosiologis dan praktis serta selanjutnya ditempatkan pada Staat
fundamental norm.
Untuk melengkapi Negara merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan
disahkan konstitusi/Undang-undang Dasar 1945 maka dilanjutkan hal-hal
sebagai berikut :
1) Penetapan oleh PPKI Presiden Wakil Presiden (Soekarno-Hatta)
2) Pengangkatan anggota KNIP oleh Presiden dan akan bekerjasama
dengan Presiden
3) Pembentukan 8 Propinsi oleh PPKI.
Usaha-usaha tersebut di atas kemudian dilanjutkan dengan penerbitan
Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945. Alasan diterbitkan
Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945 adalah memberi penguatan
terhadap usaha-usaha yang telah dilakukan setelah Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Di samping itu
Lembaga-Lembaga Negara belum banyak terbentuk pada masa itu, contoh
belum terbentuk lembaga perwakilan rakyat (MPR dan DPR, DPA).
Lembaga tersebut merupakan lembaga yang urgent di dalam mengatur
organisasi Negara. Oleh karena itu berdasarkan Maklumat Wakil Presiden
Nomor X tahun 1945 maka KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat)
berkedudukan sebagai lembaga perwakilan rakyat. Adapun isi Maklumat
Wakil Presiden No. X tahun 1945 adalah :
 Sebelum dibentuk lembaga perwakilan rakyat (MPR dan DPR),
KNIP (komite Nasional Indonesia Pusat) berwenang membuat
Undang-Undang dan GBHN (Garis-Garis Besar dari pada Hukum
Negara). Berarti kedudukan KNIP sejajar dengan Presiden dalam
membentuk Undang-Undang dan GBHN.
 Pekerjaan sehari-hari KNIP (Komite Nasional Pusat) dilakukan
oleh Badan pekerja KNIP.
Pasal IV aturan peralihan UUD 1945 menjelaskan : Sebelum MPR, DPR
dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan Presiden
dengan bantuan sebuah komite yang membantu Presiden dalam
melaksanakan fungsi perundangan Indonesia.

2. Ketatanegaraan di bawah Konstitusi RIS


Ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Konstitusi RIS merupakan
kelanjutan ketatanegaraan Indonesia berdasarkan pemberlakuan UUD
1945 18 Agustus 1945, sebenarnya Negara Republik Indonesia telah
memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945,
tetapi Belanda punya anggapan yang berbeda dengan Founding Father
(pendiri Negara Republik Indonesia). Menurut Belanda, Indonesia masih
merupakan Hindia Belanda yang masih berada di tangan Pemerintah
Kerajaan Belanda dasarnya adalah :
a. Ketentuan Hukum Internasional yang menyatakan bahwa suatu
wilayah yang diduduki sebelum perang statusnya tidak berubah.
Konsekuensi dari ketentuan ini adalah Hindia Belanda yang
diduduki oleh Bala Tentara Jepang masih tetap merupakan
bagian dari kerajaan Belanda. Oleh karena itu setelah Jepang
menyerah, maka yang berkuasa atas Hindia Belanda adalah
Pemerintah kerajaan Belanda sebagai pemilik penguasa semula.
b. Perjanjian yang diadakan menjelang berakhirnya Perang Dunia II
(Perjanjian Postdam). Perjanjian ini dilakukan oleh Negara yang
bergabung dalam sekutu dengan pihak Jepang, yang antara lain
menetapkan bahwa setelah perang dunia selesai yakni dengan
dihancurkannya kekuatan Jepang, Jerman dan Italia maka
wilayah yang diduduki oleh ketiga Negara tersebut akan
dikembalikan kepada penguasa semula. Dengan adanya
perjanjian tersebut, maka Belanda masih merasa memiliki
kedaulatan atas Hindia Belanda secara De jure.

Menurut Penulis pemerintah kerajaan Belanda dapat sebagai


pemilik setelah Jepang menyerah apabila Negara Republik Indonesia
belum memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945. Setelah Negara Republik Indonesia merdeka 17
Agustus 1945 pemerintah kerajaan Belanda tidak dapat menjadi
pemilik atas Hindia Belanda. Inilah perjalanan ketatanegaraan di
bawah konstitusi RIS. Pemerintah kerajaan Belanda dengan berbagai
cara untuk menguasai wilayah Negara Republik Indonesia.

Perundingan antara Indonesia dengan pemerintah kerajaan Belanda


rencananya akan diadakan pada tanggal 17 November 1946 namun
rencana perjanjian tersebut gagal dilaksanakan kemudian pada
tanggal 25 Maret 1947 diadakan perundingan Linggar Jati yang
antara lain menghasilkan :

a. Belanda mengakui RI berkuasa secara De facto atas Jawa,


Madura dan Sumatra. Di wilayah lainnya yang berkuasa
adalah Belanda.
b. Belanda dan Indonesia akan bekerjasama membentuk
Republik Indonesia Serikat dan
c. Belanda dan Indonesia akan membentuk Uni Indonesia
Belanda.

Dengan adanya perundingan di atas yang terkenal dengan


perjanjian Linggar Jati tidak menyelesaikan masalah karena beda
penafsiran antara Belanda dengan Indonesia. Kemudian
dilakukan persetujuan di kapal Renvile tahun 1948. Isi perjanjian
tersebut antara lain :
1) Kewenangan Indonesia dalam persetujuan ini diperkecil
dan Belanda dianggap berdaulat penuh di seluruh
Indonesia (Hindia Belanda) sampai terbentuknya RIS.
2) RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan Belanda.
3) Republik Indonesia hanya merupakan bagian dari RIS.

Dengan adanya Republik Indonesia Serikat maka Indonesia


tidak dapat berdaulat penuh dan merupakan Negara federal
(Negara bagian/Negara serikat. Hal ini bertentangan dengan
bentuk Negara yang diatur di dalam Undang-undang Dasar 1945
yaitu Negara kesatuan.

Untuk mengakhiri pertentangan antara Indonesia dengan


Belanda dibuatkan kesepahaman kedua Negara Konferensi Meja
Bundar.

3. Ketatanegaraan di bawah UUD S 1950


Perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia setelah berakhirnya atau
berlakunya konstitusi RIS tahun 1949 Negara Republik Indonesia tidak
menggunakan Undang-undang Dasar 1945 tetapi menggunakan Undang-
undang Dasar Sementara 1950.
Indonesia yang diatur di dalam Undang-undang Dasar Sementara salah
satunya tentang sistem pemerintahan. Di dalam pasal 83 Undang-undang
Dasar Sementara 1950 dijelaskan :
 Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat.
 Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh pelaksanaan
pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-
mesing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
Selain pasal tersebut sistem pemerintahan dijelaskan di dalam pasal 84
Undang-undang Dasar Sementara 1950 : Presiden berhak membubarkan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut penulis kedua pasal tersebut di atas bertentangan dengan
Undang-undang Dasar 1945. Menurut Undang-undang Dasar 1945
Presiden dan Wakil Presiden dapat diganggu gugat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Di dalam Undang-undang Dasar
1945berdasar sistem pemerintahan Presidensial. Presiden tidak dapat
membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut penulis Negara Republik Indonesia tidak tepat menggunakan
Undang-undang Dasar Sementara 1945 karena tidak sesuai dan
bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 misalnya kedudukan
Presiden dalam Undang-undang Dasar Sementara 1950 otoriter dan
dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara. Oleh karena itu
Undang-undang Dasar Sementara 1950 harus diganti dengan Undang-
undang Dasar 1945 yang tetap. Penggantian Hukum Dasar di Negara
Republik Indonesia sebetulnya ada landasan hukumnya yaitu dijelaskan di
dalam pasal 134 Undang-undang Dasar Sementara 1950. Di dalam pasal
tersebut dijelaskan : Konstituante (sidang pembuat Undang-undang dasar),
bersama-sama Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia yang menggantikan Undang-undang
Dasar Sementara ini, yang menetapkan Undang-Undang Dasar yang tetap
bukan Badan Konstituante tetapi pemerintah. Hal ini ditegaskan di dalam
pasal 137 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara 1950 : Apabila
konstituante telah menerima rancangan Undang-Undang Dasar, maka
dikirimkan rancangan ini kepada Presiden untuk disahkan oleh
Pemerintah.

4. Ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Mengapa Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Dekrit Presiden 5
Juli 1959? Karena setelah melalui berbagai cara yang ditempuh
Konstituante tidak dapat mengambil keputusan untuk menerima anjuran
Pemerintah.
Menurut pendapat Adnan Buyung Nasution pada hakikatnya
konstituante tidak dapat dikatakan gagal dalam merumuskan Undang-
Undang Dasar. Pada waktu itu Presiden dengan bantuan dari Angkatan
Darat ingin menerapkan gagasan Demokrasi Terpimpin. Gagasan seperti
ini kemudian direalisasikan melalui sidang, yang diselenggarakan oleh
kabinet karya pada tanggal 19 Februari 1959 dengan keputusan untuk
melaksanakan demokrasi terpimpin dengan cara kembali kepada Undang-
undang Dasar 1945.
Prosedur untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945
sebagaimana diputuskan oleh kabinet karya adalah :
a. Setelah terdapat kata sepakat antara Presiden dan Dewan Menteri,
maka Pemerintah meminta supaya sidang pleno konstituante.
b. Atas nama Pemerintah disampaikan Presiden amanat berdasarkan
pasal 134 Undang-undang Dasar Sementara 1950 kepada
konstituante yang berisi anjuran supaya Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 ditetapkan.
c. Jika anjuran itu diterima oleh konstituante, maka Pemerintah atas
dasar ketentuan pasal 134 Undang-undang Dasar Sementara 1950
mengumumkan Undang-undang Dasar 1945 itu dengan keluhuran.
Pengumuman dengan keluhuran itu dilakukan dengan suatu piagam
yang ditandatangani dalam suatu sidang pleno konstituante di
Bandung oleh Presiden, para Menteri dan para anggota
konstituante yang antara lain memuat Piagam Jakarta tertanggal 22
Juni 1945. Isi Keputusan Presiden Nomor 150 tahun 1959 sebagai
dasar hukum Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Adapun isi Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 adalah :
1) Membubarkan konstituante dan berlakunya kembali
Undang-undang Dasar 1945 serta tidak berlakunya UUDS
1950.
2) Membentuk MPRS dan DPAS. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
diperlukan untuk menyelamatkan Negara.

Beberapa pertimbangan kembali ke UUD 1945 menurut Daniel


S. Leu adalah :

1) Beberapa pasal UUD 1945 dapat ditafsirkan sedemikian


rupa sehingga memberi tempat bagi perwakilan-
perwakilan fungsional.
2) Dibubarkan konstituante sebagai forum pertentangan
ideologis.
3) Pembukaan UUD 1945 mengandung pemikiran
Pancasila.
4) Banyak perwira termasuk yang bergabung dengan
pemberontak mendukung UUD 1945.

Menurut Nasution, pertimbangan utama kembali ke UUD


1945 : Dengan Soekarno sebagai Presiden yang kuat
wewenang eksekutifnya dan kepercayaan seluruh rakyat
akan terpadu pada diri satu orang. Tindakan kembali ke
UUD 1945 dan pembubaran konstituante adalah titik awal
berakhirnya demokratisasi di Indonesia memasuki
demokrasi terpimpin. Era demokrasi terpimpin untuk
memenuhi kepentingan-kepentingan Soekarno dan tentara
yang kekuasaannya otoriter.

