Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KELOMPOK 7

MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA

Dosen Pengampu :

Dr.Desi Tri Kurniawati.,SE.,MM,CPHR,CRP

Disusun oleh:

Dimas Aprilyanto (175020201111007)

Ahmad Miskatul

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan
karunianya kepada kami sehingga berhasil menyelesaikan makalah tentang “Hubungan
Perburuhan dan Tawar Menawar yang Kolektif” tepat pada waktunya.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua mengenai
ketenagakerjaan atau perburuhan beserta proses tawar menawar yang kolektif. Kami
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kamisampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyelesain makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan YME selalu merhidai
segala usaha kita. Aamiin.

Malang, 25 Februari 2014

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perburuhan atau ketenagakerjaan merupakan bagian yang erat kaitannya
dengan seorang buruh dan majikannya. Hubungan yang terjalin tidak sebatas pada
pengupahan namun juga cara-cara bekerja buruh untuk pekerjaan yang dijalaninya.
Ketenagakerjaan juga mempengaruhi pembangunan nasional dan hal ini juga telah
diatur dalam pancasila serta Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945. Tenaga kerja mempunyai perananan, kedudukan yang sangat penting sebagai
pelaku dan sasaran pembangunan nasional. Hak-hak tenaga kerja yang diatur dalam
peraturan ketenagakerjaan Indonesia, yang didalamnya termasuk perlindungan tenaga
kerja merupakan hal yang harus diperjuangkan agar harkat dan kemanusian tenaga kerja
ikut terangkat. Perlindungan tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar
karyawan dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha nasional
dan internasional.
Karena pentingnya peran tenaga kerja, maka untuk melindungi hak-hak para
pekerja dibentuklah hukum perburuhan atau ketenagakerjaan. Hukum Perburuhan
adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara
buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa. Iman
Soepomo membuat rumusan tentang arti kata Hukum Perburuhan yaitu suatu
himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian di
mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
Dalam makalah ini kami akan membahas secara lebih padat tentang sejarah
perburuhan di Indonesia, Undang-undang ketenagakerjaan serta proses tawar
menawar yang kolektif dalam serikat kerja.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan sejarah singkat gerakan buruh (tenaga kerja) di Indonesia
2. Mendiskusikan undang-undang ketenagakerjaan
3. Membuat contoh terkini apa yang diharapkan selama perjalanan pemilihan serikat
pekerja
4. Menjelaskan lima cara untuk mengabaikan pemilihan NLRB
5. Membuat contoh tawar-menawar yang tidak beritikad baik

C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah singkat gerakan buruh (tenaga kerja) di Indonesia
2. Mengetahui undang-undang ketenagakerjaan
3. Mengetahui contoh terkini yang diharapkan selama perjalanan pemilihan serikat
pekerja
4. Mengetahui lima cara mengabaikan pemilihan NLRB
5. Mengetahui contoh tawar-menawar yang tidak beritikad baik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah singkat gerakan buruh (tenaga kerja) di Indonesia

Sejarah gerakan Buruh Indonesia dapat dikelompokan sesuai dengan


jaman/era dimana peristiwa itu terjadi, yaitu Jaman Pra Imperialis, Jaman Kolonial,
dan Jaman Kemerdekaan.
Pada masa penjajahan Belanda saat berakhirnya zaman kapital industri yang
berdasarkan persaingan bebas ekonomi yang kemudian disusul oleh zaman
imperialisme, kedudukan Indonesia sejak tahun 1895 didalam hubungan ekonomi
dunia ialah bahwa Indonesia dijadikan tempat sumber bahan mentah, tempat
penanaman modal, tempat pemasaran hasil produksi kapitalis dunia serta sebagai
sumber tenaga buruh yang sangat murah. Dengan lahirnya Imperialisme Belanda di
Indonesia itulah, lahir dalam arti yang sebenarnya kaum buruh di Indonesia.
Dengan adanya penanaman modal industri oleh imperialis dalam berbagai
lapangan di Indonesia lahirlah golongan rakyat dalam masyarakat yang baru yaitu
“kaum buruh”, sebagai golongan yang menurut kedudukan sosialnya berkepentingan
untuk menghapuskan sistem penghisapan dan penindasan yang dijalankan oleh kaum
imperialis Belanda. Buruh yang menjual tenaga kerjanya untuk mendapat upah,
muncul pada ekade-dekade terakhir abad XIX, terutama diperkebunan swasta yang
berkembang di Jawa dan Sumatra.
Jaman Kolonial adalah jaman dimana munculnya buruh yang menjual tenaga
kerja un tuk mendapatkan upah. Pada waktu itu buruh-buruh bekerja menjual
tenaganya diberbagai bidang seperti: perkebunan, pelabuhan, penggadaian,
transportasi, dan perkantoran. Seperti kondisi sekarang buruh-buruh waktu itu kondisi
kerja dan kesejahteraannya tidak sesuai seperti: uaph yang sangat murah, jam kerja
panjang, pajak yang sangat tinggi, kondisi kerja yang sangat buruk, dan tidak ada
jaminan selama kerja.
Dengan kondisi kerja yang demikian para buruh mulai mengkonsolidasikan
diri dengan buruh-buruh yang lain juga dengan orang-orang yang berpendidikan atau
lebih dikenal sebagai tokoh-tokoh pergerakan dan menjadi pemimpin di organisasi
modern seperti: Budi Utomo, Sarikat Islam, dan lain sebagainya.
Serikat buruh pertama di Jawa didirikan pada tahun 1905 oleh buruh-buruh
kereta api dengan nama SS Bond. Kepengurusan organisasi ini sepenuhnya dipegang
oleh orang-orang Belanda. Namun serikat buruh ini tidak pernah berkembang menjadi
gerakan yang militan dan berakhir pada tahun 1912. Setelah itu bermunculan banyak
gerakan perburuhan lain namun juga tetap tidak berkembang dan pada akhirnya
berakhir juga. Dibeberapa kota seperti Semarang, Jakarta dan Bandung ada
sekelompok kaum Tionghoa yang berhasil mendirikan Perkumpulan Kaum Buruh
Tionghoa (PKBT) dan Serikat Buruh Tionghoa (SBT). Dalam sebuah konferensi
tanggal 25 desember 1933 mereka mendirikan Federasi Kaum Buruh Tionghoa
(FKBT). Kedatangan Direktur ILO Harold B Butler pada Oktober 1938 sebenarnya
membawa harapan baru tapi seperti yang diamati kemudian tidak terjadi kemajuan
yang berarti.
Pemerintah Hindia Belanda terusir dari indonesia dan rakyat indonesia mulai
kehidupan babak baru dibawah kolonial Jepang. Pada masa pendudukan Jepang
terjadi kemacetan dalam bidang politik termasuk gerakan buruh.
Pasca proklamasi kemerdekaan sejumlah tokoh gerakan buruh berkumpul di
Jakarta tepatnya pada tanggal 15 September 1945 untuk membicarakan peranan kaum
buruh dalam perjuangan kemerdekaan dan menentukan landasan bagi kaum buruh.
Pada perttemuan tersebut berdirilah organisasi buruh yang diberi nama Barisan Buruh
Indonesia ( BBI ), selain itu BBI juga menuntut Komite Nasional Indonesia untuk
mengakui organisasi tersebut.
Pada bulan Oktober 1945 di Sumatera berdiri Satuan Pegawai Negeri
Republik Indonesia (SPNRI). Dikalangan buruh perempuan mendirikan organisasi
yang bernama Barisan Buruh Wanita (BBW) yang diketuai oleh SK Tri Murti.
Kegiatannya ditujukan untuk memberi pendidikan dan kesadaran kepada buruh
perempuan. Pada tanggal 01 Mei 1946 ( Hari Buruh ) BBW telah berhasil
mengumpulkan calon pemimpin buruh perempuan. Banyak sekali organisasi buruh
pada waktu itu dan sampai tahun 1950 an jumlah anggota yang terhimpun 3 sampai 4
juta orang yang tergabung dalam 150 serikat buruh nasional dan ratusan serikat buruh
lokal.
Diantara ratusan serikat buruh itu hanya 4 Federasi serikat Buruh yang sangat
besar yaitu:
1. Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dengan jumlah anggota
sekitar 60% dari jumlah buruh yang terorganisir. Organisasi ini berdiri tahun 1946.
organisasi ini memiliki hubungan erat dengan partai komunis indonesia (PKI) yang
ikut pemilu tahun 1951. SOBSI terdiri dari 39 serikat buruh Nasional dan sekitar 800
serikat buruh lokal dari berbagai sektor seperti : perhutanan, transportasi, pelabuhan,
pertambangan, media, dll.
2. Kongres Seluruh Buruh Indonesia (KSBI) berdiri pada tanggal 12 Mei 1953 terdiri
dari serikat-serikat buruh non komunis. Kegiatan organisasi ini lebih banyak pada hal-
hal yang berhubungan dengan keadilan sosial.
3. SBII berdiri bulan November 1948 oleh tokoh-tokoh partai islam yang menyadari
pentingnya gerakan buruh sebagi basis pendukung partai.
4. Kesatuan Buruh kerakyatan Indonesia (KBKI) didirikan pada tanggal 10 Desember
1952 organisasi ini semula bernama Konsentrasi Buruh Kerakyatan Indonesia dia
memiliki hubungan erat dengan partai Indonesi. Azas yang melandasi orgnisasi ini
adalah marhaenisme (ajaran Soekarno).
SOBSI adalah salah satu Federasi yang menunjang kemenangan PKI dalam 5
besar pada pemilu yang diadakan pertama kali di Indonesia pada tahun 1955. berkat
kemenangan pemilu tersebut banyak tokoh SOBSI yang duduk di parlemen sehingga
ada beberapa kebijakan politik yang berpihak kepada buruh seperti lahirnya undang-
undang penyelesaian perselisihan perburuhan ( UU No. 22 Tahun 1957 ) dan undang-
undang tentang pemutusan hubungan kerja ( UU No. 12 Tahun 1964 ), kedua undang-
undang tersebut merupakan undang-undang perburuhan terbaik di Asia.
B. Undang-Undang Ketenagakerjaan
Hingga sekitar tahun 1930, tidak ada UU pekerja yang khusus. Para pengusaha tidak
diharuskan terlibat dalam persetujuan kolektif dengan karyawan dan hampir tidak ada
batasan utuk perilaku pengusaha terhadap karyawan seperti penggunaan mata-mata,
daftar hitam, dan memecat penggerak serikat kerja. Hingga pada akhirnya Undang-
undang pekerja mengalami tiga periode yaitu periode dorongan kuat, modifikasi
dorongan bersama dengan peraturan, sampai menjadi peraturan detail masalah serikat
pekerja internal.
1. Periode Dorongan Kuat: UU Norris-Laguardia (1932) dan National Labor
Relations atau Wagner Act (1935)
UU Norris-Laguardia dan UU Wagner Act menandai sebuah perubahan dalam
undang-undang pekerja dari represi menjadi dorongan kuat akan aktivitas serikat
pekerja. Mereka melakukan ini dengan melarang jenis tertentu praktik pekerja
yang tidak adil, dengan menyediakan pemilihan surat rahasia, dan dengan
menciptakan Dewan Hubungan Pekerja Nasional.
2. Periode modifikasi dorongan bersama dengan peraturan: UU Taft-Hartley Act
(1947)
UU Taft-Hartley mencerminkan periode dorongan termodifikasi yang disertai
dengan regulasi. UU ini menyebutkan hak-hak karyawan dengan memerhatikan
serikat pekerja mereka, meyebutkan hak-hak pengusaha, dan mengizinkan
Presiden AS untuk secara sementara melarang pemogokan darurat nasional.
Diantaranya, UU ini juga menyebutkan beberapa praktik pekerja yang tidak adil.
Dan pengusaha secara eksplisit diberikan hak untuk memperlihatkan pandangan
mereka atas organisasi serikat pekerja.
3. Periode Regulasi Rinci atas masalah Serikat Pekerja Internal: Landrum-Griffin
Act (1959)
UU Landrum-Griffin mencerminkan periode rincian regulasi dari hubungan
serikat pekerja internal. UU ini tumbuh dari penemuan perbuatan yang
menyimpang baik di pihak kepemimpinan manajemen dan serikat pekerja dan
berisi rancangan undang-undang hak bagi para anggota serikat pekerja.
Undang-Undang ketengakerjaan di Indonesia diatur dalam UU no.13 tahun
2003. Ketengakerjaan sebagai aspek penting dalam pembangunan nasional
disesuaikan dengan Undang-Undnag Dasar 1945 dan Pancasila sebagai acuan jika
dalam serikat kerja terjadi perselisihan maka diharapkan diselesaikan dengan cara
musyawarah untuk mencapai mufakat. Namun pada tahun 2010 undang-undang
ketenagakerjaan ini dipereteli lagi. Kali ini pengajuan dilakukan Serikat Pekerja Bank
Central Asia (SP BCA). Hasilnya Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) UU ketenagakerjaan
yang mengatur soal syarat perundingan Perjanjian Kerja Bersama dinyatakan
bertentangan dengan konstitusi.
Kemudian pada akhir tahun 2011, sejumlah pekerja mengajukan Pasal 155
ayat (2) tentang upah proses untuk diuji dan dikabulkan MK sebagian. Terakhir
adalah putusan MK di awal tahun 2012 yang mengabulkan permohonan Ketua Umum
Aliansi Petugas Pembaca Meteran Listrik Didik Suprijadi terkait pasal yang mengatur
mengenai outsourcing. MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional bersyarat.
Pemerintah sebenarnya sadar UU Ketenagakerjaan sudah tak utuh lagi. Makanya
Menteri Tenaga dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan
UU Ketenagakerjaan layak untuk disempurnakan.
Bicara UU Ketenagakerjaan berarti akan berbicara pula setidaknya dua
kepentingan, yaitu kepentingan pekerja dan pengusaha. Karena dua kepentingan ini
yang kerap bertolakbelakang dan bahkan cenderung menegasikan. Pekerja menuntut
kesejahteraan setinggi-tingginya sedangkan pengusaha ingin untung sebesar-besarnya.
Ini pula yang mengakibatkan penyusunan maupun perubahan UU Ketenagakerjaan
menjadi berlarut-larut. Perbedaan mengenai perlu tidaknya revisi UU
Ketenagakerjaan ternyata juga terjadi di kalangan buruh. Wakil Sekjen Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Sahat Butar Butar menuturkan ada pro-kontra di
tingkat buruh mengenai revisi UU Ketenagakerjaan ini.
UU No.13/2003 pada Bab X tentang Perlindungan, Pengupahan dan
Kesejahteraan dalam faktanya masih jauh dari peraturan yang telah ditulis serta
mengikat bagi siapa pun yang menjadi tanggungjawab menjalankannya. Untuk
masalah pengupahan saja, para pengusaha di Indonesia masih menggeneralisasi
tentang kenaikan UMP yang sama dengan kenaikan gaji. Gaji semestinya terdiri dari
UMP ditambah dengan tunjangan-tunjangan yang sifatnya tetap. Hal ini, (saya
melihat) disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: UMP yang telah ditetapkan
melalui SK pemerintah yang tidak pernah dikawal, baik oleh pemerintah sendiri
khususnya Disnakertrans dan juga tidak dikawal oleh para pekerja baik yang sudah
tergabung dalam asosiasi maupun yang belum. Perusahaan di daerah Bandung pun
masih mendiskreditkan tentang masalah pengupahan yang telah diatur pada pasal 93
yang menyatakan wajib bagi para pengusaha untuk memberikan upah bagi pekerjanya
yang sakit selama 12 bulan sebelum pemutusan hak kerja.
Masalah kesejahteraan bagi para pekerja oleh UU No.13/2003 masih kurang
lengkap dibahas secara mendetail, sebab kesejahteraan pekerja adalah hal yang wajib
dipenuhi oleh Pemerintah dan pengusaha. Seperti yang tercantum pada UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28H ayat (3): “Setiap orang berhak atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat” dan Pasal 34 ayat (2): “Negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”
Secara garis besar Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 sudah
hampir tercukupi, namun ada beberapa pasal atau pembahasan suatu ketenagakerjaan
yang harus dibuat secara terperinci. Agar hubungan antara pekerja dan para
pengusaha lebih detail dan jelas porsi-porsinya sehingga tidak ada pihak yang merasa
dirugikan karena semua peraturan telah ditulis secara gamblang dan jelas.

C. Contoh Terkini yang Diharapkan Selama Pemilihan Serikat Pekerja


Serikat pekerja menjadi perwakilan karyawan jika mereka memenangkan
pemilihan. Dan memenangkan berarti mendapatkan mayoritas suara yang diberikan,
bukan mayoritas dari total pekerja dalam unit persetujuan. Sebagai perwakilan dari
karyawan, para penyelia harus berhati-hati agar tidak melakukan praktik yang tidak
adil. Beberapa hal memengaruhi apakah serikat pekerja memenangkan pemilihan
sertifikasi. Serikat pekerja memiliki kemungkinan keberhasilan yang lebih tingi dalam
daerah geografis yang memiliki presentase pekerja serikat yang tinggi, sebagian
karena karyawan serikat pekerja menikmati upah dan tunjangan yang lebih tinggi.
Yang diharapkan karyawan selama pemilihan serikat pekerja adalah suara
mayoritas dapat diberikan pada mereka yang mampu menjadi jembatan antara
pengusaha dan karyawan sehingga mampu menjadi penyampai informasi yang baik
dari pengusaha ke karyawan maupun sebaliknya. Selain itu dapat menyampaikan
aspirasi-aspirasi kepada pengusaha.
Serikat pekerja diharapkan mampu menciptakan praktik kerja yang adil dan
melakukan negosiasi yang menguntungkan kedua belah pihak. Serikat pekerja terpilih
juga seharusnya bisa membuat persetujuan-persetujuan diawal sebelum praktik kerja
dan tidak mengabaikannya. Hal ini diharapkan mampu mensejahterkan karyawan dan
meningkatkan loyalitas serta semangat pekerja.
Dengan demikian diharapkan tidak akan ada konvoi-konvoi dan unjuk rasa
buruh atau pekerja yang ditujukan kepada pengusaha atau instansi terkait.

D. Agar kalah dalam NLRB


National Labor Relations Board (NLRB) merupakan suatu dewan yang
bertugas untuk menyelidiki tuntutan praktik pekerja yang tidak adil dan menyediakan
surat-surat rahasia untuk pemilihan dan menetapkan suara terbanyak untuk menetukan
apakah karyawan sebuah perusahaan ingin membuat serikat atau tidak.
Tidak ada cara pasti di mana pengusaha dapat memenangkan pemilihan. Tapi,
di bawah ini ada lima cara pasti agar kalah dalam pemilihan NLRB:
1) Tidak Menyadari Perubahan : Dalam sebuah studi, 68% perusahaan yang kalah dari
serikat pekerja, ternyata para eksekutifnya tidak menyadari keadaan. Dalam
perusahaan ini, pergantian dan absennya pekerja meningkat, produktivitasnya tidak
stabil, dan keamanannya buruk. Prosedur keluhan jarang terjadi. Saat laporan kartu
otorisasi pertamsa mulai masuk ke manajer puncak, biasanya mereka merespons
dengan serbuan surat yang menggambarkan bagaimana perusahaan merupakan “satu
keluarga besar” dan menghentikam “usaha-usaha kelompok”. Seperti yang diamati
Goodfellow, “Namun, strategi yang terbaik adalah sadar sejak awal: secara
keseluruhan kebijaksanaan menyatakan bahwa manajemen meluangkan waktu dan
usaha bahkan saat suasananya tenang melakukan pengetesan tentang keadaan
sentimn karyawan dan menemukan cara untuk menghilangkan hal-hal yang
mengganggu. Melakukan hal tersebut berarti nengurangi ekmungkinan bahwa
sebuah pemilihan akan pernah terjadi.”
2) Menunjuk sebuah Komite : Dai perusahaan yang kalah, 36% membentuk sebuah
komite untuk mengatur kampanye. Menurut para pakar, ada tiga masalah dalam hal
ini: 1) Ketepatan waktu sangat penting dalam situasi pemilihan, dan komite terkenal
lamban. 2) Kebanyakan anggota komite adalah orang baru NLRB. Karena itu
pandangan mereka sebagian besar merupakan cerminan dari harapan, dan bukan
pengalaman. (3) Keputusan sebuah komite biasanya merupakan sebuah kompromi.
Hasilnya sering mendekati opini konservatif. Tetapi, tidak selalu merupakan opini
yang paling berdasarkan pemahaman atau yang paling efektif. Para pakar ini
menyarankan untuk memberikan tanggung jawab penuh kepada seorang eksekutif
pengambil keputusan. Seorang direktur sumber daya manusia dan seorang konsultan
atau penasihat dengan pengalaman yanf luas dalam hubungan pekerja harus bergiliran
membantu orang ini.
3) Berkonsentrasi pada Uang dan Tunjangan: Dari 54% pemilihan yang yang dipelajari,
perusahaaan kalah karena manajemen puncak berkonsentrasi pada permasalahan yang
salah: uang dan tunjangan. Seperti yang diktakan pakar: “Karyawan mungkin
mengingnkan uang yan g lebih banyak, tetpi seringkali mereka puas dengan tarif dan
tunjangan kompetitif yang wajar jika mereka merasa perusahaan memperlakukan
mereka dengan adli, sopan, dan jujur. Namun, saat mereka merasa diabaikan, tidak
diperhatikan, dan tidak dianggap, maka uang menjadi masalah besar untuk
memperlihatkan ketidakpuasan mereka.”
4) Titik lemah industri: Para peneliti menemukan bahwa dalam beberapa industri, para
karyawan lebih merasa diabaikan dan tidak diangap daripada dalam industri lainnya.
Dalam industri yang amat otomatis(seperti pabrik kertas dan mobil), ada
kecenderungan dari para eksekutif untuk mengabaikan karyawan yang dibayar per
jam, walaupun saat ini kondisi berubah ketika perusahaan menerapkan lebih banyak
program perbaikan kualitas. Dalam hal ini(seperti alasan 3), solusinya adalah
memberikan lebih banyak perhatian pada kebutuhan dan sikap para karyawan.
5) Mendelegasikan terlalu banyak tanggung jawab terhadap divisi : Untuk perusahaan
dengan pabrik yang tersebar di seluruh negara, mengelola beberapa pabrik akan
memberikan desakan kepada serikat pekerja untuk menggoda para pekerja pabrik
lainnya. Membuat serikat pekerja pada satu pabrik atau lebih akan mengarah kepada
pembuatan serikat pekerja di pabrik lainnya. Sebagian solusinya adalah mengingat
empat alasan yang telah dikatakan di atas, jadi mengurangi kemampuan kemampuan
serikat pekerja untuk mengelola beberapa pabrik pertama tadi. Juga, jangan
melepaskan tanggung jawab semua hubungan personalia dan industri kepada para
manajer pabrik. Dengan menghadapi serikat pekerja secara efektif, yaitu mengawasi
sikap para karyawan, bersikap sepantasnya saat serikat pekerja muncul, dan
seterusnya, maka umumny membutuhkan bimbingan terpusat dari kantor pusat dan
SDM-nya.
E. Tawar menawar dengan itikad yang tidak baik
Persetujuan dengan maksud yang baik adalah batu-pertama dari sebuah
hubungan pekerja-mananejemen yang efektif. Kedua belah pihak membuat usaha
yang wajar untuk sampai pada sebuah kesepakatan. Usulan yang ada dicocokkan
dengan usulan lainnya.
Persetujuan atau negosiasi yang tidak beritikad baik merupakan pelanggaran
persyaratan persetujuan . Hal-hal tersebut dapat meliputi:
1. Persetujuan permukaan. Melalui mosi persetujuan tanpa adanya maksud nyata
menyelesaikan sebuah kesepakatan formal
2. Konsesi yang tidak memadai. Tidak bersedia berkompromi, walaupun tidak ada yang
diminta membuat konsensi
3. Usulan dan permintaan yang tidak memadai. NRLB menganggap kemajuan
usulanmenjadi sebuah faktor yang positif dalam menentukan keseluruhan maksud
baik
4. Taktik memperlambat. UU meminta pihak-pihak untuk bertemu dan “berunding pada
waktu dan interval yang wajar”. Jelaslah, penolakan untuk bertemu dengan serikat
pekerja tidak memenuhi kewajiban positip yang dikenakan pada pengusaha.
5. Kondisi pembebanan. Usaha untuk membebankan kondisi yang begitu berat atau
tidak wajar untuk menunjukkan maksud buruk.
6. Membuat perubahan sepihak dalam persyaratan. Sebuah Indikasi kuat bahwa
pengusaha tidak membuat persetujuan dengan maksud yang diminta untuk mencapai
sebuah kesepakatan.
7. Memotong perwakilan. Kewajiban manajemen untuk membuat persetujuan dengan
maksud baik meliputi, minimum, pengakuan bahwa perwakilan serikat pekerja adalah
pihak yang harus dihadapi pengusaha dalam melakukan negosiasi.
8. Melakukan praktik pekerja yang tidak adil selama negosiasi. Praktik demikian bisa
mencerminkan maksud buruk dari pihak yang bersalah.
9. Menahan informasi. Saat diminta, pengusaha harus menyediakan informasi kepada
serikat pekerja agar mereka mampu memahami dan secara cerdas membahas
permasalahan yang muncul dalam pembuatan persetujuan tersebut.
10. Mengabaikan hal-hal persetujuan. Penolakan untuk membuat persetujuan atas hal-hal
yang bersifat memberi wewenang (orang harus melakukan persetujuan atas hal ini)
atau desakan pada hal yang permisif (orang bisa melakukan persetujuan atas hal ini).
10 poin diatas mengindikasikan bahwa adanya tawar-menawar atau negosiasi
yang tidak beritikad baik karena dapat merugikan salah satu pihak. Salah satu contoh
nyatanya adalah adanya ketidaksesuaian antara sesuatu yang diterima oleh pekerja
dengan kesepakatan yang telah ditentukan diawal dengan pengusaha. Hal ini
menunjukkan bahwa pengusaha mengabaikan hal-hal persetujuan dan melakukan
praktik negosiasi yang tidak adil dan merugikan pihak pekerja.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gerakan perburuhan atau tenaga kerja muncul sejak jaman imperialis Belanda. Pada
saat itu perburuhan telah populer di kalangan Eropa dan saat penjajahan Indonesia oleh
Belanda hal ini juga terjadi namun orientasi perburuhan pada saat itu adalah penindasan atau
pemerasan tenaga serta pengupahan. Hingga pada akhirnya setelah pasca kemerdekaan
perburuhan di Indonesia mulai memiliki kedudukan dan memiliki serikat kerja yang mampu
menjadi jembatan antara pekerja dengan pengusaha.
Untuk legalitas dan perlindungan ketenagakerjaan diIndonesia disusun pula undang-
undang ketenagakerjaan yang berlandaskan UUD 1945 serta pancasila sebagai dasar negara
Indonesia yaitu Undang-Undang no.13 tahun 2003. Walaupun didalamnya masih ada pasal-
pasal yang harus lebih diperinci untuk lebih memperjelas hak-hak yang diterima tenaga kerja.
Pemilihan serikat kerja sebagai perwakilan dari karyawan yang menghubungkan
antara pekerja dan pengusaha diharapkan dilakukan dengan maksud yang baik. Dan serikat
kerja terpilih mampu melaksanakan fungsinya sehingga tidak mengecewakan para buruh atau
tenaga kerja.
Tawar-menawar atau negosiasi untuk persetujuan kerja antara karyawan dan
pengusaha diharapkan juga dapat dilakukan dengan itikad baik sehingga tercapai hubungan
kerjasama yang saling menguntungkan dan mampu mensejahterakan karyawan.
Relasi Tenaga Kerja dan Tawar Menawar Kolektif

BAB 15
Relasi Tenaga Kerja dan Tawar Menawar Kolektif
Kel 6

Serikat pekerja adalah untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan


kepentingan,

serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.


Untuk

mencapai tujuan serikat buruh sebagaimana yang dimaksutkan diatas, maka serikat
buruh/

pekerja mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian

perselisihan industrial.

2. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaha kerja sama dibidang ketenagakerjaan

sesuai dengan tingkatannya;

3. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan

berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang berlaku;


4. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan

anggotanya;

5. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

6. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam

perusahaan.

Keamanan Serikat Pekerja Yang pertama dan barangkali yang paling penting, serikat
pekerja

mencari keamanan bagi diri mereka sendiri. Mereka berusaha keras untuk hak
mewakili para

pekerja sebuah perusahaan menjadi agen kesepakatan bagi semua karyawan dalam
unit

tersebut. Lima jenis keamana serikat yang mungkin adalah:

- Closed shop.

Perusahaan hanya dapat memperkerjakan para anggota serikat pekerja.

- Union shop.

Perusahaan dapat memperkerjakan orang-orang yang bukan anggota serikat pekerja,

tetapi mereka harung bergabung dengan serikat pekerja setelah periode waktu yang

ditentukan dan membayar iuran


- Agency shop.

Kartyawan bukan anggota serikat pekerja masih harus membayar iuran serikat pekerja

atas asumsi bahawa usah yang dilakukan serikat pekerja menguntungkan semu
pekerja.

- Open shop.

Terserah pekerja apakah mereka ingin bergabung dengan serikat pekerja

- Pemeliharaan kesepakatan anggota.

Karyawan tidak harus bergabung dengan serikat pekerja.

Abaikan Upah, Jam Kerja, dan Tunjangan bagi Para Anggota Saat keamanan mereka

terjamin, serikat pekerja berjuan untuk memperbaiki upah, jam kerja, dan kondisi
kerja.

• Federasi Amerika untuk Tenaga Kerja dan Kongres Organisasi Industri(AFL-CIO)

- Sebuah organisasi sukarela yang terdiri sekitar 100 serikat pekerja nasional

dan internasional di Amerika Serikat

• Struktur dari AFL-CIO

- Serikat pekerja lokal

- Serikat pekerja internasional

- Serikat pekerja nasional


• Koalisi perubahan untuk menang

Proses Tawar menawar kolektif

• Apa itu tawar-menawar kolektif?

- Proses yang mempresentasikan manajemen dan serikat bertemu untuk

menegosiasikan tenaga kerja

• Apa itu tawar-menawar dengan niat baik?

- Adalah kedua belah pihak melakukan upaya yang memadai untuk mencapai

kesepakatan, proposal disesuaikan dengan kontraproposal.

Komponen tawar menawar yaitu :

- Komponen wajib

- Komponen diizinkan

- Komponenilegal

Jalan Buntu, Mediasi dan Pemogokan diantaranya :

• Jalan Buntu

- Terjadi ketika pihak-pihak yang terlibat tidak dapat bergerak lebih jauh untuk

mendapatkan penyelesaian.

- Terjadi karena salah satu pihak menuntut lebih dari yang dapat ditawarkan
pihak lainnya.

- Terkadang pihak ketiga seperti mediasi dan arbitrase dapat memecahkan jalan

buntu tersebut

- Jika tidak terpecahkan, serikat pekerja dapat meminta penghentian pekerjaan

atau pemogokan

Macam macam pemogokan :

 Pemogokan Ekonomi

 Pemogokan praktik tenaga kerja tidak adil

 Pemogokan liar

 Pemogokan simpati

Keluhan yaitu Proses formal untuk menangani faktor-faktor yang melibatkan upah,
jam kerja,

atau kondisi pekerjaan yang digunakan sebagai keluhan terhadap pemberi kerja.

Sumber keluhan yaitu :

 Kedisiplinan

 Senioritas
 Evaluasi kerja

 Penugasan kerja

 lembur

 Liburan

 Rencana insentif

 Libur hari raya

 Masalah pekerja

DAFTAR PUSTAKA

Desler, Gary. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Indeks
http://sherinswary.blogspot.com/2013/04/analisis-undang-undang-ketenagakerjaan.html

http://desrawordpress.com/2012/gerakan-buruh-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai