Anda di halaman 1dari 32

KLIPING IPS

Dibuat oleh :
Nama : Grasia Putri Bunga Arum
No absen : 12
Kelas : IX C
Sekolah : SMPN 2 GUBUG
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-
Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami
berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jawa Tengah , Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................
Daftar Isi ...................................................................

BAB II INDONESIA DARI MASA KEMERDEKAAN


HINGGA MASA REFORMASI

 A. Masa Kemerdekaan (1945-1950


 B. Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)
 C. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
 D. Masa Orde Baru (1966 - 1998 )
 E. Masa Reformasi ( 1998 - sekarang )
BAB II INDONESIAN DARI MASA
KEMERDEKAAN HINGGA MASA REFORMASIA

A. Masa Kemerdekaan (1945 - 1950)

Masa kemerdekaan Indonesia adalah puncak


perjuangan bangsa dalam menghadapi berbagai
ketidakadilan yang telah lama berlangsung di
nusantara. Proses kemerdekaan ini tidaklah mudah
dan singkat
1. PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Kemerdekaan Indonesia tentunya dapat terjadi
melalui peristiwa proklamasi kemerdekaoleh Ir.
Soekarno di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Mengapa perlu dilaksanakan proklamasi
kemerdekaan? Apa maknanya bagi kehidupan
bangsa Indonesia pada masa sekarang? Bagaimana
keadaan Indonesia di masa kemerdekaan? dan
seperti apa proses untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia? Berikut adalah pemaparan yang dapat
menjawab berbagai pertanyaan tersebut.
A. Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Menjelang akhir tahun 1944, posisi Jepang dalam
Perang Asia Pasifik semakin terdesak. Satu demi
satu daerah jajahannya jatuh ke tangan pasukan
Sekutu. Untuk membantu menghadapi Sekutu,
Jepang mencari dukungan kepada bangsa-bangsa
yang diduduki dengan memberikan janji
kemerdekaan.
Pada tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri
Jenderal Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan
kepada Indonesia yang dikemukakan di depan
Parlemen Jepang, dengan tujuan menarik simpati
bangsa Indonesia (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 201).
Sebagai pembuktiannya, ia mengizinkan pengibaran
bendera merah putih di kantor-kantor Indonesia,
asalkan berdampingan dengan bendera Jepang.
Bersamaan dengan janji tersebut, maka Indonesia
juga mulai melakukan rangkaian persiapan
kemerdekaan, yang di antaranya adalah sebagai
berikut.

1. Pembentukan BPUPKI (Badan Penyelidik


Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
Berkaitan dengan janji yang telah dikemukakan
oleh pihak Jepang, pada 1 Maret 1945, diumumkan
pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). BPUPKI terdiri
atas 63 orang yang diketuai Dr. K.R.T. Radjiman
Wedyodiningrat.
Dalam aktivitasnya, BPUPKI mengadakan sidang
sebanyak dua kali. Sidang pertama dilaksanakan
pada 29 Mei hingga1 Juni 1945 dan sidang kedua
dilaksanakan pada 10 hingga 17 Juli 1945.

1). Sidang Pertama BPUPKI


Sidang BPUPKI yang pertama membahas tentang
rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Untuk
mendapatkan rumusan dasar negara yang benar-
benar tepat, maka acara dalam sidang ini adalah
mendengarkan pidato dari tiga tokoh utama
pergerakan nasional Indonesia, yaitu Mr.
Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Sampai akhir masa sidang pertama ini, belum
ditemukan kesepakatan rumusan dasar negara
Republik Indonesia yang dianggap benar-benar
tepat. Maka, dibentuklah suatu panitia kecil
beranggotakan sembilan orang yang diketuai oleh
Ir. Soekarno dan dinamakan panitia Sembilan.
Tugas panitia sembilan adalah mengolah usulan
dari anggota BPUPKI mengenai dasar

negara Republik Indonesia. Pertemuan Panitia


Sembilan menghasilkan rumusan yang disebut
Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, yang disetujui
secara bulat dan ditandatangani pada 22 Juni 1945.
2). Sidang Kedua BPUPKI
Sidang kedua membahas rencana Undang-
Undang Dasar (UUD). Sidang ini juga membicarakan
bentuk negara. Mengenai bentuk negara, mayoritas
peserta sidang setuju dengan bentuk
Republik.Selanjutnya BPUPKI membentuk panitia
kecil yang beranggotakan 19 orang untuk
mempercepat kerja sidang. Panitia ini bernama
Panitia Perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno.
Panitia ini menyepakati Piagam Jakarta dijadikan
sebagai inti pembukaan Undang-Undang Dasar
(UUD). Panitia Perancang UUD

juga membentuk panitia lebih kecil beranggotakan


7 orang yang diketuai oleh Soepomo untuk
merumuskan batang tubuh UUD.
Pada tanggal 14 Juli 1945 Panitia Perancang UUD
yang diketuai Soekarno melaporkan hasil kerja
panitia, yaitu:
1. Pernyataan Indonesia Merdeka;
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar; dan
3. Batang Tubuh UUD.
Dengan demikian, Panitia Perancang UUD telah
selesai melaksanakan tugasnya. Pada tanggal 16 Juli
1945, BPUPKI menerima dengan bulat naskah
Undang-Undang Dasar yang dibentuk Panitia
Perancang UUD.

2. Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia)
Pada 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan karena
dianggap telah menyelesaikan tugasnya, yaitu
menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi
negara Indonesia. Selanjutnya dibentuklah Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan wakilnya Drs.
Mohammad Hatta, sebagai penasihat diangkat Mr.
Achmad Subardjo. Pada awal pembentukannya,
jumlah anggota PPKI terdiri atas 21 orang,
kemudian ditambah 6 orang, jadi jumlahnya 27
orang.
Tugas utama PPKI adalah mempersiapkan segala
sesuatu berkaitan dengan keperluan pergantian
kekuasaan dari pihak Jepang kepada bangsa
Indonesia. Secara simbolik,

PPKI dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9


Agustus 1945 dengan memanggil tiga tokoh
nasional yakni: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta,
dan Dr. Radjiman Wiedyodiningrat.
Ketiga tokoh nasional tersebut dipanggil ke
Saigon/Dalat di Vietnam untuk menerima informasi
tentang kemerdekaan Indonesia. Informasi tersebut
tak lain adalah pelaksanaan kemerdekaan akan
dapat dilakukan dengan segera dan wilayah
Indonesia adalah seluruh wilayah bekas jajahan
Hindia Belanda.
B. Masa Demokrasi Parlementer ( 1950 -
1959 )

Masa Demokrasi Parlementer adalah masa ketika


pemerintah Indonesia menggunakan UUDS 1950
(Undang-Undang Dasar Sementara) sebagai undang-
undang negara dan sistem pemerintahan parlementer.
Artinya, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR) bukan kepada presiden. Kabinet dipimpin oleh
seorang perdana menteri, sementara itu presiden hanya
berfungsi sebagai kepala negara saja.
Masa Demokrasi Parlementer disebut pula masa
Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi
yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberal. Masa
ini berlangsung mulai 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli
1959.Pada zaman Demokrasi Liberal (Parlementer) ini,
kabinet-kabinet yang mengelola pemerintahan sehari-
hari tidak berumur panjang, karena di tengah jalan
dijatuhkan oleh Mosi Tidak Percaya partai-partai politik
yang ada di Parlemen (DPR).
Beberapa kabinet yang pernah memerintah dalam kurun
waktu tahun 1950-1959 tersebut adalah:

