Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat sekarang ini kita disibukkan dengan sajian media mengenai masalah-
masalah perburuhan khususnya di Indonesia.Semua itu mengindikasikan, bahwa
dunia perburuhan kita belum tertata sebagaimana mestinya. Isu-isu untuk melakukan
demo, tersaji setiap saat. Hal ini berarti, ada masalah yang mendasar yang belum
terselesaikan. Masalah yang mendasar itu, tentunya terkait regulasi dan kebijakan
pemerintah. Terkait dengan UU No13/2003 dan kebijakan upah minimum. Dapatkah
kita menyelesaikan problematika buruh di negara kita?
Perkembangan industrialisasi dewasa ini telah mengakibatkan timbulnya
revolusi sosial ekonomi. Di satu pihak perkembangan industrialisasi menimbulkan
kemajuan ekonomi yang luar biasa, namun di lain pihak menimbulkan berbagai
masalah baik di bidang sosial. Persaingan antar pengusaha untuk mendapatkan
keuntungan yang besar telah menimbulkan kecenderungan bagi pengusaha untuk
menekan buruh. Sebaliknya buruh sebagai pihak yang menggantungkan hidup pada
upah berusaha untuk mendapatkan upah yang tinggi untuk memperjuangkan
perbaikan kesejahteraan baik bagi diri si buruh sendiri, maupun bagi keluarganya.
Permasalahan klasik, bahwa diantara dua pihak, pengusaha dan buruh, sejak awal
memang terdapat perbedaan kepentingan yang sangat berbeda.
Di pihak pengusaha yang ingin mendapatkan keuntungan sebesar- besarnya,
namun dilain pihak buruh juga mempunyai tuntutan yaitu kesejahteraan. Perbedaan
kepentingan ini sangat berpotensi menjadi pemicu terjadinya perselisihan
kepentingan yang kadang-kadang terpaksa harus dituntut melalui pemogokan atau
mogok kerja. Pemogokan dilakukan oleh pekerja untuk memperjuangkan tuntutannya
kepada pengusaha. Pemogokan tidak hanya terjadi antara pekerja dan pengusaha,
namun pemogokan pun bisa terjadi antara rakyat yang menuntut suatu keadilan
terhadap pemerintah. Pemogokan menjadi suatu masalah sosial karena pemogokan
itu sendiri diawali oleh sebuah masalah yaitu perbedaan kepentingan dari dua pihak

1
ataupun lebih, selain itu dengan adanya pemogokan tidak hanya berimbas pada pihak
buruh dan pengusaha saja, namun masyarakat luas juga ikut merasakan dampak dari
suatu pemogokan.
Melalui makalah ini, kami berharap ini akan menambah wawasan kita sebagai
mahasiswa tentang masalah perburuhan yang terjadi di negara kita ini berikut solusi
dari berbagai pandangan khususnya daria kaca mata Islam.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun masalah yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana sejarah buruh di Indonesia?
2. Apa definisi buruh?
3. Apa faktor penyebab terjadinya pemogokan?
4. Apa saja tuntutan dalam mogok kerja?
5. Apa dampak yang timbul dengan adanya pemogokan?
6. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pemogokan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah buruh di Indonesia.
2. Untuk mengetahui definisi buruh.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya pemogokan.
4. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan pemogokan.
5. Untuk mengetahui dampak yang timbul dengan adanya pemogokan.
6. Untuk menegatahui solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pemogokan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Buruh


Buruh pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan
kemampuannya untuk mendapatkan balasan baik berupa jasmani maupun rohani.

Buruh dibagi atas dua klasifikasi besar :


A. Buruh professional atau biasa disebut buruh kerah putih yaitu menggunakan
tenaga otak dalam bekerja.
B. Buruh kasar atau biasa disebut buruh kerah biru yaitu menggunakan otot
dalam bekerja.

Namun, pada dasarnya buruh hanya menunjukkan tenaga kerja dibidang


industri dan jasa.

