SYARBAINI SIREGAR
NIM. 170200086
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya
diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan
tugas penulisan paper tentang “Sejarah hukum pereburuhan pasca kemerdekaan
RI”
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar
yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia
paling besar bagi seluruh alam semesta.
Adapun penulisan paper ini merupakan bentuk dari pemenuhan beberapa tugas
mata kuliah Hukum Perburuhan . Pada paper akan mnjlaskan tntang sjarah
hukum prburhan dalam 4 fase yaitu fase orde lama, orde baru, reformasi, pasca
reformasi-sekarang
Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati, kami meminta kesediaan pembaca
untuk memberikan kritik serta saran yang membangun mengenai penulisan
makalah kami ini, untuk kemudian kami akan merevisi kembali pembuatan paper
ini di waktu berikutnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Table of Contents
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
2.1 Pengertian buruh ....................................................................................................... 2
2.2 Jenis-jenis buruh ....................................................................................................... 3
2.3 Sejarah dan keadaaan buruh pada masa awal kemerdekaan .................................... 4
(orde lama ) ..................................................................................................................... 4
2.4 Sejarah dan keadaaan buruh pada masa awal kemerdekaan ................................... 5
(orde baru )...................................................................................................................... 5
2.5 Sejarah dan keadaaan buruh pada masa reformasi ................................................... 7
2.6 Sejarah dan keadaaan buruh pada masa sekarang .................................................... 7
BAB III ............................................................................................................................. 11
PENUTUP ........................................................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 11
3.2 Saran ....................................................................................................................... 11
ii
DAFTAR PUSTAKA
https://ngada.org/uu2-2004pjl.htm
http://wartasejarah.blogspot.com/2013/07/pemogokan-delanggu-sebagai-
pemogokan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1950%E2%80%931959)
https://id.wikipedia.org/wiki/Buruh#cite_note-1
https://spn.or.id/pengertian-buruh/
https://id.wikipedia.org/wiki/Buruh
http://ocw.usu.ac.id/course/download/10430000040-hukum-
perburuhan/hk_628_slide_sejarah_hukum_ketenagakerjaan_indonesia.pdf
https://bisnis.tempo.co/read/31900/dpr-cabut-uu-251997-tunda-dua-ruu-
ketenagakerja
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
http://wartasejarah.blogspot.com/2013/07/pemogokan-delanggu-sebagai-pemogokan.html
1
"Demokrasi Terpimpin" termasuk terpimpin mengingat belum profesional kinerja
segala bidang sehingga pengendalian harga melalui komando, dan ancaman-
ancaman sanksi dari perundang-undangan dibuat untuk kepentingan penguasa, 2
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan paper ini adalah sebagai informasi serta edukasi kepada
pembaca mengenai pengaturan hukum internasional tentang batas batas wilayah
suatu negara agar di dapat pemahaman pembaca mengenai sejarah hukum
perburuhan pasca kemerdekaan. Sehingga menurut penulis perlulah membaginya
menjadi 4 fase yaitu fase orde lama, orde baru, refrmasi, pasca
reformasi(skarang). sehingga dapat diketahui bagaimana keadaan buruh di
indnoesia dari masa ke masa.
BAB II
PEMBAHASAN
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1950%E2%80%931959)
2
hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku
umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.3
Menurut UU No 13 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 atay 2, tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tenaga kerja
merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat
pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah
kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana
pembangunan hatus di jamin hak-haknya. PER-04/MEN/1994 mengatakan bahwa
pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang
belum wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja karena adanya
pentahapan kepesertaan.