5. Periode 1966 s/d 1998


Yaitu ketatanegaraan Indonesia masa Orde Baru. Kepemimpinan
Nasional Soeharto dimulai dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret
1966 yang terkenal dengan sebutan SUPERSEMAR. Isi Supersemar
adalah perintah Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengembalikan segala tindakan dalam menjamin keamanan dan
ketenteraman serta stabilitas jalannya Pemerintahan. Dengan Ketetapan
MPRS No. IX/MPRS/1966 Supersemar dikembalikan masa berlakunya
sampai terbentuk MPR RI hasil Pemilu yang akan datang. Oleh karena itu
Pemilu yang rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 1958
ditunda hingga 5 Juli 1971 dan mengingat dikeluarkannya Ketetapan
MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan
pemerintahan Negara dari tangan Presiden Soekarno, 105 maka demi
tercapainya kepemimpinan nasional yang kuat dan terselenggaranya
stabilitas politik, ekonomi dan Hankam. Maka dikeluarkan ketetapan
MPRS No. XIIV/MPRS/1968 tentang pengangkatan pengemban ketetapan
MPRI No. IX/MPRS/1968 sebagai Presiden Republik Indonesia Soeharto
sebagai Presiden Republik Indonesia hingga terpilihnya Presiden oleh
MPRS hasil Pemilu.106 Jargon Pemerintah pada masa Orde Baru adalah
melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk pembenahan sistem
ketatanegaraan dan format politik dengan menonjolkan hal-hal sebagai
berikut :
a. Konsep Dwi Fungsi ABRI dipergunakan sebagai platform
politik Orde Baru. ABRI (militer) tidak hanya berfungsi
sebagai alat pertahanan Negara atau mesin perang dalam
rangka menjaga kedaulatan Negara, melainkan juga
memasukkan peranan sosial politik dan terlibat dalam
pengambilan keputusan-keputusan politik.
b. Pengutamaan golongan karya
c. Magnifikasi kekuasaan di tangan eksekutif.
d. Diteruskannya sistem pengangkatan dalam lembaga-
lembaga perwakilan rakyat.
e. Kebijakan depolitisasi khususnya masyarakat pedesaan
melalui konsep masa mengambang.
f. Kontrol arbiter atas kehidupan pers.107

Menurut penulis konsep dwi fungsi ABRI pada masa Orde Baru
membeda-bedakan golongan militer dengan golongan sipil. Dengan dalih
Dwi fungsi ABRI pada masa orde baru. ABRI yang tidak mempunyai hak
memilih dan dipilih tetapi dapat menjadi anggota MPR RI karena dengan
jalan penunjukan. Hal ini berdasarkan pasal 2 ayat (1) UUD 1945 sebelum
Perubahan : MPR terdiri dari anggota DPR ditambah dengan utusan dari
daerah dan golongan menurut yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
Kalau tidak membeda-bedakan golongan militer dengan golongan sipil
ABRI yang mempunyai jumlah anggota 500 mendapat jatah wakil di MPR
RI hanya 2 orang. Berdasarkan pasal dan ayat tersebut utusan daerah
diambil dari kepala daerah dengan jalan pengangkatan oleh Presiden
Republik Indonesia yang mana sama-sama menjabat sebagaimana
kekuasaan eksekutif. Presiden memegang eksekutif di tingkat pusat dan
Kepala Daerah Tingkat I memegang eksekutif di tingkat daerah.
Pada masa orde baru dibedakan ada golongan karya, Setiap PNS harus
loyal kepada golongan karya. Walaupun ada 2 partai yaitu Partai Persatuan
Pembangunan dan Partai Demokrasi tetapi menurut penulis hanya partai
boneka karena peranannya tidak optimal.
Mengenai sistem pengangkatan pada masa Orde Baru menurut penulis
tidak boleh terlalu banyak jumlahnya karena hanya sebagian anggota
tambahan. Yang paling banyak adalah anggota MPR RI yang berasal dari
anggota DPR RI hasil Pemilu. Pernah karena ada konsensus nasional 1/3
dari anggota MPR RI diangkat oleh Presiden Republik Indonesia.
Menurut penulis Pemerintah bersifat otoriter di masa Orde Baru.
Mengapa demikian? Karena semua urusan pemerintahan terpusat di
Pemerintah Pusat dengan sistem sentralistik. Di dalam Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah
terdapat :
1) asas desentralisasi
2) Asas dekonsentrasi dan
3) Asas tugas pembantuan pelaksanaan 3 asas

Pemerintahan Daerah tersebut secara semu karena tidak diikuti oleh


penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas di daerah dan tidak
diimbangi dengan pembagian keuangan pemerintah pusat dan
keuangan Pemerintah Daerah.

