Anda di halaman 1dari 1

Serikat pekerja 

atau serikat buruh ialah organisasi buruh yang bergabung bersama untuk mencapai


tujuan umum di bidang seperti upah, jam dan kondisi kerja. Serikat Buruh pertama di Jawa dibentuk pada
1905 dalam Perusahaan Kereta Api, tetapi serikat buruh ini dan serikat-serikat buruh lainnya berada
dibawah kendali Eropa dan hanya merekrut sejumlah kecil buruh Pribumi. Pada tahun 1920 telah tercatat
bahwa ada sekitar 100 serikat buruh dengan 100.000 anggota. Hal ini tidak terlepas upaya propaganda
yang dilakukan oleh aktivis buruh dengan berbagai macam cara seperti pamflet, sura kabar, dan
selebaran. Peningkatan jumlah buruh upahan di perkotaan yang terus meluas

Setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, serikat buruh menjadi organisasi sosial yang penting
karena keterlibatan mereka di dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankannya. Ini
mendorong lahirnya berbagai undang-undang dan peraturan yang amat melindungi buruh justru
ketika Indonesia belum sepenuhnya merdeka, seperti UU No. 33/1947 tentang Kecelakaan Kerja
yang merupakan undang-undang pertama hasil karya pemerintah Indonesia, disusul dengan UU No.
12/1948 tentang Kerja yang berisi berbagai ketentuan yang amat maju pada masanya untuk
perlindungan buruh, seperti waktu kerja delapan jam sehari, hak cuti haid bagi buruh perempuan
dan lain-lain. Kecenderungan undang-undang protektif ini berlanjut terus hingga tahun 1950an
dengan lahirnya beberapa undang-undang lain yang senada. Seperti UU No 21/1954 tentang
Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan yang berisi jaminan untuk hak berunding
secara kolektif bagi serikat buruh. Juga UU No. 22/1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan yang mengkanalisasi perselisihan ke lembaga semi-pengadilan Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan; dan sebagainya.

Hingga kemudian lahir Orde Baru pada tahun 1965 di bawah Jenderal Soeharto, yang mengambil alih
kekuasaan dengan terutama menghancurkan seluruh gerakan progresif termasuk gerakan buruh
yang dilumpuhkan dengan tuduhan keterlibatan pada percobaan kudeta yang diklaim dilakukan oleh
Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Gerakan 30 September (G30S). Penghancuran gerakan buruh
ini tidak hanya dialami oleh organisasi buruh di bawah PKI, tetapi semua organisasi buruh yang ada
pada waktu itu.

Barulah setelah reformasi yang menjatuhkan kekuasaan Orde Baru tahun 1998, mulai terjadi
perubahan dengan khususnya relaksasi prosedur pembentukan serikat buruh. Presiden Habibie yang
menggantikan Presiden Soeharto meratifikasi Konvensi ILO No. 87 menjamin hak untuk berserikat
bagi buruh. Konvensi ini melengkapi Konvensi No. 98 tentang perundingan kolektif yang sudah
diratifikasi sejak tahun 1950an. Kebijakan ini kemudian dikuatkan dengan disahkannya UU No.
21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang menjadi dasar hukum untuk berkembang dan
berfungsinya serikat buruh yang independen dan gerakan yang mereka lakukan kemudian. Undang-
undang ini merupakan satu paket dengan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menjadi
sumber hukum material, dan UU No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
yang menjadi sumber hukum formil penyelesaian perselisihan perburuhan.

Saat ini terdapat puluhan serikat pekerja yang terdaftar di Kementerian Tenaga Kerja. Pemerintah
mendorong terbentuknya serikat pekerja tingkat perusahaan (SPTP), yaitu serikat-serikat pekerja
yang bebas (nonafiliasi) ditingkat perusahaan. Berlakunya Undang Undang Nomor 21 Tahun 2000
tentang Serikat Pekerja membuka peluang bagi serikat pekerja untuk berperan lebih aktif dalam
memperjuangkan kepentingan pekerja. Data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) menunjukkan
jumlah serikat pekerja/serikat buruh tahun 2017 ada sekitar 7.000 organisasi. Jumlah itu menurun
dalam satu dekade. Pada 2007, Kemenaker mencatat serikat pekerja di seluruh Indonesia mencapai
sekitar 14.000 organisasi pekerja. Jumlah anggota serikat pekerja/serikat buruh pada 2017 hanya
sekitar 2,7 juta orang atau menurun dari 3,4 juta orang pada tahun 2007.

Anda mungkin juga menyukai