2.2 Sejarah Buruh Di Dunia Dan Indonesia


Perburuhan, telah ada didunia sejak peradaban manusia dimulai. Sejak dulu,
buruh telah dipandang sebelah mata diseluruh dunia, padahal keberadaan mereka
sangat membantu roda perekonomian suatu bangsa. Hingga akhirnya muncullah
usaha-usaha dari kalangan buruh untuk melindungi hak-hak mereka. Kita mengenal
istilah may day. Namun, apakah kita tahu apa arti dari istilah itu?
Akar sejarah May Day mungkin dimulai pada tahun 1806, ketika terjadi
pemogokan pekerja di AS yang pertama kalinya. Ketika itu pekerja Cordwainers,
perusahaan pembuat sepatu, melakukan mogok kerja. Namun para pengorganisir aksi
mogok kerja itu dibawa ke pengadilan untuk diproses hukum.
Dalam pengadilan itu, terungkap fakta pekerja di era itu benar-benar diperas
keringatnya. Mereka harus bekerja 19-20 jam per harinya. Padahal sehari hanya 24
jam. Artinya para pekerja itu hanya bisa beristirahat 4 jam dalam sehari, dan mereka
tidak punya kehidupan lain di luar bekerja untuk perusahaan yang membayar mereka.

3
Maka kelas pekerja Amerika Serikat pada masa itu kemudian memiliki
agenda perjuangan bersama, yaitu menuntut pengurangan jam kerja. Peter McGuire,
seorang pekerja asal New Jersey, punya peran penting dalam mengorganisir
perjuangan ini. Pada tahun 1872, ia dan 100 ribu pekerja lainnya melakukan aksi
mogok kerja untuk menuntut pengurangan jam kerja. McGuire menghimpun
kekuatan para pekerja dan pengangguran, serta melobi pemerintah kota untuk
menyediakan pekerjaan dan uang lembur bagi pekerja. Tahun 1881, McGuire pindah
ke Missouri dan mulai mengorganisir para tukang kayu. Hasilnya, di Chicago berdiri
persatuan tukang kayu dengan McGuire sebagai sekretaris umumnya. Inilah cikal
bakal serikat pekerja. Ide membentuk serikat pekerja ini kemudian menyebar dengan
cepat ke seantero AS. Serikat-serikat pekerja lain didirikan di berbagai kota.
Tanggal 5 September 1882, digelarlah parade Hari Buruh pertama di kota
New York dengan 20 ribu peserta. Mereka membawa spanduk yang berisi tuntutan
mereka: 8 jam bekerja, 8 jam istirahat, dan 8 jam rekreasi. Itulah 24 jam kehidupan
ideal dalam sehari yang diinginkan kelas pekerja Amerika Serikat.
Tuntutan pengurangan jam kerja itu pada akhirnya menjadi perjuangan kelas
pekerja dunia. Kongres internasional pertama mereka dilangsungkan di Jenewa,
Swiss, pada tahun 1886, dan dihadiri organisasi pekerja dari berbagai negara.
Kongres buruh internasional ini menetapkan tuntutan pengurangan jam kerja menjadi
8 jam sehari sebagai perjuangan resmi buruh sedunia.
Tanggal 1 Mei ditetapkan menjadi hari perjuangan kelas pekerja sedunia. Satu
Mei dipilih karena mereka terinspirasi kesuksesan aksi buruh di Kanada pada tahun
1872. Ketika itu buruh Kanada menuntut 8 jam kerja seperti buruh di AS, dan mereka
berhasil. Delapan jam kerja di Kanada resmi diberlakukan mulai tanggal 1 Mei 1886.
Sejak abad XIV Indonesia telah menjadi pusat perhatian dan menarik
pedagang-pedagang luar negri, karena kekayaan Indonesia mengenai hasil rempah-
rempah seperti: lada, pala, ketumbar, kayu manis dsb. , yang diperdagangkan oleh
pedagang-pedagang dari India, Persia, Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda.
Disamping berdagang, pedagang-pedagang tersebut juga menyebarkan agama yang
dianut oleh masyarakat dari negri asalnya, misalnya : agama Hindu, Budha, dan