Pada masa Orde Baru UUD 1945 disakralkan karena UUD 1945
tidak dapat diubah :

1) Ada ketetapan MPR RI yang menetapkan bahwa MPR RI tidak


akan merubah UUD 1945
2) Isinya singkat hanya memuat 32 pasal 4 aturan peralihan dan 2
aturan tambahan
3) UUD 1945 bersifat supel karena sehingga dapat mengikuti
perkembangan masyarakat.
Yang berwenang menafsirkan pasal UUD 1945 dan dianggap
benar adalah tafsir pemerintah (Soeharto) dan MPR RI tinggal
membenarkan.

6. Periode 1999 s/d Sekarang yaitu ketatanegaraan masa Orde Reformasi


Ketatanegaraan Indonesia mulai tahun 1999 semenjak tumbangnya masa
Orde Baru diganti oleh Wakil Presiden RI BJ Habibi. Terhadap
Pemerintah BJ Habibi ada yang pro (setuju) dan ada yang kontra (tidak
setuju). Bagi kelompok yang pro terhadap pemerintah BJ Habibi berdasar
pasal 8 UUD 1945 sebelum Perubahan : Jika Presiden mangkat, berhenti
atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya ia
diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. Yang kontra
terhadap pemerintahan BJ Habibie karena pengambilan sumpah jabatan.
Terlepas pro dan kontra terhadap pemerintah BJ Habibie pada masa
tersebut banyak melakukan agenda reformasi antara lain :
1) Melakukan perubahan UUD 1945
2) Melakukan perubahan atau penggantian peraturan perundang-
undangan untuk mendukung proses demokratisasi dan prinsip-
prinsip kedaulatan rakyat antara lain :
a. Penggantian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pemerintahan Daerah.
b. Undang-Undang bidang Politik : UU susunan MPR, DPR,
DPRD, UU Pemilu, dan UU Parpol (Golongan Karya).
c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum.

Alasan-alasan perubahan UUD 1945 di masa reformasi :

1) Secara filosofis pentingnya perubahan amandemen


UUD 1945 adalah :
 Karena UUD 1945 adalah momen opname dari
berbagai kekuatan politik dan ekonomi yang
dominan pada saat dirumuskannya konstitusi itu.
Setelah 5 tahun tentu terdapat berbagai
perubahan baik di tingkat nasional maupun
global.
 UUD 1945 disusun oleh manusia yang sesuai
kodratnya tidak akan pernah sampai kepada
tingkat kesempurnaan. Pekerjaan yang
dilakukan oleh manusia tetap memiliki berbagai
kemungkinan (kemungkinan dihilangkan kursi
penulis) kelemahan maupun kekurangan.
2) Dari aspek politik, sedari mula pembuatannya UUD
1945 bersifat sementara, sebagaimana yang dinyatakan
oleh Ir. Soekarno (Ketua PPKI) dalam rapat paripurna
pertama 18 Agustus 1945, yang mengatakan sebagai
berikut :
“…tuan-tuan semuanya tentu mengerti bahwa Undang-
Undang Dasar yang kita buat sekarang ini adalah
Undang-undang Dasar Sementara. Kalau boleh saya
memahami perkataan “ini adalah Undang-Undang
Dasar kilat” nanti kalau kita telah bernegara dalam
suasana yang lebih tenteram kita
tentu akan mengumpulkan kembali MPR yang dapat
membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap
dan lebih sempurna…”.
3) Secara Yuridis
Para perumus Undang-undang Dasar 1945 dalam
melakukan perubahan UUD 1945 berdasarkan pasal 37
UUD 1945 :
(1) Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3
daripada jumlah anggota MPR harus hadir.
(2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-
kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota yang
hadir.
4) Secara substantif
UUD 1945 mengandung kelemahan, antara lain :
a. Kekuasaan eksekutif terlalu besar tanpa disertai
oleh prinsip check and balance yang memadai.
Oleh para pakar Hukum Tata Negara kekuasaan
Presiden pada masa Orde Baru adalah eksekutif,
heavy artinya lebih menonjol kekuasaan di
bidang kekuasaan Lembaga-Lembaga Negara
lainnya.
b. Rumusan ketentuan UUD 1945 sebagian besar
bersifat sangat sederhana, umum, bahkan tidak
jelas sehingga banyak yang Multi tafsir. Contoh
pasal 6 UUD 1945 pemilihan Presiden dilakukan
oleh Majelis
c. Permusyawaratan Rakyat dengan suara
terbanyak. Direduksi menjadi Presiden dan
Wakil Presiden dipilih oleh Majelis dengan
suara mufakat dan calonnya selalu tunggal, tidak
ada voting (pemungutan suara).
d. Terlalu banyak menekankan pada semangat
penyelenggara Negara. Walaupun UUD 1945
baik kalau semangat menyelenggara Negara
lemah maka akan berpengaruh terhadap kinerja
penyelenggara Negara. Sebaliknya walaupun
UUD 1945 tidak baik kalau semangat
penyelenggara Negara kuat maka kinerja
penyelenggara Negara akan optimal.
e. UUD 1945 memberikan atribusi kewenangan
terlalu besar kepada Presiden untuk mengatur
berbagai hal penting kepada undang-undang.
Seharusnya untuk melaksanakan pasal undang-
undang tidak harus dengan undang-undang
tetapi dapat dengan ketetapan MPR RI
tergantung dari materi muatan peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga
Negara yang berwenang.
f. Banyak materi muatan yang penting justru diatur
di dalam penjelasan UUD 1945 tetapi tidak
tercantum dalam pasal UUD 1945. Seharusnya
materi muatan yang penting diatur di dalam
pasal UUD 1945 dan apabila perlu penjelasan
pasal dibuat penjelasan pasal untuk membantu
pengguna peraturan perundang-undangan dalam
memahami pasal-pasal UUD 1945.
g. Status Materi penjelasan pasal UUD 1945
Materi penjelasan pasal UUD 1945 apakah
menjadi satu kesatuan dengan pasal UUD 1945
atau terpisah dengan pasal UUD 1945.

Alasan perubahan UUD 1945 oleh MPR RI


menurut Maria Farida Indrati Soeprapto :

1. Tuntutan Reformasi pada tahun 1998


Di Negara RI terjadi demonstrasi
besar-besar di berbagai kalangan
masyarakat termasuk masyarakat untuk
menurunkan Soeharto yang telah
berkuasa ± 30 tahun sebagai Presiden RI.
Salah satu tuntutan reformasi adalah
perubahan atau amandemen UUD 1945.
2. Pasal-pasal UUD 1945 Multi tafsir
Dengan adanya pasal-pasal UUD 1945
Multi tafsir dalam praktek
ketatanegaraan menimbulkan ketidak
pastikan dan yang dianggap benar adalah
tasir pemerintah (Presiden RI). Salah
satu contoh adalah pasal 7 UUD 1945
Presiden dan Wakil Presiden memegang
jabatannya selama 5 tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali. Tafsir
presiden RI adalah Presiden dan Wakil
Presiden RI dapat dipilih lebih 2 kali
periode asal masa jabatan Presiden dan
Wakil Presiden 5 tahun dalam 1 periode
dan dipilih oleh MPR RI dengan suara
terbanyak.
3. tidak ada check and balances Lembaga-
Lembaga Negara
Paradigma sebelum perubahan UUD
1945 MPR RI sebagai pelaksana dan
pemegang kedaulatan rakyat MPR RI
sebagai Lembaga Tertinggi Negara
membawahi Lembaga Tinggi Negara
yang diatur di dalam UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai