Anda di halaman 1dari 20

Pamflet Orientasi Departemen SMP

Sejarah dan Perkembangan


hubungan industrial
Sistem hubungan industrial masuk ke indonesia
tahun 1908, terbentuk serikat pekerja anggotanya
orang orang indonesia. tahun 1919 tokoh komunis
mengenalkan hubungan industrial yg berdasarkan
kelas. di indonesia sudah berkembang dua sistem
yaitu liberalisme dan marxisme

Periode setelah kemerdekaan


hubungan industrial masih mulai lagi timbul polarisasi


dalam hubungan industrial dengan terbentuknyaserikat
buruh SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia)
yg berorientasi kepada komunis dengan PKI
Periode demokrasi terpimpin

Dekrit presiden 5 juli 1959 indonesia melaksanakan UUD


1945. mulailah era demokrasi terpimpin. dalam era ini
praktek praktek dilakukan oleh serikat pekerja yg komunis.
berlanjur terus sampai akhirnya terjadi pemberontakan
G30S/PKI
Berbicara mengenai akar historis
hubungan industrial maka tidak
akan terlepas dari perkembangan
berbagai sektorindustridi
Indonesia, daribeberapa fase
perkembangan.Untuk
memberikan penjelasan yang
lebihdetail diuraikan dalam
bagian berikut

Fase Pra Kolonialisme

Dominasi kekuasaan aristoraksi atau feodalismepada masa prakolonialisme


yang berlandasakn ketaatan mistikisme,mengharuskanrakyat membayar
upeti bagi raja-raja, dan sebagian besar merekamenjadi buruh dari tuan
tanah.Masyarakat pada waktu itu masihkental bercorak agraris pengelolaan
tanah berdasarkan mekanisme danteknologi yang sederhana. Masyarakat
menjadi penggarap dan wajib memberikan upeti atau pajak hasil pertanian
untuk menyokong pangan pihak kerajaan. Sistem nilai dan kepercayaan
kepada kepemimpinan karismatik masih sangat kuat melandasi hubungan
masayarakat sebagai buruh dan kerejaaan sebagai pemegang otoritas sah.
Dalam kondisi ini belum terlihat pola hubungan industrial tetapi lebih
diarahkan pada hubungan yang benandaskan pada kekuasaan.

Fase Kolonial
Masuknya kolonial belanda merupakan

era baru bagi perkembangan hubungan


industrial di Indonesia. Fase ini
digalakkan eksploitasi besar besaran
terhadap terhadap sumber daya alam
melalui usaha perkebunan (kopi, teh,
tebu). Hubungan industrial bergeser
kepola pola yang lebih formil tetapi
masih dibingkai oleh kekuatan nilai
cultural feodal. Untuk memperjelas pola
hubungan industrial dalam fase
kolonialisme dapat dilihat dalam bagan
disamping
Pihak colonial melalui perkebunan memperkerjakan
secara paksa masyarakat untuk menjadi buruh/kuli.
Hubungan industrial dimasa kolonial belanda,
menunggangi nilai-nilai kultural tradisional bagi
ligitamasi otoritas pemimpin feodal (aristoraksi) yang
dieksplorasi secara kolonialistik.
VOC merupakan instrumen yang digunakan oleh
Belanda untuk memaksimalkan keuntungan
diwilayah jajahan, melalui pembukaan perkebunan
secara besar-besaran.
Eksploitasi tanah dan tenaga kerja ciri khas fase ini. Hubungan industrial
dalam industri kecil manufaktur (rokok, textil batik), dikuasai kaum orietal
asing, juga terjadi hubungan perburuhan yang tidak sehat, dengan
eksploitasi buruh yang cukup kentara. Industri besar, dengan
manajeman eropa, pekerja mayoritas eropa. Indonesia biasanya dari
keluarga bangsawan (Susetiawan, 2004:68 69).
Hubungan industrial muali terlembagakan ketika munculnya organisasi
buruh eropa tahun 1897 (N.I.O.C) dan buruh eropa dan pribumi 1908
(V.S.T.P) dipimpin oleh Semaun, kereta api. Hadirnya organisasi buruh
merupakan awal dari adanya hubungan industrial yang terlambagakan,
tidak hanya berdasarkan aturan perusahaan dan perjanjian kerja.
Fase Orde Lama

Isu paling popular pada masa Orla yang diusung oleh pemerintahan yaitu anti
kalonialisme dan kapitalisme. Kebijakan nasionalisasi asset asing dan dukungan
pada kelas pekerja menjadi skala prioritas pada waktu itu. Pemerintahan Soekarno,
ditahun-tahun awal pemetah mendukung aktivitas-aktivitas serikat buruh dengan
berbagai regulasi yang pro buruh. Regulasi pemerintah untuk melindungi hak-hak
buruh, tidak serta merta mampu menciptakan hubungan industrial yang harmonis.
Berdiri organisasi buruh BBI (Barisan Buruh Indonesia) dan perlindungan terhadap
hak-hak buruh. Massa Orla merupakan ruang ketika situasi politik memberikan
kesempatan kelompok buruh untuk mengaktualisasikan diri. Tetapi runtuhnya
kekuasaan Seokarno digantikan Rezim Soeharto merupakan fase yang
menenggelamkan kembali kekuatan buruh.

Fase Orde Baru


Era penyeragaman dan kekuatan militer berkuasa dan meniadakan kelompok-


kelompok buruh yang dianggarap sebagai kalangan komunis. Semangat rezim orba
yaitu pembangunanisme. Industrialisasi merupakan dianggap fase untuk mencapai
kemajuan perekonomian, sosial dan cultural. Dan semua kekuatan diarahkan untuk
menyukseskan agenda besar tersebut.
Penjikan wacana buruh menjadi karyawan menjadi beberapa kejanggalan-
kejanggalan fase orba, diciptakan organisasi buruh yang legal yaitu SPSI (Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia), buruh dikontrol dari dalam dan dari luar melalui
regulasi.
Hubungan industrial harus didasarkan pada ideologi pancasila, (HIP) sebagai spirit
kebudayaan indonesia. Implikasinya: 1) Hubungan antara pemerintah, majikan,
buruh dipandu atas gotong royong, saling membantu dan tolong menolong, 2)
Problem-problem yang muncul harus diselesaikan melalui konsensus atau mulakay
(Susetiawan, 2004; 176, dan Egg Sudjana, 2002; 26). HIP merupakan salah satu
bentuk penataan hubungan industrial yang terjadi pada masa orba.
Fase Reformasi

Reformasi dengan semangat kebebasan memberikan ruang segar bagi


pengorganisiran masyarakat secara bebas tanpa intimidasi. Tetapi situasi
kebebasan dimanfaatkan oleh elit politik. Organisasi buruh yang diorganisir oleh
elit politik untuk kepentingan politik mereka.
Hubungan industrial di era reformasi tidak memberikan perbaikan bahkan
gencarnya mekanisme pasar melalui intervensi negara kapitalis telah memberikan
ruang bagi ketidak harmonisan hubungan industrial. Kebeperpihakan yang paling
nyata yaitu diberlalukan sistem kerja kontrak dan outsourcing, yang membuat
buruh tidak memiliki kepastian.

Konsepsi dan Unsur-Unsur


Pokok dalam Hubungan
Industrial
Pemahaman awal yang harus kita ketahui bersama yaitu konsepsi dari
hubungan industrial itu sendiri. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003,
hubungan industrial dikonsepkan sebagai suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang
terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang
didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Penekanan dalam
konsepsi tersebut yaitu sistem hubungan atau relasi diantara actor aktor
dalam industri misalkan buruh, pengusaha dan pemerintah. Pelaksanaan
hubungan industrial tidak bisa melepaskan beberapa sarana yang
digunakan yaitu:

Serikat Buruh

Lembaga kerjasama bipartite

Lembaga kerjsama tripartite

Peraturan perusahaan
Perjanjian kerja bersama

Peraturan perundang undangan


Lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industril
Berdasarkan jenis-jenis sarana sistem hubungan
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan
industrial harus dilihat secara kelembagaan bukan
secara personal misalkan antara seorang buruh
dengan pengusaha. Untuk memberikan penjelasan
yang lebih detail mengenai sarana hubungan
industrial tersebut akan diurai sebagai berikut:
Pertama, serikat buruh merupakan organisasi yang
dibentuk dari, oleh dan untuk buruh baik didalam
maupun diluar perusahaan, yang bersifat terbuka,
mandiri, demokratis, bertanggung jawab, membela
serta melindungi hak dan kepentingan buruh, serta
meningkatkan kesejahteraan buruh dan keluarganya.
Kedua, lembaga bipartit merupakan forum
komunikasi dan konsultasi mengenai hal hal yang
berkaitan dengan hubungan industrial disuatu
perusahaan yang anggotanya dari pengusaha dan
serikat buruh. Ketiga, lembaga tripartit merupakan
forum komunikasi dan musyarawah tentang masalah
ketenagakarjaan yang anggotanya dari organisasi
pengusaha, serikat buruh dan pemerintah. Lembaga
tripartite memiliki kelembagaan dilevel nasional,
provinsi dan kabupaten atau kota.
Peraturan perusahaan, perjanjian kerja merupakan satu paket
yang selalu diterapkan dalam proses produksi. Sarana
hubungan industrial yang disebutkan diatas merupakan
kerangka regulasi yang digunakan untuk mengatur hubungan
ketenagakerjaan di Indonesia. Sarana tersebut sebagai sarana
normatif, idealnya terbentuk dengan kapasitas yang berimbang
antara buruh dan penguasa, walaupun dalam realitasnya
pemilik basis ekonomi dalam hal ini penguasa terkadang selalu
berada pada posisi superordinasi jika dibandingkan dengan
buruh yang sering disubordinasikan. Realitas ini memberikan
penilaian kritis dari kerangka normatif dibuat oleh negara.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai