Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : NAHDAH NABILAH

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044096744

Kode/Nama Mata Kuliah : ADBI4336/Hukum Ketenagakerjaan

Kode/Nama UPBJJ : 45/YOGYAKARTA

Masa Ujian : 2022/23.1 (2022.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Indonesia mengalami kekosongan Hukum
Ketenagakerjaan, sehingga hak-hak pekerja tidak terlindungi. Uraikan Analisis anda
bagaimana penerapan Hukum Ketenagakerjaan Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia!
Jawab:
Di awal proklamasi belum ada hukum ketenagakerjaan yang dihasilkan pemerintah maka
untuk menghindari kekosongan hukum di bidang ketenagakerjaan pada waktu itu masih
menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada masa penjajahan.
Ketentuan ini dicantumkan dalam Pasal 1 Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan jika
belum terdapat undang-undang baru maka perundang-undangan ini tetap berlaku. Dengan
ketentuan aturan peralihan ini maka semua peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan yang berlaku pada saat pengesahan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945
masih berlaku sepanjang belum diganti dengan yang baru. Perkembangan hukum
ketenagakerjaan di Indonesia ini terbagi dalam beberapa periode, diantaranya:
a. Periode 1945-1969
Tahun 1951 di bidang ketenagakerjaan baru diundangkan satu undang undang, yaitu UU
No. 12 Tahun 1948 yang bertitel Undang-undang Kerja. Mengingat saat itu negara
Republik Indonesia masih berbentuk negara Serikat maka undang-undang tersebut hanya
berlaku untuk Negara Republik Indonesia. Baru pada Tahun 1951 dengan Undang-undang
No. 1 Tahun 1951 UU Kerja Tahun 1948 dinyatakan berlaku untuk seluruh Indonesia.
Undang-undang No. 12 Tahun 1948 memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan yang
boleh dilakukan anak, orang muda dan wanita, aturan tentang waktu kerja, waktu
istirahat, dan tempat kerja. Banyak keresahan di kalangan pekerja/buruh karena
pengusaha dengan kedudukan sosial ekonomi yang lebih tinggi selalu dapat memaksakan
kehendaknya kepada pekerja/buruh. Akibatnya, pada akhir Tahun 1950 banyak terjadi
pemogokan pekerja/buruh yang mengakibatkan terganggunya perekonomian dan
keamanan nasional. Besarnya masalah perselisihan buruh menyebabkan munculnya
aturan yang dibentuk untuk mengatasi perselisihan tersebut. Guna menyelesaikan
perselisihan antar buruh tersebut, pemerintah membentuk Peraturan Kekuasaan Militer
No.1 Tahun 1951 yang membentuk Panitia Penyelesaian Pertikaian Perburuhan di tingkat
pusat dan daerah. Adanya peraturan tersebut ternyata belum mampu mengurangi dan
menyelesaikan perselisihan buruh tersebut sehingga pemerintah membentuk aturan lain
yang harapannya dapat menyelesaikan masalah tersebut. Undang-undang Darurat No. 16
Tahun 1951 tidak bersifat definitif melainkan hanya bersifat peralihan belaka guna
mengatasi keadaan ketenagakerjaan saat itu. Dalam perjalanannya banyak keberatan
yang dilakukan baik oleh pengusaha maupun pekerja/buruh. Berdasarkan hal tersebut
pemerintah pada tanggal 8 April 1957, mengesahkan Undang-undang No. 22 Tahun 1957
tentang Penyelesaian Perselisihan perburuhan yang menetapkan P4P dan P4D tersebut
sebagai orang yang berwenang menyelesaikan perselisihan perburuhan. Buruh
menggunakan kekuatan mogok kerja untuk memaksakan kehendak sementara pengusaha
selalu menggunakan keunggulan sosial ekonomi dalam menekan pekerja/buruh. Guna
mengatasi keadaan ini, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-
undangan, di antaranya adalah Undang-undang No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian
Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan (sekarang disebut Perjanjian Bersama).
Setelah tahun-tahuntersebut kondisi semakin membaik karena masyarakat juga mulai
terfokus pada kegiatan politik yang ada disbanding dengan hal tersebut.
b. Periode 1969-2003
Pada Tahun 1969 Pemerintah Orde Baru mengeluarkan Undang-undang No. 14 Tahun
1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Ketenagakerjaan. Undang-Undang
ini mengatur tentang Pokok-pokok yang dijadikan kebijakan dalam mengatur
ketenagakerjaan di tanah Air. Pada masa ini perkembangan terkait hak-hak serta
perlindungan dari pekerja lebih dikembangkan. Baik perlindungan keselamatan maupun
hak secara yuridis.

2. Berdasarkan data KPAI, kasus trafficking dan eksploitasi anak di Indonesia cukup tinggi. Data
tersebut menunjuk pada angka 1.750 kasus Trafficking dan eksploitasi anak sejak tahun 2011.
Komisioner Bidang Traficking dan Eksploitasi Ai Maryati Sholihah, meminta terobosan
pengawasan yang tepat sasaran, untuk menghentikan maraknya anak-anak yang dipekerjakan
di tempat-tempat berbahaya. ”Serta tempat yang rentan kekerasan seksual. Sebab banyak
perusahaan yang mempekerjakan anak,” katanya, Jumat (02/02/2018). Diakui olehnya,
sejumlah perusahaan dengan pemerintah kota/kabupaten dan provinsi memiliki perjanjian
tersebut. Ia mencontohkan, peristiwa Kosambi, Tangerang telah memperlihatkan bolongnya
pengawasan pada sektor formal. Sehingga anak-anak berada di perusahaan yang berbahaya
tersebut (kembang api). Selain itu, ia menuturkan pada sektor non formal, anak-anak yang
dilacurkan dan eksploitasi seksual sangat tinggi dengan rekruitmen dan modus-modus baru.
“Untuk itu, perlu adanya efektifitas dalam pengawasan pada daerah-daerah padat industri
dan destinasi wisata yang kerap mempekerjakan anak,” ungkapnya Menanggapi hal tersebut,
Menteri Tenaga Kerja dan Tranmigrasi, Hanif Dakhiri, mengatakan faktor pengawasan sangat
krusial, dan kebijakan pengawasan ada di tingkat Provinsi. ”Sebetulnya kalau bicara mandat
otonomi daerah (otda) semua bisa diselesaikan di level Pemerintah Daerah, tapi kita juga
mendorong adanya komite pengawas melalui pendekatan Zona rawan, seperti di Jawa Barat
sudah dimulai,” terangnya. Untuk itu, pihaknya sedang mengupayakan pengawasan melalui
teknologi. “Hal ini dilakukan sebagai upaya mengakses seluruh perusahaan melalui jalur
online,” imbuhnya. Direktur Pengawasan Norma Kerja Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Bernawan Sinaga menjelaskan, kesulitan pengawasan anak-anak yang bekerja disektor non
formal memang sangat tinggi. “Kami sudah menarik 29 ribuan anak yang dipekerjakan dari
jumlah sekitar 2,3 juta anak Indonesia yang bekerja,” katanya. Tahun ini, pihaknya akan
menarik sekitar 17.500 anak untuk kembali sekolah dan tidak berada di tempat-tempat
pekerjaan berbahaya.
Sumber :https://www.kpai.go.id/berita/kasus-eksploitasi-anak-kpai-perlu-efektifitas-
pengawasan-pekerja-anak
Soal : Berdasarkan berita diatas, uraikan analisis anda apakah seorang anak bisa di bekerja
atau tidak disertai dasar hukumnya!
Jawab:
Melihat berita tersebut, memperkerjakan anak yang terjadi pada kasus tersebut termasuk
mengganggu Kesehatan fisik, mental, dan sosial mereka. Untuk memperkejakan anak sendiri,
sebenarnya diatu dalam UU ketenagakerjaan, yaitu Undang-undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan; Undang-Undang ini mengatur mengenai hal yang berhubungan
pekerja anak mulai dari batas usia diperbolehkan kerja, siapa yang tergolong anak,
pengupahan dan perlidungan bagi pekerja anak. Pasal 68 UU No. 13 tahun 2003 menyebutkan
bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Dan dalam ketentuan undang-undang
tersebut, anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun. Berarti 18 tahun adalah
usia minimum yang diperbolehkan pemerintah untuk bekerja. Dalam undang-undang yang
sama pasal 69, 70, dan 71 menjelaskan pengecualian bagi anak usia 13 – 15 tahun diizinkan
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik,
mental, dan sosial. Kemudian juga anak dengan usia minimum 14 tahun dapat melakukan
pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan
dan anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Pada
prinsipnya anak tidak boleh bekerja, dikecualikan untuk kondisi dan kepentingan tertentu
anak diperbolehkan bekerja, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Bentuk pekerjaan tersebut antara lain:
a. Pekerjaan Ringan;
Anak yang berusia 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan melakukan pekerjaan ringan
sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik,mental dan sosial.
b. Pekerjaan dalam rangka bagian kurikulum pendidikan atau pelatihan; Anak dapat
melakukan pekerjaan yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan
yang disahkan oleh pejabat yang berwenang dengan ketentuan :
1) Usia paling sedikit 14 tahun.
2) Diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta mendapat
bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakn pekerjaan.
3) Diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
c. Pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat; untuk mengembangkan bakat dan
minat anak dengan baik, maka anak perlu diberikan kesempatan untuk menyalurkan bakat
dan minatnya.Untuk menghindarkan terjadinya eksploitasi terhadap anak, pemerintah
telah mengesahkan kebijakan berupa Kepmenakertrans No. Kep. 115/Men/VII/2004
tentang Perlindungan bagi Anak Yang Melakukan Pekerjaan Untuk Mengembangkan Bakat
dan Minat.
Ketiga jenis pekerjaan tersebut juga diatur kriterianya dalam undang-undang No.13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan ini.

3. Setelah ribuan pekerja diberhentikan tanpa pesangon PT Panarub, lagi lagi sebuah perusahaan
subkontraktor Adidas lain yaitu, PT Framas, Bekasi memPHK 300 pekerja tanpa mengikuti
aturan hukum ketenagakerjaan yang berlaku. PT Framas berdalih bahwa para pekerja telah
melebihi durasi kontrak , PT Framas kemudian tidak memperpanjang kontrak kerja dan
melanggar semua hak para pekerja. PT Framas melakukan 3 bulan kontrak kerja dan terus
memperpanjang status mereka sebagai pekerja tidak tetap (pekerja kontrak) per 3 bulan,
selama lebih dari 3 tahun. Sejak Desember 2012, kontrak mereka tidak diperpanjang dan
mereka semua kehilangan pekerjaan tanpa pesangon. Soal : Uraikan Analisis Anda apa yang
menjadi unsur-unsur perjanjian kerja, agar kejadian seperti diatas tidak terjadi bagi
masyarakat!
Jawab:
Ada 3 unsur dalam hubungan kerja yang wajib dipahami, baik bagi pekerja maupun pemberi
kerja yaitu unsur pekerjaan, upah dan perintah. Ketiganya masuk dalam surat perjanjian kerja
saat awal kontrak kerja dilakukan.
a. Unsur pekerjaan perlu diperhatikan untuk menghindari adanya hal yang serupa dari
kasusu tersebut, pekerja dalam melakukan perjanjian kerja harus memperhatikan ketiga
hal tersebut. Unsur pekerjaan memastikan kedua belah pihak bahwa harus ada pekerjaan
yang diperjanjikan. Pekerja akan terikat dengan pekerjaan tersebut manakala sudah
terjadi perjanjian kerja. Diatur dalam KUH Perdata Pasal 1603a yang menyatakan bahwa
pekerjaan yang diberikan kepada seorang pekerja/buruh harus dilakukan sendiri tidak
boleh diwakilkan kecuali atas persetujuan pemberi kerja. Imbal balik atas tenaga, waktu,
dan keterampilan yang diberikan, pekerja berhak mendapatkan upah.
b. Unsur upah memegang peran penting dalam hubungan kerja. Pemerintah ikut memberi
panduan terkait pengupahan pekerja dalam bentuk kebijakan tentang Upah Minimum
Provinsi (UMP), tentang struktur dan skala upah, dan lain sebagainya. UMP berlaku untuk
pekerja baru dengan jenjang pendidikan paling rendah. Untuk pekerja yang lebih lama
atau dengan pendidikan lebih tinggi seharusnya memiliki upah yang lebih tinggi juga. Hal
inilah yang mengharuskan perusahaan membuat kebijakan tentang skala pengupahan
yang biasanya dipengaruhi oleh masa kerja, posisi pekerjaan dan jenjang pendidikan atau
kualifikasi keahlian yang dimiliki. Unsur upah sendiri perlu juga diperjelas dan
diperhatikan waktu, jenis, dan nominal yang akan di dapat. Dalam kasus tersebut, pekerja
harus memperhatikan ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi jika terjadi PHK serta
proses pencairan uang pesangon.
c. Unsur perintah memberi kepastian kepada pemberi kerja bahwa pekerja harus taat pada
perintah pemberi kerja. Perintah tersebut bisa dalam bentuk target kerja, instruksi, dan
lain-lain dengan menyebutkan faktor waktu sebagai salah satu unsur hubungan kerja. Hal
ini diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan dijelaskan dalam surat perjanjian kerja. Jika
tidak disebutkan secara jelas, maka yang berlaku adalah menurut kebiasaan (KUH Perdata
Pasal 1603e) untuk waktu yang tidak terbatas hingga masa kerja dinyatakan berakhir.
Selain ketiga unsur tersebut, perlu diperhatikan pula unsur waktu yang menjelaskan
mengenai jam kerja, waktu perpanjangan serta proses perpanjangan kontrak kerja apabila
bukan perjanjian atas pekerjaan tetap.

Anda mungkin juga menyukai