4
Kristen maupun Katolik.Untuk mendapatkan kepentingan ekonominya, pedagang-
pedagang asing tersebut menggunakan pertentangan-pertentangan yang ada antara
raja-raja di wilayah Indonesia. Perpecahan yang ada diantara raja-raja tersebut serta
keunggulan teknik yang dimiliki oleh pedagang-pedagang asing itu menyebabkan
mereka selalu kalah dalam peperangan menghadapi orang-orang asing tersebut.
Pada tanggal 22 Juni 1596 armada Belanda berlabuh di Indonesia dibawah
pimpinan Cornelis Houtman di Banten. Pada tahun 1602 dibentuk perkumpulan
dagang bernama VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) serta kemudian
diangkat seorang Gubernur Jenderal pada tahun 1610. Politik dalam negri VOC
berdasarkan exploitasi terhadap organisasi-organisasi feodal yang telah ada, sehingga
rakyat menderita dua macam penindasan, yaitu dari raja-raja dan dari VOC.
Timbulnya perlawanan-perlawanan dari kaum tani yang menderita dua macam
ketertindasan tersebut serta merajalelanya korupsi di dalam tubuh VOC menyebabkan
VOC dibubarkan dan kekuasaannya dialihkan langsung kepada pemerintah Belanda
pada tahun 1800. Pada saat itu penghisapan Belanda terhadap Indonesia dengan cara
penimbunan modal secara sederhana beserta sistem monopolinya.
Dengan ikut sertanya kapital swasta di negri Belanda dalam penghisapan
kolonial terhadap Indonesia itu berarti suatu perpindahan yang sangat pokok dari
sistem monopoli menjadi sistem persaingan bebas. Ini berlaku sejak diadakannya
perubahan penguasaan tanah oleh pemerintahan kolonial Belanda yang dinamakan
“domein verklaring “ pada tahun 1870. Berhubung dengan adanya krisis ekonomi
yang sangat hebat pada tahun 1895, maka sebagian besar kapitalis-kapitalis swasta di
negri Belanda mengalami kehancuran, sehingga tinggal beberapa gelintir kapitalis
besar yang masih bertahan hidup. Ini menyebabkan ‘kapital finans’ berkuasa
sepenuhnya (perpaduan dari kapital bank, kapital industri dan kapital perdagangan).
Dengan begitu maka zaman kapital industri yang berdasarkan persaingan bebas
berakhir dan segera disusul oleh zaman imperialisme. Dengan demikian kedudukan
Indonesia sejak tahun 1895 di dalam hubungan ekonomi Dunia ialah bahwa
Indonesia dijadikan tempat sumber bahan mentah, tempat penanaman modal, tempat
pemasaran hasil produksi kapitalis dunia serta sebagai sumber tenaga buruh yang

5
sangat murah. Dengan lahirnya imperialisme Belanda di Indonesia itulah, lahir dalam
arti yang sebenarnya kaum buruh di Indonesia. Dengan adanya penanaman modal
industri oleh imperialis ( kapitalis monopoli tingkat tinggi) dalam berbagai lapangan
di Indonesia ( pabrik-pabrik, bengkel-bengkel, pertambangan, transport,perkebunan,
industri-industri gula, industri-industri kecil dll) lahirlah golongan rakyat dalam
masyarakat yang baru yaitu “kaum Buruh” , sebagai golongan yang menurut
kedudukan sosialnya berkepentingan untuk menghapuskan sistem penghisapan dan
penindasan yang dijalankan oleh kaum kapitalis monopoli (imperialis) Belanda.
Buruh yang menjual tenaga kerjanya untuk mendapat upah, muncul pada
dekade-dekade terakhir abad XIX, terutama di perkebunan swasta yang berkembang
di Jawa dan Sumatra. Penetrasi kapitalisme dalam wilayah pedesaan ditunjukkan
dengan hadirnya para petani yang tidak memiliki tanah, dan bekerja pada tanah-tanah
sewaan untuk mendapat upah. Sementara itu, di kota-kota besar, seiring dengan
perkembangan teknologi yang ditancapkan kolonialisme, muncul pula bidang-bidang
pekerjaan baru seperti masinis, sopir, pegawai kantor dan sebagainya. Munculnya
buruh upah ini tidak seketika menghadirkan gerakan buruh yang terorganisir dan
‘modern’. Perubahan cara pandang, kereta api, surat kabar, dan pendidikan, menjadi
elemen-elemen penting yang membaw a perubahan pada abad XX. Orang-orang
pribumi berpendidikan, yang kemudian dikenal sebagai tokoh-tokoh pergerakan,
menjadi pemimpin atau penggerak sejumlah organisasi modern, seperti Budi Utama,
Sarekat Islam, dan sebagainya. Sebaliknya gerakan buruh, pada awalnya digerakkan
oleh orang-orang Belanda. Di Eropa pada masa itu gerakan buruh sudah dikenal
secara luas dalam masyarakat, sehingga bukan hal yang aneh lagi jika timbulnya
gerakan buruh di Jawa dipelopori oleh orang-orang Eropa.