Secara umum pengertian buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain
dengan mendapatkan upah. Dalam konteks kepentingan didalam suatu perusahaan
terdspat dua kelompok yaitu kelompok pemilik modal (owner) dan kelompok
buruh., yaitu orang-orang yang diperintah dan dipekerjakan dan berfungsi sebagai
salah satu komponen dalam proses produksi. Dalam teori Karl Marx tentang nilai
lebih disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih
disebut sebagai majikan dan kelompok yang terlibat dalam.proses penciptaan nilai
lebih itu disebut buruh. Buruh berbeda dengan pekerja. Pengertian pekerja lebih
menunjuk kepada proses dan bersifat mandiri, bisa saja pekerja itu bekerja untuk
dirinya sendiri dan mengaji dirinya sendiri seperti petani yang mempunyai tanah
garapan sendiri, nelayan yang mempunyai kapal ikan sendiri, dokter yang
membuka praktek sendiri dll yang dalam proses bekerjanya memperoleh nilai
tambah dari apa yang mereka buat sendiri. Istilah tenaga kerja dan karyawan
dipopulerkan oleh pemerintah orde baru untuk menggantikan kata buruh yang
pada waktu itu dianggap kekiri-kirian dan radikal.4
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Buruh#cite_note-1
4
https://spn.or.id/pengertian-buruh/
5
https://id.wikipedia.org/wiki/Buruh
3
2.3 Sejarah dan keadaaan buruh pada masa awal kemerdekaan
(orde lama )
4
Pada masa ini kondisi perburuhan dapat dikatakan kurang diuntungkan
dengan sistem yang ada. Buruh dikendalikan oleh tentara antara lain dengan
dibentuknya Dewan Perusahaan diperusahaanperusahaan yang diambil alih dari
Belanda dalam rangka program nasionalisasi, untuk mencegah meningkatnya
pengambil alihan perusahaan Belanda oleh buruh. Gerak politis dan ekonomis
buruh juga ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Penguasa Perang Tertinggi
No. 4 Tahun 1960 Tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (lock
out) di perusahaanperusahaan, jawatan-jawatan dan badan-badan vital. Perbaikan
nasib buruh terjadi karena ada gerakan buruh yang gencar melalui Serikat-serikat
Buruh seperti PERBUM, SBSKK, SBPI, SBRI, SARBUFIS, SBIMM, SBIRBA 6
6
http://ocw.usu.ac.id/course/download/10430000040-hukum-
perburuhan/hk_628_slide_sejarah_hukum_ketenagakerjaan_indonesia.pdf
5
organisasi buruh untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Disamping pendekatan
ekonomis ini, pertimbangan-pertimbangan politik yang mendasarinya juga
merupakan aspek yang penting dalam kebijakan-kebijakan perburuhan pada masa
Orde Baru.
Agenda utama rejim Orde Baru yang didominasi oleh militer adalah
mencegah kebangkitan kembali gerakan berbasis massa yang cenderung radikal,
seperti gerakan buruh yang terlihat selama Orde Lama. Jadi, motif utama Orde
Baru sejak awal adalah kontrol terhadap semua jenis organisasi yang berbasis
massa, entah partai politik maupun serikat buruh yang dianggap penyebab
kerapuhan dan kehancuran Orde Lama.
Meskipun stabilitas diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, kontrol
politik penguasa terhadap buruh terutama dimaksudkan untuk menghapuskan
pengaruh aliran Kiri dari gerakan buruh dan arena politik secara luas. Ciri utama
akomodasi buruh-majikan-negara selama Orde Baru adalah kontrol negara yang
sangat kuat atas organisasi buruh dan pengingkaran terus-menerus kelas buruh
sebagai kekuatan sosial.
Kondisi perburuhan di Indonesia selama Orde Baru dapat dijelaskan dalam
terang model akomodasi di atas. Kontrol negara terhadap serikat buruh
berlangsung terus-menerus dengan dukungan militer. Kontrol itu mengalami
penguatan signifikan sejak dekade 1980 bersamaan dengan berakhirnya era boom
minyak dan pemerintah harus mengarahkan industri ke orientasi ekspor. Peraturan
tentang ketenagakerjaan yang menjadi kontroversi pada masa ini adalah Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1997 yang kental dengan militerisme.
Pada periode ini, pendekatan militeristik atas bidang perburuhan menjadi
semakin kuat dengan diangkatnya Laksamana Soedomo menjadi Menteri Tenaga
Kerja. Salah satu contoh paling tragis pengendalian buruh yang militeristik adalah
kasus Marsinah yang hingga kini masih menjadi misteri.
Selain sebagai alat kontrol di tangan rejim orde baru untuk meredam
gerakan massa buruh yang kuat, militer juga telah menjadi pelaku utama dalam
bisnis sejak tahun 1958, suatu peran yang hingga saat ini dipertahankannya.
ditandai oleh kontrol pusat yang otoriter, saling curiga, dan bahkan kebrutalan.
Seperti yang kita ketahui, Hukum perburuhan adalah perjuangan politis
untuk menegaskan bahwa paham liberalisme dengan doktrin laissez-faire tidak
dapat diterapkan secara mutlak. Dari sini sebenarnya sudah terlihat bahwa hukum
perburuhan senantiasa dalam bahaya intrusi paham liberalisme yang menganggap
hukum perburuhan sebagai intervensi atau diskriminasi yang melemahkan
perekonomian karena melanggar doktrin laissez-faire.
Bahaya intrusi ini semakin besar lagi jika hubungan antara majikan dan
buruh dipahami semata-mata atau terutama merupakan hubungan hukum, jika
pemerintah atau siapapun berpikir bahwa cara terbaik "membina" atau
"mendisplinkan" buruh dan majikan adalah melalui hukum.
Hukum modern mengharuskan struktur, format dan prosedur yang kaku
(rigid). Ia menuntut birokrasi dan cara berpikir yang khas. Dibutuhkan orang
dengan pendidikan khusus untuk mengetahui seluk beluk hukum modern. Hukum
menjadi wilayah esoterik yang tidak bisa ditangani oleh sembarang orang. Para
ahli/sarjana hukum dan pengacara saja yang bisa bermain dengan hukum.
Dalam alam hukum modern, sering terjadi bahwa formalitas dan prosedur
dapat menghilangkan keadilan yang substansial. Hukum perburuhan tidak bisa
6
lepas dari kepungan logika dasar hukum modern yang formalistik dan
individualistik itu. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa pada masa ini Hukum
Perburuhan tidak dapat dengan efektif digunakan karena pada masa ini hukum
berada di bawah intervensi pemerintah yang memerintah secara Diktator.
Sejak berakhirnya masa Orde Baru, peluang untuk lahirnya gerakan buruh
dimulai dengan dibukanya kebebasan berserikat meskipun tetap hanya satu serikat
yang diakui pemerintah.
Pada masa ini SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) melahirkan
jaringan perburuhan yang dimotori oleh LSM dengan aksi-aksi menolak
militerisme dan menolak Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 25 Tahun
1997.
Pada masa ini telah dapat dipastikan bahwa LSM memegang peranan
penting dalam membangun jaringan dan menggerakkan (isu-isu) buruh . Gerakan
LSM perburuhan ini sama sekali terpisah dari SPSI sebagai institusi akan tetapi
berjaringan dengan aktivis-aktivisnya yang tidak puas terhadap kinerja SPSI.
Dua belas LSM perburuhan bergabung dalam jaringan yang dinamai
KPHP (Komisi Pembaruan Hukum Perburuhan) secara sistematis dan substansial
melakukan aksi penolakan Undang-Undang tersebut ditandai dengan keluarnya
buku yang berisi pemikiran para ahli mengenai mengapa Undang-Undang itu
harus ditolak.
Dalam pandangan KPHP Undang-Undang tersebut belum memuat hak-
hak dasar buruh seperti jaminan atas pekerjaan, kebebasan bebasan berorganisasi
dan mogok, lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan yang adil. Aksi
penolakan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 ini juga dilengkapi dengan
aksi massa oleh kelompok-kelompok buruh.7
Situasi politik yang rentan, awal krisis ekonomi dan aksi-aksi penolakan
yang konsisten yang menyebabkan kepala-kepala pemerintahan silih berganti
dalam kurun waktu amat pendek mengambil sikap aman dengan penundaan
pemberlakuan Undang-Undang tersebut menunjukkan bahwa penolakan ini sangat
berhasil. Dan selama lima tahun Undang-Undang untuk mengatur perburuhan
kembali ke Undang-Undang lama sebelum akhirnya dikeluarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
7
https://bisnis.tempo.co/read/31900/dpr-cabut-uu-251997-tunda-dua-ruu-ketenagakerjaan
7
3. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;
8
hubungan kerja dengan buruh yang ditempatkan pada perusahaan pengguna. Di
lain pihak, pihak buruh yang dioutsource juga merasa diback up oleh pasal 1 butir
15 yang menyatakan bahwa hubungan kerjanya bukan dengan perusahaan jasa
pekerja melainkan dengan perusahaan pengguna. Hal ini disebabkan unsur adanya
upah, pekerjaan, dan perintah hanya ada dalam hubungannya dengan perusahaan
pengguna bukan dengan perusahaan jasa pekerja. Kedua pasal ini juga
menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pengusaha dan buruh apalagi
outsourcing pekerja pada saat ini lagi ngetren. Banyak perusahaan memutuskan
hubungan kerjanya dengan buruhnya untuk selanjutnya direkrut kembali melalui
perusahaan jasa pekerja (outsourcing pekerja). Hal ini berarti bahwa melalui pasa;
6 ayat 2 a UU No.13/2003 Pemerintah melagalkan bukan sekedar perbudakan
modern melainkan juga termasuk human-trafficking. Suatu pelanggaran hak asasi
manusia.
9
2. Dengan dicabutnya pasal 158 tentang Kesalahan Terberat untuk kasus
pemutusan hubungan kerja sebagaimana tercantum dalam UU No.13/2003 juga
akan memperlama proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja.
Hal ini disebabkan pengadilan hubungan industrial baru dapat memproses kasus
tersebut terutama dengan alasan pencurian, penggelapan atau penganiayaan
setelah kasus tersebut mendapatkan keputusan yang mengingat dari pengadilan
pidana.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Buruh dari masa ke masa selalu memiliki ciri dan keadaaannya tersendiri di masa
revolusi industri 4.0 sekarang ini kita berharap buruh lebih disejahterakan hidup
nya dan lebih mengutamakan tenaga manusia dari pada teknolgi dan kecerdasan
buatan karena hakikatnya manusia adalah bekerja untuk memnuhi kebutuhan
hidupnya maka apabia kecanggihan dan kemajuan teknolgi malah mengurangi
bahkan menghilangkan pekerjaan manusia maka kita harus menjaga agar itu tidak
sampai trjadi.
11
1