Anda di halaman 1dari 9

NAMA : ADI FIRDAUS

NIM : 045053218
MATA KULIAH : HUKUM KETENAGAKERJAAN
KODE MATA KULIAH : ADBI4336
TUGAS :1

1. Berserikat dan berkumpul merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Implementasi hak berserikat
terlihat dalam sejarah perkembangan hukum perburuhan baik pada saat pemerintahan orde
lama, orde baru dan orde reformasi mempunyai pengaturan dan karakter yang berbeda-
beda.

PERTANYAAN :
Bagaimana karakteristik pengaturan mengenai berserikat dan berkumpul di bidang
ketenagakerjaan di masa orde lama, orde baru dan orde reformasi dan produk hukum yang
ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan ?

JAWABAN :
Karakteristik karakteristik pengaturan mengenai berserikat dan berkumpul di bidang
ketenagakerjaan :
a. ORDE LAMA : Melalui perjuangan SOBSI lahir berbagai instrumen hukum
perburuhan yang sangat menjamin atas hak-hak upeti mereka seperti hak kebebasan
berserikat dan berpendapat, hak atas yang layak, hak cuti bagi kaum perempuan, hak
kecelakaan kerja, hak istirahat, dan jam kerja, hak tidak di PHK sewenang-wenang
dan lainnya. Produk hukum yang ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan :
- UU No. 1 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya UU No. 12 Tahun 1948
tentang Kerja
- UU No. 2 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya UU No 33 Tahun 1947
tentang kecelakaan kerja
- UU No. 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya UU No. 23 Tahun 1948
tentang pengawasan perburuhan
- UU No. 21 Tahun 1954 tentang perjanjian perburuhan antara serikat dan
majikan
- UU No. 18 Tahun 1956 tentang persetujuan konvensi ILO No. 98
b. ORDE BARU : Pada era ini, buruh dibatasi seluruh hak-hak nya dengan cara
membentuk rumusan sistem Hubungan Industrial Pancasila (HIP). Dalam HIP ini
pemerintah larangan berserikat selain dengan organisasi bentukan pemerintah,
dilarang melakukan mogok dengan alasan karena bertentangan dengan Pancasila dan
HIP menyatakan pemerintah mempunyai peran untuk mengatur penyebaran dan
penggunaan tenaga kerja dengan tekanan produktifitas dan pencapaian manfaat yang
sebesar-besarnya. Investasi asing secara besar-besaran dibuka sedangkan hak-hak
sipil dan sosial buruh beserta organisasinya tidak ditumbuhkan secara merata.
Kebebasan berpendapat dibatasi, buruh dan organisasinya dikuasai, upah buruh
ditekan minimalis dan perlindungan buruh tidak terjamin. Produk hukum yang
ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan :
- PERMENAKER 1/MEN/1975
- PERMENAKER 1/MEN/1977
- PERMENAKER 5/MEN/1984
- PERMENAKER 1/MEN/1985
- PERMENAKER 5/MEN/1987
- PERMENAKER 15 A/MEN/1994
- PERMENAKER 5/MEN/1998
c. ORDE REFORMASI : Pengaturan tentang perburuhan pascareformasi berbeda
sama sekali. Materi UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh mengatur
adanya kebebasan untuk berserikat. Lalu terbit UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Instrumen hukum ketiga ialah UU No. 2 tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Instrumen hukum terbaru ini
selain melalui media penyelesaian bipartit, mediasi, konsiliasi dan arbitrase juga
menghendaki penyelesaian kasus lewat pengadilan hubungan industrial yang dibentuk
di PN menggantikan kewengan P4D/P4P. Penyelesaian jalur Pengadilan Hubungan
Industrial ialah puncak penyelesaian konflik buruh, serikat buruh dan majikan.
Instrumen hukum keempat ialah UU. No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI).

SUMBER:
BMP ADBI4336 | HUKUM KETENAGAKERJAAN MODUL 1 (HAL 1.15-1.22)

2. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi pertumbuhan jumlah tenaga


kerja perempuan dari 2018 ke 2019. Pada 2018, tercatat 47,95 juta
orang perempuan yang bekerja. Jumlahnya meningkat setahun setelahnya menjadi 48,75
juta orang. Begitu juga pekerja anak di Indonesia mengalami peningkatan dalam kurun
waktu tiga tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada 2017 terdapat 1,2
juta pekerja anak di Indonesia dan meningkat 0,4 juta atau menjadi sekitar 1,6 juta pada
2019. Namun meningkatnya jumlah tenaga kerja tersebut tidak diimbangi dengan
pengawasan yang baik sehingga sering terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan dalam
mempekerjakan anak dan perempuan tersebut. Padahal Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan bahwa setiap tenaga kerja baik laki-laki
maupun perempuan dan juga pekerja anak di Indonesia berhak untuk dilindungi dan
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pekerjaan.

PERTANYAAN :
a. Bagaimana bentuk perlindungan pekerja perempuan dan anak dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ?
b. Bagaimana sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan dalam penerapan hukum
mempekerjakan perempuan dan anak di Indonesia ?
JAWABAN:
a. Bagaimana bentuk perlindungan pekerja perempuan dan anak dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
- Perlindungan Perempuan
1) Mendapatkan Ketentuan Jam Keja dan Jenis Pekerjaan;
 Pekerja/buruh perempuan yang berusia dibawah usia 18 tahun dilarang
dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga 07.00;
 Pekerja/buruh perempuan yang hamil yang menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan diri dan kandungan jika
bekerja malam hari, dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 hingga
07.00 wajib;
 Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul
23.00 hingga 07.00 wajib:
 Memberikan makanan dan minuman yang bergizi;
 Menjaga kesusilaan dan keamanan selama ditempat kerja.
 Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh
perempuan yang berangkat dan pulang kerja antara pukul 23.00 hingga
07.00.
2) Ketentuan Larangan Hamil;
Meskipun dalam perjanjian kerja tertulis bahwa pekerja dilarang hamil
sebelum waktu tertentu, namun karena hal tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang ada dan hak manusia, maka secara
hukum perusahaan tidak dapat memutus hubungan kerja karyawan yang
bersangkutan.
3) Perlindungan Bagi Pekerja Perempuan Selama Kehamilan;
Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut
keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya
maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 hingga 07.00 wajib
4) Ketentuan Cuti Hamil;
 Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu
setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah)
bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau
bidan;
 Pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan atau bidan.
5) Pengajuan Cuti Hamil/Melahirkan;
Walaupun sebenarnya, pekerja perempuan dapat tersebut diambil, misalkan
pekerja perempuan boleh memilih cuti selama 1 bulan sebelum melahirkan
dan 2 bulan sesudah melahirkan sepanjang akumulasi waktunya tetap selama 3
bulan. Perusahaan-perusahaan di Indonesia memberikan kebebasan tenaga
kerja untuk bebas memilih waktu cuti, asalkan ada rekomendasi dari
dokter/bidan dan informasi waktu cuti kepada perusahaan.

Selama 3 bulan cuti hamil/melahirkan tersebut, perusahaan tetap wajib


memberikan hak upah penuh, artinya perusahaan tetap memberi gaji pada
pekerja perempuan yang hamil meskipun mereka sedang menjalani cuti
hamil/melahirkan.
6) Biaya Melahirkan Bagi Pekerja Perempuan;
Jaminan bagi pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan termasuk
dalam JPK yang menjadi hak pekerja. Cakupan program JPK ini termasuk
Pelayanan Persalinan, yakni pertolongan persalinan yang diberikan kepada
pekerja perempuan berkeluarga atau istri pekerja peserta program JPK
maksimum sampai dengan persalinan ke-3. Besar bantuan biaya persalinan
normal setinggi-tinginya ditetapkan Rp 500.000.
7) Biaya Melahirkan Bagi Istri Karyawan;
Pekerja berhak atas jaminan sosial diantaranya program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK), cakupan program JPK termasuk Pelayanan Persalinan yang
diberikan kepada pekerja perempuan berkeluarga atau istri pekerja peserta
program JPK.

Jadi, jika pekerja telah diikutsertakan pada program JPK pada PT Persero
Jamsostek, maka istri pekerja berhak memperoleh bantuan biaya persalinan
dari PT Persero Jamsostek. Atau, jika perusahaan mengikutsertakan pekerja
pada asuransi kesehatan dengan manfaat yang lebih baik dari JPK yang
diberikan PT Persero Jamsostek maka biaya persalinan dapat ditanggung oleh
perusahaan asuransi tersebut. Meskipun, pada praktiknya, biaya yang
ditanggung bisa berbeda-beda, bergantung pada asuransi kesehatan yang
diikuti oleh perusahaan terkait.
8) Hak Bagi Pekerja Perempuan di Masa Menyusui.
Pekerja perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan
sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu
kerja.

Dalam penjelasan Pasal 83 tersebut diatur bahwa maksud dari kesempatan


sepatutnya tersebut adalah lamanya waktu yang diberikan kepada pekerja
perempuan untuk menyusui bayinya dengan memperhatikan tersedianya
tempat yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan yang diatur
dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Ketentuan Pasal 83
tersebut dapat diartikan sebagai kesempatan untuk memerah ASI bagi pekerja
perempuan pada waktu kerja.

Pasal 10 Konvensi ILO No. 183 tahun 2000 mengatur lebih lanjut bahwa
seorang pekerja perempuan harus diberi hak untuk satu atau lebih jeda
diantara waktu kerja atau pengurangan jam kerja setiap harinya untuk
menyusui bayinya, dan jeda waktu atau pengurangan jam kerja ini dihitung
sebagai waktu kerja, sehingga pekerja perempuan tetap berhak atas
pengupahan. Namun, hal tersebut tidak diatur dalam UUNo. 13/2003.
9) Hak Cuti Menstruasi
Sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 81 pekerja perempuan yang
dalam masa menstruasi merasakan sakit dan memberitahukannya kepada
manajemen perusahaan maka dia tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua dalam masa menstruasinya. Dalam kenyataannya banyak pekerja
perempuan yang tidak menggunakan hak cuti menstruasi. Disamping itu, hak
ini ada yang dipersulit di beberapa perusahaan yang meminta surat keterangan
dokter untuk mendapat cuti menstruasi, dan faktanya jarang bahkan mungkin
hampir tidak ada perempuan yang pergi konsultasi ke dokter karena
menstruasi.

- Perlindungan Anak
1. Ketentuan Normatif Mengenai Pekerja Anak
Pertama, UU No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan. Undang-Undang ini
mengatur mengenai hal yang berhubungan pekerja anak mulai dari batas usia
diperbolehkan kerja, siapa yang tergolong anak, pengupahan dan perlidungan
bagi pekerja anak.

Kedua, UU No. 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No.138


Tahun 1973 mengenai Batas Usia Minimum Diperbolehkan Bekerja. Undang-
Undang ini mengatur dengan jelas tentang umur minimum seseorang untuk
bekerja.

a. Umur minimum tidak boleh kurang dari 15 tahun. Negara-negara yang


fasilitas perekonomian dan pendidikannya belum dikembangkan secara
memadai dapat menetapkan usia minimum 14 tahun untuk bekerja pada
tahap permulaan.
b. Umur minimum yang lebih tua yaitu 18 tahun ditetapkan untuk jenis
pekerjaan yang berbahaya yang sifat maupun situasi dimana pekerjaan
tersebut dilakukan kemungkinan besar dapat merugikan kesehatan,
keselamatan atau moral anak-anak.
c. Umur minimum yang lebih rendah untuk pekerjaan ringan ditetapkan pada
umur 13 tahun.

2. Bentuk Pekerjaan yang Diperbolehkan untuk Anak bekerja


Pada prinsipnya anak tidak boleh untuk bekerja, dikecualikan kondisi dan
kepentingan tertentu anak diperbolehkan bekerja, sebagaimana diatur dalam
Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bentuk
pekerjaan tersebut antara lain:
a. Pekerjaan Ringan
Anak yang berusia 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan melakukan
pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental dan sosial. Pengusaha yang mempekerjakan anak
pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan:
1) Izin tertulis dari orang tua atau wali;
2) Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
3) Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
4) Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
5) Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja;
6) Adanya hubungan kerja yang jelas; dan
7) Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Pekerjaan dalam rangka bagian kurikulum pendidikan atau pelatihan
Anak dapat melakukan pekerjaan yang merupakan bagian dari kurikulum
pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
dengan ketentuan:
1) Usia paling sedikit 14 tahun.
2) Diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta
mendapat bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakn pekerjaan.
3) Diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat
Untuk mengembangkan bakat dan minat anak dengan baik, makan anak
perlu diberikan kesempatan untuk menyalurkan bakat dan minatnya.
Untuk menghindarkan terjadinya eksploitasi terhadap anak, pemerintah
telah mengesahkan kebijakan berupa Kepmenakertrans No. Kep.
115/Men/VII/2004 tentang Perlindungan bagi Anak Yang Melakukan
Pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat.
Dalam mempekerjakan anak untuk mengembangkan bakat dan minat yang
berumur kurang dari 15 tahun, Pengusaha wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut:

1) Membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan orang tua/wali yang


mewakili anak dan memuat kondisi dan syarat kerja sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2) Mempekerjakan diluar waktu sekolah.
3) Memenuhi ketentuan waktu kerja paling lama 3 jam/hari dan 12
jam/minggu.
4) Melibatkan orang tua/wali di lokasi tempat kerja untuk melakukan
pengawasan langsung.
5) Menyediakan tempat dan lingkungan kerja yang bebas dari peredaran dan
penggunaan narkotika, perjudian, minuman keras, prostitusi dan halhal
sejenis yang memberikan pengaruh buruk terhadap perkembangan fisik,
mental, dan sosial anak.
6) Menyediakan fasilitas tempat istirahat selama waktu tunggu.
7) Melaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Kategori Pekerjaan Buruk Bagi Anak
Bentuk pekerjaan terburuk untuk anak menurut pasal 74 ayat 2 UU. No.
13/2003, meliputi:
a. Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya.
b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan
anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno atau
perjudian.
c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak
untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya dan atau
d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral
anak.
4. Jenis-Jenis Pekerjaan yang Berbahaya Bagi Anak
Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau
moral anak ditetapkan dengan Keputusan Menteri No: KEP. 235 /MEN/2003,
yaitu:
a. Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja:
1) Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi &
peralatan lainnya, meliputi: pekerjaan pembuatan, perakitan /
pemasangan, pengoperasian, dan perbaikan:
a) Mesin-mesin
b) Pesawat
c) Alat berat: traktor, pemecah batu, grader, pencampur aspal, mesin
pancang
d) Instalasi: pipa bertekanan, listrik, pemadam kebakaran, dan saluran
listrik.
e) Peralatan lainnya: tanur, dapur peleburan, lift, pecancah.
f) Bejana tekan, botol baja, bejana penimbun, bejana pengangkut,
dan sejenisnya.
2) Pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan kerja yang berbahaya
a) Pekerjaan yang mengandung bahaya fisik
b) Pekerjaan yang mengandung bahaya kimia
c) Pekerjaan yang mengandung bahaya biologis
3) Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu:
a) Konstruksi bangunan, jembatan, irigasi/jalan
b) Pada perusahaan pengolahan kayu seperti penebangan,
pengangkutan dan bongkar muat.
c) Mengangkat dan mengangkut secara manual beban diatas 12 kg
untuk anak laki-laki dan 10 kg untuk anak perempuan.
d) Dalam bangunan tempat kerja terkunci.
e) Penangkapan ikan yang dilakukan dilepas pantai atau perairan laut
dalam.
f) Dilakukan didaerah terisolasi dan terpencil.
g) Di Kapal.
h) Dalam pembuangan dan pengolahan sampah atau daur ulang
barangbarang bekas.
i) Dilakukan antara pukul 18.00 - 06.00.
b. Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Moral Anak
a) Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karaoke, bola sodok, bioskop,
panti pijat atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi
b) Pekerjaan sebagai model untuk minuman keras, obat perangsang
seksualitas atau rokok.

SUMBER:
BMP ADBI4336 | HUKUM KETENAGAKERJAAN MODUL 2
(HAL 2.4 – 2.15)

3. Karyadi adalah karyawan Konveksi PT. LANCAR LURUS yang bekerja berdasarkan
Perjanjian Kerja selama 1 (satu) tahun sejak tahun 2018. Saat ini Karyadi masih bekerja
di PT. LANCAR LURUS dengan baik dan selalu mentaati peraturan yang berlaku di
perusahaan tersebut tanpa dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerja seperti awal
masuk. Suatu hari karena ingin memastikan status hubungan kerjanya, Karyadi
menanyakan kepada Pimpinan Perusahaan, namun hingga saat ini tidak ada jawaban.

Pertanyaan :
a. Apakah hubungan kerja Karyadi dengan PT. LANCAR LURUS masih sah secara
hukum ?

JAWAB:
Tidak sah menurut hukum, perjanjian kerja dapat diakhiri apabila:
1) Pekerja meninggal duni;
2) Berakhirnya jangka waktu kerja;
3) Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap; atau
4) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhinya hubungan kerja.

Sangat jelas sekali pada kasus diatas, bahwasanya Karyadi merupakan karyawan
pada perusahaan konveksi dengan perjanjian kerja selama 1 tahun, sedangkan
beliau telah bekerja dari tahun 2018 hingga kini, hanya dengan satu kali
penandatanganan perjanjian kerja bersama. Maka dengan demikian hubungan
kerja antara perusahaan dengan Karyadi tidak sah menurut hukum.
b. Bagaimana status hubungan kerja antara Karyadi dengan PT. LANCAR LURUS?

JAWAB:
Status hubungan kerja antara Karyadi dengan perusahaan adalah Perjanjian Kerja
Waktu Tetap (PKWT) yang seharusnya Karyadi merupakan karyawan kontrak dan
harus melakukan penandatanganan perjanjian kerja sesuai dengan jangka waktu
berakhirnya perjanjian kerja.
c. Bagaimana Karakteristik Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan Perjanjian
Kerja Waktu Tidak tertentu (PKWTT) ?

JAWAB:
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang pekerjanya sering disebut
karyawan kontrak adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. PKWT
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun atau selesainya suatu
pekerjaan tertentu SEEKOR galdeth
b) dibuat secara tertulis dalam 3 rangkap: untuk buruh, pengusaha dan Disnaker
(Permenaker No. Per02/Men/1993), apabila dibuat secara lisan maka dinyatakan
sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu
c) dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam Bahasa Indonesia dan bahasa
asing dengan Bahasa Indonesia sebagai yang utama.
d) tidak ada masa percobaan kerja, bila disyaratkan maka perjanjian kerja batal demi
hukum (Pasal 58 UU No. 13/2003)

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tetap (PKWTT)


Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, pengertian Perjanjian Kerja Waktu
Tidak Tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. tetap. Pekerjanya sering disebut
karyawan tetap. Selain tertulis, PKWTT dapat juga dibuat secara lisan dan tidak
wajib mendapat pengesahan dari instansi ketenagakerjaan terkait.

Jika PKWTT dibuat secara lisan maka perusahaan wajib membuat surat
pengangkatan kerja bagi karyawan yang bersangkutan. PKWTT dapat mensyaratkan
adanya masa percobaan kerja (probation) untuk paling lama tiga bulan, bila ada yang
mengatur lebih dari tiga bulan, maka demi hukum sejak bulan keempat, si pekerja
sudah dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT). Selama masa percobaan,
perusahaan wajib membayar upah pekerja dan upah tersebut tidak boleh lebih
rendah dari upah minimum yang berlaku.

SUMBER:
BMP ADBI4336 | HUKUM KETENAGAKERJAAN MODUL 3 (HAL 3.8 –
3.10)

Anda mungkin juga menyukai