2.3 Masalah-Masalah Buruh Di Indonesia


1. Problem Gaji.
Salah satu problem yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya
atau tidak sesuainya pendapatan yang diperoleh dengan tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya serta tanggungannya. Kebutuhan hidp

6
semakin meningkat, sementara gaji yang diterima relative tetap. Factor ini
menjadi salah satu pendorong protes kaum buruh.
2. Problem Kesejahteraan Hidup
Pencapaian kesejahteraan, tergantung pada kemampuan gaji dalam memenuhi
berbagai kebutuhan hidupnya. Gaji yang relative tetap, sedangkan kebutuhan
hidup semakain bertambah membuat kualitas kesejahteraan rakyat (termasuk
buruh) semakin rendah.
3. Problem PHK
PHK adalah perkara biasa dalam dunia ketenaga kaerjaan. Asalkan sesuai
dengan kesepakatan kerjaa bersama (KKB) baik pihak pekerja maupun
pengusaha.
4. Problem Tunjangan Social Dan Kesehatan
5. Problem Kelangkaan Lapangan Pekerjaan

2.4 Faktor Yang Mendasari Konflik Buruh Dan Majikan


Problem perburuhan ini sebenarnya terjadi karena kebebasan kepemilikan dan
kebebasan bekerja yang menjadi pilar sistem kapitalisme. Dengan kebebasan ini,
seorang pengusaha yang senantiasa berorientasi keuntungan dianggap sah
mengeksploitasi tenaga buruh. Dengan kebebasan ini pula, kaum buruh diberi ruang
kebebasan mengekspresikan tuntutannya akan peningkatan kesejahteraan dengan
memanfaatkan serikat pekerja, melakukan sejumlah intimidasi bahkan tindakan
anarkis sekalipun.
Sedangkan dasar yang memicu konflik buruh dan pengusaha sendiri,
disebabkan oleh kesalahan tolok ukur yang digunakan untuk menentukan gaji buruh,
yaitu living cost (biaya hidup) terendah. Living cost inilah yang digunakan untuk
menentukan kelayakan gaji buruh. Maka tidak heran namanya Upah Minimum.
Dengan kata lain, para buruh tidak mendapatkan gaji mereka yang sesungguhnya,
karena mereka hanya mendapatkan sesuatu yang minimum sekedar untuk
mempertahankan hidup mereka. Konsekuensinya kemudian adalah terjadilah
eksploitasi yang dilakukan oleh para pemilik perusahaan terhadap kaum buruh.

7
Dampak dari eksploitasi inilah yang kemudian memicu lahirnya gagasan Sosialisme
tentang perlunya pembatasan waktu kerja, upah buruh, jaminan sosial, dan
sebagainya.
Jadi, masalah perburuhan akan selalu ada selama relasi antara buruh dan
pengusaha dibangun berdasarkan sistem ini. Meski mereka telah melakukan sejumlah
tambal sulam untuk menyumbat kemarahan kaum buruh dan menghadapi provokasi
kaum Sosialis, namun tambal sulam ini secara natural hanya sekedar untuk
mempertahankan sistem Kapitalisme. Tetapi, jika diklaim bahwa tambal sulam ini
telah berhasil memecahkan masalah perburuhan, jelas hanya klaim bohong dan
kosong.
Dalam perspektif politik ekonomi, kaum buruh selalu berada dalam
kungkungan nasib yang menyedihkan. Mereka berada dalam kekuasaan dan kendali
pemilik modal atau majikan. Di balik tenaga mereka yang mengalami eksploitasi luar
biasa, upah yang mereka nikmati kerap tidak cukup untuk (sekadar) memenuhi
kebutuhan pokok. Bahkan, tidak jarang upah hasil kerja mereka sebulan penuh hanya
cukup untuk bertahan hidup selama 10 hari. Di sisi lain, mereka pun selalu berada
dalam ancaman bayang-bayang PHK (pemutusan hubungan kerja) secara sepihak
dengan pesangon yang ala kadarnya.
Gambaran di atas merupakan realitas yang tidak bisa dihindarkan kala
paradigma ekonomi yang digunakan ialah paradigma industrial-kapitalistik. Dalam
paradigma industrial-kapitalistik ini, pemilik modal (majikan) cenderung
memposisikan buruh (pekerja) sebagai bagian dari faktor produksi. Buruh kerapkali
ditekan untuk bekerja tanpa mengenal lelah (tak ubahnya sebuah mesin produksi),
tetapi upah yang dibayarkan sangat rendah. Hal ini tidak lepas dari prinsip ekonomi
kapitalis itu sendiri bahwa untuk mendapatkan profit (untung) sebesar-besarnya,
maka biaya produksi harus ditekan sekecil-kecilnya.
Dalam lingkungan negara yang menganut sistem sekuler-kapitalisme, realitas
semacam itu adalah sebuah keniscayaan. Ada beberapa faktor yang dijadikan sebagai
alat pembenar (legitimator) berkaitan dengan eksploitasi buruh.

8
Di antaranya:
1. Tenaga buruh disamakan dengan faktor-faktor produksi lainnya.
2. Nilai buruh disamakan dengan dinilai barang.
3. Keberhargaan (martabat) buruh tidak lebih terhormat daripada alat/faktor
produksi lainnya.
Karena itu, tidak aneh bila para majikan yang berwatak kapitalis terus berburu
tempat-tempat investasi untuk mengembangkan modal (memupuk kekayaan?) di
daerah-daerah yang taraf kehidupan masyarakatnya masih rendah. Hal ini tidak lain
karena ideologi para majikan tersebut lebih bersifat sekuler-kapitalistis. Bagi mereka,
keuntungan sebanyak-banyaknya merupakan tujuan, meski untuk itu harus melanggar
etika kemanusiaan.

2.5 Mogok Kerja


Salah satu masalah buruh yang terjadi di Indonesia adalah mogok kerja.
2.5.1 Penyebab Terjadinya Pemogokan
Pemogokan atau mogok kerja adalah merupakan salah satu persoalan yang
dapat meresahkan dunia usaha dan mengganggu hubungan kerja,keharmonisan dalam
hubungan industrial serta keharmonisan kehidupan sosial masyarakat. karena
melibatkan banyak pihak yang terkait. Di lain pihak bagi pekerja yang melakukan
pemogokan kadang-kadang hanya merupakan keterpaksaan sebagai akibat buntunya
pembicaraan atau tidak adanya komunikasi yang baik antara management dengan
para pekerja/buruh, pada akhirnya mereka menempuh jalan mogok kerja demi
menunjukkan integritas hak mereka dalam perundingan. Adanya kebuntuan atau mis-
komunikasi, seakan tidak ada lagi jalan lain yang dapat ditempuh untuk dapat
dipenuhinya keinginan mereka (para) pekerja/buruh.
Terkait dengan itu, seperti apa yang disampaikan oleh Drs. Soewarto bahwa
faktor dominan yang menjadi pemicu dan pendorong terjadinya pemogokan adalah
kurang intensif dan kurang efektifnya komunikasi antara pekerja/buruh termasuk
organisasinya dengan management (pengusaha). Disamping itu juga dikemukakan,
bahwa ditemui beberapa faktor objektif, baik dari kalangan pekerja/buruh maupun

9
management yang juga ikut mempengaruhi timbulnya kasus pemogokan atau mogok
kerja. Lantas, bagaimana menghindari agar tidak terjadi mogok kerja, ataupun kalau
harus terjadi tanpa melanggar aturan dan ketentuan. Terkait dengan itu, perlu
difahami arti mogok kerja dalam perspektif Undang-Undang.
Menurut Pasal 137 Pasal 143 UUK, bahwa mogok kerja merupakan hak
dasar pekerja / buruh dan serikat pekerja/serikat buruh (trade union). Oleh karena itu,
dalam melaksanakan hak dasar tersebut, siapapun tidak dapat menghalang-halangi
pekerja/buruh untuk menggunakan hak mogok kerja sepanjang dilakukan secara sah,
tertib dan damai. Demikian juga, siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau
penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus yang melakukan mogok kerja secara
sah, tertib dan damai sesuai dengan ketentuan, asalkan mogok kerja tersebut
dilakukan sebagai akibat gagalnya perundingan.
Penjelasan Pasal 137 UU No. 13/2003 disebutkan, bahwa yang dimaksud
dengan gagalnya perundingan yang menjadi alasan mogok kerja adalah tidak
tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat
disebabkan karena :
1. Pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat
pekerja/serikat buruh (trade union) atau pekerja / buruh telah 2 (dua) kali
meminta secara tertulis kepada pengusaha untuk berunding dalam tenggang
waktu 14 (empatbelas) hari kerja; atau
2. Pengusaha mau melakukan perundingan, akan tetapi- perundingan-
perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu (deadlocked) sebagai
yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan.
Dengan demikian, penyebab terjadinya mogok kerja, selain tidak adanya
kehendak salah satu pihak untuk melakukan komunikasi dengan baik, juga dapat
terjadi karena kebuntuan komunikasi atau tidak adanya kesepakatan (deadlocked)
dalam pembicaraan sesuai dengan tuntutan (penawaran) masing-masing.
Pernyataan “mengalami jalan buntu atau deadlocked” ini sering digunakan
oleh pekerja atau serikat pekerja untuk memaksakan kehendak guna memenuhi
tuntutan mereka. Dan apabila tidak dipenuhi tuntutan yang deadlocked tersebut, maka

10
pekerja akan beraksi. Oleh karena itu kalimat ”gagalnya perundingan” harus
diterjemahkan tidak hanya karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan,
akan tetapi juga pengusaha telah melakukan perundingan akan tetapi setelah
ditangani oleh petugas dari instansi ketenagakerjaan belum tercapai tuntutan dari
pihak pekerja.

2.5.2 Tuntutan Dalam Mogok Kerja


Pemogokan atau mogok kerja sebagai alat (sarana) untuk mencapai tujuan
pada awalnya muncul karena adanya tuntutan-tuntutan pekerja/buruh. Jika tuntutan-
tuntutan tersebut dikaitkan dengan norma-norma hukum, maka dapat dibedakan
menjadi tuntutan normatif dan tuntutan tidak normatif
Tuntutan normatif adalah tuntutan yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sebagai akibat pihak pengusaha
(majikan) tidak memenuhi kewajiban yang diletakkan oleh peraturan perundang-
undangan, misalnya tuntutan perbaikan struktur dan skala upah, tuntutan pembayaran
THR dan sebagainya.
Dalam banyak kasus, tuntutan normatif yang paling menonjol adalah masalah
pemutusan hubungan kerja (PHK), keikutsertaan dalam program jamsostek, tuntutan
hak cuti, hak atas upah kerja lembur, pembentukan serikat pekerja (trade union) dan
pelaksanaan UMR (sekarang UMP atau UMK/K). Kesemuanya itu merupakan hak
pekerja/buruh yang seharusnya dilaksanakan secara konsekwen oleh management.
Apabila pengawasan ketenagakerjaa berjalan baik, semestinya hak-hak normatif tidak
perlu dituntut melalui mogok kerja, karena itu semua merupakan bagian dari
penegakan hukum (law emporcement). Namun menurut Drs. Suwarto dengan
terbatasnya jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan, maka pekerja/buruh ikut
mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan .
Sebaliknya, tuntutan tidak normatif adalah tuntutan yang tidak didasarkan
pada ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, misalnya
pemberian bonus tahunan bagi pekerja back office, tuntutan pemberian kesejahteraan
lebih baik kepada pekerja dan keluarganya.

11
Selain dapat dilihat dari segi normatif atau tidak normatif, tuntutan
pekerja/buruh dalam melakukan pemogokan / mogok kerja pekerja/buruh dapat
dilihat dari segi lain, yakni mogok kerja bertendensi ekonomi, dan mogok kerja yang
bertendensi non-ekonomi.
Mogok kerja yang bertendensi ekonomi, apabila pemogokan dilakukan oleh
pekerja/buruh yang didasarkan pada tuntutan yang bernilai uang, misalnya tuntutan
kenaikan upah, tuntutan pemberian uang makan dan transport, ataukah tuntutan yang
berkenaan dengan pemberian fasilitas perumahan atau tempat tinggal di siteplan
(semacam mess). Sebaliknya, mogok kerja yang bertendensi non-ekonomi, apabila
pemogokan dilakukan oleh pekerja/buruh tidak berdasarkan pada tuntutan yang
bernilai uang, seperti misalnya tuntutan untuk perbaikan tingkat kesejahteraan dan
restrukturisasi jabatan-jabatan dalam perusahaan, atau tuntutan utnuk meminta
penggantian pimpinan perusahaan atau pimpinan unit kerja yang melakukan tindakan
sewenang-wenang.
Dalam hal pekerja / buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam
melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha,
maka pekerja/buruh berhak mendapatkan upah . Dengan kata lain, apabila
pekerja/buruh melakukan mogok kerja secara sah yang bukan merupakan tuntutan
normatif, pada prinsipnya pekerja tidak berhak atas upah (no work no pay) , kecuali
management dapat memberi toleransi upah tetap dibayar .

2.5.3 Dampak Pemogokan


Adapun dampak dari pemogokan adalah sebagai berikut :
1. Kerugian materiil bagi perusahaan karena berkurangnya jam kerja buruh
2. Berkurangnya jam kerja secara mikro menurunkan hasil produksi dan secara
makro merupakan salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi
nasional.
3. Frekuensi pemogokan yang tinggi dan berskala besar serta dalam waktu yang
lama bisa menimbulkan ketidakstabilan ekonomi dan politik.

12
4. Ketidakstabilan ekonomi dan politik yang terjadi pada gilirannya menganggu
iklim investasi.
5. Mengganggu kegiatan ekspor-impor.

2.5.4 Solusi Yang Tepat Untuk Mengatasi Masalah Pemogokan.


Upaya penyelesaian mogok kerja kadang-kadang merupakan suatu seni
tersendiri. Terkadang antara mogok kerja yang satu dengan mogok kerja lainnya
berbeda teknik dan cara penanganan serta penyelesaiannya. Walaupun demikian
dalam peraturan perundang-undangan diatur norma secara umum antara lain, bahwa
sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi ketenagakerjaan wajib
menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan
mempertemukan (melakukan mediasi) dan merundingkan dengan para pihak yang
berselisih (pihak / kelompok yang mogok kerja dengan management). Dalam hal
perundingan (mediasi) tersebut menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan
perjanjian bersama (PB) yang ditanda-tangani oleh para pihak dan pegawai dari
instansi yang ketenagakerjaan sebagai saksi.
Dalam hal perundingan (mediasi) tidak menghasilkan kesepakatan, maka
pegawai dari instansi ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang
menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang berwenang, yakni pengadilan hubungan industrial (PHI)
atau arbitrase -dalam hal menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar
trade union. Sedangkan terkait dengan gagalnya perundingan yang tidak
menghasilkan kesepakatan, maka atas dasar perundingan (antara pengusaha dengan
trade union atau penanggung-jawab mogok kerja) tersebut, mogok kerja dapat
diteruskan (tidak bekerja) atau dihentikan untuk sementara (kembali bekerja / masuk
kerja sementara waktu) atau dihentikan sama sekali (dimana pekerja kembali masuk
kerja seperti biasa).
Untuk mencegah timbulnya suatu mogok kerja maka perlu dilakukan hal
berikut ini:

13
1. Membentuk suatu system informasi yang terstruktur, agar tidak terjadi
kesalahan dalam komunikasi. Misalnya, dengan membuat papan
pengumungan atau pengumuman melalui loudspeaker.
2. Buat komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan menjadi lancer dan
harmonis, misalnya dengan membuat rapat rutin, karena dengan komunikasi
yang dua arah dan intens akan mengurangi masalah di lapangan.

14
BAB III
CONTOH KASUS

KARYAWAN PT. FREEPORT INDONESIA MOGOK KERJA

Gambar 3.1 Karyawan Melakukan Unjuk Rasa

Liputan6.com, Jayapura - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport


Indonesia (PT FI) menggelar unjuk rasa. Dalam unjuk rasa tersebut,
SPSI Freeport meminta adanya keadilan pembagian bonus bagi kurang lebih 800
karyawan yang bekerja di tambang terbuka.

Sekretaris Hubungan Industrial Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Freeport Tri
Puspital menyebutkan, klimaks permasalahan pada pertemuan 19 September 2016
terjadi ketimpangan pemberian bonus bagi pekerja tambang terbuka hanya 17 persen.
Sementara bagi pekerja Geotek mendapatkan bonus 45 persen dari total gaji
karyawan.

15
"Para pekerja kecewa mendapatkan bonus kecil, apalagi selama ini karyawan telah
membantu perusahaan dalam operasional. Dengan adanya ketimpangan ini, maka
sejak 28 September karyawan memutuskan untuk mogok kerja, hingga ada
kesepakatan antara perusahaan dan karyawan," jelas Tri Puspital, saat
dihubungi Liputan6.com, Senin (3/10/2016).

Setiap harinya, tambang terbuka itu menghasilkan sekitar 200 ribu ton ore atau bijih
mineral. Sementara para pekerja di tambang terbuka itu membawa alatnya masing-
masing berkisar 6-7 jam per hari.

"Sementara ini yang dituntut oleh teman-teman karyawan adalah meminta


transparansi dari perusahaan tentang pemberian bonus, misalnya bagaimana formula
pemberian bonus, bagaimana caranya dan baru dibandingkan dengan aktual
pencapaian dengan kondisi real di lapangan," urai dia.

Juru bicara PT Freeport Indonesia, Riza Pratama membenarkan adanya mogok kerja
sejak 28 September dari karyawan di tambang terbuka, karena masalah pemberian
bonus.

"Kami sedang berupaya untuk mengatasi masalah ini dan mengembalikan operasi
tambang terbuka sesegera mungkin," jelasnya.

Mogok kerja yang dilakukan karyawan Freeport Indonesia tersebut tak berdampak
pada operasi tambang bawah tanah. "Operasi pabrik pengolahan juga masih
beroperasi secara terbatas,"ungkap dia. (Katharina Janur/Gdn)

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dari makalah kami ini, bahwa buruh sudah dikenal di
Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sejak terbentuk VOC. Definisi buruh
sendiri ialah Buruh pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan
kemampuannya untuk mendapatkan balasan baik berupa jasmani maupun rohani.
Pemogokan adalah tindakan yg dilakukan pihak Pekerja atau
buruh terhadap pengusaha dengan tujuan menekan pengusaha utk memenuhi
tuntutannya atau sebagai tindakan solidaritas untuk teman sekerja lainnya.
Tindakannya dapat berupa : tidak melakukan pekerjaan sebagian atau
seluruhnya, berhenti melakukan pekerjaan dg mogok duduk; memperlambat
pekerjaan secara missal, dan lain-lain. Faktor utama yang menyenakan adanya
pemogokan yaitu tidak terpenuhinya standar kesejahteraan yang sesuai dengan
tuntutan pekerja dan jalan buntu yang dialami dalam perundingan antara kedua belah
pihak.
Tuntutan dalam mogok kerja dapat dilihat dari norma- norma hukum yaitu
menjadi tuntutan normatif dan tuntutan tidak normatif. Selain itu juga terdapat
tuntutan ekonomi dan non-ekonomi. Dampak dari suatu pemogokan yaitu kerugian
materiil perusahaan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, produktivitas
pekerja menurun, pemogokan yang tidak sesaui dengan prosedur dan berkepanjangan
berdampak pada ketidakstabilan sosial,ekonomi politik. Solusi untuk menyelesaiakan
masalah pemogokan yaitu dipenuhinya tuntutan pekerja yang diajukan dan
disuarakan saat melakukan pemogokan, selain itu mediasi juga salah satu cara
menyelesaiakan permasalahan, yaitu dengan mempertemukan kepentingan
keduabelah pihak yaitu pekerja/ buruh dan mangemen perusahaan/ pengusaha.

17
4.2 Saran
Sebagai saran dari kami, hendaknya kita sebagai rakyat Indobesia, hususnya
kepada pemerintah, untuk lebih memperhatikan nasib kaum buruh (Pekerja). Dengan
memberikan solusi yang tidak sepihak. Namun mendatangkan kemashlahatan bagi
keduanya. Dengan demikian ekonomi bangsa ini dapat menjadi lebih maju

18
DAFTAR PUSTAKA

Aloysius, Uwiyono, S.H. M.H. 2001. Hakl Mogok Di Indonesia. Jakarta :UI Press.
Kasim,umar. 2011. Pemogokan dan penutupan perusahaan.
http://www.indolawcenter.com/index.php?option=com_content&view=article&id=38
95%3Amogok-kerja-dan-penutupan-perusahaan-4-tuntutan-dalam-aksi-mogok-
kerja&catid=170%3Ahukum-perburuhan&Itemid=237 diakses tanggal 09 juli 2011
pukul 19:17 WIB.
Soerjono, Soekanto.2009.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:Rajawali Pers.
http://ahmadsyaikhu.com/read/2012/11/23/buruh-kota-bekasi/.html
http://filsafat-kalijaga.blogspot.com/2012/01/borjuis-dan-proletar.html
Jalil, Abdul. 2008. Teologi Buruh. Yogyakarta: LKIS
http://uniqpost.com/75262/sejarah-hari-buruh-dunia-di-indonesia/
http://media.leidenuniv.nl/legacy/bbrl-labour-law-final.pdf
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/akuntansi_manajemen/bab2-
konsep_biaya.pdf
http://msikepri.wordpress.com/2011/12/08/kedudukan-dan-konsep-buruh-dalam-
islam/
http://bayuzu.blogspot.com/2012/04/pengertian-buruh.html
http://sapunyere.blogspot.com/2011/01/makalah-k3organisasi-buruh.html
http://kurnianingsih31207335.wordpress.com/2010/04/18/bab-vi-organisasi-
pengusaha/

19

Anda mungkin juga menyukai