1. Kabinet Natsir
Kabinet ini mempunyai program utama
mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi,
namun masih gagal. Oleh karena dianggap gagal, muncul
mosi tidak percaya dari Parlemen, hingga kabinet ini
jatuh dan mengembalikan mandat kepada Presiden
Soekarno.
2. Kabinet Sukiman
Setelah Kabinet Natsir jatuh, Soekarno menunjuk
Sukiman Wirjosanjojo untuk membentuk kabinet baru,
untuk kemudian kabinet ini sering disebut Kabinet
Sukiman. Kabinet ini juga pada akhirnya jatuh karena
Kabinet ini dianggap menodai kebijakan politk luar negeri
bebas aktif dengan cara menerima bantuan militer dan
ekonomi dari Amerika Serikat yang disebut MSA (Mutual
Security Act). Akhinrya, kabinet ini jatuh dan Sukiman
mengembalikan mandat kepada Soekarno.

3.Kabinet Wilopo
Setelah kabinet Sukiman jatuh, Soekarno menunjuk
Wilopo membentuk kabinet baru. Kabinet ini
menghadapi situasi ekonomi negara yang sangat sulit.
Juga banyaknya pemberontakan di Sumatra dan
Sulawesi. Namun, yang paling pelik adalah soal peristiwa
Tanjung Morawa.
Di mana aparat keamanan dengan kekerasan mengusir
petani yang menggarap tanah perusahaan DPV di
Tanjung MOrawa, 5 orang petani tewas. Akibat peristiwa
ini, muncul mosi tidak percaya dan kabinetnya jatuh.
Kabinet Ali Satroamijoyo I Akhirnya Soekarno menunjuk
Ali Sastroamijoyo membentuk kabinet baru. Pada masa
ini terjadi pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi
Selatan dan Aceh. Namun, pada masa ini pula Indonesia
berhasil menyelenggarakan event internasional yaitu
Konferensi Asia Afrika di Bandung.
Pada masa pemerintahan Kabinet ini juga dikenal
kebijakan ekonomi Ali-Baba yang berarti pengusaha naf.
Intinya pemerintah berharap pengusaha pribumi
bekerjasam dengan pengusaha non pribumi. Sebagai
imbalannya pemerintah memberi lisensi dan bantuan
kredit kepada pengusaha non pribumi.
Tetapi pada akhirnya program ini gagal karena
pengusaha pribumi hanya dijadikan alat untuk mendapat
bantuan kredit dari pemerintah. Kabinet ini jatuh karena
persoalan pergantian kepemimpinan
di lingkungan TNI AD, dan juga karena dianggap tidak
mampu mengelola ekonomi Indonesia. Akhirnya Ali
mengembalikan mandate kepada Soekarno. Kabinet
Burhanudin Harahap Pada masa pemerintahan kabinet
ini diselenggarakan Pemilihan Umum pertama sejak
Indonesia merdeka. Pemilu dilakukan sebanyak 2 kali.
29 September 1955 untuk memilih anggota DPR, dan
15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan
Konstituante.
Konstituante adalah badan independen yang akan
membentuk UUD baru menggantikan UUD 1950
Sementara yang digunakan selama masa Demokasi
Liberal. PNI, MASYUMI, NU dan PKI menjadi 4 besar
pemenang Pemilu ini. Kabinet ini dianggap berhasil
melakukan tugasnya menyelenggarkan pemilu. Karena
itu perlu dibentuk kabinet baru, karena tugasnya sudah
selesai.
Kabinet Ali II Ali Sastroamijoyo, yang juga Ketua PNI,
pemenang Pemilu 1955, kembali dipercaya
Bung Karno membentuk Kabinet baru, Kabinet ini jatuh
karena adalah karena terjadinya perpecahan antara
Partai Masyumi dan PNI. Masyumi sebagai parpol
pemenang suara terbanyak kedua setelah PNI mendapat
posisi 5 menteri dalam kabinet Ali II. Karena kabinet ini
adalah koalisi antara PNI, Masyumi dan NU, namun pada
perkembangannya terjadi pecah kongsi antara PNI dan
Masyumi yang membuat Masyumi menarik
dukuangannya. Selain itu juga banyak pemberontakan
dan tuntutan dari daerah terhadap pemerintah pusat.
Akhirnya Ali menyerahkan mandat kepada Presiden.
Kabinet Juanda Ini merupakan kabinet terakhir pada
masa Demokrasi Liberal. Kabinet ini disebut juga kabinet
ZAKEN (Ahli) karena mayoritas diisi menteri-menteri dari
kalangan professional bukan anggota partai. Kabinet ini
mempunyai tugas utama menyelesaikan persoalan
pemberontakan di daerah. Hingga dilakukan MUNAS
(Musyawarah pembangunan nasional) untuk
mendengarkan usulan atau aspirasi dari daerah.

Namun upaya ini gagal, bahkan pada masa kabinet ini


juga terjadi upaya pembunuhan terhadap Presiden
Soekarno. Peristiwa in terjadi pada saat Soekarno sedang
menjemput anak2nya di Perguruan Cikini, Jakarta Pusat.
Namun, pada saat kabinet ini pulalah Indonesia
berhasil memberikan sumbangan kepada dunia
internasional tentang hukum perbatasan laut
antarnegara yang dikenal dengan DEKLARASI JUANDA.
Yaitu, cara mengukur wilayah laut suatu negara dari
daratannya.
C. Masa Demokrasi Terpimpin ( 1959 -
1998 )

A. Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Rangkuman Masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965),
Kehidupan masyarakat Indonesia pada perke politik
Demokrasi Parlementer belum pernah mencapai
kestabilan secara nasional. Presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Menetapkan pembubara Konstituante.Menetapkan
UUD 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai tanggal
penetapan dekrit dan tidak berlakunya lagi UUD
Sementara (UUDS).
NPembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota DPR
ditambah dengan utusan-utusan dan golongan, serta.
pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
(DPAS).

2. Penyimpangan terhadap UUD 1945


Presiden menunjuk dan mengangkat anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Seharusnya
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) dipilih melalui pemilu bukan ditunjuk dan
diangkat oleh Presiden.
Presiden membubarkan Dewan Permusyawaratan Rakyat
(DPR) hasil Pemilu 1955 dan menggantinya dengan
Dewan Permusyawaratan Rakyat Gotong Royong (DPR-
GR).
Seharusnya kedudukan Presiden dan DPR adalah
setara. Presiden tidak dapat membubarkan DPR,
sebaliknya DPR tidak dapat memberhentikan
Presiden.Pengangkatan presiden seumur hidup.
Seharusnya Presiden dipilih setiap lima tahun sekali
melalui pemilu sebagaimana amanat UUD 1945, bukan
diangkat seumur hidup.

C. Kekuatan Politik Nasional


Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuatan politik
terpusat antara tiga kekuatan politik, yaitu: Presiden
Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan TNI
Angkatan Darat.

D. Politik Luar Negeri


1. Oldefo dan Nefo
Oldefo (The Old Established Forces) adalah sebutan
untuk negara-negara barat yang sudah mapan
ekonominya. Khususnya negara-negara kapiltalis. Nefo
(The New Emerging Forces) adalah sebutan untuk
negara-negara baru, khususnya negara-negara
sosialis. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Indonesia lebih
banyak menjalin kerja sama dengan negara-negara Nefo
2. Politik Mercusuar
Untuk mewujudkannya, maka diselenggarakan proyek-
proyek besar dan spektakuler, pembangunan kompleks
olahraga Senayan, dan pembangunan Monumen
Nasional (Monas).
3. Indonesia dalam Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement) didirikan
untuk

menyikapi persaingan antara Blok Barat yang dipiminan


Amerika Serikat dan BlokTimur yang dipimpin Uni Sovyet
pada awal tahun 1960-an. Tujuannya :
a) Menentang imperialisme dan kolonialisme
b) Menyelesaikan sengketa secara damai.

c) Mengusahakan pengembangan sosial ekonomi agar


tidak dikuasai negaramaju.
d) Membantu perdamaian dunia dan berusaha
meredakan ketegangan Amerika Serikat dengan Uni
Soviet.
4. Konfrontasi dengan Malaysia
Konfrontasi dengan Malaysia berawal dari keinginan
Federasi Malayasia untuk menggabungkan Brunei, Sabah
dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia. Pada tanggal
17 September 1963 hubungan diplomatik antara
Indonesia dan Malaysia putus.
Pada tanggal 3 Mei 1964, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Isi
Dwikora adalah sebagai berikut :
a) Perhebat ketahanan revolusi Indonesia
b) Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya,
Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei untuk
memerdekakan diri dan menggagalkan negara

boneka Malaysia.Pada saat Konfrontasi Indonesia-


Malaysia sedang berlangsung, Malaysia dicalonkan
menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Pencalonan ini mendapat reaksi keras dari Presiden
Soekarno. Pada tanggal 7 Januari 1965 Malaysia
dinyatakan diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB, dengan spontan Presiden Soekarno
menyatakan Indonesia keluar dariPBB.
5. Pembebasan Irian Barat
Dalam penyelesaian masalah Irian Barat, pemerintah
Indonesia melakukan upaya diplomasi bilateral dengan
Belanda tapi tidak berhasil.Puncak konfrontasi Indonesia
terhadap Belanda terjadi saat Presiden Soekarno
mengumandangkan Trikora (Tri Komando Rakyat) pada
tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Adapun isi
Trikora adalah sebagai berikut.
Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan
Belanda kolonial. Kibarkan sang Merah Putih di Irian
Barat tanah air Indonesia.

Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan


kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa. Pada
tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian
antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah
Belanda di New York, yang terkenal dengan Perjanjian
New York. Adapun isi dari Perjanjian New York adalah
sebagai berikut.
Kekuasaan Belanda atas Irian Barat berakhir pada 1
Oktober 1962.Irian Barat akan berada di bawah
perwalian PBB hingga 1 Mei 1963 melalui lembaga
UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority)
yang dibentuk PBB. Pada 1 Mei 1963, Irian Barat akan
diserahkan kepada pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia wajib mengadakan penentuan
pendapat rakyat (pepera) Irian Barat untuk menentukan
akan berdiri sendiri atau tetap bergabung dengan
Indonesia, pada tahun 1969 di bawah pengawasan PBB.e.

E. Peristiwa G 30 S/PKI 1965


Peristiwa Gerakan 30 September/PKI terjadi pada
malam tanggal 30 September 1965, Dalam peristiwa
tersebut, sekelompok militer di bawah pimpinan Letkol
Untung melakukan penculikan dan pembunuhan
terhadap enam perwira tinggi TNI Angkatan Darat serta
memasukkan jenazah mereka ke dalam sumur tua di
daerah Lubang Buaya, Jakarta.

D. Masa Orde Baru ( 1966 - 1998 )


Orde Baru menggantikan orde lama yang merujuk
pada era pemerintahan Soekarno sejak Indonesia
merdeka. Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto. Lahirnya masa ini
diawali dengan dikeluarkannya Supersemar (Surat
Perintah Sebelas Maret 1966).
Latar belakang munculnya orde baru Kemunculan Orde
Baru ditandai dengan dibentuknya TRITURA atau Tri
Tuntutan Rakyat yang merupakan ide perjuangan
Angkatan 66/KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia).
TRITURA terdiri dari tiga tuntutan, yaitu pembubaran
PKI (Partai Komunis Indonesia), perombakan Kabinet
Dwikora, dan penurunan harga. Tuntutan ini bertambah
banyak karena sikap Presiden Soekarno yang bertolak
belakang dengan aksi mereka. Puncaknya, peristiwa
G30S/PKI membuat kepercayaan rakyat Indonesia
terhadap Presiden Soekarno menurun.
upersemar, awal mula terbentuknya orde baru
G30S/PKI menjadi salah satu penyebab menurunnya
kredibilitas Soekarno, dan membuatnya mengeluarkan
surat perintah kepada Letjen Soeharto, yang dikenal
sebagai Supersemar. Dalam surat tersebut, Soekarno
menunjuk Soeharto melakukan segala tindakan demi
keamanan, ketenangan, dan stabilitas politik.
Supersemar menjadi titik awal berkembangnya
kekuasaan Orde Baru yang berlangsung dari 1966
sampai 1998. Dalam jangka waktu tersebut,
pembangunan nasional berkembang pesat.
Sistem pemerintahan pada masa Orde Baru adalah
presidensial dengan bentuk pemerintahan Republik, dan
UUD 1945 sebagai dasar konstitusinya. Dalam masa ini,
terjadi banyak perubahan politik dan ekonomi, di mana
sektor perekonomian berkembang pesat meski dibarengi
dengan praktik korupsi. Lewat beberapa kebijakannya,
politik dan ekonomi negara juga bertambah kuat.
Namun, kondisi ini menurun ketika terjadi krisis
moneter pada 1997.Krisis inilah yang membuat
pemerintah kehilangan kepercayaan rakyat, sehingga
Soeharto sebagai presiden mengundurkan diri pada 21
Mei 1998. Mundurnya Soeharto sebagai presiden
Indonesia resmi mengakhiri kekuasaan Orde Baru.

E. Masa Reformasi ( 1998 - sekarang )

Demokrasi Indonesia periode reformasi (1998-sekarang)


Soeharto terpilih kembali sebagai Presiden pada Sidang
Umum MPR pada Maret 1998.
Demokrasi Indonesia periode reformasi (1998-
sekarang) Soeharto terpilih kembali sebagai Presiden
pada Sidang Umum MPR pada Maret 1998. Tetapi
penyimpangan-penyimpangan pada masa pemerintahan
Orde Baru membawa Indonesia pada krisis multidimensi,
diawali krisis moneter yang tidak kunjung reda. Krisis
moneter membawa akibat terjadinya krisis politik, di
mana tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah
begitu kecil. Kerusuhan-kerusuhan terjadi hampir di
setiap daerah di Indonesia. Akibatnya pemerintahan orde
baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto terperosok
ke dalam kondisi yang diliputi berbagai tekanan politik
baik dari luar maupun dalam negeri.
Dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat,
secara terbuka meminta Soeharto mundur dari
jabatannya sebagai Presiden. Dari dalam negeri, timbul
gerakan massa yang dimotori oleh mahasiswa turun ke
jalan menuntut Soehart lengser dari jabatannya.

Lengsernya Soeharto
Tekanan massa mencapai puncaknya ketika sekitar
15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung DPR/MPR.
Akibatnya proses politik nasional praktis lumpuh.
Soeharto ingin menyelamatkan kursi kepresidenan
dengan menawarkan berbagai langkah. Seperti
perombakan (reshuffle) kabinet dan membentuk Dewan
Reformasi.
Tetapi pada akhirnya Presiden Soeharto tidak punya
pilihan lain kecuali mundur dari jabatannya. Presiden
Soeharto pada 21 Mei 1998 di Istana Merdeka
menyatakan berhenti sebagai Presiden. Dengan
menggunakan UUD 1945 pasal 8, Soeharto segera
mengatur agar Wakil Presiden Habibie disumpah sebagai
penggantinya di hadapan Mahkamah Agung. Karena DPR
tidak dapat berfungsi akibat mahasiswa mengambil alih
gedung DPR. Kepemimpinan Indonesia segera beralih
dari Soeharto ke BJ Habibie. Hal ini merupakan jalan baru
demi terbukanya proses demokratisasi di Indonesia.
Kendati diliputi kontroversi tentang status hukumnya,
pemerintahan Presiden BJ Habibie mampu bertahan
selama satu tahun kepeminpinan.

Anda mungkin juga menyukai