Menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, pekerja/buruh anak memiliki
kedudukan yang jelas dan diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
1. Perlindungan Hukum: Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan hukum
kepada pekerja/buruh anak. Pasal 69 ayat (1) menyatakan bahwa pekerja/buruh anak memiliki hak yang sama dengan pekerja/buruh dewasa dalam hal upah, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja, serta hak-hak lain yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. 2. Usia Minimum: Undang-Undang Ketenagakerjaan juga mengatur usia minimum untuk bekerja. Pasal 69 ayat (2) menyatakan bahwa usia minimum untuk bekerja adalah 15 tahun, kecuali untuk pekerjaan ringan yang tidak membahayakan kesehatan, pendidikan, dan moral anak. Jika pekerja/buruh anak berusia di bawah 15 tahun, mereka tidak diizinkan bekerja. 3. Pendidikan: Undang-Undang Ketenagakerjaan juga menekankan pentingnya pendidikan bagi pekerja/buruh anak. Pasal 70 ayat (1) menyatakan bahwa pekerja/buruh anak yang berusia di bawah 18 tahun wajib mengikuti pendidikan formal sesuai dengan tingkat pendidikan yang sedang ditempuh.
Kedudukan pekerja/buruh anak sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan adalah
subjektif. Namun, Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan kerangka hukum yang jelas untuk melindungi hak-hak pekerja/buruh anak dan mendorong pendidikan mereka. Kedudukan pekerja/buruh anak dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan aturan perundang-undangan. Alasannya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pelanggaran Terhadap Batasan Usia Minimum
Meskipun UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh menetapkan batasan usia minimum untuk bekerja, masih terdapat kasus pelanggaran di mana anak-anak terlibat dalam pekerjaan yang seharusnya dilarang bagi usia mereka. Hal ini melibatkan anak-anak dalam kegiatan yang dapat membahayakan kesehatan, pendidikan, dan perkembangan mereka. 2. Pengawasan dan Penegakan Hukum yang Belum Optimal Pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran hak anak dalam konteks ketenagakerjaan masih belum optimal. 3. Tidak Optimalnya Pemberdayaan dan Pendidikan Pemberdayaan masyarakat untuk memahami hak-hak anak dan mencegah pekerjaan anak belum mencapai tingkat optimal. Program pendidikan dan pelatihan untuk memberdayakan anak-anak dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk masa depan yang lebih baik masih perlu ditingkatkan. 4. Peran Serikat Buruh dalam Perlindungan Pekerja Anak Meskipun serikat pekerja/buruh memiliki peran penting dalam memperjuangkan dan melindungi hak pekerja, termasuk anak-anak, dalam praktiknya, belum semua serikat buruh memiliki fokus yang cukup pada isu pekerja anak. Penting untuk meningkatkan pemahaman dan peran serikat buruh dalam melibatkan diri dalam upaya perlindungan hak anak di lingkungan kerja.
Secara umum, masih ada ruang untuk perbaikan dalam perlindungan pekerja/buruh anak dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia.